Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nurul Azizah

NIM : P27838123085

1. LATAR BELAKANG

Bell’s palsy merupakan otot wajah yang mengalami kelumpuhan sehingga menyebabkan
salah satu sisi wajah tampak tidak simetris. Bell’s palsy salah satu kasus terbanyak dari
kelumpuhan pada perifer wajah unilateral di dunia. Insidensinya adalah sebesar 20-30 kasus dari
100.000 orang. Kelumpuhan saraf wajah pada Bell’s palsy tidak diketahui dengan pasti
penyebabnya hingga saat ini. Kondisi ini menyebabkan ketidakmampuan penderita
menggerakkan separuh wajahnya secara sadar (volunter) pada sisi yang sakit. Terapi yang
dilakukan selama ini adalah untuk meningkatkan fungsi saraf wajah dan proses penyembuhan
(Mujaddidah, 2017). Kontroversi banyak terjadi pada modalitas terapi yang dipakai, Hal ini
menjadikan kesamaan persepsi mengenai perawatan Bell’s palsy belum ada. nonfarmakologis
dan farmakologis adalah terapi yang dokter berikan dapat berupa Pengobatan bell’s palsy yang
tidak cukup hanya dengan obat-obatan (farmakologis) mendorong terapis agar menggunakan
modul terapi sebagai sarana pelengkap untuk menyempurnakan pengobatan pada pasien bell’s
palsy. Teknologi fisioterapi yang dapat diaplikasikan kepada pasien bell’s palsy antara lain (1)
Infrared, (2) Electrical stimulation, (3) Mirror exercise. Terapi infrared yang biasanya digunakan
adalah dengan memanfaatkan energi panas yang dihasilkan oleh farinfrared (infrared lamp).

Dalam beberapa tahun terakhir, marak penggunaan near-infrared sebagai terapi


kecantikan. Penulis tertarik untuk menerapkan penggunaan near-infrared ini sebagai pengobatan
untuk terapi bell’s palsy. Near-infrared adalah radiasi elektromagnetik yang mempunyai panjang
gelombang 750nm-1500nm. berdasarkan penelitian, near-infrared dapat menembus kulit lebih
dalam dan mempunyai efek vasodilatasi (memperbesar pembuluh darah) yang akan membuat
peredaran darah lebih lancar dan saraf bisa terobati (Walski et al., 2019).

LED Near-infrared memiliki panjang gelombang 850 nm, sedangkan LED berwarna
merah hanya memiliki panjang gelombang 650 nm(Civilization et al., 2021). Perbedaan panjang
gelombang ini membuat Near-infrared dapat mencapai kedalaman wajah di antara dermis dan
hipodermis, sedangkan LED yang berwarna merah hanya mampu mencapai epidermis(Barolet,
2008). Hal ini membuat radiasi yang dihasilkan oleh LED nearinfrared dapat memiliki efek
stimulasi pada penyembuhan saraf dan juga memperlancar peredaran darah.

Pada penelitian sebelumnya, karena LED berwarna merah tidak bisa memiliki efek terapi,
maka dalam penelitian hanya menguji suhu menggunakan termometer saja, pembuatan modul
simulasi terapi bell’s palsy sudah dilakukan oleh Mhd. Hestu Azhim (2017) dan Aul Muta’al
(2019) dengan menggunakan LED berwarna merah, tetapi ternyata dalam pemanfaatannya untuk
terapi belum efektif(Civilization et al., 2021).

Penggunaan lampu far infrared dapat berbahaya bagi pasien jika jarak tidak sesuai karena
far infrared menghasilkan panas yang bisa membakar kulit, dan terutama dapat menyebabkan
radiasi yang berbahaya bagi mata. Dengan pemakaian topeng near infrared bagi wajah
diharapkan terapi tidak membahayakan kulit dan mata pasien. Dalam pemakaian dosis efektif
yaitu 4 J/cm² berdasarkan penelitian pemanfaatan LED pada penyembuhan luka pada tikus
dengan penyakit diabetes dan penggunaan waktu 30 menit berdasarkan penelitian terapi yang
menyebutkan bahwa terapi yang efektif adalah 30 menit (Whelan et al., 2003).

Jadi penulis ingin menciptakan modul terapi menggunakan LED near-infrared dilengkapi
dengan penyimpanan data pasien dengan harapan terapi lebih aman dan dapat mempercepat
penyembuhan pasien serta mempermudah terapis. Pada topeng near-infrared, terdapat pengujian
nilai daya radiasi yang diukur dengan photometer dan menghasilkan nilai daya radiasi dengan
satuan W/m²(Civilization et al., 2021). Dalam setiap tindakan terapi, terapis akan menanyakan
kepada pasien tentang keluhan terbaru dan mencari data historis keluhan serta pengobatan yang
telah didapatkan pasien untuk menentukan perawatan yang akan dipakai pada terapi tersebut.
untuk mencari data terapi pasien dinilai kurang efektif karena memakan waktu yang cukup lama,
hal ini yang menyebabkan penulis ingin membuat suatu web interface yang bisa menyimpan data
pasien dan data terapi pasien, jadi historis data tersebut dapat mempermudah dan mempercepat
terapis dalam meninjau ulang keluhan dan evaluasi dari terapi sebelumnya ketika akan
melakukan jadwal terapi berikutnya(Civilization et al., 2021).
Barolet, D. (2008). Light-Emitting Diodes (LEDs) in Dermatology. Seminars in Cutaneous
Medicine and Surgery, 27(4), 227–238. https://doi.org/10.1016/j.sder.2008.08.003

Civilization, I., TEMA 19, & Domenico, E. (2021). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢


者における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title.

Mujaddidah, N. (2017). Tinjauan Anatomi Klinik dan Manajemen Bell’s Palsy. Qanun Medika -
Medical Journal Faculty of Medicine Muhammadiyah Surabaya, 1(02), 1–11.
https://doi.org/10.30651/qm.v1i02.634

Walski, T., Dąbrowska, K., Drohomirecka, A., Jędruchniewicz, N., Trochanowska-Pauk, N.,
Witkiewicz, W., & Komorowska, M. (2019). The effect of red-to-near-infrared (R/NIR)
irradiation on inflammatory processes. International Journal of Radiation Biology, 95(9),
1326–1336. https://doi.org/10.1080/09553002.2019.1625464

Whelan, H. T., Buchmann, E. V., Dhokalia, A., Kane, M. P., Whelan, N. T., Wong-Riley, M. T.
T., Eells, J. T., Gould, L. J., Hammamieh, R., Das, R., & Jett, M. (2003). Effect of NASA
light-emitting diode irradiation on molecular changes for wound healing in diabetic mice.
Journal of Clinical Laser Medicine and Surgery, 21(2), 67–74.
https://doi.org/10.1089/104454703765035484

Anda mungkin juga menyukai