2
1.2.a.3. Mulai dari diri
Tugas 1. Refleksi
Positif :
Pada usia 11 tahun ketika di kelas 6 SD, saya mendapat rangking II dari nilai EBTANAS yang
akhirnya bisa masuk ke SMP yang saya inginkan, kebanyakan orang terkagum karena dulu
saya terkenal anak pendiam dan jarang mendapat prestasi, tetapi bisa mendapatkan rangking
II dari nilai EBTANAS.
Negatif :
Ketika usia saya 16 tahun kelas II SMK dihukum untuk membersihkan lapangan upacara yang
cukup luas menggunakan gerobak sampah sekolah sampai daun yang jatuh semua bersih dan
tidak ada sampah satupun, karena sekolah saya jauh dan harus naik bus pada hari itu supir
bus sedang ada unjuk rasa para sopir bus yang mengakibatkan rombongan teman-teman yang
sejalur juga ikut terlambat karena tidak ada bus yang bisa ditumpangi yang berakibat sampai
sekolah jam 8. Sampai di sekolah dihadang oleh BK bersama semua teman-teman yang datang
terlambat. Pada waktu itu BK tidak mau menerima alasan apapun yang akhirnya disuruh
untuk membuat surat pernyataan yang harus ditandatangani oleh orang tua.
2. Selain saya, siapa lagi yang terlibat di dalam masing-masing peristiwa tersebut?
Orang yang terlibat dalam peristiwa tersebut diantaranya :
• Orang tua
• Guru Kelas
• Guru BK
• Wali kelas
• Teman satu sekolah
3. Dampak emosi apa saja yang saya rasakan hingga sekarang? (silakan gunakan roda
emosi Plutchik di gambar 2 untuk mengidentifikasi persisnya perasaan Bapak/Ibu di
masa itu?
• Senang
• Percaya diri
• Kagum
• Sedih
• Jengkel
• Kecewa
• Menerima
• Bahagia
4. Mengapa momen yang terjadi di masa sekolah masih dapat saya rasakan dan masih
dapat memengaruhi diri saya di masa sekarang ?
Momen yang terjadi di masa sekolah tersebut masih dapat dirasakan sampai sekarang,
hal itu disebabkan karena saya percaya bahwa kenangan masa lalu menentukan
kehidupan saat ini. Kebiasaan dan perlakuan yang saya terima secara perlahan ikut
menyusun potensi dan karakter yaitu dengan membiasakan diri tumbuh sebagai pribadi
yang disiplin, menerima kelebihan dan kekurangan orang lain, lebih tau diri sendiri
sehingga bisa percaya diri, selalu ingin tahu hal-hal baru serta sabar dan tabah dalam
menghadapi segala situasi/kondisi.
5. Pelajaran hidup apa yang saya peroleh dari kegiatan trapesium usia dan roda emosi,
terkait peran saya sebagai guru terhadap peserta didik saya?
Pelajaran yang dapat saya petik dari kegiatan ini, dari refleksi diri kita, semua orang adalah
guru, bahkan alam sekitar bisa menjadi guru. Namun dalam konteks guru dalam dunia
pendidikan, maka dari gambaran Trapesium Usia dapat dinarasikan bahwa peran guru
adalah Menuntun dan mempertebal bakat, potensi, dan kodrat yang dimiliki anak (siswa),
sehinggga anak-anak didik kita mempunyai budi pekerti luhur, bukan sebagai pembentuk
kodrat anak.
6. Bagaimana saya menuliskan nilai-nilai yang saya yakini sebagai seorang Guru, dalam 1
atau 2 kalimat menggunakan kata-kata: “guru”, “murid”, “belajar”, “makna”, “peran”?
Guru adalah panutan bagi murid, begitu pun murid merupakan cermin bagi guru untuk
terus belajar agar bisa menjadi panutan yang baik, bisa memberikan pembelajaran yang
penuh makna, sehingga murid mempunyai kehidupan yang bermakna di masa depannya.
Guru dan murid saling berkolaborasi untuk bisa menciptakan kehidupan yang lebih
bermakna, masih sama- sama belajar untuk memperbaiki diri sehingga menjadi individu
yang penuh makna di masyarakat, bangsa dan negara.
1. Apa nilai-nilai dalam diri saya yang membantu saya menggerakan murid,
rekan guru, dan komunitas sekolah saya?
• pantang mengeluh, selalu bekerja keras
• selalu bebrbagi hal-hal baru yang saya dapatkan yang berhubungan dengan
profesi sebagai guru.
• Suka beradaptasi dengan teknologi
• Suka bekerjasama
• Suka sesuatu yang baru
• Selalu terbuka untuk melakukan kolaborasi
• Berusaha memberi contoh untuk teman sejawat dan murid
2. Apa peran yang selama ini saya mainkan dalam menggerakan murid, rekan guru, dan
komunitas sekolah saya?
Untuk Murid :
• Sebagai pendidik, saya harus berperan aktif dalam mewujudkan suasana belajar yang
menyenangkan serta menjadi pamong dalam kodrat siswa, agar lebih baik sesuai
pemikiran Ki Hadjar Dewantara
• Menjadikan siswa sebagai pusat sumber belajar