Disusun Oleh :
Puji syukur penuis ucapkan kehadirat Tuhan yang Masa Esa, karena Atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Critical Book Review
ini sesuai waktu yang telah di tetapkan oleh dosen pengampu mata kuliah Pendidikan
Politik.
Penulis juga mengucapakn terima kasih kepada bapak Drs. Halking, M.Si.
sebagai dosen yang telah membimbing penulis, mengajari penulis mengenai
Pembelajaran Pendidikan Pancasila, selain itu dosen juga memberikan informasi
kepada penulis bagaimana cara membuat tugas Laporan Critical Book Review yang
baik.
Penulis menyadari bahwasannya Laporan Critical Book Review ini belum
lengkap dan jauh dari kata sempurna sesuai dengan yang di tetapkan, untuk itu
penulis sangat berharap masukan dan kritik yang membangun dari pembaca.
Terima Kasih.
27 Maret 2024
Tim 1 Kelompok 2
i
Daftar Isi
Kata Pengantar.............................................................................................................i
Daftar Isi......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Rasionalisasi Pentingnya CBR........................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan CBR....................................................................................1
1.3 Manfaat Penulisan CBR..................................................................................1
1.4 Identitas Buku...................................................................................................1
BAB II RINGKASAN ISI BUKU.........................................................................................3
BAB III KEUNGGULAN BUKU........................................................................................46
3.1 Keterkaitan Antar Bab..................................................................................46
3.2 Kemutakhiran Isi Buku.................................................................................46
3.3 Keterkaitan Isi Buku dengan Bidang Ilmu..................................................47
BAB IV KEKURANGAN ISI BUKU.................................................................................48
4.1 Keterkaitan Antar Bab..................................................................................48
4.2 Kemutakhiran Isi Buku.................................................................................48
4.3 Keterkaitan Antara Isi Buku Dengan Bidang Ilmu....................................48
BAB V HASIL ANALISIS...................................................................................................49
BAB VI PENUTUP..............................................................................................................51
6.1 Kesimpulan......................................................................................................51
6.2 Saran................................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................52
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Rasionalisasi Pentingnya CBR
Dalam penyusunan makalah ini Critical Book Review ini penulis
menggunakan tiga buku, dimana salah satu buku tersebut adalah buku utama, buku
pembanding 1 dan buku pembanding 2 yang akan dibandingkan isinya dengan buku
utama.
Keterampilan membuat Critical Book Review pada penulis dapat menguji
kemampuan dalam meringkas dan menganalis sebuah buku serta membandingkan
buku yang dianalisis dengan buku yang lain, mengenal dan memberi nilai serta
mengkritik sebuah karya tulis yang dianalisis
1.2 Tujuan Penulisan CBR
Laporan Critical Book Review ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila, dan juga untuk menambah wawasan serta
pemahaman dalam memahami Pendidikan Pancasila terkhususnya mengenai materi
“ Dasar Negara Pancasila “
1.3 Manfaat Penulisan CBR
1.3.1 Untuk memahami lebih dalam lagi mengenai materi kuliah Pendidikan
Pancasil.
1.3.2 Untuk mempermudah pembaca dalam memilih buku.
1.3.3 Untuk mengembangkan budaya membaca dan berpikir kritis.
1.4 Identitas Buku
1.4.1 Buku Utama
Judul Buku : Dasar Negara Pancasila
Penulis : Bambang Suteng Sulasmono
Tahun : 2015
Jumlah Halaman : 230
Penerbit : Pt. Kanisius
ISBN : 978-979-21-4622-6
1
1.4.2 Buku Pembanding 1
Judul Buku : Pendidikan Pancasila Berbasis Nilai-Nilai
Penulis : Dr. Sarbaini, M.Pd Reja Fahlevi S.Pd M.Pd
Tahun : 2018
Jumlah Halaman : 282 halaman
Penerbit : Penerbit Aswaja Pressindo
ISBN : 978-602-6733-49-8
2
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
2.1. Buku Utama
BAB II Dinamika Perumusan dan Perjalanan Hidup Pancasila
1. PENDAHULUAN
Walaupun Pancasila sudah ditetapkan sebagai dasar negara sejak tahun 1945,
namun dimensi kesejarahan Pancasila sendiri tetap relevan untuk diperbincangkan.
Sudah tentu ada banyak persoalan yang dapat dibahas bila kita membicarakan sejarah
Pancasila. Sekadar menyebut beberapa contoh, pembahasan dapat kita lakukan mulai
dari persoalan asal-usul nilai Pancasila, peng- gali Pancasila, bagaimana sila-sila
Pancasila digali dan dirumuskan, sampai ke persoalan bagaimana dinamika
perjalanan hidup Pancasila selama ini.
Tentang asal-usul nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila cukup kiranya
kalau dikatakan bahwa Pancasila bersumber dari khazanah budaya Indonesia, yang
diterangi oleh ide-ide besar dunia. Pernyataan itu menunjukkan bahwa nilai-nilai
yang terkandung dalam sila-sila ada yang bersumber dari kultur bangsa Indonesia
sendiri, namun ada pula yang berasal dari budaya luar Indonesia.
1. PENDAHULUAN
Dari uraian tentang sejarah Pancasila kita memahami bahwa sila-sila
Pancasila dirumuskan untuk menjawab lima persoalan dasar dalam hidup bernegara.
Kelima masalah pokok itu adalah
(a) bagaimana hubungan antara negara dan agama,
(b) bagaimana hubungan antarbangsa,
(c) apakah hakikat negara yang hendak didirikan itu,
6
(d) siapakah pemilik kedaulatan dalam negara, dan
(e) apakah tujuan dari negara yang hendak didirikan itu.
7
bersangkutan, namun dapat dipahami bahwa pada titik ter- tentu subjek dari kedua
aturan tersebut sama yaitu warga suatu negara tertentu.
Dalam keadaan semacam itu timbul persoalan apakah aturan negara akan
disatukan (didasarkan) pada aturan agama, atau justru kedua aturan itu dipisahkan
satu sama lain. Penyatuan aturan negara dengan aturan agama akan menimbulkan
negara agama, sedangkan pemisahan antara aturan negara dengan aturan
agama/agama-agama menimbulkan persoalan mendasar tentang bagaimana hubungan
antara negara dengan agama/agama- agama.
8
Dalam kaitannya dengan sila-sila Pancasila yang lain, pe- nolakan terhadap
negara agama dan atheisme serta pemilihan pola pembedaan fungsi dan kerja sama
negara-agama itu dapat dipahami sebagai berikut. Bila negara memaksakan dianutnya
satu agama tertentu kepada warga-negaranya atau melarang warga ne- garanya
menganut agama tertentu, maka itu bertentangan dengan kemanusiaan manusia.
Dalam rangka menghormati kemanusiaan manusia itulah negara memberi kebebasan
bagi warganya untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Pemihakan negara kepada salah satu agama saja juga ber- tentangan dengan
semangat persatuan bangsa yang hendak di- pelihara melalui prinsip Persatuan
Indonesia. Perumusan dasar negara yang mewajibkan pemeluk salah satu
agama saja sudah bernuansa diskriminatif dan merusak persatuan bangsa, apalagi bila
negara menyatukan dirinya dengan salah satu agama. Seba- gaimana terungkap dalam
pernyataan Hatta di hadapan sidang PPKI, rumusan sila Ketuhanan Yang Maha Esa
itu justru dipilih guna memelihara persatuan bangsa Indonesia.
Mendasarkan negara pada satu agama saja juga bertentangan dengan sila keempat
Pancasila. Dalam masyarakat majemuk yang tidak semua warga menganut satu jenis
agama yang sama, maka penyatuan negara dengan agama tertentu juga bertentangan
de- ngan prinsip kedaulatan rakyat. Dengan penyatuan itu negara mengelompokkan
warga-negaranya menjadi warga negara kelas satu dan kelas dua. Masing-masing
kelompok itu berbeda hak dan kewajibannya di hadapan negara. Keadaan semacam
itu tentu bertentangan dengan prinsip persamaan hak dan kedudukan di hadapan
hukum dan pemerintahan yang dikehendaki oleh paham demokrasi.
Pada akhirnya seperti sudah diuraikan di atas, pilihan pola pembedaan fungsi
dan kerja sama antara negara dan agama sejalan dengan sila kelima Pancasila.
Kehidupan beragama adalah jalan bagi manusia untuk memperoleh kebahagiaan
religius, sedangkan kebahagiaan religius itu pada hakikatnya merupakan salah satu
segi kesejahteraan manusia. Kesejahteraan manusia warga negara adalah tujuan
negara Indonesia. Dengan kata lain pilihan pola pembedaan fungsi dan kerja sama
antara negara dengan agama itu justru dilakukan demi mewujudkan kesejahteraan
seluruh warga bangsa Indonesia.
1. PENDAHULUAN
Persoalan dasar kedua dalam hidup bernegara yang hendak diberi prinsip
dasarnya oleh Pancasila adalah masalah hubungan antarmanusia dan hubungan
9
antarbangsa di alam Indonesia Merdeka. Pancasila dirumuskan pada saat bangsa
Indonesia berada dalam kungkungan penjajahan Jepang. Setelah ratusan tahun dijajah
Belanda ternyata bangsa Indonesia belum lepas dari penjajah karena kepergian
Belanda disusul dengan kedatangan Jepang yang juga menjajah bangsa Indonesia.
Kesengsaraan bangsa Indonesia yang diakibatkan oleh penjajahan bangsa
lain, mendorong para perumus dasar negara untuk menetapkan prinsip perhubungan
antarbangsa yang harus dianut/dijalankan di alam Indonesia mer- deka. Prinsip itu di
muat dalam sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Uraian dalam bab ini akan difokuskan pada persoalan hu- bungan
antarmanusia dan hubungan antarbangsa sebagai satuan dari manusia yang menegara.
Uraian akan mencakup pokok- pokok persoalan (a) sekilas tentang hubungan
antarmanusia dan hubungan antarbangsa, (b) pandangan Pancasila terhadap hu-
bungan antarmanusia dan hubungan antarbangsa, (c) instrumen implementasi sila
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dan (d) beberapa persoalan yang relevan
dengan implementasi sila Ke- manusiaan yang Adil dan Beradab.
1. PENDAHULUAN
Seperti sudah disebut di bagian terdahulu, rumusan sila Per- satuan Indonesia
secara sadar dipilih oleh para pendiri negara untuk menjawab kekhawatiran terhadap
niat beberapa aliran di kalangan pemerintah Jepang yang hendak memecah Indonesia
menjadi tiga atau empat negara merdeka. Kesadaran kebangsaan yang tertanam kuat
di benak para pendiri negara tampaknya mendorong mereka untuk merumuskan sila
ketiga Pancasila ini menjadi Persatuan Indonesia, bukan peri kebangsaan
sebagaimana diusulkan oleh Soekarno.
Bangsa menurut Benedict Anderson (1991) adalah komuni- tas poliitik yang
terbayangkan (imagined communities) dengan wi- layah hidup yang terbatas. Disebut
"yang terbayangkan" karena walaupun masing-masing anggota suatu bangsa-yang
paling sedikit anggotanya tidak pernah bertemu, berbicara, dan saling mengenal-toh
di dalam pikiran masing-masing warga bangsa itu hidup keyakinan bahwa mereka
adalah satu bangsa.
Satuan itu terbatas, karena ada wilayah dengan batas-batas tertentu sebagai
tempat hidupnya bangsa itu. Tidak ada satu bangsa pun yang membayangkan bahwa
anggota bangsa itu men- cakup semua manusia di dunia. Oleh karena itu setiap
bangsa punya wilayah hidup yang tertentu batas-batasnya.
Dengan pengertian seperti itu dapat kita pahami bahwa tumbuh, berkembang,
atau hancurnya sebuah bangsa sangat bergantung pada kuat atau lemahnya kesadaran
kolektif bangsa tersebut, yaitu kesadaran warga satu komunitas bahwa mereka adalah
satu bangsa. Dalam konteks seperti inilah kita dapat me- mahami mengapa kesadaran
berbangsa dan bernegara selalu ditumbuh-kembangkan oleh setiap bangsa di dunia.
Kesadaran semacam itu bisa dipelihara agar tetap kuat melalui dua jalur, yaitu
jalur mental/spiritual dan jalur struktural. Secara spiritual/mental kesadaran sebagai
13
satu bangsa akan terpelihara apabila selalu dipupuk melalui proses pendidikan.
Namun pen- didikan semacam itu akan kurang berpengaruh bila realitas kehidupan
yang dialami warga bangsa bertolak belakang dengan kesadaran yang ditanamkan.
Oleh karena itu struktur kehidupan masyarakat harus ditata sedemikian rupa agar
menopang kesa- daran berbangsa tersebut.
Dapat dipahami pula bahwa heterogenitas anggota dan wi- layah tempat tinggal
sangat berpengaruh pada berat-ringannya tantangan yang dihadapi dalam upaya
memelihara persatuan bangsa. Semakin heterogen suatu bangsa semakin berat pula
tan- tangan yang dihadapi dalam upaya menjaga keutuhan bangsa.
15
atau memperhatikan aspirasi ter- sebut yang berarti mengubah rumusan sila
pertama Piagam Jakarta.
1. PENDAHULUAN
Salah satu problem mendasar dalam kehidupan bernegara adalah bagaimana
kedudukan rakyat dalam proses menegara tersebut. Pada dasarnya ada dua alternatif
jawaban atas per- soalan tersebut. Alternatif pertama adalah menempatkan rakyat ke
dalam kedudukan yang paling tinggi atau sebagai pihak yang berdaulat (demokrasi),
dan alternatif kedua adalah menem- patkan seseorang atau sebagian kecil warga
dalam kedudukan tertinggi atau sebagai pihak yang berdaulat (otokrasi/oligarkhi/
kediktatoran). Menempatkan rakyat dalam kedudukan tertinggi berarti meletakkan
kedaulatan kepada seluruh rakyat. Sedang me- nempatkan seseorang atau sebagian
kecil rakyat dalam keduduk- an tertinggi berarti menempatkan kedaulatan ke tangan
seseorang atau segelintir elit. Pendek kata ada dua pilihan pokok dalam mengelola
kehidupan bernegara yaitu cara demokratis atau cara otoriter.
Sila keempat Pancasila ditetapkan untuk menjawab persoalan pengelolaan
kekuasaan negara dalam negara Indonesia. Oleh karena itu uraian berikut ini akan
mengulas model-model peme- rintahan negara, pandangan Pancasila tentang
pemerintahan ne- gara, instrumen implementasi sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta persoalan yang
relevan,
1. PENDAHULUAN
Cita-cita tentang kesejahteraan rakyat selalu berkembang dalam kehidupan
bangsa Indonesia. Banyak prasasti yang menun- jukkan bahwa kerajaan-kerajaan
Hindu, Budha, maupun Islam di Nusantara masa lampau mencita-citakan adanya
kemakmuran hidup bersama dalam satu wadah negara. Mitos tentang Ratu Adil pun
selalu berkembang dari masa ke masa, hidup di hati sanubari rakyat yang pada
hakikatnya mengungkapkan harapan tentang kehidupan adil dan sejahtera. Dalam
suasana penindasan, mitos Ratu Adil bahkan sering menjadi penggerak utama
gerakan- gerakan rakyat dalam melawan penguasa yang menindas.
Lahirnya organisasi pergerakan di kalangan bangsa Indonesia pada masa
pergerakan nasional secara implisit juga menyiratkan aspirasi tentang kesejahteraan
rakyat. Pada mulanya konsep ke- satuan bangsa belum mengkristal, namun
perjuangan kaum per- gerakan itu pada akhirnya bermuara pada aspirasi kuat untuk
membentuk satu negara nasional, merdeka, lepas dari penjajahan, yang mencakup
seluruh bangsa Indonesia.
18
Pada dasarnya hanya ada dua teori besar tentang tujuan ne- gara, yaitu Teori
Kekuasaan Negara yang dikemukakan oleh filsuf terkenal Tiongkok, Shang Yang,
dan Teori Kesejahteraan Rakyat yang umum dianut oleh pakar politik saat ini.
BAB II
PANCASILA DALAM SEJARAH PERJUANGAN
BANGSA INDONESIA
A. Era Masyarakat Prasejarah
1. Unsur sila Ketuhanan umumnya dalam hati nurani percaya kepada Tuhan
sesuai dengan fitrah sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
2. Unsur Sila Kemanusiaan
unsur kemanusiaan yang bersifat terbuka terhadap sesama manusia, tidak
mengenal diskriminasi ras, dan menganggap semua ras sederajat.
3. Unsur Sila Persatuan
Unsur sila Persatuan berakar sebagai akar dari Nasionalisme Indonesia tumbuh
dari persekutuan hidup manusia Indonesia dalam pancang perjalanan sejarahnya yang
berakar dan bermula dari inti keluarga dan desa, kemudian menjadi kerajaan setelah
masuknya peradaban Hindu
4. Unsur Kerakyatan
Unsur kerakyatan pada dasarnya bersumber pada pandangan hidup asli Indonesia
yang terdapat dalam peribahasa, pepatah dan pantun serta keputusan-keputusan adat
bangsa Indonesia
5. Unsur Keadilan
Unsur keadilan sebagai cita-cita dan harapan bangsa Indonesia pada dasar dapat
digali dalam khasanah kebudayaan asli Indonesia, baik dari bukti di zaman prasejarah
maupun dalam prasasti.
22
B. Era Kejayaan Nasional
1. Kerajaan Kutai
kerajaan Kutai merupakan jenis kerajaan dengan agama sebagai tali pengikat
kewibawaan raja, yakni raja menghormati kaum agamawan.
2. Kerajaan Sriwijaya
kerajaan Sriwijaya telah menjadi kekuatan dagang dan budaya yang
mengagumkan. Walaupun bahasa Sansekerta digunakan kerajaan ini, namun bahasa
yang umum dipakai secara luas adalah bahasa Melayu.
A. Filsafat Pancasila
Filsafat dapat diartikan sebagai hasrat atau keingintahuan yang sungguh-sungguh
akan sesuatu kebenaran yang sesungguhnya.
(a) sistem filsafat harus bersifat koheren, artinya berhubungan satu sama lain
secara runtut, tidak mengandung pernyataan yang saling bertentangan, meskipun
berbeda, bahkan saling melengkapi, dan tiap bagian mempunyai fungsi dan
kedudukan
tersendiri.
(b) sistem filsafat harus bersifat menyeluruh, artinya mencakup segala hal dan
gejala yang terdapat dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai filsafat hidup
bangsa merupakan suatu pola yang dapat mewadahi semua kehidupan dan dinamika
masyarakat Indonesia.
(c) sistem filsafat harus bersifat mendasar, artinya suatu bentuk perenungan
mendalam yang sampai ke inti mutlak permasalahan, sehingga menemukan aspek
yang sangat fundamental. Pancasila sebagai sistem filsafat dirumuskan berdasarkan
inti mutlak tata kehidupan manusia menghadapi diri sendiri, sesame manusia, dan
Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
(d) sistem filsafat yang menjadi titik awal yang menjadi pola dasar
berdasarkan penalaran logis.
B. Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Rumusan Pancasila sebagai hasil pemikiran para pendiri negara
diharapkan dapat menuntun tercapainya tujuan bangsa Indonesia, Pancasila termasuk
salah satu hasil pemikiran filsafat, Pancasila dikukuhkan sebagai dasar falsafah
negara. Pancasila sebagai hasil pemikiran bangsa Indonesia dirumuskan dalam
pembukaan UUD 1945.
C. Nilai, Moral dan Norma
Nilai adalah suatu bobot/kualitas perbuatan kebaikan yang mendapat
dalam berbagai hal yang dianggap sebagai sesesuatu yang berharga, berguna, dan
bermanfaat. Nilai-nilai Pancasila sangat penting untuk ditanamkan sejak dini, karena
nilai bermanfaat sebagai standar pegangan hidup.
Pengertian moral, menurut Suseno adalah ukuran baikburuknya seseorang,
baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan warga negara.
26
Norma adalah petunjuk hidup bagi warga yang ada dalam masyarakat, karena
norma tersebut mengandung sanksi. Siapa saja, baik individu maupun kelompok,
yang melanggar norma dapat hukuman yang berwujud sanksi
27
d) Filsafat teologis statis, agama yang menempatkan ajaran Tuhan memegang
peran sentral dalam politik kenegaraan, yang dalam konstruk politik
kenegaraan menjadikan pemuka agama sebagai tokoh yang dikultuskan.
Pemuka agama sebagai wakil yang suci.
C. Ideologi Pancasila
Ideologi Pancasila menjunjung hak individu baik langsung maupun
tidak langsung, yakni tidak dipungkiri bahwa manusia yang merupakan
makhluk individu, bukanlah murni sebagai individu yang mandiri, tetapi
sekaligus sebagai makhluk sosial yang dalam kenyataan hidupnya tidak dapat
lepas dari masyarakat atau bantuan orang lain, pada sisi lain bangsa
Indonesia pada dasarnya adalah bangsa yang relegius yang mengakui adanya
kekuatan yang luar biasa di luar kemampuan manusia. . Sebagai ideologi
Pancasila mengandung nilai dasar pandangan hidup bangsa yang mampu
menyesuaikan zaman secara dinamis.
29
D. Sistem Pemerintahan NKRI menurut UUD 1945
Sistem Pemerintahan Indonesia pada waktu awal kemerdekaan menganut sistem
hakikatnya merupakan perpaduan antara sistem Pemerintahan Presidensiil dan
Parlementer, tetapi dalam praktiknya lebih mengarah kepada sistem Pemerintahan
Presidensill. Hal ini berdasarkan Undang-undang Dasar 1945, maka Presiden
memiliki kekuasaan tertinggi dan dibantu oleh menteri-menteri sebagai pembantu
presiden yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden. Pada tanggal 12 September 1945 dibentuklah Kabinet
Presidensial ( Kabinet RI I) dengan 12 departemen dan 4 menteri negara. Selain itu
wilayah Indonesia yang begitu luas dibagi menjadi 8 provinsi dan 2 daerah istimewa
yang masing- masing wilayah dipimpin oleh gubernur.
E. Kelembagaan Negara Menurut UUD 1945
Menurut Trias Politica, kekuasaan (kelembagaan) negara dibagi menjadi 3 yaitu
kekuasaan (kelembagaan) legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Tiga bidang kekuasaan
(kelembagaan) ini memiliki kedudukan yang sejajar dan ketiganya saling bekerja
sama serta saling melengkapi dalam sistem pemerintahan negara.
Dimensi politis manusia memiliki dua hal fundamental, yaitu pengertian dan
kehendak untuk bertindak. Dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap
aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan
tindakan moral manusia. Apabila tindakan moralitas kehidupan manusia tidak
dapat dipenuhi, ketika berbenturan dengan orang lain dalam masyarakat, maka
harus dilakukan suatu pembatasan secara normatif. Lembaga penata normatif
masyarakat adalah hukum. Dalam suatu kehidupan masyarakat, hukum adalah
yang memberitahukan kepada semua anggota masyarakat bagaimana
mereka harus bertindak. Hukum hanya bersifat normatif dan tidak secara efektif
dan menjamin setiap anggota masyarakat taat kepada norma. Oleh karena itu, hal
yang secara efektif dapat menentukan kekuasaan masyarakat, hanyalah yang
mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya; lembaga itu adalah
negara. Penataan efektif adalah penataan de facto, yaitu penataan yang
berdasarkan kenyataan dalam menentukan tindakan masyarakat.
33
BAB IX AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
KEHIDUPAN DI LINGKUNGAN KAMPUS
A. Pengertian Aktualiasi
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara memerlukan kondisi dan iklim yang memungkinkan segenap lapisan
masyarakat dapat mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dan dapat terlihat dalam
perilaku yang sesungguhnya
35
C. Pengertian Pancasila
Pancasila sejak dari nilai-nilai yang terdapat dalam pandangan
hidup bangsa sampai menjadi dasar negera bahkan sampai pada
pelaksanaannya dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia kita jumpai
berbagai macam rumusan Pancasila yang berbeda-beda, yang dalam hal
ini harus kita deskripsikan secara objektif sesuai dengan kedudukannya
serta sejarah perumusan Pancasila itu secara objektif.
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk meng- hasilkan peserta
didik yang beriman dan bertakwa. Melalui Pendidikan Pancasila,
warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu memahami,
menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat bangsanya secara berkesinam- bungan dan konsisten
berdasarkan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.
Kajian Pancasila secara esen- sial pada hakikatnya untuk
mendapatkan suatu pengetahuan tentang intisari atau makna yang
terdalam dari sila-sila Pancasila, atau secara ilmiah filosofis untuk
mengkaji hakikat sila-sila Pancasila.
3. Aksiologi Pancasila
Secara etimologi, aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu
axios yang berarti nilai, manfaat, pikiran. Dalam pngertian modern,
aksiologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki tentang makna
nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai terma-
suk estetika, etika, ketuhanan dan agama. Dengan kata lain, aksiologi
merupakan teori tentang nilai. Berkaitan dengan hal tersebut Brameld,
mengatakan bahwa aksiologi itu merupakan cabang filsafat yang
menye- lidiki tingkah moral, yang berwujud etika, ekspresi etika yang
estetika atau seni dan keindahan, sosio politik yang berwujud ideologi
(Syahrial, 2004:24).
A. Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara Kesatuan Republik
Indonesia
1. Pengertian Pancasila Dasar Filsafat Negara Kesatu- an Republik
Indonesia
Pancasila dalam kedudukan nya sebagai dasar negara sering disebut sebagai dasar
filsafat dasar negara. Dalam pengertian ini, Pancasila merupakan suatu dasar nilai
serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan kata lain Pancasila
merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Konsekuensi
dari kedudukannya ini, seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan negara
terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk proses reformasi dalam
segala bidang dewasa ini, dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian
Pancasila merupakan sum- ber dari segala sumber hukum. Pancasila merupakan
sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur Negara
Kesatuan Republik Indonesia beserta seluruh unsurnya yaitu rakyat, wilayah dan
pemerintahan negara.
2. Nilai Sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada dasarnya merupakan
38
suatu sistem nilai, sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran
norma baik norma hukum, norma moral maupun norma keagamaan
lainnya. Dengan demikian Pancasila selain sebagai dasar negara, juga
merupakan suatu sumber nilai yang memberikan aturan-aturan dasar
bagi Warga Negara Indonesia baik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara maupun dalam merancang suatu konsep
penbangunan masyarakat bangsa dan negara.
BAB III Pancasila Sebagai Etika Politik
Sebagai suatu sistem filsafat, Pancasila mempu- nyai kedudukan
dan peran utama sebagai dasar filsafat negara. Dengan kedudukannya
seperti ini, Pancasila mendasari dan menjiwai semua proses
penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang serta menjadi rujukan
bagi seluruh rakyat Indonesia dalam bersikap dan bertindak dalam
kehidupannya sehari-hari. Pancasila memberikan suatu arah dan
kriteria yang jelas mengenai layak atau tidaknya suatu sikap dan
tindakan yang dilakukan oleh setiap Warga Negara Indonesia dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Proses kehidupan
berbangsa dan bernegara tidak bisa dilepaskan dari dimensi kehidupan
politik. Akan tetapi, kehidupan politik di setiap negara tentu saja
berbeda. Salah satu penyebabnya adalah faktor perbedaan ideologi.
Kehidupan politik orang hidup di negara yang menganut paham liberal,
tentu saja berbeda dengan yang hidup di negara sosialis atau komunis.
Begitu juga dengan kehidupan politik rakyat Indonesia, pasti berbeda
dengan rakyat bangsa lainnya.
Kehidupan politik rakyat Indonesia selalu dida- sari oleh nilai-nilai
Pancasila. Pancasila merupakan landasan dan tujuan kehidupan politik
bangsa kita. Berkaitan dengan hal tersebut, proses pembangunan politik
yang sedang berlangsung di negara kita sekarang ini harus diarahkan pada
proses implementasi sistem
A. Pengertian Etika Politik
1. Pengertian Etika
Etika merupakan salah satu cabang filsafat yang berkaitan
39
dengan moralitas tingkah laku manusia. Etika termasuk ke dalam
golongan filsafat praktis, yaitu filsafat yang menitikberatkan
bahasannya terhadap permasalahan sikap yang diambil manusia
terhadap segala fenomena yang ada dalam kehidupannya. Adapun
fenomena tersebut telah diklarifikasi oleh filsafat teoritis.
Sebagai bagian dari filsafat praktis, etika membicarakan seluruh
kepribadian baik hati nurani, ucapan dan perbuatan manusia baik
sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Hati nurani merupakan hal
yang paling penting, tetapi ia adalah yang paling sukar untuk diamati.
Ucapan manusia juga masih agak sukar untuk diketahui. Sedangkan
perbuatan atau tingkah laku sangat mudah untuk diamati. Oleh karena
itu, etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku
manusia yang dilakukan dengan sadar dilihat dari sudut baik buruknya
(Sunoto, 1985:39).
2. Pengertian dan Hubungan Nilai, Norma, dan Moral
a. Pengertian nilai
Nilai atau dalam kosakata bahasa Inggris disebut value termasuk
salah satu bidang kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas
dan dipelajari dalam salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai. Filsafat
sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai- nilai. Istilah nilai di dalam
bidang filsafat dipakai untuk menunjukkan kata benda abstrak yang
artinya keber- hargaan atau kebaikan. Selain itu, istilah nilai juga untuk
menunjukkan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu
dalam menilai atau melakukan penilaian. Di dalam Dictionary of
Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah
kemampuan yang dipercayai ada dan melekat pada suatu benda un- tuk
memuaskan manusia. Dengan demikian, secara se- derhana nilai dapat
diartikan sebagai sesuatu yang dianggap berharga dan berguna bagi
kehidupan manu- sia serta dianggap baik.
b. Pengertian norma
Setiap manusia mempunyai sifat dan keinginan atau kepentingan
yang berbeda-berbeda. Perbedaan ter- sebut mengakibatkan manusia
40
berhubungan denganmanusia yang lainnya. Mereka saling bekerja sama,
tolong-menolong, saling bantu dan sebagainya dengan Tujuan untuk
memenuhi kepentingannya itu. Untuk mengatur hubungan antar manusia
ini sangat diperlu- kan suatu norma.
Norma adalah ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi dalam
menjalankan kehidupan. Norma berlaku dalam semua lapangan
kehidupan. Norma berlaku dalam kehidupan di keluarga, masyarakat dan
kehidu- pan berbangsa dan bernegara. Norma merupakan kai- dah,
petunjuk, panduan, tatanan dan kendali terhadap tingkah laku manusia
sebagai anggota masyarakat. Nor- ma merupakan ukuran perilaku baik
atau buruk, dan pantas atau tidak pantas. Biasanya norma itu disesu- aikan
dengan kebiasaan atau adat istiadat masyarakat setempat. Norma juga
dipengaruhi oleh keyakinan ag- ama yang dianut warga masyarakat.
c. Pengertian moral
Moral berasal dari kata mores yang artinya ke- susilaan tabiat,
kelakukan. Moral adalah ajaran tentang hal baik dan buruk yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Istilah moral berkaitan
dengan integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian
seseorang ditentukan oleh moralitas yang ditentukannya. Makna moral
yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap
tingkah lakunya.
41
3. Pengertian Politik
Secara harafiah kata politik berasal dari bahasa Yunani yaitu
polls yang berarti kota yang bersatus negara kota. Dalam bahasa Arab,
istilah politik diartikan sebagai siyasyah yang berarti strategi.
a. Hakikat Ideologi
Pada abad ke-18, seorang filosofi berkembang- saan Perancis,
Destut De Tracy (tahun 1796) menggu- nakan kata ideologi untuk
menunjukan pada suatu ilmu, yaitu sebagai analisis ilmiah dan pikiran
manusia. Pada zaman Napoleon, kata ideologi mempunyai makna
konotatif, yaitu cacian atau hinaan terhadap bawahanya yang suka
berkhayal; kata ideologi kemudian diartikan sebagai kumpulan ide atau
pendapat abstrak (tidak realistis). Pengaruh terbesar tehadap pemaknaan
kata ideologi berasal dari Karl Marx. Ia mengunakan kata ideologi dalam
arti khusus, ideologi digolongkan ber- sama dengan agama, filsafat dan
moral. Semua diten- tukan oleh materi.
42
Ideologi pada hakikatnya adalah hasil refleksi manusia berkat
kemampuanya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupanya.
Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, tetapi juga
membentuk masya- rakat menuju cita-cita. Dengan demikian, ideologi
bu- kanlah sekadar pengetahuanteoritis berkala, tetapi merupakan
sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan. Ideologi adalah suatu
pilihan yang jelas membawa komitmen untuk mewujudkannya.
45
nasional sebagai upaya berkelanjutan mencapai tujuan nasional Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
BAB III
KEUNGGULAN BUKU
3.1 Keterkaitan Antar Bab
Pada buku utama yang berupa e-book dengan judul buku “ Dasar
Negara Pancasila. Dimana keterkaitan antar bab nya ada. Hal ini terlihat dari
pembahasan dari isi bab II Dinamika Perumusan Pancasila dan bagaimana
relavansinya dari buku utama ini terhadap topik Pendidikan Pancasila.
Dimana di dalam Buku ini juga dijelaskan mengenai hal-hal yang dijadikan
pijakan awal untuk memahami segala pengetahuan umum terhadap dinamika
Pancasila. Dan pada buku utama ini memberikan penjelasan tentang peran
dan kedudukan Pancasila serta pengimplementasian nya.
Dan tidak hanya itu, pada bab lainnya yaitu juga menjelaskan tentang
implementasi pancasila dalam kehidupan sehari – hari sebagai warga negara
yang baik dan itu sangat memberi dampak bagi masyarakat.
Keterkaitan dengan buku pembanding 1 dan 2 memberikan makna
peran dan penjelasan tentang Pancasila dan Kedudukan Pancasila yang agar
kiranya Masyarakat bisa dapat memahami peran dan kedudukan Pancasila
serta pengimplementasiannya.
3.2 Kemutakhiran Isi Buku
Pada buku utama yang berupa e-book dengan judul “Dasar Negara
Pancasila”, kemuktahiran isi buku secara keseluruhan sudah baik. Apalagi
pada bab-bab yang menjelaskan tentang Pancasila dan Dinamika Pancasila
46
serta Peran dan Kedudukannya. Dimana dalam penjelasannya, bahasa yang
digunakan sangat baik dan mudah dipahami. Dan bahasa yang digunakan
dalam penyampaiannya juga sangat baik.
Untuk buku pembanding 1 dengan judul “Pendidikan Pancasila
Pendekatan Berbasis Nilai-Nilai”, dimana kemukhtahiran dalam isi buku juga
sangat baik dan mudah dimengerti . Dan hal ini didorong karena dalam
penyampaian dari isi buku pembanding ini disampaikan dengan bahasa baku
sesuai EYD dan tepat terhadap apa yang dijabarkan . Sehingga untuk hal ini
memberikan kemudahan pembaca dalam memahaminya. Pada buku
pembanding 2 yang berupa e-book berjudul “Pancasila Yuridis Kenegaraan ”
Dan jika dikaitkan antara buku utama dengan buku pembanding tersebut,
dalam isinya yang menjelaskan dari tentang Pancasila dari masing-masing
buku dan pada bab yang menjelaskan topik tersebut, memiliki kemukhtahiran
yang sangat baik dalam pemaparannya.
3.3 Keterkaitan Isi Buku dengan Bidang Ilmu
Pada buku utama yang berupa e-book dengan judul “ Dasar Negara
Pancasila” dimana di dalam buku ini memiliki keterkaitan isinya dengan
bidang ilmu Pendidikan Pancasila. Menurut Tim 1 Kelompok 2 , isi dan
penjelasan buku ini sangat berkaitan dengan bidang ilmu pancasila karena
didalam buku tersebut menjelaskan bagaimana peran dan kedudukan
pancasila serta dinamika pancasila sekarang ini di indonesia. Dengan
demikian pendidikan pancasila dapat dijadikan sebagai pedoman dan
pandangan hidup dalam memperoleh ilmu di berbagai bidang serta
menjadikan pancasila sebagai ideologi dasar negara.
47
BAB IV
KEKURANGAN ISI BUKU
4.1 Keterkaitan Antar Bab
Pada buku utama yang merupakan e-book dengan judul “Dasar Negara
Pancasila” pada bagian-bagian tertentu pada buku tersebut seperti pada Bab 8
yang dimana pada isi buku di bab-bab tersebutlah terdapat kekurangan dalam
kemukhtahiran isi untuk buku utama ini. Dimana dalam bab-bab tersebut
bahasa yang digunakan hanya untuk menjelaskan dari maksud bab tersebut
tanpa ada penjelasan yang menyinggung mengenai Bagaimana Menjadi
Negara Sejahtera yang menjadi judul atau topic dari buku yang direview.
Sehingga dengan hal ini, dapat membuat bingung pembaca.
48
4.3 Keterkaitan Antara Isi Buku Dengan Bidang Ilmu
Selain ketiga kategori kekurangan yang dapat dilihat diatas tersebut,
kekurangan pada buku juga dapat dilihat dari sampul atau covernya buku yang
direview. Dimana kekurangan untuk hal ini, buku utama dan buku
pembanding yang memiliki kekurangan dalam cover atau sampulnya yang
sehingga lebih sedikit menarik minat pembaca.
BAB V
HASIL ANALISIS
Pada buku utama yang berupa e-book dengan judul “ Dasar Negara Pancasila
disampaikan dari bab-bab yang memiliki keterkaitan dengan judul buku, dimana
teori-teori yang disampaikan dapat berupa : adanya pendefenisian-pendefenisian dari
beberapa ahli dalam mendefenisikan materi dari bab-bab yang ada di dalam buku
utama ini. Dan tidak hanya itu, di dalam buku utama ini juga disertai dengan adanya
teori-teori berupa kutipan dari para ahli mengenai dari materi yang dibahas. Dimana
pada buku utama ini menjelaskan tentang Pancasila sebagai dasar negara yang
mencakup aspek Pancasila secara keseluruhan. Untuk pengaplikasian atau aplikasi
bidang ilmu terhadap buku utama ini ditinjau dari kelebihan dan kekurangannya
yaitu:
Penyajian materi pada topik ini sangat baik karena diajarkan bagaimana cara
pengimpelemetadian pancasila di dalam berkehdiupan mulai dari sekedar
mengetahui, memahami dan menerapkannya. Sedangkan dalam buku pembanding 1
yang berupa buku dengan judul “Pendidikan Pancasila Pendekatan Berbasis Nilai-
49
Nilai” dan buku pembanding 2 yang berupa e-book berjudul “Pancasila Yuridis
Kenegaraan ” dimana teori-teori pada kedua buku yang disampaikan tidak jauh
berbeda dengan buku utama yaitu berupa adanya pengutipan dari bebarapa ahli dari
buku yg relevan terghadap topic atau materi serta judul buku yang diriview.Teori-
teori yang diberikan tidak terlepas dari adanya suatu penceritaan masalah yang sesuai
dengan topic atau tema yang dibahas dalam buku tersebut,yaitu tentang Aspek
Pencasila. Untuk pengaplikasian atau aplikasi bidang ilmu terhadap buku
pembanding ini ditinjau dari kelebihan dan kekurangannya yaitu:
50
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Diantara buku utama dengan buku pembanding 1 dan buku pembanding 2,
ketiganya memiliki keterkaitan satu sama lain mengenai pendidikan pancasila dan
aspek keseluruhannya. Hanya saja di dalam buku utama, tidak terlalu luas dibahas,
Sedangkan, pada buku pembanding 1 Pendidikan Pancasila Pendekatan Berbasis
Nilai-Nilai dibahas berdasarkan ilmu pendidikan pancasila lebih spesifiknya
berdasarkan ilmu yang mempelajari tentang pancasila. Pada buku pembanding 2
Pancasila Yurudis Kenegaraan yang dibahas secara luas seperti buku pembanding 2
sama halnya. Namun ketiga buku ini samasama ingin memberikan gambaran yang
baik dari bagaimana seharusnya kita menerapkan pancasila di kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
6.2 Saran
Diantara tiga buku, baik itu buku utama,buku pembanding 1 dan buku
pembanding 2 sama-sama masih memiliki kekurangan. Dimana kekurangan di buku
utama terlihat dari isi buku bab 8 saja sehingga materi yang paparkan sedikit.
Sedangkan, pada buku pembanding 1 kekurangannya terlihat dari sampul dan cover
buku. Buku pembanding 2 juga begitu halnya Sehingga dengan adanya kekurangan-
kekurangan tersebut diharapkan adanya perbaikan dari penulis terhadap buku-buku
tersebut agar kedepannya dapat lebih baik lagi.
51
DAFTAR PUSTAKA
52