Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Istilah impetigo berasal dari bahasa Latin yang berarti serangan, dan telah
digunakan untuk menjelaskan gambaran seperti letusan berkeropeng yang biasa
nampak pada daerah permukaan kulit. Ada dua tipe impetigo, yaitu impetigo
bullosa dan impetigo non-bullosa. Impetigo non-bullosa disebut juga impetigo
krustosa atau impetigo kontagiosa.3
Impetigo, yaitu merupakan salah satu bentuk pioderma yang paling sering
menyerang anak-anak, terutama yang kebersihan badannya kurang dan bisa muncul
di bagian tubuh manapun setelah terjadi cidera pada kulit, seperti luka maupun
pada infeksi virus herpes simpleks. Paling sering ditemukan di wajah, lengan dan
tungkai. Pada dewasa, impetigo bisa terjadi setelah penyakit kulit lainnya. Impetigo
bisa juga terjadi setelah suatu infeksi saluran pernafasan atas (misalnya flu atau
infeksi virus lainnya). Sumber infeksi yang sering ditemukan pada anak-anak
adalah berasal dari hewan peliharaan, kuku yang kotor, dan penularan dari teman
sekolahnya. Sedangkan pada orang dewasa, penularan penyakit dapat diperoleh
dari tempat cukur, salon kecantikan, kolam renang dan tertular dari anak.3,4
Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada kulit
yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan
terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut
rokok/api. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering
dijumpai di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Terdapat dua jenis impetigo
yaitu impetigo bulosa yang disebabakan oleh Staphylococcus aureus dan non-
bulosa yang disebabkan oleh Streptococcus-β-hemoliticus.1,2
Faktor predisposisinya yaitu higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh
mengidap penyakit menahun, kurang gizi, keganasan atau kanker dan sebagainya
atau adanya penyakit lain di kulit yang menyebabkan fungsi perlindungan kulit
terganggu.2

1
Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia. Paling sering mengenai
usia 2-5 tahun, umumnya mengenai anak yang belum sekolah, namun tidak
menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita
sama. Di Amerika Serikat, merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada
klinik anak. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak
2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Impetigo nonbullous atau
impetigo krustosa meliputi kira-kira 70% dari semua kasus impetigo. Kebanyakan
kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada negara-negara
yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong lemah
atau miskin.3
Tempat predileksi tersering pada wajah terutama sekitar mulut dan hidung, pada
ketiak, dada serta punggung. Gambaran klinisnya berupa vesikel, bula atau pustul
yang apabila pecah membentuk krusta tebal kekuningan seperti madu atau berupa
koleret di pinggirnya.3,4
Impetigo sangat penting dibahas karena banyak terjadi pada masyarakat pada
umumnya. Diharapkan makalah ini dapat membantu dokter umum dalam
menegakkan diagnosis, mengobati penyakit ini dengan baik dan mengedukasi
pasien dengan benar sehingga penyakit ini tidak menyebabkan komplikasi lain
yang serius.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada kulit
yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan
terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut
rokok/api. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering
dijumpai di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Terdapat dua jenis impetigo
yaitu impetigo bulosa yang disebabakan oleh Staphylococcus aureus dan non-
bulosa yang disebabkan oleh Streptococcus-β-hemoliticus. Dasar infeksinya adalah
kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit.1,4

2.2. Epidemologi
Di Amerika Serikat, kurang lebih 9-10 % dan anak-anak yang datang ke klinik
kulit menderita impetigo. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan adalah sama. Impetigo lebih sering menyerang anak-anak, jenis yang
terbanyak (kira-kira 90%) adalah impetigo bullosa yang terjadi pada anak yang
berusia kurang dan 2 tahun. Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan
lesi (daerah kulit yang terinfeksi). Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai
usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar
70% merupakan impetigo krustosa. Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh
dunia. Paling sering mengenai usia 2-5 tahun, umumnya mengenai anak yang
belum sekolah, namun tidak menutup kemungkinan untuk semua umur dimana
frekuensi laki-laki dan wanita sama. Di Amerika Serikat, merupakan 10% dari
masalah kulit yang dijumpai pada klinik. Kebanyakan kasus ditemukan di daerah
tropis atau beriklim panas serta pada negara-negara yang berkembang dengan
tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong lemah atau miskin.3
Penelitian pada tahun 2005 menunjukkan S. aureus sebagai patogen terbanyak
yang menyebabkan baik impetigo bulosa dan impetigo non bulosa pada Amerika
dan Eropa, sementara itu Streptococcus pyogenes pada negara berkembang.

3
Kebanyakan infeksi bermula sebagai infeksi Streptococcus tetapi kemudian
Staphylococci mengantikan Streptococcus. Selain dapat menyebabkan manifestasi
pyoderm primer dan kulit yang utuh, dapat juga menyebabkan infeksi sekunder
dari penyakit kulit yang ada sebelumnya atau pada kulit yang terkena trauma, yang
disebut dengan dermatitis impetigenisata. Impetigo jarang berkembang menjadi
infeksi sistemik, walaupun post streptococcal glomerulonepritis yang merupakan
komplilkasi pada infeksi GABHS dapat terjadi walaupun jarang. Pasien dapat lebih
jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah rnenggaruk lesi. Infeksi
seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat penitipan anak dan
juga pada tempat dengan higiene yang buruk atau tempat tinggal yang padat
penduduk.2

2.3. Etiologi
Organisme penyebab adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus-β-
hemoliticus grup A (dikenal dengan Streptococcus pyogenes), atau kombinasi
keduanya. Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman
ditemukan bersamaan, maka infeksi Streptococcus merupakan infeksi penyerta.
Kuman S. pyogenes menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian
menyebar ke mukosa saluran napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal
dengan kolonisasi kuman pada mukosa nasal dan baru dapat ditemukan pada isolasi
kuman di kulit pada sekitar 11 hari kemudian.
Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah kulit yang
terinfeksi). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain
setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah
atau tempat penitipan anak dan juga pada tempat dengan higiene yang buruk atau
tempat tinggal yang padat penduduk.

2.4. Faktor Predisposisi


Faktor-faktor pencetus terjadinya Pioderma, antara lain:
a. Higiene yang kurang;

4
b. Menurunnya daya tahan tubuh; misalnya karena kekurangan gizi, anemia, atau
penyakit-penyakit tertentu seperti penyakit kronis, neoplasma ganas, dan
diabetes mellitus
c. Telah ada penyakit lain di kulit; karena terjadi kerusakan di epidermis, maka
fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu.2

2.5. Klasifikasi Impetigo


Terdapat dua bentuk dari impetigo, yaitu:
1. Impetigo Krustosa (impetigo kantagiosa, impetigo vulgaris, impetigo Tilibury
Fox)
Impetigo krustosa, disebabkan biasanya oleh Streptococcus-β-hemoliticus.
Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat predileksi di muka,
yakni sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah
tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga
jika pendenita datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning
seperti madu. Jika krusta dilepaskan akan tampak erosi dibawahnya, krusta sering
menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.
Komplikasinya glomerulonefritis (2-5%), yang disebabkan oleh serotipe
tertentu. Diagnosis bandingnya adalah Ektima. Pengobatan yang dipakai jika krusta
sedikit, lepaskan krusta dan diberi antibiotik. Jika krusta banyak, diberikan
pengobatan antibiotik sistemik.1,4

Gambar 2.1. Impetigo Krustosa

5
Gambar 2.2. Impetigo Krustosa

2. Impetigo Bulosa (Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet)


Impetigo bulosa biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, keadaan
umum tidak dipengaruhi, dengan predileksi di daerah ketiak, dada, punggung.
Sering bersama-sama miliaria, terdapat pada anak dan orang dewasa. Kelainan
kulit berupa eritema, bula dan hula hipopion. Kadang-kadang saat datang berobat,
vesikel/bula sudah memecah sehingga yang tampak hanyalah koleret dan dasarnya
masih eritematosa. Diagnosis banding dan impetigo ini adalah dermatofitosis (jika
sudah pecah dan tampak koleret).
Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah sebelumnya terdapat lepuh. Jika
ada, diagnosisnya adalah impetigo bullosa. Pengobatannya jika hanya terdapat
beberapa vesikel bula ditangani dengan cara memecahkan bula, lalu berikan salep
antibiotik atau cairan antiseptik. Jika bula vesikel banyak maka berikan pula
antibiotic sistemik.1,4

Gambar 2.2. Impetigo Bullosa

6
2.6. Patofisiologi Impetigo
Infeksi Staphylococcus aureus atau Streptococcus-β-hemoliticus Group A
dimana kita ketahui bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit berkat
kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan
dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut
adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai
enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase,
eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan
enterotoksin. Bakteri Staphylococcus menghasilkan racun yang dapat
menyebabkan impetigo menyebar ke area lainnya. Toxin ini menyerang protein
yang membantu mengikat sel-sel kulit. Ketika protein ini rusak, bakteri akan sangat
cepat menyebar. Enzim yang dikeluarkan oleh Staphylococcus akan merusak
struktur kulit dan adanya rasa gatal dapat menyebabkan terbentuknya lesi pada
kulit.
Rasa gatal dengan lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1-2 mm,
kemudian berubah menjadi bula atau vesikel. Pada Impetigo kontagiosa awalnya
berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat dengan
diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm. Lesi papul segera menjadi vesikel atau
pustul (papula yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah
dan menjadi papul dengan keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket
yang berukuran <2cm dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan
disekelilingnya, sekret seropurulen kuning kecoklatan yang kemudian mengering
membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta
terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret, sehingga krusta akan kembali
menebal. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyembuh di bagian tengah.
Kemudian pada impetigo bullousa, bula timbul secara tiba-tiba pada kulit yang
sehat dari plak (penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-
5cm, pada daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor), bervariasi dari miliar
sampai lentikular dengan dinding yang tebal, dapat bertahan selama 2 sampai 3
hari. Bila pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna coklat, datar dan tipis.
2,4

7
2.7. Gejala Klinis
Impetigo dapat timbul sendiri (primer) atau komplikasi dan kelainan lain
(sekunder) baik penyakit kulit (gigitan binatang, vanisela, infeksi herpes simpleks,
dermatitis atopi) atau penyakit sistemik yang menurunkan kekebalan tubuh
(diabetes melitus, HIV).3

a. Impetigo Bulosa
 Vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter <0,5cm) yang timbul sampai
bulla (gelembung berisi cairan berdiameter >0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit
yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel
berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh.
 Atap dan bulla pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya.
Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan
memperlihatkan dasar yang merah dan basah.
 Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh.
 Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat
menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain.
 Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti
tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher.
 Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi.
 Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare.
Jarang sekali disetai dengan infeksi sendi atau tulang.2,4

b. Impetigo Krustosa
 Awalnya berupa wama kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan
padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm.
 Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna
keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan
keropeng/koreng berwarna kuning madu dan lengket yang berukuran <2cm
dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya.

8
 Lesi muncul pada kulit normal atau kulit yang kena trauma sebelumnya atau
mengikuti kelainan kulit sebelumnya (skabies, vasisela, dermatitis atopi) dan
dapat menyebar dengan cepat.
 Lesi berada sekitar hidung, mulut dan daerah tubuh yang sering terbuka (tangan
dan kaki).
 Kelenjar getah bening dapat membesar dan dapat nyeri.
 Lesi juga menyebar ke daerah sekitar dengan sendirinya (autoinokulasi)
 Jika dibiarkan tidak diobati maka lesi dapat menyebar terus karena tindakan diri
sendiri (digaruk lalu tangan memegang tempat lain sehingga mengenai tempat
lain).
 Lalu dapat sembuh dengan sendirinya dalarn beberapa minggu tanpa jaringan
parut.
 Walaupun jarang, bengkak pada kaki dan tekanan darah tinggi dapat ditemukan
pada orang dengan impetigo krustosa sebagai tanda glomerulonefritis (radang
pada ginjal) akibat reaksi tubuh terhadap infeksioleh kuman Streptococcus
penyebab impetigo.2,4

2.8. Diagnosis banding


 Lupus eritematosa bullosa: lesi vesikel dan bula yang menyebar dapat gatal,
seringkali melibatkan bagian atas badan dan daerah lengan.
 Pemfigus bulosa: vesikel dan bula timbul cepat dan gatal menyeluruh,
dengan plak urtikaria.
 Herpes simplex: vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah
menjadi lecet dan tertutup krusta, biasanya pada bibir dan kulit.
 Pemfigus vulgaris: bulla yang tidak gatal, ukuran bervariasi dari 1 sampai
beberapa sentimeter, muncul bertahap dan menjadi menyeluruh
penyembuhan dengan hiperpigmentasi (warna kulit yang lebih gelap dan
sebelumnya).
 Varisela: vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke
tangan kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat
pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama.

9
 Dermatitis atopi: keluhan gatal yang berulang atau berlangsung lama
(kronik) dan kulit yang kering; penebalan pada pada lipatan kulit terutama
pada dewasa (likenifikasi); pada anak seringkali melibatkan daerah wajah
atau tangan bagian dalam.
 Dermatitis kontak: gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan zat-zat
yang mengiritasi.
 Ektima: lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus (luka dengan dasar dan
dinding) dapat menetap selama beberapa minggu dan sembuh dengan
jaringan parut bila infeksi sampai jaringan kulit dalam (dermis).1,4

2.9. Pemeriksaan Penunjang


Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan, atau pada
suatu daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang kurang
berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Pewarnaan gram
Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutropil dengan
kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok.
 Kultur cairan
Pada pemeriksaan ini umumnya akan mengungkapkan adanya
Streptococcus aureus, atau kombinasi antara Streptococcus pyogenes
dengan Streptococcus-β-hemoliticus grup A (GABHS), atau kadang-
kadang dapat berdiri sendiri.
b. Pemeriksaan Lain
 Titer anti-streptolysin-O (ASO), mungkin akan menunjukkan hasil positif
lemah untuk Streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.
Streptozyme, menunjukkan hasil positif untuk Streptococcus, tetapi
pemeriksaan ini jarang dilakukan.
 Pemeriksaan kultur dan sensitifitas bakteri.4

10
2.10. Terapi
Tujuan pengobatan impetigo adalah menghilangkan rasa tidak nyaman dan
memperbaiki kosmetik dan lesi impetigo, mencegah penyebaran infeksi ke orang
lain dan mencegah kekambuhan.
a. Penatalaksanaan Farmakologis
Syarat pengobatan yang baik adalah pengobatan harus efektif, tidak mahal dan
memiliki sedikit efek samping. Antibiotik topikal (lokal) menguntungkan karena
hanya diberikan pada kulit yang terinfeksi sehingga meminimalkan efek
samping. Kadangkala antibiotik topikal dapat menyebabkan reaksi sensitifitas
pasa kulit orang-orang tertentu. Pada lesi yang terlokalisir maka pemberian
antibiotik topikal diutamakan. Karena antibiotik topikal sama efektifnya dengan
antibiotik oral. Pilihan antibiotik topikal adalah mupirocin 2% atau asam fusidat.
Antibiotilc oral disimpan untuk kasus dimana pasien sensitif terhadap antibiotik
topikal, lesi lebih luas atau dengan penyakit penyerta yang berat. Penggunaan
disinfektan topikal tidak direkomendasikan dalam pengobatan impetigo. Obat
topikal yang diberikan mupirocin 2% diberikan di kulit yang terinfeksi 3x sehari
selama 3 sampai 5 hari. Antibiotik oral yang dapat diberikan adalah Amoxicillin
dengan asam klavulanat; cefuroxime;cephalexin; dieloxacillin; atau eritromicin
selama 10 hari.4

2.11. Komplikasi
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua minggu walaupun tidak
diobati. Kómplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi pada
1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan
antibiotik. Gejala berupa bengkak tekanan darah tinggi, terdapat urin seperti warna
teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi
muncul.1

2.12. Pencegahan
Kebersihan sederhana dan perhatian dapat mencegah timbulnya impetigo.
Seseorang yang sudah terkena impetigo atau gejala-gejala infeksi/peradangan
Streptococcus-β-hemoliticus grup A (GABHS) membuthkan perawatan medik dan

11
jika perlu dimulai dengan pemberian antibiotik secepat mungkin untuk mencegah
menyebarnya infeksi ke orang lain. Penderita impetigo harus diisolasi dan dicegah
agar tidak terjadi kontak dengan orang lain minimal dalam 24 jam setelah
pemberian antibiotik.
Adapun pencegahan yang harus di lakukan yaitu:
1. Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan
pasien, terutama apabila terkena luka.
2. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita.
3. Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan
pada orang lain, setelah digunakan pasien.
4. Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun
dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif).
5. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap
pendek dan bersih.
6. Jauhkan diri dari orang dengan impetigo.
7. Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang
lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pe
ngering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
8. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang
terinfeksi dan cuci tangan setelah itu.4

2.13. Prognosis
Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan pengobatan
yang teratur, meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti glomerulonefritis
dan lain-lain. Lesi mengalami perbaikan setelah 7-10 hari pengobatan.4

12
BAB III
KESIMPULAN

Impetigo merupakan pioderma superfisialis yang terbatas pada epidermis.


Impetigo terbagi atas 2 bentuk yaitu impetigo krustosa dan impetigo bulosa.
Impetigo krustosa merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana, menyerang
epidermis dengan gambaran yang dominan ialah krusta. Diagnosis dapat
ditegakkan berdasarkan gambaran klini dari lesi. Penatalaksanaan dapat dilakukan
dengan melakukan perawatan diri, pengobatan sistemik dan topikal.
Pengenalan klinis dari impetigo tidaklah sulit karena biasanya memberikan
gambaran yang khas dan umumnya terjadi pada anak. Pemeriksaan penunjang tidak
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosa, akan tetapi dapat dilakukan pada
pasien yang tidak respon setelah mendapat pengobatan, sehingga dapat dilakukan
kultur dan tes sensitivitas
Terapi umumnya berupa medikamentosa dan non medikamentosa dengan
prinsip tetap menjaga higiene tubuh penderita agar tidak mudah terinfeksi penyakit
kulit. Prognosis umumnya baik. Impetigo umumnya sembuh tanpa penyulit dalam
2 minggu apabila diobati secara teratur. Komplikasi berupa radang ginjal pasca
infeksi Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini
tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotik. Pengobatan utama pada impetigo
adalah pemberian antibiotik topikal. Pemberian antibiotik sistemik umumnya tidak
dianjurkan kecuali lesi sangat luas. Dari beberapa literatur dikatakan antibiotik
topikal yang paling baik diberikan pada impetigo adalah mupirocin 2% dan asam
fusidat 2% selama 3 sampai 5 hari. Antibiotik sistemik yang dapat diberikan adalah
amoksisilin/clavulanate (augmentin) 3 x 250-500 mg sehari selama 10 hari.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-4. Jakarta: FKUI.
2. Arthur Rook, D.S. Wilkinson, F.J.G Ebling. 1979. Impetigo. Textbook of
Dermatology. Edisi ke-3, Vol 2, Hal 338-341.
3. Freedberg , Irwin M. (Editor), Arthur Z. Eisen (Editor), Klauss Wolff
(Editor), K. Frank Austen (Editor), Lowell A. Goldsmith (Editor), Stephen
Katz (Editor). Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine (Two Vol.
Set). 6th edition (May 23, 2003): By McGraw-Hill Professional.
4. Siregar, R.S, 2005. Atlas Berwama Saripati Penyakit Kulit. Edisi Kedua.
Jakarta: EGC. Hal. 45-49.

14

Anda mungkin juga menyukai