Anda di halaman 1dari 21

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN PERTAMA

LAPORAN PENUGASAN (LAPGAS) KELOMPOK

TEMA :

PANDANGAN DAN PEMIKIRAN TERKAIT PEMILU 2024,


POTENSI KERAWANAN DAN LANGKAH-LANGKAH
ANTISIPASI SERTA PENANGANANNYA

OLEH :

POKJAR IV (EMPAT)

PESERTA DIDIK SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN PERTAMA POLRI


ANGKATAN KE - 70 T.A. 2023

1
DAFTAR ISI

Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang. .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah. ........................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Penanggulangan penyebaran berita palsu (hoaks) yang
berpotensi mengganggu integritas Pemilu 2024 dan
mempengaruhi persepsi masyarakat ............................. 4
B. Langkah-langkah konkret dalam menjaga netralitas dan
independensi anggota Polri dalam mengawal Pemilu
2024 serta mengatasi pelanggaran oknum anggota
Polri ................................................................................ 6
C. Metode yang diterapkan dalam mengidentifikasi,
mengantisipasi, dan mengatasi potensi konflik politik
yang dapat memicu ketegangan sosial selama Pemilu
2024 ............................................................................... 9
D. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang
pentingnya Pemilu yang damai dan demokratis serta
mendorong partisipasi aktif dalam proses Pemilu 2024 . 12
E. Mengintegrasikan upaya menghadapi potensi ancaman
terhadap keamanan Pemilu 2024, termasuk serangan
siber, peretasan, dan penyebaran informasi palsu ......... 14

BAB III PENUTUP


A. Simpulan. ...................................................................... 17
B. Rekomendasi. ................................................................ 18

1i
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN PERTAMA

LAPORAN PENUGASAN (LAPGAS) KELOMPOK

TEMA :

PANDANGAN DAN PEMIKIRAN TERKAIT PEMILU 2024,


POTENSI KERAWANAN DAN LANGKAH-LANGKAH
ANTISIPASI SERTA PENANGANANNYA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang.
Pemilu merupakan pilar demokrasi yang harus dijalankan
dengan baik untuk mewujudkan keadilan dan kedaulatan rakyat.
Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat potensi kerawanan yang
perlu diperhatikan secara serius. Dalam konteks ini, penting bagi Polri
untuk proaktif dalam mengidentifikasi dan mengatasi potensi
kerawanan, seperti konflik politik, provokasi, penyebaran hoaks, dan
potensi tindakan kriminal terkait Pemilu 2024. Langkah-langkah
antisipasi yang dapat diambil melibatkan peningkatan koordinasi
dengan berbagai pihak terkait, termasuk TNI, KPU, Bawaslu, dan
lembaga terkait lainnya. Sebagai anggota Polri juga perlu
meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya Pemilu
yang damai dan demokratis serta mendorong partisipasi yang aktif
dalam proses tersebut. Selain itu, juga mengintensifkan upaya
pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang
terkait dengan Pemilu, termasuk tindakan provokasi, penyebaran
berita palsu, dan ancaman terhadap keamanan. Selain tindakan
pengamanan dan penegakan hukum, mengedepankan pendekatan
dialogis dan edukatif untuk menyelesaikan konflik yang mungkin
timbul selama Pemilu. Upaya-upaya ini bertujuan untuk menciptakan
1
lingkungan yang kondusif dan memastikan bahwa Pemilu 2024 dapat
berlangsung dengan damai, jujur, dan transparan. Dengan demikian,
kami berkomitmen untuk menjaga keamanan, stabilitas, dan integritas
Pemilu sebagai upaya nyata untuk mewujudkan demokrasi yang
kokoh di negara kita.
Penyebaran informasi dan disinformasi dapat terjadi dengan
cepat dan luas, sehingga dapat mempengaruhi persepsi masyarakat
dan mengakibatkan ketegangan politik, bahwa perkembangan
teknologi informasi dan media sosial telah memberikan dampak
signifikan pada dinamika Pemilu 2024. Oleh karena itu, kemampuan
dalam memantau dan merespons konten-konten yang bersifat
provokatif dan berpotensi mengganggu ketertiban umum perlu
ditingkatkan. Selain itu, potensi kerawanan juga dapat muncul dari
konflik kepentingan politik dan persaingan antarcalon. Perlu dalam
menjaga netralitas dalam pelaksanaan tugas kami, serta mengawasi
dugaan pelanggaran kode etik dan hukum yang melibatkan oknum-
oknum Polri dalam kegiatan politik. Langkah-langkah disiplin akan
diterapkan secara tegas untuk memastikan integritas dan
independensi Polri dalam mengawal Pemilu 2024. Selain upaya-upaya
di atas, kami akan terus berkoordinasi dengan aparat keamanan
lainnya untuk memastikan pengamanan Pemilu yang efektif dan
profesional. Langkah-langkah seperti peningkatan patroli,
pengawasan terhadap pergerakan massa, dan penguatan keamanan
di lokasi-lokasi penting akan diterapkan secara cermat untuk
mengantisipasi potensi kerawanan.
Pemilu 2024 adalah momentum penting bagi demokrasi, dan
sebagai anggota Polri, perlu berkomitmen untuk menjaga stabilitas
dan keamanan selama proses ini berlangsung dengan selalu
mengutamakan prinsip-prinsip profesionalisme, netralitas, dan
pelayanan kepada masyarakat dalam menjalankan tugas-tugas kami
yang berkaitan dengan Pemilu. Dengan kerjasama dari semua pihak,
untuk menjalani Pemilu dengan sukses dan menjaga keamanan serta
demokrasi negara. Selain itu, sebagai anggota Polri, kami juga akan

2
terus meningkatkan kapasitas kami dalam mendeteksi dan mengatasi
ancaman yang berkaitan dengan Pemilu 2024. Dalam menjaga
keamanan selama Pemilu 2024 tidak hanya tanggung jawab Polri
semata, tetapi juga tanggung jawab bersama seluruh elemen
masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan partisipatif dengan
menggandeng masyarakat, media, dan organisasi-organisasi sipil
dalam mengawasi proses Pemilu sangatlah penting. Kami akan
mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan, serta
memberikan akses informasi yang transparan tentang proses Pemilu.
Diharapkan dengan upaya bersama semua pihak, Pemilu 2024 akan
berjalan dengan lancar, aman, dan adil, sehingga keberhasilannya
akan memperkuat fondasi demokrasi dan membawa manfaat yang
besar bagi bangsa dan negara Indonesia.

B. Rumusan Masalah.
Sebagaimana uraian latar belakang tersebut, untuk itu
rumusan dalam penulisan laporan penugasan kelompok ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana penanggulangan penyebaran berita palsu (hoaks)
yang berpotensi mengganggu integritas Pemilu 2024 dan
mempengaruhi persepsi masyarakat ?
2. Bagaimana langkah-langkah konkret dalam menjaga netralitas
dan independensi anggota Polri dalam mengawal Pemilu 2024
serta mengatasi pelanggaran oknum anggota Polri ?
3. Bagaimana metode yang diterapkan dalam mengidentifikasi,
mengantisipasi, dan mengatasi potensi konflik politik yang dapat
memicu ketegangan sosial selama Pemilu 2024 ?
4. Bagaimana meningkatkan pemahaman masyarakat tentang
pentingnya Pemilu yang damai dan demokratis serta mendorong
partisipasi aktif dalam proses Pemilu 2024 ?
5. Bagaimana mengintegrasikan upaya menghadapi potensi
ancaman terhadap keamanan Pemilu 2024, termasuk serangan
siber, peretasan, dan penyebaran informasi palsu ?

3
BAB II
PEMBAHASAN

Pemilu 2024 di Indonesia menjadi momen yang sangat penting dalam


sejarah demokrasi negara ini. Pandangan dan pemikiran terkait pemilu
tersebut mencerminkan kompleksitas tantangan dan harapan masyarakat.
Di satu sisi, pemilu menjadi ajang ekspresi demokrasi rakyat, di mana
warga negara memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin dan wakil
rakyat mereka. Namun, di sisi lain, pemilu juga membawa potensi
kerawanan yang perlu diwaspadai. Ancaman seperti politik uang,
peredaran hoaks, polarisasi masyarakat, serta potensi gangguan dari pihak
yang tidak bertanggung jawab menjadi perhatian utama.
Dalam menghadapi potensi kerawanan tersebut, Polri telah
merumuskan langkah-langkah antisipasi dan penanganan yang cermat.
Pertama, Polri aktif dalam memantau dan mengawasi potensi pelanggaran
hukum terkait pemilu, termasuk penyebaran hoaks dan politik uang. Kedua,
upaya peningkatan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pemilu
yang jujur dan adil dilakukan melalui kampanye penyadaran dan edukasi.
Ketiga, Polri bekerja sama dengan berbagai instansi terkait untuk
memastikan pengamanan selama masa kampanye dan pemungutan suara
berlangsung dengan lancar. Keempat, kerja sama dengan lembaga
penyelenggara pemilu untuk memastikan integritas dan transparansi
proses pemilu 2024.

A. Penanggulangan penyebaran berita palsu (hoaks) yang


berpotensi mengganggu integritas Pemilu 2024 dan
mempengaruhi persepsi masyarakat
Penanggulangan penyebaran berita palsu atau hoaks yang
berpotensi mengganggu integritas Pemilu 2024 dan mempengaruhi
persepsi masyarakat merupakan tantangan serius bagi demokrasi
Indonesia. Saat ini, upaya yang dilakukan oleh Kepolisian Republik
Indonesia dalam menanggulangi hoaks masih dirasa belum efektif.

4
Salah satu permasalahan utama adalah keterbatasan dalam
mendeteksi dan menindak penyebaran hoaks secara cepat dan tepat.
Polri perlu meningkatkan kemampuan teknologi dan analisis data
untuk mengidentifikasi sumber serta penyebar hoaks dengan lebih
akurat. Selain itu, upaya komunikasi publik yang efektif juga
merupakan hal yang penting. Polri perlu meningkatkan kerja sama
dengan lembaga media, organisasi masyarakat sipil, dan pemangku
kepentingan lainnya untuk bersama-sama memberikan informasi yang
jelas, benar, dan akurat kepada masyarakat. Dengan demikian,
masyarakat akan lebih cenderung mempercayai sumber informasi
resmi daripada hoaks yang beredar.
Pendidikan masyarakat mengenai bahaya hoaks juga harus
menjadi prioritas. Polri perlu bekerja sama dengan institusi pendidikan
dan organisasi masyarakat untuk meningkatkan literasi digital dan
kritis masyarakat dalam memilah informasi yang benar. Semakin
masyarakat sadar akan bahaya hoaks, semakin sulit bagi penyebar
hoaks untuk mempengaruhi persepsi mereka. Selain itu, hukuman
yang tegas bagi pelaku penyebaran hoaks juga perlu diterapkan. Polri
harus bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan peradilan
untuk memastikan bahwa mereka yang terlibat dalam penyebaran
hoaks dihukum secara adil dan tegas. Ini dapat menjadi efek jera bagi
mereka yang berniat merusak integritas Pemilu dan merugikan
masyarakat. Dalam penanggulangan penyebaran hoaks yang
berpotensi mengganggu integritas Pemilu 2024 dan mempengaruhi
persepsi masyarakat adalah tugas bersama. Polri perlu bekerja keras
untuk meningkatkan efektivitas langkah-langkah yang sudah diambil,
meningkatkan kolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya, dan
terus berupaya mengedukasi masyarakat tentang bahaya hoaks.
Hanya dengan upaya bersama yang koordinatif dan terarah, kita
dapat melindungi integritas demokrasi di Indonesia.
Kurangnya penanggulangan penyebaran berita palsu (hoaks)
oleh Polri yang berpotensi mengganggu integritas Pemilu 2024 dan

5
mempengaruhi persepsi masyarakat dapat tercermin dalam beberapa
indikator sebagai berikut :

1. Banyaknya Kasus Hoaks yang Masih Beredar. Jika terdapat


banyak kasus hoaks yang tidak segera ditindaklanjuti dan masih
terus beredar tanpa hambatan yang cukup efektif, ini dapat
menjadi indikator kurangnya upaya penanggulangan oleh Polri.

2. Penindakan Tidak Cepat dan Tepat. Jika Polri tidak mampu


merespons dengan cepat terhadap penyebaran hoaks yang
terkait dengan Pemilu 2024, misalnya dengan mengidentifikasi
sumbernya atau menghentikan penyebarannya sebelum
merambah luas, hal ini dapat menunjukkan kurangnya efektivitas
dalam penanggulangan.

3. Ketidakmampuan Mengidentifikasi Sumber Hoaks. Jika Polri


kesulitan dalam mengidentifikasi sumber hoaks, terutama jika itu
melibatkan akun-akun anonim atau palsu di media sosial, ini
dapat menunjukkan kurangnya kemampuan teknis dalam
memerangi hoaks.

4. Rendahnya Tingkat Pemberian Informasi Publik yang Benar.


Jika informasi resmi dan benar yang disediakan oleh Polri tidak
cukup kuat untuk mengatasi hoaks, maka masyarakat mungkin
masih lebih cenderung mempercayai hoaks tersebut. Hal ini bisa
mengindikasikan kurangnya upaya Polri dalam membangun
komunikasi publik yang efektif.

5. Kurangnya Efek Jera bagi Pelaku. Jika pelaku penyebaran


hoaks tidak dihukum atau dihukum secara ringan tanpa efek jera
yang signifikan, hal ini dapat memberi kesan bahwa penegakan
hukum terhadap hoaks tidak serius, yang dapat mendorong
penyebaran lebih lanjut.

6
6. Tingkat Kepercayaan Masyarakat pada Hoaks. Jika masyarakat
masih cenderung mempercayai hoaks dan meragukan informasi
resmi, ini dapat menjadi indikator bahwa upaya Polri dalam
mengedukasi dan membimbing masyarakat tentang bahaya
hoaks belum berhasil.

7. Kurangnya Kerja Sama Efektif dengan Pihak Eksternal. Jika


Polri tidak dapat menjalin kerja sama yang efektif dengan media,
organisasi masyarakat sipil, atau platform media sosial untuk
mengatasi penyebaran hoaks, hal ini dapat mengindikasikan
kurangnya koordinasi dan kolaborasi yang diperlukan.

Penting untuk mencatat bahwa penanggulangan hoaks adalah


upaya yang kompleks dan terus-menerus. Berbagai faktor dapat
mempengaruhi efektivitasnya, dan langkah-langkah penanggulangan
yang lebih efektif akan memerlukan upaya berkelanjutan dan
koordinasi yang kuat antara berbagai pihak.

B. Langkah-langkah konkret dalam menjaga netralitas dan


independensi anggota Polri dalam mengawal Pemilu 2024 serta
mengatasi pelanggaran oknum anggota Polri
Langkah-langkah konkret dalam menjaga netralitas dan
independensi anggota Polri dalam mengawal Pemilu 2024 serta
mengatasi pelanggaran oknum anggota Polri dirasa belum efektif.
Untuk mengatasi permasalahan ini, beberapa tindakan konkret perlu
dilakukan. Pertama, peningkatan pelatihan dan pemahaman tentang
netralitas dan independensi politik harus diberikan kepada semua
anggota Polri. Ini termasuk pengenalan kode etik yang lebih ketat
yang melarang anggota Polri terlibat dalam aktivitas politik selama
masa pemilihan. Penguatan mekanisme pengawasan internal Polri
perlu ditingkatkan. Ini mencakup peningkatan transparansi dan
akuntabilitas dalam proses pemilihan internal yang dapat
meminimalkan peluang terjadinya pelanggaran etika.
7
Kerja sama erat antara Polri, Komisi Pemilihan Umum (KPU),
dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu ditingkatkan. Hal ini
dapat dilakukan dengan membentuk tim gabungan yang dapat
memantau dan menangani potensi pelanggaran oleh anggota Polri.
Tim ini harus memiliki kewenangan yang cukup untuk melakukan
investigasi dan memberikan rekomendasi tindakan hukum jika
ditemukan pelanggaran. Peran masyarakat sipil dan media dalam
mengawasi netralitas anggota Polri perlu diperkuat. Pelaporan
pelanggaran oleh masyarakat dapat memberikan tekanan tambahan
pada anggota Polri untuk tetap netral dalam Pemilu 2024.
Kurangnya langkah-langkah konkret dalam menjaga netralitas
dan independensi anggota Polri dalam mengawal Pemilu 2024 serta
mengatasi pelanggaran oknum anggota Polri dapat dilihat dari
beberapa indikator berikut :

1. Keterlibatan Polri dalam Kampanye Politik. Jika terdapat anggota


Polri yang secara terbuka terlibat dalam kampanye politik atau
menjadi anggota partai politik, ini bisa menjadi indikasi
kurangnya netralitas. Tidak adanya langkah tegas untuk
melarang anggota Polri dari terlibat dalam aktivitas politik partai
merupakan kelemahan dalam menjaga netralitas.

2. Tindakan Represif Terhadap Kritik Politik. Jika terdapat bukti


bahwa anggota Polri menggunakan kekuatan atau tindakan
represif untuk membungkam kritik politik atau mengintimidasi
pihak-pihak yang berseberangan dengan pihak yang berkuasa,
ini menunjukkan kurangnya independensi Polri dan penggunaan
alat keamanan negara untuk kepentingan politik tertentu.

3. Penanganan Tidak Tegas Terhadap Pelanggaran Internal. Jika


ada laporan tentang pelanggaran etika atau pelanggaran hukum
yang dilakukan oleh anggota Polri dalam konteks pemilu, dan
penanganannya tidak tegas atau tidak transparan, ini
menandakan kurangnya upaya serius dalam mengatasi
pelanggaran oknum anggota Polri.

8
4. Tidak Ada Mekanisme Pengawasan Independen. Ketika tidak
ada mekanisme independen yang efektif untuk mengawasi
tindakan dan keputusan Polri dalam konteks pemilu, maka dapat
muncul keraguan terhadap independensinya. Misalnya, jika tidak
ada lembaga pengawas independen yang dapat menerima dan
menangani keluhan terkait pelanggaran oleh anggota Polri.

5. Ketidaktransparanan dalam Pemrosesan Pelanggaran.


Kurangnya transparansi dalam proses penyelidikan dan
penanganan pelanggaran oleh anggota Polri dapat menciptakan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap langkah-langkah yang
diambil oleh institusi tersebut untuk menjaga netralitas dan
independensinya.

6. Kurangnya Pelatihan dan Edukasi Internal. Jika Polri tidak


memberikan pelatihan dan edukasi yang cukup kepada
anggotanya mengenai pentingnya netralitas, independensi, dan
etika dalam menghadapi pemilu, maka ini dapat menjadi
indikator kurangnya langkah-langkah konkret untuk mencegah
pelanggaran.

Penting untuk mencatat bahwa menjaga netralitas dan


independensi anggota Polri dalam mengawal pemilu adalah kunci
untuk menjaga proses pemilu yang adil dan demokratis. Oleh karena
itu, diperlukan upaya konkret dan tegas untuk mengidentifikasi dan
mengatasi pelanggaran serta untuk memastikan bahwa Polri
beroperasi dengan independen dan netral selama periode pemilu.

C. Metode yang diterapkan dalam mengidentifikasi, mengantisipasi,


dan mengatasi potensi konflik politik yang dapat memicu
ketegangan sosial selama Pemilu 2024
Metode yang diterapkan dalam mengidentifikasi, mengantisipasi,
dan mengatasi potensi konflik politik yang dapat memicu ketegangan
sosial selama Pemilu 2024 saat ini dirasa belum efektif. Salah satu

9
alasan utama kekurangan metode yang ada adalah kurangnya upaya
konkret dalam memahami dan mengatasi akar masalah konflik politik.
Identifikasi potensi konflik cenderung bersifat reaktif daripada proaktif,
seringkali terbatas pada pemantauan media dan pergerakan politik
yang sudah terjadi. Diperlukan pendekatan yang lebih holistik yang
mencakup pendekatan antarbudaya dan sosial, analisis mendalam
terhadap isu-isu yang rentan, dan pengembangan strategi yang
melibatkan semua pemangku kepentingan politik.
Metode yang digunakan saat ini cenderung kurang melibatkan
partisipasi aktif dari masyarakat sipil, organisasi non-pemerintah, dan
kelompok-kelompok advokasi. Masyarakat sipil memiliki peran penting
dalam mendeteksi dini potensi konflik politik, serta membantu
mengatasi konflik dengan cara yang damai dan konstruktif. Oleh
karena itu, perlu adanya upaya lebih lanjut dalam membangun
kemitraan yang kuat antara pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor
swasta untuk menghadapi potensi konflik politik. Dalam menghadapi
Pemilu 2024, perbaikan metode identifikasi, antisipasi, dan
penanganan potensi konflik politik harus menjadi prioritas. Dengan
pendekatan yang lebih holistik dan inklusif, kita dapat mengurangi
risiko konflik politik yang dapat mengganggu ketegangan sosial
selama periode pemilihan.
Kurangnya metode yang diterapkan dalam mengidentifikasi,
mengantisipasi, dan mengatasi potensi konflik politik yang dapat
memicu ketegangan sosial selama Pemilu 2024 dapat tercermin
melalui beberapa indikator berikut:

1. Kurangnya Riset dan Analisis. Ketika pemerintah, lembaga


penelitian, dan kepolisian kurang melakukan riset mendalam
tentang faktor-faktor yang memicu konflik politik, termasuk
penyebaran berita palsu, sentimen berbasis agama atau etnis,
dan isu-isu sensitif lainnya, ini dapat mengindikasikan kurangnya
metode dalam mengidentifikasi potensi konflik.

10
2. Keterbatasan Sumber Daya. Jika pemerintah dan lembaga
terkait memiliki keterbatasan dalam sumber daya manusia dan
teknologi yang diperlukan untuk memantau media sosial, lalu
lintas informasi, dan perkembangan politik secara real-time, ini
dapat menjadi indikasi kurangnya kemampuan untuk
mengantisipasi potensi konflik.

3. Kurangnya Kolaborasi. Ketika tidak ada kolaborasi yang kuat


antara lembaga pemerintah, penegak hukum, pemangku
kepentingan, dan lembaga masyarakat sipil, seperti LSM dan
media, dalam mengatasi potensi konflik politik, ini dapat
menunjukkan kurangnya metode koordinasi yang efektif.

4. Lemahnya Edukasi Publik. Jika tidak ada upaya yang cukup


dalam mendidik masyarakat tentang pentingnya menjaga
perdamaian dan stabilitas selama pemilu, serta bagaimana
mengidentifikasi dan menangani informasi palsu, maka ini dapat
menunjukkan kurangnya metode untuk mengatasi konflik
potensial.

5. Pola Komunikasi yang Tidak Efektif. Jika pemerintah atau


lembaga terkait tidak memiliki strategi komunikasi yang efektif
untuk merespons isu-isu sensitif dan kontroversial yang muncul
selama pemilu, ini dapat mengindikasikan kurangnya metode
dalam mengatasi ketegangan sosial.

6. Ketidaktransparanan. Ketika pemerintah atau lembaga terkait


tidak transparan dalam mengungkapkan informasi terkait pemilu,
proses pemilihan, dan tindakan yang diambil untuk mengatasi
potensi konflik, ini dapat menciptakan ketidakpercayaan dan
ketegangan sosial.

7. Kurangnya Reaksi Cepat. Jika tidak ada mekanisme yang efektif


untuk merespons insiden atau kejadian yang dapat memicu
konflik politik dengan cepat, ini dapat menjadi indikasi bahwa
11
metode yang diterapkan dalam mengatasi potensi konflik masih
kurang efektif.

Penting untuk mencatat bahwa penerapan metode yang lebih


efektif dalam mengidentifikasi, mengantisipasi, dan mengatasi potensi
konflik politik selama Pemilu 2024 adalah kunci untuk menjaga
stabilitas sosial dan integritas demokrasi.

D. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya


Pemilu yang damai dan demokratis serta mendorong partisipasi
aktif dalam proses Pemilu 2024
Peran Polri dalam meningkatkan pemahaman masyarakat
tentang pentingnya Pemilu yang damai dan demokratis serta
mendorong partisipasi aktif dalam proses Pemilu 2024 merupakan hal
yang sangat krusial. Namun, beberapa kendala dan hambatan yang
masih ada telah membuat peran Polri dalam hal ini belum terlaksana
secara efektif. Salah satu kendala utama adalah minimnya akses
informasi yang tepat dan merata kepada seluruh lapisan masyarakat
mengenai proses Pemilu dan pentingnya pemilihan yang damai dan
demokratis. Polri perlu meningkatkan upaya penyuluhan dan
pendidikan politik yang lebih masif, terutama di daerah-daerah yang
terpencil dan kurang terjangkau oleh media mainstream.
Selain itu, diperlukan upaya lebih intensif dalam mendeteksi dan
mengatasi potensi konflik dan kekerasan yang dapat terjadi selama
periode Pemilu. Polri juga perlu meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas dalam menangani kasus-kasus pelanggaran hukum
yang terkait dengan Pemilu agar masyarakat memiliki kepercayaan
yang lebih besar terhadap proses demokratis ini. Dengan langkah-
langkah perbaikan yang tepat, Polri dapat memainkan peran yang
lebih efektif dalam memastikan Pemilu yang damai dan demokratis
serta meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam proses Pemilu
2024.

12
Kurangnya Polri dalam meningkatkan pemahaman masyarakat
tentang pentingnya Pemilu yang damai dan demokratis serta
mendorong partisipasi aktif dalam proses Pemilu 2024 dapat dilihat
dari beberapa indikator berikut:

1. Rendahnya Kampanye Pendidikan Politik. Jika Polri kurang aktif


dalam menggelar kampanye pendidikan politik yang informatif
dan terarah, masyarakat mungkin tidak akan memiliki
pemahaman yang memadai tentang pentingnya Pemilu yang
damai dan demokratis. Kampanye ini perlu mencakup informasi
tentang proses Pemilu, hak dan kewajiban pemilih, serta nilai-
nilai demokrasi.

2. Ketidaktersediaan Sumber Daya Edukasi. Jika Polri tidak


menyediakan sumber daya edukasi, seperti materi pendidikan
politik, seminar, atau lokakarya, ini dapat menghambat upaya
meningkatkan pemahaman masyarakat. Sumber daya ini harus
mudah diakses dan disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat.

3. Rendahnya Transparansi dan Komunikasi. Jika Polri tidak


transparan dalam menjelaskan peran dan tanggung jawab
mereka dalam menjaga Pemilu yang adil dan damai, masyarakat
mungkin tidak akan memahami kontribusi yang sebenarnya dari
Polri dalam proses tersebut. Komunikasi yang buruk atau tidak
cukup juga dapat membuat masyarakat merasa tidak terlibat
dalam proses Pemilu.

4. Keterlibatan Polri dalam Politik. Keterlibatan Polri dalam politik


atau sikap partisanship dapat mengurangi kepercayaan
masyarakat pada institusi kepolisian sebagai penjaga netralitas
Pemilu. Jika masyarakat merasa bahwa Polri tidak netral, ini
dapat mengurangi partisipasi mereka dalam proses Pemilu.

5. Rendahnya Keamanan Selama Kampanye. Jika Polri tidak


berhasil menjaga keamanan selama kampanye Pemilu dan tidak
13
mengatasi potensi konflik atau kekerasan politik, masyarakat
dapat merasa terancam dan enggan berpartisipasi dalam proses
Pemilu.

6. Tingginya Penyebaran Hoaks atau Berita Palsu. Jika Polri tidak


efektif dalam mengatasi penyebaran hoaks atau berita palsu
yang dapat memengaruhi persepsi masyarakat tentang Pemilu,
ini dapat mengurangi pemahaman yang benar tentang proses
tersebut.

7. Rendahnya Kepercayaan Masyarakat. Kepercayaan masyarakat


pada Polri juga dapat menjadi indikator kurangnya efektivitas
dalam meningkatkan pemahaman dan partisipasi masyarakat
dalam Pemilu. Jika masyarakat merasa bahwa Polri tidak dapat
menjaga integritas Pemilu, mereka mungkin akan kehilangan
motivasi untuk berpartisipasi.

Penting bagi Polri untuk mengatasi masalah-masalah ini dan


bekerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya untuk
memastikan bahwa masyarakat memiliki pemahaman yang baik
tentang Pemilu yang damai dan demokratis serta merasa didorong
untuk berpartisipasi aktif dalam proses Pemilu 2024.

E. Mengintegrasikan upaya menghadapi potensi ancaman terhadap


keamanan Pemilu 2024, termasuk serangan siber, peretasan, dan
penyebaran informasi palsu
Integrasi upaya Polri dalam menghadapi potensi ancaman
terhadap keamanan Pemilu 2024, termasuk serangan siber,
peretasan, dan penyebaran informasi palsu, saat ini dirasa belum
efektif. Salah satu kendala utama yang dihadapi adalah kurangnya
koordinasi antara Polri dengan instansi terkait seperti Komisi
Pemilihan Umum (KPU). Meskipun sudah ada kerjasama yang dijalin
antara pihak-pihak ini, namun masih terlihat adanya kesenjangan
dalam hal pertukaran informasi dan koordinasi aksi konkret. Selain itu,

14
kurangnya investasi dalam sumber daya manusia dan teknologi di
Polri menjadi hambatan dalam menghadapi ancaman siber. Serangan
siber semakin canggih dan kompleks, sehingga diperlukan tenaga ahli
yang mumpuni serta peralatan yang mutakhir. Polri perlu
meningkatkan pelatihan dan rekrutmen personel yang berkompeten.
Peretasan dan penyebaran informasi palsu juga masih menjadi
masalah serius. Polri harus lebih proaktif dalam mengidentifikasi
potensi ancaman ini dan memberikan edukasi kepada masyarakat
mengenai bagaimana mengenali berita palsu. Selain itu, perlu ada
kerjasama yang lebih erat dengan platform media sosial dan
perusahaan teknologi untuk mengatasi penyebaran konten yang
merusak. Secara keseluruhan, upaya Polri dalam mengintegrasikan
keamanan Pemilu 2024 masih perlu ditingkatkan, terutama dalam hal
koordinasi, sumber daya manusia, dan teknologi. Dibutuhkan
kerjasama yang lebih efektif dengan pihak terkait dan investasi yang
lebih besar dalam menghadapi ancaman-ancaman yang semakin
kompleks di era digital ini.
Kurangnya integrasi upaya dalam menghadapi potensi ancaman
terhadap keamanan Pemilu 2024, termasuk serangan siber,
peretasan, dan penyebaran informasi palsu, dapat dilihat melalui
beberapa indikator berikut:

1. Kurangnya Koordinasi Antara Instansi Terkait. Jika Polri tidak


efektif dalam mengkoordinasikan upaya mereka dengan
lembaga-lembaga terkait seperti Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Komisi
Pemilihan Umum (KPU), hal ini dapat menghambat respons
yang cepat dan efisien terhadap ancaman penyebaran hoaks.

2. Kurangnya Kemampuan Teknologi. Polri yang belum memiliki


kemampuan teknologi yang memadai dalam mendeteksi,
menganalisis, dan merespons serangan siber dan penyebaran
hoaks secara real-time dapat menjadi indikator kurangnya
integrasi. Ini dapat membuat mereka rentan terhadap ancaman
yang semakin canggih di era digital.
15
3. Kurangnya Rencana Keamanan Terpadu. Jika tidak ada rencana
keamanan terpadu yang mengintegrasikan berbagai aspek
keamanan, termasuk siber, peretasan, dan penyebaran
informasi palsu, maka ini dapat menunjukkan kurangnya upaya
integrasi dalam menghadapi potensi ancaman terhadap Pemilu.

4. Kurangnya Pelatihan dan Pendidikan. Jika personel Polri tidak


mendapatkan pelatihan dan pendidikan yang memadai dalam
menghadapi ancaman siber dan penyebaran hoaks, maka
mereka mungkin tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang
cara mengidentifikasi, mengatasi, dan melacak pelaku ancaman
tersebut.

5. Kurangnya Kerja Sama dengan instansi dan Ahli Keamanan


Siber. Polri yang tidak aktif menjalin kerja sama dengan sektor
swasta dan ahli keamanan siber dapat meremehkan sumber
daya dan pengetahuan tambahan yang dapat digunakan untuk
mengatasi ancaman siber dan penyebaran informasi palsu.

6. Kurangnya Transparansi dan Keterbukaan. Jika Polri tidak


transparan dalam menyampaikan informasi kepada publik
mengenai tindakan yang diambil dalam mengatasi ancaman
terhadap keamanan Pemilu, ini dapat menciptakan
ketidakpercayaan dan kebingungan dalam masyarakat.

7. Kurangnya Pengawasan dan Evaluasi. Tidak adanya


mekanisme pengawasan dan evaluasi yang efektif terhadap
upaya penanggulangan ancaman terhadap keamanan Pemilu
dapat membuat Polri tidak dapat memperbaiki kelemahan dan
kesalahan yang terjadi.

Jika Polri ingin meningkatkan integrasi upaya mereka dalam


menghadapi potensi ancaman terhadap keamanan Pemilu 2024,
mereka perlu memperhatikan indikator-indikator ini dan bekerja sama
dengan berbagai pihak terkait untuk mengatasi tantangan yang ada.

16
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan.
Dalam penulisan laporan penugasan (Lapgas) kelompok ini
sebagai simpulan dapat penulis uraikan sebagai berikut :

1. Kurangnya penanggulangan penyebaran berita palsu (hoaks)


oleh Polri yang berpotensi mengganggu integritas Pemilu 2024
dan mempengaruhi persepsi masyarakat adalah masalah serius
yang memerlukan perhatian lebih lanjut. Berdasarkan indikator
yang telah dibahas, terlihat bahwa masih ada ruang untuk
perbaikan dalam upaya Polri dalam mengatasi hoaks. Upaya ini
krusial untuk menjaga integritas Pemilu dan memastikan
masyarakat memiliki akses kepada informasi yang benar dan
dapat dipercaya.

2. Kurangnya langkah-langkah konkret dalam menjaga netralitas


dan independensi anggota Polri dalam mengawal Pemilu 2024
serta mengatasi pelanggaran oknum anggota Polri adalah
masalah serius yang dapat mengancam integritas proses pemilu
dan mempengaruhi kepercayaan masyarakat. Indikator seperti
keterlibatan Polri dalam kampanye politik, tindakan represif
terhadap kritik politik, kurangnya pengawasan,
ketidaktransparanan pemrosesan pelanggaran, dan kurangnya
pelatihan dan edukasi internal menjadi tanda kurangnya
menjaga netralitas dan independensi.

3. Kurangnya metode yang diterapkan dalam mengidentifikasi,


mengantisipasi, dan mengatasi potensi konflik politik yang dapat
memicu ketegangan sosial selama Pemilu 2024 adalah masalah
serius yang dapat membahayakan stabilitas dan integritas
demokrasi Indonesia. Indikator-indikator seperti kurangnya riset,
keterbatasan sumber daya, pola komunikasi yang tidak efektif,
ketidaktransparanan, dan kurangnya reaksi cepat
menggambarkan kerentanan sistem.
17
4. Kurangnya upaya dari Polri dalam meningkatkan pemahaman
masyarakat tentang pentingnya Pemilu yang damai dan
demokratis serta mendorong partisipasi aktif dalam proses
Pemilu 2024 dapat berdampak negatif pada integritas demokrasi
Indonesia. Beberapa indikator, seperti kurangnya kampanye
pendidikan politik, ketidaktersediaan sumber daya edukasi,
rendahnya transparansi, keterlibatan dalam politik, rendahnya
keamanan selama kampanye, tingginya penyebaran hoaks, dan
rendahnya kepercayaan masyarakat, menggambarkan
tantangan yang harus diatasi oleh Polri.

5. Kurangnya integrasi upaya Polri dalam menghadapi potensi


ancaman terhadap keamanan Pemilu 2024, termasuk serangan
siber, peretasan, dan penyebaran informasi palsu, merupakan
sebuah tantangan serius yang dapat mengancam integritas
pemilihan umum di Indonesia. Faktor-faktor seperti kurangnya
koordinasi, kurangnya kemampuan teknologi, kurangnya
rencana keamanan terpadu, dan kurangnya kerja sama dengan
pihak swasta dan ahli keamanan siber berkontribusi pada
ketidakefektifan ini. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat
dan integritas Pemilu, perubahan dan peningkatan dalam
pendekatan ini diperlukan.

B. Rekomendasi.
Rekomendasi merupakan masukan atau saran kepada
pimpinan / organisasi kesatuan, antara lain :

1. Merekomendasikan agar kiranya meningkatkan kemampuan


teknologi dan analisis data untuk mengidentifikasi sumber dan
penyebar hoaks secara akurat dan cepat dengan perangkat
lunak dan peralatan yang canggih dalam memerangi hoaks.

2. Merekomendasikan agar kiranya membentuk lembaga


pengawas independen yang dapat memantau dan mengawasi
tindakan Polri selama periode pemilu 2024 untuk menerima dan
menangani keluhan terkait pelanggaran anggota Polri.

18
3. Merekomendasikan agar kiranya meningkatkan transparansi
dalam memberikan informasi terkait pemilu, proses pemilihan,
dan tindakan yang diambil untuk mengatasi potensi konflik. Ini
akan membangun kepercayaan masyarakat.

4. Merekomendasikan agar kiranya mengintensifkan upaya


kampanye pendidikan politik yang informatif dan inklusif, dengan
fokus pada pemahaman pentingnya Pemilu yang damai dan
demokratis.

5. Merekomendasikan agar kiranya merumuskan rencana


keamanan terpadu yang mencakup semua aspek keamanan
Pemilu, termasuk siber, peretasan, dan penyebaran informasi
palsu terkait Pemilu 2024.

Lembang, Oktober 2023


Penulis

KELOMPOK POKJAR : IV (EMPAT)

19

Anda mungkin juga menyukai