Anda di halaman 1dari 19

KAJIAN HERMENEUTIK DALAM CERPEN DILARANG

MENYANYI DI KAMAR MANDI KARYA SENO GUMIRA


AJIDARMA
Kristanti
Pendidikan Bahasa Indonesia-Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
flowerapregio.tk@gmail.com

Abstract: Literary work is one of the author’s thoughts that raises sosial phenomena that
accur in society. Existing literary work require interpretations from their readers so thar
can get benefits and entertaiment. This study aims to analyze to the story “Forbidden to
Singing in the Bathroom by Seno Gumira Ajidarma. The method used a quantitative
descriptive approach and hermeneutic approach. The author reads it repeatedly and the
analyzes and records words, sentence, exspressions containing hermeneytics which are
the subject of study. After the data is collected, the data is analyzed by identifying the
hiddeng meanings containded in the quotations. The short storry teaches the importance
of manaining good manners in a newly recognized culture and culture so as not to cause
misunderstandings so that is far from social inequality.

Keywords: short story literary works, hermeneutics, It is Forbidden to Singing in the


Bathroom.

Abstrak: Karya sastra merupakan salah satu hasil pemikiran penulis yang mengangkat
fenomena sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Karya-karya sastra yang ada
memerlukan penafsiran-penafsiran dari pembacanya sehingga pembaca dapat
memperoleh manfaat dan hiburan. Penelitian ini bertujuan menganalisis cerpen Dilarang
Menyanyi di Kamar Mandi karya Seno Gumira Ajidarma menggunakan kajian
hermeneutika. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif dan pendekatan hermeneutik. Penulis membaca berulang-
ulang kemudian menganalisis dan mencatat kata, kalimat, ungkapan yang mengandung
hermeneutik yang menjadi bahan kajian.Setelah data terkumpul, data tersebut dianalisis
dengan jalan mengidentifikasi makna-makna tersembunyi yang terdapat dalam kutipan.
Cerpen tersebut mengajarkan pentingnya menjaga sopan santun dalam kultur dan
budaya yang baru dikenal agar tidak menimbulkan kesalahpahaman sehingga jauh dari
ketimpangan sosial.

Kata kunci: karya sastra cerpen, hermeneutik, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi

Karya sastra merupakan salah satu buah pemikiran penulis yang

dapat dinikmati, dimaknai, dan menjadi sarana hiburan bagi pembaca.

Karya sastra yang lahir tersebut dapat berupa karya imajinatif penulis atau

peristiwa-peristiwa nyata penulis yang dinarasikan. Karya sastra dapat

berupa ungkapan perasaan manusia yang bersifat pribadi, seperti

pengalaman hidup, perasaan, gagasan, semangat, dan keyakinan yang


tergambar melalui lukisan kisah yang dinyatakan dalam bentuk tulisan

dengan media bahasa. Walaupun mengandung nilai imajinatif, tetapi

karya sastra yang tercipta tidak pernah terlepas dari pengalaman atau

permasalahan-permasalahan yang ada dalam kehidupan manusia atau

masyarakat. Dengan kata lain, sastra merupakan tiruan realitas penulis

atau yang biasa disebut dengan mimesis.

Sumardjo (1994) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan

pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, ide, semangat,

keyakinan dalam bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona

dengan alat bahasa. Menurut Faruk (2021:12), sastra telah menjadi

bagian bagi pengalaman batin manusia yang diekspresikan ke dalam

bentuk karya sastra. Setiap karya sastra memiliki karakteristik masing-

masing, bergantung pada bagaimana pengarang dapat merangkai cerita

atau pengalaman yang dibangun. Penggunaan gaya bahasa menjadi daya

tarik tersendiri bagi peminat karya sastra. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa karya sastra yang ada tidak dapat terlepas dari

pengaruh besar karakter, kondisi sosial, atau pengalaman pengarang.

Hal tersebut menunjukkan bahwa karya-karya sastra yang ada

memerlukan penafsiran-penafsiran dari pembacanya. Penafsiran-

penafsiran tersebut sangat diperlukan agar dapat menangkap makna yang

hendak pengarang sampaikan. Untuk dapat membuat penafsiran-

penafsiran tersebut, diperlukan pemahaman teori yang sesuai sehingga


dapat digunakan sebagai dasar atau acuan untuk memahami makna yang

terkandung di dalam sebuah karya sastra.

Menurut Horace melalui Darma (2019: 9), karya seni yang baik,

termasuk sastra selalu memenuhi dua butir kriteria, yaitu dulce et utile.

Artinya, sastra yang baik mampu memberikan rasa nikmat dan memiliki

kegunaan atau manfaat. Kenikmatan tersebut hanya dapat dimiliki

pembaca yang bermutu. Selain itu, sastra dapat memberikan manfaat

berupa kekayaan batin, moral, maupun wawasan hidup (insight info life).

Penelitian sebelumnya dilakukan Zaini (2018) dengan judul

Religiositas Hamka dalam Novel di bawah Lindungan Ka’bah Perspektif

Hermeneutik Schleiermacher. Metode dalam penelitian Zaini adalah

menghadirkan teks dengan makna bahasanya, setelah itu mencari 9

makna teks tersebut dengan mencari tahu korelasi teks dengan yang

lainnya, keadaan sosio historisnya maupun segala sesuatu yang melatar

belakangi timbulnya teks novel tersebut. Selanjutnya setelah mengetahui

makna teks dengan berbagai hal yang melatarbelakangi munculnya teks,

dilanjutkan dengan mengkontekstualkan teks tersebut pada masa

sekarang.

Penelitian mengenai kajian hermeneutik lainnya juga pernah

dilakukan Syamsiah dan Marita (2011) Kajian Sastra dengan Pendekatan

Hermeneutik dalam Novel Canting Karya Arswendo Atmowiloto. Hasil

penelitian itu merupakan interpretasi novel Canting Karya Arswendo


Atmowiloto. Hasil dari penelitian novel Canting memaparkan bagaimana

simbol budaya dan perkembangan ekonomi dalam keluarga keraton.

Hermeneutik secara istilah berasal dari bahasa Yunani

hermeneuein, yang berarti menafsirkan. Kata hermeneuein sangat

berkaitan erat dengan nuansa zaman Yunani kuno. Di Yunani ada

seorang tokoh yang bernama Hermes yang ditugaskan sebagai pembawa

pesan untuk disampaikan kepada manusia, pesan yang dibawa

merupakan risalah dari Dewa-dewa yang ditujukan kepada manusia.

Sebelum Hermes menyampaikan pesan dari Dewa-dewa, maka Hermes

harus menafsirkan pesan tersebut kedalam bahasa manusia, Hermes

melakukan hal tersebut agar tidak terjadi kesenjangan interaksi antar

manusia. Dari sejarah lahirnya hermeneutika sebagai ilmu tentang

penafsiran memberikan pemahaman bahwa tujuan dari interpretasi yang

dilakukan oleh Hermes adalah untuk mencegah terjadinya

kesalahpahaman komunikasi terhadap makna

Hermeneutik menjadi unsur yang penting untuk dapat memahami

atau memaknai sebuah karya sastra. Menurut Palmer (2005: 8),

hermeneutik diartikan sebagai sebuah kajian ilmu atau studi pemahaman

yang teks. Pemahaman yang dimaksud adalah pemaknaan terhadap

sebuah teks. Hal tersebut menunjukkan bahwa hermeneutik merupakan

sebuah kajian yang dapat menguraikan sebuah makna terpendam atau

tersembunyi yang terkandung dalam sebuah teks.


Menurut Wolf (melalui Palmer 2005: 96), menyatakan bahwa

hermeneutika merupakan sesuatu yang praktis, sebuah bentuk

kebijaksanaan untuk mempertemukan problem-problem spesifik

interpretasi. Perkembangan hermeneutika sebagai ilmu interpretasi

melahirkan pakar teori yang menawarkan berbagai metode dalam

melakukan interpretasi terhadap sebuah teks, tergantung konteks lahirnya

teori atau metode penafsiran tersebut.

Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi karya Seno Gumira Ajidarma

merupakan sebuah kumpulan cerpen yang memuat 12 cerpen dan

diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Subentra Citra Pustaka, Jakarta

pada tahun 1995. Kumpulan cerpen tersebut berhasil mendapat

penghargaan Hadiah Sastra Asia Tenggara (South East Asia Write

Award) dan penghargaan dari Putra Mahkota Kerajaan Thailand. Dilarang

Menyanyi di Kamar Mandi menceritakan bagaimana hebatnya suara

nyanyian seorang perempuan yang menimbulkan keresahan di suatu

perkampungan.

Karya tersebut terbit lagi sebagai edisi kedua dan terdapat

perubahan. Perubahan tersebut berupa tambahan, yaitu sebuah prosa

sama yang berasal dari skenario film televisi dengan judul yang sama.

Ajidarma dalam catatan penulis di bukunya (2006: 7), menyatakan bahwa

judul tersebut mendapat pengaruh dari judul sebuah komposisi musik,

Jangan Bertepuk dalam Toilet karya Franki Raden. Cerpen karya SGA

tersebut tidak menang dalam lomba penulisan cerpen, tetapi termasuk ke


dalam cerpen yang terpilih untuk kemudian dipublikasikan. Namun,

ternyata judul Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi dianggap terlalu

panjang dan tersensor menjadi Kamar Mandi. Penggunaan kata “dilarang

menyanyi” ada kemungkinan juga dianggap memiliki makna yang sensitif.

METODE

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan deskriptif kualitatif dan pendekatan hermeneutik. Metode

kualitatif lebih menekankan pada pengamatan fenomena dan lebih

meneliti ke substansi makna dari fenomena tersebut. Analisis dan

ketajaman penelitian kualitatif sangat berpengaruh pada kekuatan kata

dan kalimat yang digunakan. Fokus dari penelitian kualitatif adalah pada

proses dan pemaknaan hasilnya. Menurut Mc Cusker, K., & Gunaydin, S.

(2015) melalui Ardianto (1999: 2), metode kualitatif digunakan untuk

menjawab pertanyaan tentang “apa (what)”, “bagaimana (how)”, atau

“mengapa (why)” atas suatu fenomena. Sedangkan hermeneutika adalah

sebuah metode untuk memahami teks yang diuraikan dan diperuntukkan

bagi penelaahan teks karya sastra. Hermeneutika cocok untuk membaca

karya sastra karena dalam kajian sastra, apapun bentuknya, berkaitan

dengan interpretasi atau penafsiran. Seno ingin mengangkat potret

kehidupan yang terjadi di pemukiman itu. Kejadian yang kelihatannya

sepele dapat menjadi keresahan sosial suatu kampung karena

kemungkinan orang untuk berinteraksi sangat besar.


Menurut Schleiermacher, pemahaman hermeneutika terbagi atas

dua pokok penting, yaitu teks dan bahasa. Bahasa dipakai sebagai

elemen penting hermeneutika. Bahasa dan kebudayaan memiliki

keterkaitan yang sangat erat sehingga memahami suatu bahasa berarti

juga berupaya memahami kebudayaan, terutama faktor-faktor yang

berkaitan dengan kebudayaan tersebut. Schleiermacher menawarkan dua

bentuk interpretasi, yaitu interpretasi gramatikal dan interpretasi psikologi.

Menurutnya, interpretasi gramatikal interpretasi yang memusatkan

kajiannya pada sistem kebahasaan. Dengan kata lain. Suatu kata

ditentukan lewat makna fungsionalnya dan makna kalimat ditentukan oleh

arti satu per satu kata yang membentuk kalimat tersebut. Interpretasi

gramatis digunakan dalam penelitian ini untuk mengkaji cerpen Dilarang

Menyanyi di Kamar Mandi, yaitu dengan menginterpretasikan bagian-

bagian kalimat kemudian mendeskripsikan makna secara menyeluruh

esuai dengan interprestasi bagian kalimat. Sedangkan interpretasi

psikologis merupakan interpretasi yang berfokus pada aspek kejiwaan

manusia. Pada hakikatnya, teks bukanlah suatu ungkapan langsung, akan

tetapi sesuatu yang terformulasikan melalui bahasa.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Biografi Penulis

Seno Gumira Ajidarma adalah seorang cerpenis, esais, wartawan,

pekerja teater dan ilmuwan sastra Indonesia yang lahir di Boston, Amerika
Serikat pada 19 Juni 1958, tetapi besar di Yogyakarta. Ayahnya adalah

seorang guru besar di Fakultas MIPA, Prof. MSA Sastroamidjojo dan

ibunya seorang dokter spesialis penyakit dalam, Poestika Kusuma Sujana.

Setelah lulus SMP, awalnya Seno tidak mau melanjutkan studinya

karena mengembara mencari ilmu ke Jawa Barat, Sumatera, dan Medan.

Namun, setelah tiga bulan berkelana, ia kehabisan uang dan mamanya

membelikan tiket pulang. Seno pun melanjutkan sekolah di SMA Santo

Thomas. Komunitas yang diikutinya adalah komunitas-komunitas anak

jalan di Malioboro dan mengikuti teater Alam selama dua tahun.

Kemudian, ia melanjutkan kuliah di Lembaga Pendidikan Kesenian

Jakarta (LPKJ) tahun 1977. Pada tahun 2000, ia menyelesaikan studi di

Magister Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia dan lima tahun kemudian ia

menyelesaikan Doktor Ilmu Sastra, Universitas Indonesia. Pada usia 19

tahun, Seno bekerja sebagai wartawan, menikah dengan Ikke Susilowati

(1981) dan dikaruniai seorang anak bernama Timur Angin.

Beberapa buku karyanya adalah Atas Nama Malam, Wisanggeni—

Sang Buronan, Sepotong Senja untuk Pacarku, Biola Tak Berdawai, Kitab

Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, dan Negeri Senja.

Selain itu, beberapa karya cerpennya dimuat di banyak media massa.

Cerpen-cerpennya yang pernah dimuat diantaranya, Pelajaran

Mengarang yang terpilih menjadi cerpen terbaik Kompas pada tahun

1993. Buku kumpulan cerpennya antara lain, Manusia Kamar (1988),

Penembak Misterius (1993), Saksi Mata (1994), Dilarang Menyanyi di


Kamar Mandi (1995), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (1996), Iblis Tak

Pernah Mati (1999), Dunia Sukab (2001), Sepotong Senja untuk Pacarku

(2002), Negeri Senja (2003), Linguae (2007), Aku Kesepian, Sayang, dan

Datanglah Menjelang Kematian (2020). Sementara karya novel lainnya,

Matinya Seorang Penari Telanjang (2000).

Seno juga pernah mendapatkan penghargaan Sea Write Award

pada tahun 1987 dan memperoleh Dinny O’Hearn Prize for Literary

karena cerpennya yang berjudul Saksi Mata (1997). Tokoh Rendra yang

nyentrik merupakan seniman yang menjadi inspirasi bagi seorang Seno.

Seno juga pernah menjadi seorang wartawan pada tahun 1977 sebagai

pembantu lepas Harian Merdeka, bekerja di Majalah Kampus Cikini,

menjadi pimpinan redaksi Sinema Indonesia (1980), redaktur mingguan

Zaman (1983-1984), dan bekerja di majalah Jakarta-Jakarta (1985-1992).

2. Analisis dan Pembahasan

Cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi menceritakan seorang

tokoh yang bernama Shopie yang memiliki pergolakan batin akibat dari

imajinasi yang timbul di pikiran para suami yang mendengarnya saat

menyanyi di kamar mandi. Permasalahan yang muncul yang hendak

disampaikan Seno adalah konflik batin, yang tergambar jelas antara ibu-

ibu di kampung dengan tokoh Sophie. Ibu-ibu di kampung tersebut

merasa keharmonisan rumah tangganya terusik akibat dari hadirnya


sosok Sophie yang senang menyanyi di kamar mandi. Hal tersebut jelas

tergambar dalam kutipan teks berikut.

“Baik Pak RT, kata ibu 1, “Kami hanya ingin


memberi laporan bahwa gara-gara perempuan yang
indekos di rumah Ibu Saleha itu, kehidupan rumah
tangga kami terganggu.”
“Maksudnya?”
“Perempuan yang indekos di rumah Ibu Saleha itu
selalu menyanyi kalau sedang ada di kamar mandi,” kata
Ibu 2.
Pak RT coba membayangkan.
“Menyanyi? Ah! Menyanyi! Yah! Menyanyi!
Lantas?
“Suami-suami kami suka men-dengar-kan
perempuan itu menyanyi ketika mandi,” sahut Ibu 3.
“Di tempat Ibu Saleha. Mereka tahu betul jam
berapa perempuan itu mandi,” Ibu 4 menjelaskan,
(Ajidarma, 2006: 23)

Kutipan cerpen tersebut memiliki lebih dari satu makna.

Penggunaan kata ‘menyanyi di kamar mandi’ diartikan sebagai sebuah

aktivitas mengeluarkan suara bernada atau berlagu atau bersendung

yang dilakukan oleh tokoh Sophie sambil membersihkan badan di kamar

mandi. Hal tersebut sebenarnya menjadi sebuah aktivitas yang wajar

dan dilakukan banyak orang, tetapi ‘menyanyi di kamar mandi’

menimbulkan keresahan ibu-ibu di kampung karena nyanyian tersebut

menurut para suami terdengar begitu seksi karena suaranya yang serak-

serak basah. Suara byar byur air yang disiramkan ke tubuh membuat

daya imajinasi para suami ini melayang-layang. Pengulangan kata

menyanyi dalam kutipan tersebut semakin memberikan penegasan

bahwa menyanyi memiliki pemahaman makna yang berbeda. Ternyata,

nyanyian tersebut memberikan dampak yang luar biasa bagi rumah


tangga para ibu di kampung tersebut. Interpretasi yang berbeda muncul

dari kutipan tersebut, walaupun sebenarnya tidak ada hubungan yang

jelas antara aktivitas menyanyi di kamar mandi dengan keharmonisan

rumah tangga para ibu di kampung tersebut.

“Banyak kejadian ajaib di negeri ini, tapi tidak ada


yang seajaib di kampungku.”
Pegawai yang diajak bicara menurunkan koran
dari wajahnya.
“Oh, ya? Apa yang bisa lebih ajaib dari Gus Dur di
negeri ini?
“Coba bayangkan. Ibu-ibu di kampungku protes,
mereka minta seorang perempuan diusir, hanya karena
ia selalu menyanyi di kamar mandi.”
Pegawai 2 menurunkan koran.
“Lho, apa lagunya menyindir pemerintah?”
“Ah, mengkritik pemerintah mah sekarang bebas.
Ini karena suaranya serak-serak basah.
“Serak-serak basah? Hmm. Aku juga suka yang
seperti itu.”
“Itu dia masalahnya. Para suami di sepanjang
gang di kampungku suka membayangkan diri mereka
tidur dengan pemilik suara serak-serak basah itu,
menyanyi di kamar mandi. Sampai orgasme, lho!”
(Ajidarma, 2006: 33).

Hal yang sama juga terdapat dalam kutipan tersebut, bahwa dalam

kutipan tersebut menimbulkan pemaknaan lebih dari satu. Kalimat

“serak-serak basah’” sebenarnya berarti keadaan suara bernada rendah

dan sedikit serak. Namun, setelah mendapatkan respons dari tokoh

Pegawai 2 yang menyatakan “Serak-serak basah? Hmm. Aku juga suka

yang seperti itu,” interpretasi kata serak-serak basah dapat mengubah

stabilitas dan keharmonisan suami istri karena suara tersebut

mengacaukan sistem imajinasi para suami dalam cerita tersebut.


”Istri-istri mereka protes, minta perempuan yang
suka menyanyi waktu mandi itu diusir.”
“Wah, nggak bisa, itu sudah melanggar hak asasi
manusia,” pegawai 7 berpendapat.
“Tapi bagaimana kepentingan orang banyak?
“Maksudnya?” tanya Pegawai 8.
“Yaaaahh, ini kan bisa dianggap meresahkan
masyarakat, mengganggu ketenangan lingkungan, dan
lain sebagainya.”
“Ah, yang resah cuma ibu-ibu,” ujar Pegawai 1,
“para suami suka kan?”
“Lho, kita ini harus membela dan mengutamakan
perempuan.”
“Nah, yang menyanyi di kamar mandi juga
perempuan!” Pegawai 2 bicara lagi, “Mana yang kamu
bela? Yang sedikit atau yang banyak?” (Ajidarma, 2006:
34).

Kutipan tersebut semakin menegaskan bahwa kekuatan bahasa

mampu memberikan pengaruh yang luar biasa pada pemaknaan

seseorang terhadap permasalahan yang ada, terlebih permasalahan

yang ada dalam tatanan masyarakat. Seno mengangkat potret

kehidupan yang terjadi di kampung itu. Kejadian yang kelihatannya

sepele dapat menjadi keresahan sosial suatu kampung karena

kemungkinan orang untuk berinteraksi sangat besar. Imajinasi yang lahir

dari karya tersebut memiliki kekuatan yang luar biasa, di satu sisi

mampu menciptakan daya kreativitas yang tinggi, namun di sisi lain

menjadi sebuah problematika sosial yang dianggap meresahkan

kehidupan sosial.

Marco,
Aku dilarang menyanyi di kamar mandi.
Yang melarang bukan pemerintah, tapi
“mayoritas”
Lucu ya?
Itu berita terakhir dari tanah air.
Bagaimana dengan studimu?
Kuharap semuanya baik-baik saja.

Ciao!

Sophie
(Ajidarma, 2006: 45)

Kata ‘mayoritas’ menunjukkan bahwa dalam kehidupan

masyarakat, konflik sosial tersebut dapat ditimbulkan akibat adanya

kelompok mayoritas dan minoritas. Masyarakat cenderung

mengutamakan kepentingan kelompok masyarakat, meskipun

kebenarannya belum tentu dapat dipastikan. Sedangkan kelompok

minoritas ‘dipaksa’ mengalah karena mereka tidak memiliki cukup kuasa

atau dukungan. Kutipan surat Sophie yang dikirimkan untuk Marco

jelaslah menunjukkan bahwa Sophie mewakili kelompok minoritas yang

mendapat perlakuan tidak adil di tengah-tengah kelompok mayoritas.

Seno melalui ungkapan yang digunakan mengajak pembaca untuk

melihat dengan cermat masalah-masalah sederhana yang berdampak

pada stabilitas sosial masyarakat karena kelompok ‘minoritas’.

Pak RT menerawang, terbayang kehidupan


sehari-hari ibu-ibu di kampong. Ibu 1 menggendong
anak dengan daster lusuh dan gulungan keriting,
meanggula tukang bakso.
“Hei! Bakso! Bakso!”
Ibu 2 berjongkok mencuci baju, juga dengan
lusuh dan gulungan keriting, berbicara kepada
seseorang.
“Ya begitulah, lulus SMA langsung kawin aja.
Abis mau ngapain lagi? Angka-angkanya juga enam
semua, cari kerjaan susah, supaya bisa hidup ya
kawin, ada yang cari nafkah.
“Kerja saya cuma masak, nyuci, nyapu,
ngepel, masak, nyuci, nyapu, ngepel, masak,
momong anak, dan tahu-tahu lantas mati. Begitulah
perempuan kampung, ya nggak usah disalahin kalau
jadi kampungan, (Ajidarma, 2006: 45-46)

Kutipan tersebut juga menggambarkan bagaimana kehidupan

perempuan di kampung yang tidak memiliki pendidikan yang cukup

sehingga memilih menjadi ibu rumah tangga yang mengurus anak,

keluarga, dan melakukan aktivitas-aktivitas. Berbanding terbalik dengan

perempuan pendatang, Sophie yang hidup bersama keluarganya di luar

negeri yang memutuskan untuk mengenal Indonesia bukan hanya dalam

bahasa, bukan hanya di peta, atau bukan hanya di tempat kunjungan

wisata. Namun, ia mencoba mencari pengalaman, lebih mengenal

orang-orang lain dengan karakteristik dan budayanya. Gaya penceritaan

dan pemilihan kata yang digunakan penulis, mengajak pembaca untuk

memahami latar sosial dan budaya masyarakat, khususnya perempuan

di kampung yang tidak memiliki cukup pendidikan. Justru menghabiskan

hidupnya untuk mengabdi bagi keluarga, yang akhirnya memunculkan

budaya-budaya yang kurang baik, seperti bergunjing, merumpi, dan

berkerumun. Hal ini juga masih sangat relevan dengan kondisi

masyarakat kita, di mana kaum perempuan melakukan hal-hal yang

digambarkan dalam cerpen tersebut.

Sebuah pengumuman sedang dipasang di papan.


Bertuliskan:
SOP OPENING (DIBUKA)
PITNES SENTER SENAM KEBAHAGIAAN
RUMAHTANGGA
GREN OPENING (DIBUKA RESMI) DENGAN
KEHADIRAN
IBU JANE FONDA
DARI
AMERIKA SERIKAT
Para suami dan anak-anak mengerumuni
papan pengumuman itu.
“Wah! Wah!” terdengar komentar mereka.

(Ajidarma, 2006: 58)

Dalam kutipan tersebut ditemukan kata-kata yang sebenarnya

secara etimologis berasal dari bahasa asing, yaitu bahasa Inggris.

Pilihan kata yang terdapat dalam kutipan tersebut yang diadaptasi dari

bahasa Inggris, yaitu sop opening, pitnes senter, gren opening. Kosa

kata tersebut menyiratkan makna latar dan tokoh di dalam cerita

merupakan rakyat biasa atau jelata. Diksi dalam cerpen tersebut jelas

dapat mempertegas bagaimana karakter tokoh di dalam cerita dengan

kemampuan yang cenderung rendah karena ketidaktahuannya dalam

menuliskan kata-kata dalam bahasa Inggris dengan benar. Diksi yang

digunakan cenderung apa adanya yang menggambarkan latar sosial

cerita. Hal itu berarti, pemilihan diksi di dalam sebuah cerita dapat

menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda. Namun, hadirnya nama

Jane Fonda dalam kutipan tersebut, mempertegas bahwa cerpen

tersebut berkaitan dengan pusat kebugaran yang digambarkan oleh

Seno Secara tersirat, penulis mengetahui sosok Jane Fonda sebagai

guru senam dan seorang artis Amerika.

“Kok bisa?” Pak RT bertanya.


“Aduh, Pak RT belum dengar sendiri sih! Suaranya
sexy sekali!”
“Saya bilang sexy sekali, bukan hanya sexy. Kalau
mendengar suaranya, orang-orang langsung
membayangkan adegan-adegan erotis, Pak!”
“Sampai begitu?”
“Ya, sampai begitu! Bapak kan tahu sendiri
suaranya yang serak-serak basah itu disebabkan
karena apa
“Karena apa?” Saya tidak tahu.”
“Karena sering dipakai dong!”
“Dipakai makan maksudnya?”
“Pak RT ini bagaimana sih? Makanya jangan
terlalu sibuk mengurusi kampung. Sesekali nonton BF
kek, untuk selingan, supaya tahu dunia luar.”
“Saya, Ketua RT, harus nonton BF, apa
hubungannya?”
“Supaya Pak RT tahu, kenapa suara yang serak-
serak bahasa itu sangat berbahaya untuk stabilitas
sepanjang gang ini, (Ajidarma, 2006: 76).

Dari kutipan tersebut ditemukan kata sexy dan BF. Kedua kata

tersebut mendapat pengaruh bahasa Inggris, yaitu kata sexy yang berarti

yang menggairahkan atau menggiurkan dan kata blue film yang diartikan

sebagai film dewasa. Selain itu, terdapat kalimat karena sering dipakai.

Hal ini menggiring interpretasi pembaca untuk memberikan pemaknaan

yang ‘negatif’ dari kutipan tersebut. Kondisi demikian juga sering terjadi

di masyarakat kita yang cenderung merespons peristiwa yang terjadi

menggunakan kacamata atau sudut pandang yang negatif terlebih

dahulu tanpa melakukan konfirmasi. Cerpen Dilarang Menyanyi di

Kamar Mandi dalam pengungkapannya, Seno juga menggunakan

simbolisasi-simbolisasi yang melahirkan interpretasi pembaca yang

semakin mengembangkan imajinasi liarnya, seperti pada kalimat karena

sering dipakai dalam kutipan tersebut.


Selain itu, kutipan-kutipan dalam cerpen tersebut juga mewakili

begitu kuatnya budaya patriarki di tengah masyarakat. Sebuah budaya

yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan dan

mendominasi dalam berbagai peran di masyarakat. Sophie menjadi

salah satu korban patriarki yang menyebabkan ia diusir dari kampung

hanya karena menyanyi di kamar mandi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa hermeneutik merupakan sebuah kajian yang dapat

menguraikan sebuah makna terpendam atau tersembunyi yang

terkandung dalam cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi karya Seno

Gumira Ajidarma. Cerpen tersebut berupaya menggambarkan konflik

sosial yang ada di tengah masyarakat akibat adanya kaum mayoritas dan

kaum minoritas. Dalam hal ini, sosok Sophie seorang perempuan

pendatang yang dianggap mengganggu kestabilan dan keharmonisan

rumah tangga karena nyanyiannya saat di kamar mandi. Selain itu, cerpen

ini mengandung kritik sosial di mana masyarakat selalu mengutamakan

kaum mayoritas, walaupun kebenarannya belum tentu dapat dipastikan.

Melalui cerita itu, Seno berupaya mengangkat potret kehidupan

masyarakat yang terjadi di perkampungan itu. Sebuah kejadian yang

sepertinya sepele, tetapi menjadi permasalahan sosial yang sangat pelik.


DAFTAR PUSTAKA

Ajidarma, Seno Gumira. 2006. Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi.


Yogyakarta: Galang Press.

Ardianto, Yoni. 1999. Memahami Metode Penelitian Kualitatif.


Kementerian Keuangan
Darma, Budi. 2019. Teori Sastra. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Marita dan Syamsiah. 2011. Kajian Sastra Dengan Pendekatan


Hermeneutik Dalam Novel Canting Karya Arswendo Atmowiloto.
Universitas Negeri Jakarta.

Rahman, Abdul. 2021. Kajian Hermeneutika (Schleiermacher) dalam


Pangaja’ Masyarakat Sinjai. Universitas Muhammadiyah Makassar.

Sumardjo, Jacob dan Saini K.M. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta:


PT Gramedia.

Sumarsono. 2004. Filsafat Bahasa. Jakarta: Grasindo.

Zaini, A. 2018. Religiositas Hamka Dalam Novel “Di Bawah Lindungan


Ka’bah” Perspektif Hermeneutik Schleiermacher.

https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/16646-Full_Text.pdf

https://docplayer.info/30042306-Sumardjo-saini-1994-3-mengungkapkan-
bahwa-sastra-adalah-ungkapan-pribadi.html
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Seno_Gumira_Ajidarma

https://id.wikipedia.org/wiki/Seno_Gumira_Ajidarma.

http://banggaberbahasa.blogspot.com/2014/02/kajian-stilistika-gaya-kata-
dalam.html

Anda mungkin juga menyukai