Anda di halaman 1dari 26

TUGAS FARMAKOLOGI

OBAT KARDIOVASKULER

Apt.Washliaty Sirajuddin, S.Si., M.,Si.

Disusun oleh:

KELOMPOK 2

1. Nur Anisa Syafitra Nacak (202104020)


2. Annisya Aidia Umasyah (202104003)
3. Maimunah Halim (202104014)
4. Reski Amalia (202104026)
5. Fatmawati Syahruddin (202104008)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI

FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS

ITKES MUHAMMADIYAH SIDRAP

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah

ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas

bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun

pikirannya.

Makalah ini berjudul “OBAT KARDIOVASKULER” dan dibuat untuk memenuhi mata

kuliah Farmakoterapi. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun

menambahisi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak

kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang

membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pangkajene, 20 September 2022

Kelompok II

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mengingat peranan obat yang sangat penting ini, maka sejak permulaan abad ke – 20
timbul disiplin baru dalam ilmu kedokteran yang dinamakan farmakologi ( farmakon = obat,
logos = ilmu ). Semula farmakologi mencakup semua ilmu yang berhubungan dengan obat
dengan definisi sebagai berikut : ilmu yang mempelajari sejarah, asal-usul obat, sifat fisik
dan kimiawi, cara mencampur dan membuat obat, efek terhadap fungsi bokimiawi dan faal,
cara kerja, absorpsi, distribusi, biotransformasi dan ekresi, pengunaan dalam klinik dan efek
toksiknya. Obat dalam arti luas adalah zat kimia yang mempengaruhi proses hidup, sehingga
farmakologi mencakup ilmu pengetahuan ( explosion of knowledge ) dan keterbatasan
kemampuan otak manusia maka farmakologi dipecah menjadi berbagai disiplin yang
mempunyai ruang lingkup yang lebih terbatas.
Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem yang sangat dinamik,yang harus mampu
berdaptasi cepat terhadap perubahan mendadak. Perubahan terkanan darah, kerja dan
frekuensi jantung serta komponen kardiovaskuler lain merupakan resultante dari berbagai
faktor pengatur yang bekerja secara serentak.

1.2 Rumusan Masalah

1.Apa fungsi obat sistem kardiovaskuler ?


2.Bagaimana strategi pemberian obat kardiavaskuler ?
4.Apa saja toksisitas dan efek samping dari obat tersebut ?

iii
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Kardiovaskuler


Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada. Bagian
kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium yang
mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar
darah hanya mengalir dalam satu arah, maka ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk
dan satu katup pada jalan keluar. Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke
seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung
melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari
seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen
dan membuang karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen
dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.
Kardiovaskuler terdiri dari dua suku kata yaitu cardiac dan vaskuler. Cardiac yang
berarti jantung dan vaskuler yang berarti pembuluh darah. Dalam hal ini mencakup sistem
sirkulasi darah yang terdiri dari jantung komponen darah dan pembuluh darah. Pusat
peredaran darah atau sirkulasi darah ini berawal dijantung, yaitu sebuah pompa berotot yang
berdenyut secara ritmis dan berulang 60-100x/menit. Setiap denyut menyebabkan
darah mengalir dari jantung, ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas
arteri, arteriol, dan kapiler kemudian kembali ke jantung melalui venula dan vena
Dalam mekanisme pemeliharaan lingkungan internal sirkulasi darah digunakan
sebagai sistem transport oksigen, karbon dioksida, makanan, dan hormon serta obat-obatan
ke seluruh jaringan sesuai dengan kebutuhan metabolisme tiap-tiap sel dalam tubuh. Dalam
hal ini, faktor perubahan volume cairan tubuh dan hormon dapat berpengaruh pada system
kardiovaskuler baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam memahami sistem sirkulasi jantung, kita perlu memahami anatomi fisiologi
yang ada pada jantung tersebut sehingga kita mampu memahami berbagai problematika
berkaitan dengan sistem kardivaskuler tanpa ada kesalahan yang membuat kita melakukan
neglicen t( kelalaian). Oleh karena itu, sangat penting sekali memahami anantomi fisiologi
kardiovaskuler yang berfungsi langsung dalam mengedarkan obat-obatan serta oksigenasi
dalam tubuh dalam proses kehidupan. Obat kardiovaskuler adalah obat yang digunakan untuk

iv
kelainan jantung dan pembuluh darah.

B. Pengertian Fungsi Jantung


Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada. Bagian
kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium yang
mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar
darah hanya mengalir dalam satu arah, maka ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk
dan satu katup pada jalan keluar. Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke
seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung
melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari
seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen
dan membuang karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen
dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.

C. Pengertian Pembuluh Darah


Keseluruhan sistem peredaran (sistem kardiovaskuler) terdiri dari arteri, arteriola,
kapiler, venula dan vena. Arteri (kuat dan lentur) membawa darah dari jantung dan
menanggung tekanan darah yang paling tinggi. Kelenturannya membantu mempertahankan
tekanan darah diantara denyut jantung. Arteri yang lebih kecil dan arteriola memiliki dinding
berotot yang menyesuaikan diameternya untuk meningkatkan atau menurunkan aliran darah
ke daerah tertentu. Kapiler merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat
tipis, yang berfungsi sebagai jembatan diantara arteri (membawa darah dari jantung) dan
vena (membawa darah kembali ke jantung). Kapiler memungkinkan oksigen dan zat
makanan berpindah dari darah ke dalam jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme
berpindah dari jaringan ke dalam darah. Dari kapiler, darah mengalir ke dalam venula lalu ke
dalam vena, yang akan membawa darah kembali ke jantung. Vena memiliki dinding yang
tipis, tetapi biasanya diameternya lebih besar daripada arteri, sehingga vena mengangkut
darah dalam volume yang sama tetapi dengan kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu
dibawah tekanan.

D. Pengertian Obat Kardiovaskuler


Obat yang bekerja pada jantung dan pembuluh darah, baik arteri maupun vena dibagi
dalam sembilan sub kelas sebagai berikut:
1.Obat inotropik positif
2.Obat anti-aritmia

v
3.Obat antihipertensi
4.Obat anti-angina
5.Diuretik
6.Obat yang mempengaruhi sistem koagulasi darah
7.Obat hipolipidemik
8.Obat untuk syok dan hipotensi
1) Obat Inotropik Positif
Obat inotropik positif bekerja dengan meningkatkan kontraksi otot jantung
(miokardium) dan digunakan untuk gagal jantung, yakni keadaan dimana jantung gagal
untuk memompa darah dalam volume yang dibutuhkan tubuh. Keadaan tersebut terjadi
karena jantung bekerja terlalu berat atau karena suatu hal otot jantung menjadi lemah.
Beban yang berat dapat disebabkan oleh kebocoran katup jantung, kekakuan katub, atau
kelainan sejak lahir dimana sekat jantung tidak terbentuk dengan sempurna.
Ada 2 jenis obat inotropik positif, yaitu
a.Glikosida jantung
Glkosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman Digitalis purpurea yang
kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin. Keduanya bekerja sebagai inotropik
positif pada gagal jantung.
•Digoksin
•Digitoksin
b.Penghambat fosfodiesterase
Obat-obat dalam golongan ini merupakan penghambat enzim fosfodiesterase yang
selektif bekerja pada jantung. Hambatan enzim ini menyebabkan peningkatan kadar siklik
AMP (cAMP) dalam sel miokard yang akan meningkatkan kadar kalsium intrasel.
•Milrinon
•Aminiron
2) Obat Antiaritmia
Obat-obat abtiaritmia dapat dibagi berdasarkan penggunaan kliniknya dalam obat- obat
untuk aritmia supraventrikel (misal verapamil). Obat-obat untuk aritmia supraventrikel
dan aritmia ventrikel (misal disopiramid), dan obat-obat untuk aritmia ventrikel (misal
lidokain).
a.Aritmia supraventrikel
Adenosin biasanya obat terpilih untuk menghentikan takikardia supraventrikel
paroksismal. Karena masa kerjanya pendek sekali (waktu paruhnya hanya 8-10 detik, tapi

vi
memanjang juka diberikan bersama dipiradamol), kebanyakan efek sampingnya
berlangsung singkat. Berbeda dengan verapamil, adenosin dapat digunakan setelah beta-
bloker. Pada asma, lebih baik dipilih verapamil daripada beta-bloker. Glikosida jantung
oral merupakan obat terpilih untuk memperlambat respon ventrikel pada kasus fibrilasi
dan flutter atrium. Digoksin intravena, yang diinfus pelan-pelan, kadang-kadang
dibutuhkan bila kecepatan ventrikel perlu dikendalikan dengan cepat. Verapamil biasanya
efektif untuk takikardia ventrikel. Dosis intravena awal dapat diikuti dengan dosis oral,
hipotensi dapat terjadi dengan dosis yang lebih besar.
•Adenosin
•Verapamil
•Glikosida jantung
b.Aritmia Supraventrikel dan Ventrikel
Obat-obat untuk aritmia supraventrikel dan ventrikel misalnya amiodaron, beta-bloker,
disopiramid, flekainid, prokainamid, propafenon, dan klinidin.
•Amiodaron
•Beta-bloker
•Disopiramid
•Flekainid
•Prokainamid
•Propafenon
•Kinidin
c.Aritmia Ventrikel
Bretilium hanya digunakan sebagai obat antiaritmia pada resusutasi. Obat ini diberikan
itramaskuler dan intravena tapi dapat menyebabkan hipotensi berat, terutama setelah
pemberian intravena (mual dan muntah dapat terjadi). Lidokain (lignokain) ralatif aman
bila diberikan sebagai injeksi intravena lambat dan harus menjadi pilihan utama dalam
keadaan darurat. Meksiletin diberikan sebagai injeksi intravena lambat bila lidokain tidak
efektif, obat ini memiliki kerja yang serupa. Morasilin adalah obat untuk profilaksis dan
pengobatan aritmia ventrikel yang serius dan mengancam jiwa. Fenitoin dulu dipakai
untuk aritmia ventrikel, dengan injeksi intravena lambat terutama yang disebabkan oleh
glikosida jantung, tapi penggunaan ini sekarang sudah ditinggalkan. Tokainid dulu
digunakan untuk takiaritmia ventrikel yang mengancam jiwa dan disertai dengan
gangguan berat fungsi ventrikel kiri pada pasien yang tidak responsif dengan terapi lain
atau yang terapi lain merupakan kontraindikasi, sekarang obat ini tidak lagi tersedia.

vii
•Bretilium
•Lidokain
•Meksiletin
•Morasilin
•Fenitoin
•Tokainid
3) Obat Antihipertensi
Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah arteri melebihi normal dan kenaikan ini
bertahan. Menurut WHO, tidak tergantung pada usia. Hipertensi mungkin dapat
diturunkan dengan terapi tanpa obat (non-farmakoterapi) tau terapi dengan obat
(farmakoterapi). Semua pasien, tanpa memperhatikan apakah terapi dengan oabt
dibutuhkan, sebaiknya dipertimbangkan untuk terapi tanpa obat. Caranya dengan
mengendalikan bobot badan, pembatasan masukan sodium, lemak jenuh, dan alkohol
serta pertisipasi dalam program olah raga dan tidak merokok.
a.Penghambat saraf adrenergik
Obat dolongan ini bekerja dengan cara mencegah pelepasan noradrenalin dari pasca
ganglion saraf adrenergik. Obat-obat golongan ini tidak mengendalikan tekanan darah
berbaring dan dapat menyebabkan hipotensi postural. Karena itu, obat-obat ini jarang
digunakan, tetapi mungkin masih perlu diperlukan bersama terapi lain pada hipertensi
yang resisten.
•Debrisokuin
•Reserpin
b.Alfa-broker
hipertensi, alfa-broker dapat digunakan bersama obat antihipertensi lain. Sebagai alfa-
broker, prazosin menyebabkan vasodilatasi arteri dan vena sehingga jarang menimbulkan
takikardi. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan cepat setelah dosis pertama,
sehingga harus hati-hati pada pemberian pertama. Untuk pengobatan
•Deksazosin
•Indoramin
•Prasozin Hidroklorida
•Terazosin
c.Penghambat enzim pengubah anglotensin (penghambat ACE)
Pengambat ACE bekerja dengan cara menghambat pengubahan angiotensin I menjadi
angiotensin II. Obat-obat golongan ini efektif dan pada umumnya dapat ditoleransi

viii
dengan baik. Obat-obat golongan ini terutama diindikasikan untuk hipertensi pada
diabetes tergantung insulin dengan nefropati, dan mungkin untuk hipertensi pada semua
pasien diabetes.
•Kaptopril
•Benazepril
•Delapril
•Enalapril maleat
•Fisonopril
•Perinopril
•Kuinapril
•Ramipril
•Silazapril
d.Antagonis reseptor angiotensin II
Sifatnya mirip penghambat ACE, bedanya adalah obat-obat golongan ini tidak
menghambat pemecahan bradikin dan kinin-kinin lainnya, sehingga tampaknya tidak
menimbulkan batuk kering parsisten yang biasanya mengganggu terapi dengan
penghambat ACE. Karena itu, obat-obat golongan ini merupakan alternatif yang berguna
untuk pasien yang harus menghentikan penghambat ACE akibat batuk yang parsisten.
•Losaktan kalium
•Valsatran
e.Obat-obat untuk feokromositoma
Fenoksibanzamin adalah alfa-broker kuat dengan banyak efek samping. Obat ini
digunakan bersama bata-bloker untuk pengobtan jangka pendek episode hipertensi berat
pada feokromositoma. Fentolamin adalah alfa-broker kerja pendek yang kadang-kadang
juga digunakan untuk diagnosis feokromositoma.
•Fenoksibanzamin
•Fentolamin
f.Obat antihipertensi yang bekerja sentral.
Kelompok ini termasuk metildopa, yang mempunyai keuntungan karena aman bagi
pasien asma, gagal jantung, dan kehamilan. Efek sampingnya diperkecil jika dosis
perharinya dipertahankan tetap dibawah 1 g.
•Klobidin hidroklorida
•Metildopa
•Guanfasin

ix
x
4) Obat Antiangina
Sebagian besar pasien angina pektoris diobati dengan beta-bloker atatu antagonis
kalsium. Meskipun demikian, senyawa nitrat kerja singkat, masih berperan penting untuk
tindakan prefilaksis sebelum kerja fisik dan untuk nyeri dada yang terjadi sewaktu
istirahat.
a.Golongan nitrat
Senyawa nitrat bekerja langsung merelaksasi oto polos pembuluh vena, tanpa bergantung
pada sistem persarafan miokardium. Dilatasi vena menyebabkan alir balik vena
berkurang sehingga mengurangi beban hulu jantung. Selain itu, senyawa nitrat juga
merupakan vasodilator koroner yang poten
•Gliseril trinitrat
•Isosorbid dinitrat
•Isosorbid mononitrat
•Pentaeritritol tetranitrat
b.Golongan antagonis kalsium
Antagonis kalsium bekerja dengan cara menghambat influks ion kalsium transmembran,
yaitu mengurangi masuknya ion kalsium melalui kanal kalsium lambat ke dalam sel otot
polo, otot jantung dan saraf. Berkurangnya kadar kalsium bebas di dalam sel-sel tersebut
menyebabkan berkurangnya kontraksi otot polos pembuluh darah (vasodilatasi),
kontraksi otot jantung (inotropik negatif), serta pembentukan dan konduksi impuls dalam
jantung (kronotropik dan dromotropik negatif).
•Amplidipin besilat
•Diltiazem hidroklorida
•Nikardipin hidroklorida
•Nifedipin
•Nimodipin
c.Golongan beta-bloker
Obat-obat penghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) menghambat adrenoseptor-beta di
jantung, pembuluh darah perifer, bronkus, pankreas, dan hati. Saat ini banyak tersedia
beta-bloker yang pada umumnya menunjukkan efektifitas yang sama. Namun, terdapat
perbedaan-perbedaan diantara berbagai beta-bloker, yang akan mempengaruhi pilihan
dalam mengobati penyakit atau pasien tertentu. Beta-bloker dapat mencetuskan asma dan
efek ini berbahaya. Karena itu, harus dihindarkan pada pasien dengan riwayat asma atau
penyakit paru obstruktif menahun.

xi
•Propranolol hidroklorida
•Asebutolol
•Atenolol
•Betaksolol
•Bisoprolol fumarat
•Karvedilol
•Labetalol hidrklorida
•Metoprolol tartrat
•Nadolol
•Oksprenolol hidroklorida
•Pindolol
•Sotalol hidroklorida
5) Diuretika
Diuretika golongan tiazid digunakan untuk mengurangi edema akibat gagal
jantung dan dengan dosis yang lebih rendah, untuk menurunkan tekanan darah. Diuretika
kuat digunakan untuk edema paru akibat gagal jantung kiri dan pada pasien dengan gagal
jantung yang sudah lama dan kombinasi diuretika mungkin selektif untuk edema yang
resisten terhadap pengobatan dengan satu diuretika, misalnya diuretika kuat dapat
dikombinasi dengan diuretika hemat kalium.
a.Diuretika golongan tiazid
Tiazid dan senyawa-senyawa terkaitnya merupakan diuretika dengan potensi sedang,
yang bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi natrium pada bagian awal tubulus
distal. Mula kerja diuretika golongan ini setelah pemberian peroral lebih kurang 1-2 jam,
sedangkan masa kerjanya 12-24 jam. Lazimnya tiazid diberikan pada pagi hari agar
diuretika tidak mengganggu tidur pasien.
•Bendrofluazid
•Klortalidon
•Hidroklortiazid
•Indapamid
•Metolazon
•Xipamid
b.Diuretika kuat
Diuretika kuat digunakan dalam pengobatan edema paru akibat gagl jantung kiri.
Pemberian intravena mengurangi sesak nafas dan prabeban lebih cepat dari mula kerja

xii
diuresisnya. Diuretika ini juga digunakan pada pasien gagal jantung yang telah
berlangsung lama.
•Frusemid
•Bumetanid
•Torasemid
c.Diuretika hemat kalium
Amilorid dan triamteren merupakan diuretika yang lemah. Keduanya menyebabkan
retensi kalium dan karenanya digunakan sebagai alternatif yang lebih efektif daripada
memberikan suplemen kalium pada pangguna tiazid atau diuretika kuat. Suplemen
kalium tidak boleh diberikan bersama diuretika hemat kalium. Juga penting untuk diingat
bahwa pemberian diuretka hemat kalium pada seorang pasien yang menerima suatu
penghambat ACE dapat menyebabkan hiperkalemia yang berat.
•Amilorid hidroklorida
•Antagonis aldosteron
•Sprironolakton
d.Diuretika merkuri
Meskipun efektif, diuretika merkuri sekarang hampir tidak pernah digunakan karena efek
nefrotoksisitasnya. Mersalil harus diberikan lewat injeksi intramuskuler. Penggunaan
intravena dapat menyebabkan hipotensi berat dan kematian mendadak. Obat ini sudah
absolete dan telah diganti dengan loop diuretic yang jauh lebih aman.
•Mersalil
e.Diuretika osmotik
Diuretika golongan ini jarang digunakan pada gagal jantung karena mungkin
meningkatkan volume darah secara akut
•Manitol
f.Diuretika penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretika penghambat enzim karbonik anhidrase (asetazolamid) merupakan diyretika
yang lemah dan jarang digunakan berdasarkan efek diuretikanya. Obat ini digunakan
untuk profilaksis mountain sicknesstetapi tidak menggantikan aklimatisasi.
•Asetazolamid
•Dorzolamid
g.Kombinasi diuretika
Disamping penambahan satu golongan diuretika pada diuretika yang lain, kekhawatiran
terjadinya hipokalemia atau ketidakpatuhan pasien meningkatkan penggunaan kombinasi

xiii
dengan diuretika hemat kalium. Bila digunakan untuk hipertens, perhatian khusus harus
dicurahkan pada dosis tiazidnya, dimana dosis yang lebih rendah lebih dianjurkan.
6) Obat yang Mempengaruhi Sistem Koagulasi Darah
Pembentukan suatu trombus berlangsung melalui tiga tahap, yaitu
(1)pemaparan darah pada suatu permukaan trombogenik vaskuler yang rusak.
(2)suatu rangkaian peristiwa yang terkait dengan trombosit.
(3)pengaktifan mekanisme pembekuan dengan sutu peran penting bagi trombin dalam
pembentukan fibrin. Trombin sendiri merupakan suatu perangsang agragasi dan adhesi
platelet yang sangat kuat. Sekali terbentuk, trombus mungkin dipecah oleh fibrinolisis-
terangsang plasmin.
a.Antikoagulan
Dibagi menjadi 2 sub-kelompok, yaitu
1)Antikoagulan parenteral, yang dibagi dalam sub-kelompok lagi, yaitu:
a)Heparin
Heparin memulai antikoagulasi dengan cepat, namun mempunyai masa kerja yang
singkat. Sekarang sering kali diacu sebagai heparin standar atau tidak terfraksinasi, untuk
membedakannya dengan heparin bobot molekul rendah yang memiliki masa kerja yang
lebih panjang.
•Heparin, kodenya 6-243
b)Heparin bobot molekul rendah
Terdapat bukti bahwa heparin bobot molekul rendah ternyata selektif dan seaman heparin
standar dalam pencegahan tromboembolisme vena. Namun, pada praktek ortopedi
golongan heparin ini mungkin lebih selektif.
•Anoksaparin
•Heparinoid, kodenya 6-342
2)Antikoagulan oral
Antikoagulan oral mengantagonisasi efek vitamin K, dan perlu paling tidak 48-72 jam
untuk efek antikoagulannya berkembang sempurna. Jika efek yang segera diperlukan,
heparin harus diberikan bersama. Efek samping utama semua antikoagulan oral
adalah pendarahan
•Natrium warfarin, kodenya 6-420
•Protamin sulfat, kodenya 6-452
b.Antiplatelet
Antiplatelet (antitrombosit) bekerja dengan cara mengurangi agragasi platelet, sehingga

xiv
dapat menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, dimana trombi terbentuk
melalui agragasi platelet dan antikoagulan menunjukkan efek yang kecil.
•Asetosal
•Dipiridamol, kodenya 7-244
c.Fibrinolitik
Fibrinolitik yang bekerja sebagai trombolitik dengan cara mengaktifkan plasminogen
utnuk membentuk plasmin, yang lebih lanjut mendegradasi fibrin dan dengan demikian
memecah trombus. Termasuk dalam golongan obat ini diantaranya streptokinase,
urokinase, alteplase, dan anistreplase.
•Alteplase
•Streptokinase, kodenya 6-342
•Urokinase, kodenya 6-443
d.Hemostatik dan antifibrinolitik
Defisiensi faktor pembekuan darah dapat menyebabkan pendarahan. Pendarahan spontan
timbul apabila aktivitas faktor pembekuan kurang dari 5% normal.
•Fraksi faktor VIII, kering, kodenya 6-473
•Fraksi faktor IX, kering, kodenya 6-473
•Aprotinin, kodenya 6-411
•Etamsilat, kodenya 6-453
•Asam traneksamat, kodenya 6-411
7) Obat Penurun Lipid
Obat-obat penurun lipid diindikasikan untuk pasien dengan penyakit jantung
koroner atau dengan hiperlipidemia berat, yang tidak cukup terkendali dengan diet rendah
lemak. Pengobatan juga harus dipertimbangkan bagi pasien dengan resiko tinggi
terjadinya penyakit jantung koroner karena adanya berbagai faktor resiko (termasuk
merokok, hipertensi,
diabetes, dll).
a.Resin penukar anion
Kolestiramin dan kolestipol adalah resin penul\kar anion yang digunakan dalam
penatalaksanaan hiperkolesterolemia. Obat-obat tersebut bekerja dengan cara mengikat
asam empedu (metabolit kolesterol) di dalam lumen usus dan mencegah reabsorpsinya.
•Kolestiramin
•Kolestipol hidroklorida
b.Kelompok klofibrat

xv
Klofibrat (turunan asam ariloksibutirat) dan beberapa analognya (bezafibral, siprofibral,
finofibrat, gemfibrosil) dapat dianggap sebagai hipolipidemik berspektrum luas. Klofibrat
dan beberapa analognya
digunakan dalam pengobatan hiperlipidemia tipe II maupun IV. Efek utamanya berupa
gangguan saluran cerna.
•Bezafibrat
•Fenofibrat
•Gemfibrozil
•Klofibrat
c.Statin
Statin menghambat secara kompetitif enzim HMG CoA reduktase, yakni enzim oada
sintesis kolesterol, terutama dalam hati. Obat-obat ini lebih efektif dibanding resin
penukar anion dalam menurunkan kolesterol – LDL tetapi kurang efektif dibanding
kelompok
klofibrat dalam menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol – HDL.
•Atorvastatin
•Fluvastatin
•Pravastatin
•Simvastatin
•Lovastatin
d.Kelompok asam nikotinat
Asam nikotinat (niasin) merupakan vitamin larut air yang mampu menurunkan kadar
trigliserida dan kolesterol plasma. Mekanisme kerjanya melalui hambatan mobilisasi
lemak serta hambatan sintesis VLDL dalam hati dan lebih lanjut kolesterol – LDL. Selain
itu, asam nikotinat juga meningkatkan kolesterol – HDL.
•Asam nikotinat, kodenya 7-222
e.Minyak ikan
Sediaan minyak ikan yang kaya akan trigliserida laut omega-3, bermanfaat dalam
pengobatan hipertrigliseridemia berat.
8) Obat-Obat untuk Syok dan Hipotensi
Syok merupakan sindrom kardiovaskuler akut yang rumit, terutama terkait dengan
ketidakcukupan pasok dan konsumsi oksigen pada organ-organ yang penting bagi
kehidupan (vital), yang pada umumnya disebabkan oleh peristiwa hipotensi.
Hipovolemia, suatu penyebab hipotensi, dikaitkan dengan hilangnya darah karena cedera

xvi
atau pendarahan, atau hilagnya cairan karena diare, muntah, luka bakar, atau yang
lainnya. Hipotensi juga dikaitkan dengan syok septik. Meskipun demikian pasien dengan
infark miokard yang berkembang menjadi syok kardiogenik, tidak selalu hipotensif.
Tujuan terapi syok adalah menjamin aliran
darah yang cukup untuk pasok oksigen yang memadai ke organ-organ vital.
•Dopamin hidroklorida
•Dobutamin
•Isoprenalina hidroklorida
•Norepinefrin bitatrat
•Epinefrin
9) Obat untuk Gangguan Sirkulasi Darah (serebral, arteri, vena)
a.Vasodilator perifer
Kurangnya pasokan darah arteri di perifer dapat disebabkan oleh angioneuropati
(kegagalan pengaturan sirkulasi akibat tidak sempurnanya pembuluh kecil bereaksi
terhadap rangsang) atau angioorganopati (meliputi penyakit penyumbatan arteri, giitis,
penyumbatan arteri karena emboli). Penyebab penyakit penyumbatan arteri terutama
aterosklerosis dan tramboangitis obliterans.
•Turunan asam nikotinat
•Pentoksifilin
•Sinarisin
•Naftidrofuril oksalat
•Isoksuprin
•Xantinol nikotinat
•Nicegolin
•Bensiklan
•Flunarisin
b.Vasodilator serebral
Obat-obat golongan ini dinyatakan memperbaiki fungsi mental. Beberapa telah
dilaporkan memperbaiki kinerja uji psikologis, tetapi obat-obat tersebut secara klinis
belum terbukti bermanfaat untuk demensia (pikun).
•Co-dergokrin meksilat
c.Obat gangguan darah vena
Penyakit pembuluh vena yang sering terjadi adalah gejala verikosis (dilatasi pembuluh
vena permukaan kaki dan akibat-akibat yang menyertainya (edema lokal, indurasi, atrofi,

xvii
pigmentasi hebat, sianosis kulit, borok kaki, tromboflebitis) yang timbul akibat pengaruh
mekanik dan hormonal pada jaringan ikat lemah.
1)Senyawa tonik vena
•Dihidroergotamin, kodenya 7-265
•Glikosida triterpen
2)Senyawa sklerosan
•Garam natrium asam lemak dari minyak ikan
•Etanolamin oleat, kodenya 7-272
•Natrium tetradesil sulfat

xviii
BAB III
TOKSISITAS OBAT

Pada terapi kardiovaskular, mempertahankan perfusi normal jaringan amat penting untuk
pemulihan tuntas ketika keracunan sudah di eliminasi. Bila terjadi hipotensi yang tidak
responsive dengan ekspasi volume, dapat diberikan norepinefrin, epinefrin atau dopamine dosis
tinggi.
Pada gagal jantung berat yang reversible, dapat dilakukan tindakan intraaortic ballon
pump counterpulsation, dan calcium channel blocker, efektif diberikan glucagon dan kalsium.
Terapi antibody anti digoxin dan pemberian Mg di indikasikan untuk kasus keracunan glikosida
jantung yang berat.
Supraventrikular takikardi (SVT) yang berkaitan dengan hipertensi dan eksitasi SSP
hampir selalu disebabkan karena agen yang mengakibatkan eksitasi fisiologik secara
menyeluruh. Kebanyakan kasusnya berupa keracunan ringan atau sedang dan hanya memerlukan
observasi atau sedasi nonspesifik dengan benzodiazepine. Sedangkan SVT tanpa hipertensi pada
umumnya merupakan akibat sekunder dari vasodilatasi atau hipovolemia, dan berespon dengan
pemberian cairan. Terapi spesifik diindikasikan untuk kasus berat atau yang berhubungan dengan
instabilitas hemodinamik, nyeri dada, atau pada elektrokardiogram (EKG) dijumpai iskemia.
1.Klonidin
Mekanisme toksisitas : klonidin menurunkan aliran keluar simpatetik sentral dengan
menstimulasi reseptor presinaptik α2-adrenergic presinaptic (penghambat) pada otak. Klonidin
juga menstimulasi reseptor α1 periferal, yang menyebabkan vasokonstriksi dan hipertensi
transient. Penggunaan dengan dosis tinggi (lebih dari 1 mg/d), dapat menyebabkan krisis
hipertensi dimediasi oleh peningkatan aktivitas saraf simpatik.
Toksisitas yang terjadi adalah mulut kering dan sedasi yang biasanya berat. Obat tidak boleh
diberikan kepada pasien yang berisiko depresi mental dan harus ditarik jika depresi terjadi
selama terapi. Pasien menunjukkan kegelisahan, takikardia, sakit kepala, dan berkeringat setelah
menghilangkan satu atau dua dosis obat. Jika obat
harus dihentikan, ini harus dilakukan secara bertahap sementara agen antihipertensi diganti
dengan obat antihipertensi lain.

19
Pengobatan darurat dan pendukung :
✓Menjaga jalan udara tetap terbuka dan berikan bantuan pernafasan jika perlu.
✓Obati jika terjadi koma, hipotensi dan bradikardia. Berikan cairan atropin dan dopamine.
Hipertensi biasanya hanya sementara dan tidak perlu diobati.
2.Guanethidine
Mekanisme toksisitas : Guanethidine umumnya menyebabkan diare, yang dihasilkan dari
peningkatan motilitas gastrointestinal karena dominasi parasimpatis dalam mengendalikan
aktivitas otot polos usus. Penggunaan terapi guanethidine sering dikaitkan dengan gejala
hipotensi postural, terutama bila obat diberikan dalam dosis tinggi, dan dapat menghasilkan
penurunan aliran darah ke jantung dan otak atau bahkan kejutan yang membahayakan.
Guanethidine juga dapat menghasilkan krisis hipertensi dengan melepaskan katekolamin pada
pasien dengan pheochromocytoma. Ketika antidepresan trisiklik yang diberikan kepada pasien
yang memakai guanethidine, efek antihipertensi obat dilemahkan, dan diikuti dengan hipertensi
berat.
Penanganan :
✓Bolus cairan kristaloid dengan vasopresor kerja langsung (norepinefrin, epinefrin)
✓Bolus cairan kristaloid dengan vasopresor (dopamine).
3.Reserpin
Mekanisme toksisitas : Reserpin biasanya diberikan pada dosis rendah, reserpin menghasilkan
hipotensi postural kecil. Sebagian besar efek yang tidak diinginkan dari reserpin hasil dari
tindakan pada otak atau saluran pencernaan. Sedangkan pada dosis tinggi dapat menyebabkan
sedasi, lesu, mimpi buruk, dan depresi mental yang berat. kadang-kadang, ini terjadi bahkan pada
pasien yang menerima dosis rendah (0,25 mg / d). Lebih jarang, dosis rendah reserpin
menghasilkan efek ekstrapiramidal menyerupai penyakit Parkinson. Meskipun efek sentral ini
jarang terjadi, harus ditekankan bahwa hal tersebut dapat terjadi kapan saja, bahkan setelah
pengobatan yang berbulan-bulan.
Pasien dengan riwayat depresi mental tidak harus diberikan reserpin, dan obat harus
dihentikan jika depresi muncul. Reserpin agak sering menghasilkan diare ringan dan kram
pencernaan dan meningkatkan sekresi asam lambung. Obat sebaiknya tidak diberikan kepada
pasien dengan riwayat ulkus peptikum.
Penanganan :
Bolus cairan kristaloid dengan vasopresor kerja langsung (norepinefrin, epinefrin).
Bolus cairan kristaloid dengan vasopresor (dopamine).
4.Na-Nitroprusida

20
Mekanisme toksisitas : Nitroprusida sangat cepat dihidrolisis dan melepaskan sianida bebas,
yang normalnya cepat dikonversi menjadi tiosianat oleh enzim ρ-danase pada hati dan pembuluh
darah. Keracunan akut sianida bisa terjadi pada penggunaan singkat dosis tinggi infus
nitroprusida. Tiosianat dieliminasi diginjal dan bisa terakumulasi pada pasien dengan gagal
ginjal khususnya setelah penggunaan infus yang diperpanjang.
Pada penggunaan Na-nitroprusida, selain menurunkan tekanan darah yang berlebihan,
toksisitas paling serius terkait dengan akumulasi sianida; asidosis metabolik, aritmia, hipotensi
yang berlebihan, dan kematian.
5.Diazoxid
Toksisitas paling signifikan dari diazoxide adalah hipotensi berlebihan, yang dihasilkan dari
rekomendasi untuk menggunakan dosis tetap 300 mg pada semua pasien. Berbeda dengan
diuretik thiazide struktural terkait, diazoxide menyebabkan ginjal mengalami retensi garam dan
air. Namun, karena obat ini digunakan untuk jangka pendek saja, masalah ini jarang terjadi.
6.ACE Inhibitor
Mekanisme toksisitas : obat golongan ini menghambat vasokonstriksi dengan penghambatan enzim
peptidil dipeptida karboksihidrolase, yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensisn II. Semua obat
golongan ini kecuali Captopril dan Lisinopril dimetabolisme menjadi separuh aktif.
Efek samping yang umum untuk semua ACE inhibitor yaitu gagal ginjal akut (terutama pada
pasien dengan penyempitan bilateral ginjal arteri atau penyempitan arteri ginjal dari ginjal itu
sendiri), hiperkalemia, batuk kering kadang disertai mengi (suara yang dihasilkan ketika udara
mengalir melalui saluran napas yang menyempit), dan angioedema (jenis alergi kulit yang
ditandai dengan pembengkakan di area yang terpengaruh). Penggunaan ACE inhibitor selama
trimester kedua dan ketiga berisiko hipotensi janin, anuria, dan gagal ginjal, kadang-kadang
dikaitkan dengan malformasi janin atau kematian. Captopril, terutama jika diberikan dalam dosis
tinggi untuk pasien dengan insufisiensi ginjal, dapat menyebabkan neutropenia (kondisi dimana
jumlah dari neutrophils dalam aliran darah berkurang) atau proteinuria (kehadiran protein dalam
urin, menunjukkan bahwa ginjal tidak bekerja dengan benar).
Efek toksik kecil biasanya terlihat jika alergi ruam kulit, dan obat demam, yang dapat terjadi
pada 10% pasien.
Penanganannya adalah dengan pemberian Epinefrin, H1-blocker dan steroid.
7.Angina Pectoris (Nitrat)
Mekanisme toksisitas : Nitrat dan nitrit, keduanya menyebabkan vasodilatasi, yang dapat
menyebabkan hipotensi. Nitrat mengendurkan vena pada dosis yang rendah dan arteri pada
dosis yang lebih tinggi. Nitrat bisa diubah menjadi nitrit pada saluran gastrointestinal

21
khususnya pada bayi.
Toksisitas akut utama dari nitrat organik adalah ekstensi langsung dari vasodilatasi terapeutik:
hipotensi ortostatik, takikardia, dan sakit kepala yang berdenyut-denyut.
Obat spesifik dan antidotum Methemoglobinemia simptomatik bisa diobati dengan metilen blue.
Pengobatan :
✓Mempertahankan jalan nafas yang terbuka dan berikan bantuan pernafasan jika diperlukan.
✓Berikan oksigen.
✓Amati tanda-tanda vital dan ECG selama 4-6 jam.
8.CCB (calcium channel blockers)
Mekanisme toksisitas : antagonis kalsium bisa memperlambat aliran atau masukan kalsium
melalui kanal kalsium seluler. Efeknya adalah vasodilatasi koroner dan perifer, mengurangi
kontraktilitas jantung, memperlambat konduksi nodus, dan menekan aktivitas sinus nodal.
Menurunkan tekanan darah.
Efek toksik yang paling penting dilaporkan yaitu ekstensi langsung dari tindakan
terapeutiknya. Masuknya penghambatan kalsium yang berlebihan dapat menyebabkan
depresi jantung serius, termasuk serangan jantung, bradikardia, blok atrioventrikular, dan gagal
jantung. Toksisitas kecil (merepotkan tapi biasanya tidak memerlukan penghentian terapi)
meliputi flushing, pusing, mual, sembelit, dan edema perifer.
9.Amiodaron
Mekanisme toksisitas : merupakan pemblok beta-adrenergik nonkompetitif dan memiliki efek
blockade kanal kalsium, yang menjelaskan kecenderungannya untuk menyebabkan bradiaritmia.
Amiodaron juga melepaskan iodine dan penggunaan kronis menghasilkan perubahan fungsi
tiroid. Fungsi tiroid harus dievaluasi sebelum memulai pengobatan dan dipantau secara berkala.
Karena efek telah dijelaskan dalam hampir setiap sistem organ, pengobatan amiodarone harus
dievaluasi setiap kali gejala baru berkembang pada pasien.
Amiodaron juga bisa menyebabkan pneumonitis atau vibrosis paru-paru, hepatitis, dermatitis
fotosensitivitas, hipotiroidisme atau hypertiroidisme, tremor, ataksia, dan neuropati perifer.
10.Verapamil
Keracunan verapamil bisa menyebabkan konstipasi, lesu, kecemasan, dan edema peripheral.
Pada penggunaan adenosine, efek toksisitasnya yaitu dapat menyebabkan kemerahan (flushing)
pada sekitar 20 % pasien dan nafas pendek atau rasa terbakar di dada (mungkin berhubungan
dengan bronkospasme) pada lebih dari 10 % pasien. Induksi blokase atrioventrikular tingkat
tinggi bisa terjadi tetapi hanya terjadi sangat singkat. Toksisitas yang kurang umum terjadi
termasuk sakit kepala, hipotensi, nausea dan paresthesia.

22
11.Propanolol
Mekanisme toksisitas : 2-3 kali dosis terapi dapat menyebabkan toksisitas serius. Hal ini bisa
terjadi karena propanolol memiliki sifat tambahan : pada dosis tinggi propanolol bisa
menyebabkan efek penghambatan kanal kalsium yang sama atau mirip kuinidin, dan karena
sifatnya yang lipofilik, obat ini bisa memasuki CNS. Bradikardia dan hipotensi merupakan
manifestasi toksisitas yang paling sering terjadi. Zat-zat dengan aktivitas agonis parsial (spt.
Pindolol) bisa menyebabkan takikardia dan hipertensi.
Penanganan umum dengan menaikkan tekanan darah dan kecepatan jantung, seperti obat ά-
agonis, dan atropine, tidak spesifik. Penanganan spesifik untuk toksisitas parah, yaitu
Penanganan umum dan monitoring invasif ; Catecholamine infusion ; Infus
katekolamin ; tambahkan inhibitor fosfodiesterase : Amrinon atau milrinon untuk bypass reseptor
β dan meningkatkan cAMP intraselular dan mengembalikan kontraktilitas jantung;
pertimbangkan terapi insulin IV dan glukosa ; pertimbangkan ventricular pacing.
12.Glikosida Jantung (Digoksin)
Dosis obat ini sangat bervariasi, mulai 0,125-0,5 mg per hari. Beberapa pasien memulai
pengobatan dengan dosis tinggi (1 sampai 1,5 mg) pada hari pertama (pada lansia 0,0625-0,125
mg, kadang-kadang 0,25). Digoksin tersedia dalam bentuk tablet 0,25 mg. Anak di bawah usia
sepuluh tahun dapat mengambil obat ini, yang biasanya dibagi menjadi dua atau lebih dosis kecil
Potensial Ketoksikan Digoksin. Bioavailabilitas digoksin tablet sekitar 70-80%. Kira- kira 10%
populasi mempunyai bakteri usus Eubacterium lentum yang akan memecah digoksin menjadi
metabolit tidak aktif, sehingga diperlukan peningkatan dosis karena dosis standar digokin tidak
efektif. Walaupun waktu paruhnya berkisar antara 36-48 jam, sehingga diberikan sekali sehari
dan kadar puncak dicapai setelah 1 minggu.
Dasar Diagnosa Intoksikasi Digoksin. Dari pemeriksaan fisik, denyut nadi tidak teratur dan
lambat (43 kali per menit). Pemeriksaan lain dalam batas normal. Kecurigaan kepada kelainan
organ lain seperti saluran cerna, hati, dan ginjal dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan
laboratorium. Begitu pula kecurigaan keluhan gastrointestinal sebagai salah satu manifestasi
infark miokard dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan EKG. Kombinasi antara peningkatan
otomatisitas dan gangguan konduksi (contohnya AV block disertai dengan accelerated
junctional) menunjukkan kemungkinan besar adanya intoksikasi bahkan pada pasien yang kadar
serumnya masih dalam rentang dosis terapi. Munculnya gejala malaise, gangguan
gastrointestinal, atau aritmia baru pada pasien yang menerima digoksin memberikan kecurigaan
adanya intoksikasi. Apabila gejala-gejala tersebut membaik setelah penghentian obat atau
pengurangan dosis digoksin, maka hal ini semakin mendukung adanya intoksikasi digitalis.

23
Pengukuran konsentrasi glikosida dalam plasma atau serum, bersamaan dengan perkiraan
konsentrasi kalium dalam plasma akan sangat membantu penegakan diagnosis. Apabila
konsentrasi kalium normal, sangat tidak mungkin terjadi intoksikasi digitalis dengan konsentrasi
digitalis di bawah 2 ng/ml, sedangkan intoksikasi sangat mungkin terjadi bila kadar digoksin
dalam serum di atas 4 ng/ ml. Meskipun begitu pada pasien dengan kadar kalium di bawah
normal, kadar glikosida di bawah 2 ng/ml mungkin masih dapat dikaitkan dengan intoksikasi.
Cara diagnosa yang terbaik adalah dengan memantau kadar digoksin dan menghubungkannya
dengan kadar kalium dan manifestasi klinis dan gambaran EKG. Kadar digoksin yang diukur
sebelum 6-8 jam setelah proses cerna mencerminkan distribusi awal obat akan tetapi bukan kadar
dalam jaringan yang sebenarnya dan tidak bisa menjadi prediktor adanya intoksikasi. Waktu
paruh dalam plasma memendek menjadi 10-25 jam pada pencernaan secara akut dan masif,
dibandingkan dengan pada proses cerna yang tidak toksik yaitu 36 jam. Digoksin dieksresi
melalui ginjal dengan clearance rate yang sebanding dengan glomerular filtration rate. Gagal
ginjal dan pasien usia lanjut akan memperlama waktu paruh digoksin (hingga 3,5-5 hari) dan
mengurangi volume distribusi ekstravaskuler. Dikarenakan sempitnya indeks terapi, penggunaan
obat ini pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan pada pasien usia lanjut dosisnya harus
diturunkan dan harus sangat hati-hati sekali.
Mekanisme toksisitas : glikosida jantung menghambat fungsi pompa Na+K+ATPase. Setelah
overdosis akut, menyebabkan hiperkalemia. Keceptan konduksi nodus AV dan sinus diturunkan.
Toksisitas bisa terjadi sebagai hasil dari overdosis akut atau dari akumulasi digoxin pada pasien
dengan gangguan renal atau pasien yang menggunakan obat yang menghambat eliminasi
digoksin. Pasien yang menerima pengobatan digoksin jangka panjang juga sering menggunakan
diuretic, yang bisa menyebabkan hilangnya elektrolit (khususnya kalium). Muntah juga umum
terjadi pada pasien yang overdosis digitalis.
Penanganan yaitu dengan memberikan atropine dan antibody digoksin (Fragmen antibody
spesifik Digoksin) ; Digibind, akan menurunkan digoksin bebas tetapi menaikkan kadar serum
total digoksin; Fab juga menurunkan kadar kalium dan meningkatkan ekskresi digoksin yang
terikat Fab. Zat pengkhelat atau fragmen Fab spesifik untuk digoksin bekerja dengan mengikat
secara fisika toksin, mencegah toksin menyebabkan efek mengganggu secara invivo. Blokade
Atrioventricular (AV) block: Fab lebih disukai dibandingkan pacemaker.Ventricular tachycardia
(VT)/ventricular fibril-lation (VF): Lebih disukai Cardioversion/defibrillation daripada
pemberian Fab, phenytoin, dan lidocaine.
BAB IV

24
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Jadi, Bermacam-macam penyakit memerlukan obat yang berbeda- beda, begitu pila
dengan obatnya selain mempunyai fungsi masing-masing obat juga mempunyai efek sampingnya
masing-masing, dan sebagai perawat kita semua harus bisa memahami tentang obat. Toksisitas
atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau penumpukkan zat
dalam darah akibat dari gangguan metabolisme atau ekskresi. Perhatian harus diberikan pada
dosis tingkat toksik obat, dengan mengevauasi fungsi ginjal dan hepar. Beberapa obat dapat
langsung berefek toksik setelah diberikan, namun obat lainnya tidak menimbulkan efek toksik
apapun selama berhari-berhari lamanya.
Keracunan obat dapat mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ. Hal yang umum terjadi
adalah nefrotoksisitas (ginjal), neurotoksisitas (otak), hepatotoksisitas (hepar), imunotoksisitas
(system imun) dan kardiotoksisitas (jantung).

4.2 KRITIK DAN SARAN


Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan- kekurangan
pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor keterbatasan waktu waktu, pemikiran
dan pengetahuan kami yang terbatas, oleh karena itu untuk kesempernuan makalah ini kami
sangat membutuhkan saran-saran dan masukan yang bersifat membangun kepada semua
pembaca.
Sebaiknya gunakanlah obat sesuai anjuran dokter, dan pergunakan lah
obat tersebut sesuai dengan penyakit yang diderita , jangan menggunakan obat kurang atau
melebihi batasnya

25
DAFTAR PUSTAKA

Katzung,B. Masters,S. Trevor,A. 2012. Basic and Clinical Pharmacology 12th edition. Mc- Graw
Hill. Connecticut

Tjay, Tan Hoan & Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek- Efek
Samping Edisi V. Penerbit : PT. Elex Media Komputindo kelompok Gramedia. Jakarta

Tjay, Tan & Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting edisi ke VI. Penerbit : PT. Elex Media
Komputindo Kelompok Kompas-Gramedia. Jakarta.

http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/farmakologi.pdf

Deglin, Vallerand, 2005, Pedoman Obat Untuk Perawat, Jakarta, EGC

Ganiswarna, 1995, Farmakologi dan Terapi, Jakarta, FKUI

Kee, Hayes, 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, Jakarta,

26

Anda mungkin juga menyukai