Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan Gender dan Anak

Volume 4, Nomor 2, Desemberi 2022, doi:10.29300/hawapsga.v4i2


e-ISSN : 2686-3308 (Online) | p-ISSN : 2685-8703 (Print)
https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/hawa

Sakola Kaoetamaan Istri: Rejuvenasi Filosofi Pemikiran Raden Dewi Sartika dan
Relevansinya terhadap Pendidikan, Bimbingan dan Konseling
Muhammad Rezza Septian
IKIP Siliwangi, Cimahi, Indonesia
E-mail: 1 rezza.septian25@gmail.com

Info Artikel: Diterima: 17 November 2022; Disetujui: 19 November 2022; Dipublikasikan: 13 Desember 2022;

Keywords Abstract
Dewi Sartika; This article aims to rejuvenate Raden Dewi Sartika's educational philosophy. The scope of this research
Education; includes Sundanese philosophy and Dewi Sartika's educational philosophy. The research method used is
Philosophy; library research from relevant sources obtained from the internet, books and journals. The results of the
study show that Dewi Sartika's educational philosophy is explored from the panca waluya gate (the five
perfection gates) which includes cageur, bageur, clever and wanter. Cageur or healthy is a person who is
able to regulate himself in relation to himself, others, and the social environment. Bageur or good is the
crystallization of morals originating from religious teachings and values. Pinter or smart as part of the
cognitive dimension. Wanter or dare is shown in individual self-confidence.

Kata Kunci
Abstrak
Dewi Sartika; Artikel ini bertujuan untuk merejuvenasi filosofi Pendidikan Raden Dewi Sartika. Ruang lingkup
Filosofi; penelitian ini mencakup filosofi sunda dan filosofi Pendidikan Dewi Sartika. Metode penelitian yang
Pendidikan, digunakan Library research atau riset pustaka dari sumber-sumber yang relevan diperoleh dari
internet, buku-buku, dan jurnal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa filosofi Pendidikan Dewi
Sartika digali dari gapura panca waluya (gerbang lima kesempurnaan) yang mencakup cageur, bageur,
pinter dan wanter. Cageur atau sehat adalah pribadi yang mampu mengatur diri dalam hubungannya
dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sosial. Bageur atau baik merupakan kristalisasi dari
akhlak yang bersumber dari ajaran dan nilai-nilai agama. Pinter atau pintar sebagai bagian dari
dimensi kognitif. Wanter atau berani ditunjukkan dalam kepercayaan diri individu.

* Corespondesi Penulis: rezza.septian25@gmail.com

How to Cite (APA Style):


Septian, M. R. (2022). Sakola Kaoetamaan Istri: Rejuvenasi Filosofi Pemikiran Raden Dewi Sartika dan
Relevansinya terhadap Pendidikan, Bimbingan dan Konseling. Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan Gender
dan Anak, 4(2), 198-207. http://dx.doi.org/10.29300/hawapsga.v4i2.8438
53 | Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan Gender dan Anak, Volume 4, Nomor 1, 53-62
Copyright (@) 2021 Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan Gender dan Anak
This is an open-access article under the CC–BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)
Sakola Kaoetamaan Istri: Rejuvenasi Filosofi Pemikiran.......... 198-207

Pendahuluan adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan


Pendidikan ialah proses yang berlangsung se- laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral
panjang hidup manusia. Pendidikan dan manusia dalam organisasi sosial (Cahyani et al, 2015). Bu-
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pendidikan daya ini menganggap perempuan sebagai mahk-
juga mempunyai fungsi untuk membina pribadi, luk kelas dua atau lebih rendah derajatnya diban-
memperkaya jiwa, dan menambah kepercayaan dingkan laki-laki. Sehingga perempuan tidak ber-
diri. Secara umum di Indonesia, perkembangan hak disamakan dengan laki-laki dalam hal apapun.
pendidikan di Indonesia dimulai dari zaman purba Akibat hal ini, perempuan tidak dapat menda-
hingga saat ini yang sudah sangat tersistem deng- patkan ruang yang cukup besar untuk bergerak
an sangat baik. Pendidikan menjadi bagian terpen- sesuai keinginannya, baik itu di masyarakat, pe-
ting bagi kehidupan dan peningkatan kualitas diri merintahan hingga pendidikan.
manusia. Melalui pendidikan, manusia mewaris- Pendidikan di Hindia Belanda pada zaman
kan nilai-nilai dan menanamkan langsung pada kolonial hanya terfokus pada pendidikan untuk
diri dalam watak dan kepribadian. Sejalan dengan kaum laki-laki. Kaum perempuan tidak mempu-
pendapat itu, proses pendidikan seharusnya di nyai peranan penting dalam memperjuangkan hak
arahkan pada berfungsinya semua potensi yang mereka untuk mendapatkan pendidikan. Dalam
ada secara manusiawi agar dapat menjadi dirinya perjalanannya para perempuan selalu dipandang
sendiri yang mempunyai kemampuan dan kepri- sebelah mata, dianggap lemah, tidak perlu memi-
badian unggul sehingga dapat menciptakan sum- liki pendidikan yang tinggi karena takdir dari
ber daya manusia yang memadai. perempuan hanyalah menjadi seorang ibu rumah
Melihat begitu pentingnya pendidikan, dapat tangga yang hanya bisa mengurusi dapur, mela-
dipastikan setiap orang berharap mendapatkan yani suami dan anak-anaknya. Peran tokoh perem-
pendidikan berupa sekolah ataupun keterampilan- puan dalam pergerakan di Indonesia menjadi
keterampilan yang dapat membantunya dalam ke- peletak dasar untuk mendapatkan hak yang sama
hidupan sehari-hari. Saat ini, pendidikan hampir dalam berbagai bidang kehidupan (Pradita, 2020).
dapat dinikmati oleh semua golongan, akan tetapi Kaum perempuan sejatinya mampu mendapatkan
pendidikan hari ini tidak terlepas dari prosesnya haknya dalam mengenyam pendidikan. Hal terse-
yang begitu panjang, terutama untuk kaum perem- but terjadi pada saat yang bersamaan dengan per-
puan Indonesia. Kehidupan perempuan Indonesia luasan pendidikan sebagai dampak kebijakan poli-
sebelumnya, tidak seperti saat ini. Terdapat suatu tik etis.
jurang pemisah antara laki-laki dan perempuan Sayangnya, pendidikan untuk kaum perem-
dalam semua bidang kehidupan, salah satunya puan dianggap tidak penting, karena perempuan
yaitu bidang pendidikan. Hari ini perempuan da- dianggap sebagai pendamping suami dalam ber-
pat dengan mudahnya bersekolah, sangat berban- gaul dengan para pejabat Belanda. Tugas perem-
ding terbalik dengan kondisi pada zaman kolonial. puan sebagai penerima tamu, menyiapkan jamuan
Hal ini terjadi karena beberapa faktor, mulai dari bagi tamu. Namun peran perempuan sebagai ibu
faktor ekonomi, hingga ke faktor adat yang mela- yang mendidik keturunannya masih dianggap
rang perempuan untuk mengenyam pendidikan penting. Pendidikan bagi kaum perempuan masih
terutama pendidikan formal. Salah satu faktor belum mendapatkan perhatian lebih. Pada awal
yang menghambat perempuan mendapatkan hak- abad kedua puluh, di Jawa masih adanya diskrimi-
nya dalam berbagai hal termasuk pendidikan ada- nasi gender dalam mendapatkan pendidikan yang
lah kuatnya budaya patriarki yang dijalankan oleh sesuai. Islam memandang pendidikan sebagai se-
orang Indonesia pada masa itu. Budaya patriarki buah kebutuhan hidup manusia yang mutlak

199 | Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan Gender dan Anak, Vol. 4, No. 2, Desember 2022
Muhammad Rezza Septian

harus terpenuhi, agar bisa mencapai kesejahteraan Hingga akhir hayatnya, sekolah yang dibangun
dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebab dengan oleh Dewi Sartika terus berkembang. Di beberapa
pendidikan, manusia akan memperoleh berbagai wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sakola
macam ilmu pengetahuan untuk bekal dalam Istri, terutama yang dikelola oleh perempuan-
kehidupan. Maka Islam dan pendidikan memiliki perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang
hubungan yang sangat erat bersifat organis fung- sama dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912 sudah
sional dimana pendidikan difungsikan sebagai alat berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabu-
untuk mencapai tujuan ke-Islam-an dan menjadi paten (setengah dari seluruh kota kabupaten se-
kerangka dasar serta pondasi pengembangan pen- Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh, tahun
didikan Islam (Tafsir, 2004: 5). Al-Qur’an telah 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakola
memberikan indikator manusia yang mulia, yakni Kaoetamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan).
manusia yang paling bertakwa, maka dalam hal ini Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan yang
Islam telah menetapkan perempuan sama dengan belum memiliki Sakola Kaoetamaan Istri tinggal
laki-laki dalam hal pendidikan. Sebagaimana da- tiga/empat, semangat ini menyeberang ke Bukit-
lam firman Allah surah al-Hujarat ayat 13, posisi tinggi, dimana Sakola Kaoetamaan Istri didirikan
perempuan dalam pandangan ajaran Islam pada oleh Encik Rama Saleh (Daryono, 2008; Wiriatmaja,
dasarnya mempunyai posisi terhormat. Tabiat 1985; Rosidi, 2009; Bayu dan Sri, 2017).
kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan dika- Dari paparan diatas, dapat diasumsikan bah-
takan sama. Perempuan telah Allah anugerahi po- wa pemikiran Raden Dewi Sartika berkontribusi
tensi dan kemampuan yang cukup untuk mem- untuk Indonesia, terutama pendidikan dan kaum
bawa tanggung jawab agar dapat melakukan perempuan. Oleh sebab itu, filosofi konsep
aktivitas-aktivitas tertentu, begitu pun dengan pendidikan menurut Dewi Sartika perlu dikaji dan
laki-laki (Alimni & Hamdani, 2021). Emansipasi direjuvenasi untuk generasi muda mendatang
perempuan menjadi sebuah momentum kesadaran sehingga menjadi ilmu yang menyegarkan dalam
di kalangan perempuan Indonesia untuk maju. dunia Pendidikan di Indonesia.
Berbicara figur yang melawan budaya patriarki
dengan gerakan emansipasi terutama dalam Metode
bidang pendidikan ada sosok Dewi Sartika. Dalam penelitian ini menggunakan metode
Dewi Sartika lahir di Bandung, 4 Desember Library research atau riset pustaka maksudnya ada-
1884. Beliau adalah tokoh perintis pendidikan lah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan
untuk kaum perempuan, diakui sebagai Pahlawan atas karya tertulis seperti buku, ensiklopedia, jur-
Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966. nal, kamus dan majalah (Harahap, 2014). Adapun
Dewi Sartika lahir dari keluarga priyayi (menak) dalam penelitian ini menggunakan sumber-sum-
Sunda, Nyi Raden Rajapermas dan Raden ber yang relevan dengan masalah penelitian yang
Somanagara. Dewi Sartika mendirikan Sakola Istri diangkat. Sumber-sumber tersebut diperoleh dari
(yang kelak berubah nama menjadi Sakola internet, buku-buku, dan jurnal. Adapun design
Kaoetamaan Istri, dan sekarang menjadi Sekolah dari penelitian ini adalah analisis deskriptif, yakni
Dewi Sartika) yang menjadi tempat menuangkan penguraian secara teratur data yang telah dipero-
ide dan gagasannya tentang bagaimana perem- leh, kemudian diberikan pemahaman dan pen-
puan seharusnya dan seberapa penting pendi- jelasan agar dapat dipahami dengan baik oleh
dikan bagi perempuan. Dewi Sartika menceritakan pembaca. Data yang digunakan dalam penelitian
pula pendirian Sakola Kaoetamaan Istri dalam karya ini adalah data sekunder. Data sekunder meru-
bukunya yang berjudul “Boekoe Kaotamaan Istri”. pakan data yang diperoleh bukan dari pengamatan

200 | Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan Gender dan Anak, Vol. 4, No. 2, Desember 2022
Sakola Kaoetamaan Istri: Rejuvenasi Filosofi Pemikiran.......... 198-207

langsung. Akan tetapi data tersebut diperoleh dari patih Bandung yang jabatannya setara dengan
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti- wakil bupati. Sebagai seorang anak patih, Dewi
peneliti terdahulu. Sumber data sekunder yang Sartika mempunyai kehidupan sosial yang mapan,
dimaksud berupa buku dan laporan ilmiah primer dalam kondisi sosial saat itu keluarga patih
atau asli yang terdapat di dalam artikel atau jurnal dikategorikan sebagai priyayi (Tanaga, 2019)
berkenaan dengan pembelajaran sejarah berbasis Dewi Sartika disekolahkan oleh ayahnya,
kerarifan lokal. Metode pengumpulan data yang meskipun pada saat itu pendidikan tidak lumrah
digunakan dalam penelitian ini adalah metode untuk anak perempuan, bahkan dari golongan
dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan priyayi sekalipun. Sekolah kelas satu dibuka pe-
metode pengumpulan data dengan mencari atau merintah Belanda bagi anak-anak priyayi yang be-
menggali data dari literatur yang terkait dengan rasal dari keluarga mampu. Sesudah dilakukan po-
apa yang dimaksudkan dalam rumusan masalah. litik etis pada 1900, sekolah kelas satu dikem-
Data-data yang telah didapatkan dari berbagai bangkan menjadi Hollandsch Inlandshe School (HIS)
literatur dikumpulkan sebagai suatu kesatuan atau sekolah dasar (Tanaga, 2019). HIS menggu-
dokumen yang digunakan untuk menjawab per- nakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar
masalahan yang telah dirumuskan. Setelah kese- bagi kelas bawah dan bahasa Belanda untuk kelas
luruhan data terkumpul maka langkah selanjutnya yang lebih tinggi serta kurikulumnya sesuai
penulis menganalisa data tersebut sehingga ditarik dengan Europeesche Lagere School (ELS) sekolah
suatu kesimpulan. Untuk memperoleh hasil yang yang sederajat dengan HIS tetapi hanya berlaku
benar dan tepat dalam menganalisa data, peneliti bagi orang Eropa dan anak-anak Belanda.
menggunakan teknik analisis isi. Dalam penelitian Dewi Sartika belajar bahasa Belanda, Inggris
ini sama dengan penelitian lainnya yang memer- dan ilmu yang lainnya saat sekolah di HIS, akan
lukan rumusan masalah, landasan teori, analisis tetapi pendidikannya harus terputus karena ayah-
data dan pengambilan kesimpulan. Akan tetapi nya dituduh melakukan percobaan pembunuhan
sumber dan metode pengumpulan data melalui terhadap bupati Bandung yang baru R.A.A. Marta-
pengambilan data pustaka dengan membaca, nagara. Saat pemilihan calon bupati Bandung,
mencatat, dan mengolah bahan penelitian. nama R. Rangga Somanagara tidak ada dalam
daftar calon, padahal dia merupakan menantu dari
Hasil dan Pembahasan Bupati sebelumnya, R.A.A. Kusumadilaga, dan
Biografi Dewi Sartika telah menjalankan tugas bupati Bandung semen-
Dewi Sartika dilahirkan pada 4 Desember 1884 tara sampai ditetapkannya bupati baru. Hal ini
sebagai putri pertama dan anak kedua dari R. menyebabkan Somanagara diklaim sebagai orang
Rangga Somanagara, Patih Bandung. Ibunya R.A. yang memiliki alasan kuat untuk terlibat dalam
Rajapermas, putri Bupati Bandung R.A.A. Wirana- peristiwa pemasangan dinamit pada pertengahan
takusumah IV, yang terkenal dengan sebutan juli tahun 1893 saat pelantikan Martanagara.
Dalem Bintang (Wiriaatmadja, 1985). Dewi Sartika Setelah pertikaian politik ini, Somanagara
dibesarkan bersama saudara-saudaranya yaitu dibuang ke Ternate, dan Raden Ayu Rajapermas,
Raden Somamur, Raden Yunus, Raden Entis dan ibu Dewi Sartika, memutuskan untuk ikut mene-
Raden Sari Pamerat. Ketika Dewi Sartika lahir, mani suaminya (Zakiah, 2011). Hukuman ini juga
sang ayah belum menjadi Patih Bandung. Saat itu disertai dengan penyitaan harta benda dan meng-
R. Rangga Somanagara baru memegang posisi akibatkan keluarga Somanagara harus bergantung
Patih Afdeeling Mangunreja. Tujuh tahun kemu- kepada orang lain. Dewi Sartika dititipkan di
dian, yaitu pada 1891, barulah ia dilantik menjadi rumah pamannya yang bernama Raden Demang

201 | Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan Gender dan Anak, Vol. 4, No. 2, Desember 2022
Muhammad Rezza Septian

Suria Kartahadiningrat atau Patih Aria Cicalengka. dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata
Patih ini terkenal sebagai tokoh yang disegani dan (Raden Agah), guru di Karang Pamulang. Ia
rumahnya dianggap sebagai tempat yang dihor- adalah suami yang pengertian dan memberikan
mati dan layak dijadikan teladan dalam tata cara dukungan penuh terhadap pergerakan istrinya.
kehidupan priyayi sehingga banyak perempuan Berkat bantuan suami yang setia inilah sekolahnya
lain yang merupakan anak priyayi, seperti putri semakin maju dan bermutu (Ibrahim, 2018). Saat
wedana, camat, jaksa, dan pejabat-pejabat lainnya Perang Dunia I terjadi, sekolah yang dikelola Dewi
yang dititipkan di rumahnya (Wiriaatmadja, 1985). Sartika mengalami kesulitan. Kemudian Nyonya
Di sana Dewi Sartika diperlakukan berbeda, Tijdeman dan Nyonya Hillen menulis surat pada
dengan posisinya sebagai anak buangan membuat- pemerintah Hindia Belanda agar bersedia mem-
nya dikucilkan dan tidak disukai oleh kaum bantu “Sakola Kaoetamaan Istri”. Pemerintah setuju.
kerabatnya. Maka pada 1929, sebuah gedung yang lebih besar
Pada masa remaja, Dewi Sartika belajar pendi- dan lengkap dibangun. Untuk menghormati jasa
dikan ala kadarnya seperti memasak, menjahit, Dewi sartika, nama “Sakola Kaoetamaan Istri” di-
memasang meja, melayani orang tua makan, me- ubah namanya menjadi “Sakola Raden Dewi”
nyulam dan sopan santun. Terkadang gadis-gadis (Yaniar, 2004).
ini diberi pelajaran bahasa Belanda yang diajarkan Pada 25 Juli 1939, suami Dewi Sartika wafat. Ia
oleh nyonya-nyonya Belanda yang tengah meng- sangat berduka atas kepergian suaminya tercinta
ikuti suaminya bertugas atau gadis-gadis itu dian- dan sejak itu kesehatannya mulai menurun. Pada
tarkan ke rumah nyonya Belanda istri kontrolir 1940, sekolah kembali mengalami kesulitan yang
dalam pengawasan yang ketat. Pengajaran ini berat atas dampak dari meletusnya perang Dunia
biasanya tidak berjalan lama karena nyonya II disusul pendudukan Jepang (1942-1945). Pada
Belanda ikut suaminya yang dipindahkan atau 1947, Dewi Sartika terpaksa meninggalkan Ban-
gadis-gadis itu dijemput keluarganya untuk di- dung. Kegiatan sekolah pun berhenti sendirinya.
nikahkan. Hidup dalam suasana feodal yang Pagi hari, 11 September 1947, Dewi Sartika wafat
mengekang, segala kesibukan kegiatan perempuan Cineam, Tasikmalaya. Setelah Bandung kembali
yang menghabiskan sebagian besar waktu tidak aman, sekolah Dewi Sartika dipinjam oleh peme-
menambah wawasan para gadis. Seluruh minat rintah Indonesia untuk dipergunakan sebagai
dan harapan para gadis hanya tertuju pada satu sekolah putri. Beberapa waktu kemudian sekolah
tujuan yaitu pernikahan. Pada tahun 1902 Dewi dikembalikan pada Yayasan Dewi Sartika untuk
Sartika meninggalkan Cicalengka dan pulang ke menjadi sekolah yayasan putri. Makam Dewi
daerah asalnya Bandung. Alasan kepulangannya Sartika kemudian dipindahkan dari Cineam ke
adalah ibunya telah kembali dari buangan karena Bandung (Yaniar, 2004). Berikut table.1 yang
ayahnya wafat. menjelaskan perjuangan Raden Dewi Sartika.
Pada 16 Januari 1904 Dewi Sartika mendirikan Tabel.1 Perjuangan Raden Dewi Sartika
sekolah khusus perempuan di pendopo Kabupaten No Aspek Raden Dewi Sartika
Bandung. Sekolah itu terus berkembang dan harus 1 Konsep Mendidik perempuan
dipindah ke Jalan Ciguriang. Jalan ini selanjutnya Pendidikan sama dengan mendidik
bangsa; Menjadikan
dikenal orang sebagai Jalan Dewi Sartika. Na-
perempuan yang cageur,
manya pun berubah jadi Sakola Kaoetamaan Istri,
bageur, pinter dan wanter.
dengan cabangnya yang tersebar di Tasikmalaya,
2 Bentuk Mendirikan Sakola
Sumedang, Cianjur, Ciamis, Kuningan, dan Perjuangan Kaoetamaan Istri
Sukabumi. Tahun 1906, Dewi Sartika menikah

202 | Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan Gender dan Anak, Vol. 4, No. 2, Desember 2022
Sakola Kaoetamaan Istri: Rejuvenasi Filosofi Pemikiran.......... 198-207

3 Faktor Menjadi ibu yang baik bagi Sunda mendorong kegiatan pendidikan dan pem-
Pendorong anak-anaknya kelak yang belajaran untuk memasuki gapura pancawaluya
dapat berdiri sejajar den- (gerbang lima kesempurnaan), yakni cageur,
gan laki-laki. bageur, bener, pinter, tur singer (sehat, baik hati, be-
4 Filosofi cageur, bageur, pinter dan
nar, pinter, kreatif) yang dikukuhkan dengan
Pendidikan wanter.
karakter pangger ‘kukuh’. Selanjutnya Sudaryat
(2015) mengemukakan tentang kelima nilai terse-
Filosofi Pendidikan Dewi Sartika
but, yakni cageur merupakan keadaan sehat, baik
Kearifan lokal Sunda merupakan sumber ke-
sehat jasmani maupun sehat rohani atau sehat lahir
kayaan bangsa Indonesia yang patut dilestarikan
dan batin. Bageur merupakan keadaan atau karak-
dan dipertahankan. Filosofi sunda merupakan
ter yang baik hati, sederhana, dan tidak sombong
bagian dari nilai-nilai karakter yang tertanam da-
(teu adigung adiguna, teu gede hulu). Bener merupa-
lam diri manusia. Pada dasarnya, manusia terlahir
kan keadaan atau karakter manusia yang benar,
dibekali dengan akal pikiran agar dapat meng-
yakni taat pada hukum dan menjalankan syariat
etahui berbagai hal yang menyangkut kebaikan
agama.
dan keburukan. Manusia pun dibekali hati nurani
Pinter merupakan keadaan atau karakter ma-
agar dapat merasakan dan memilih kebaikan dan
nusia yang memiliki ilmu pengetahuan (Luhur ku
keburukan tersebut. Namun pada kenyataannya
elmu, sugih ku pangarti). Singer merupakan keadaan
berbalik dengan situasi yang diharapkan.
atau karakter manusia yang terampil atau piawai,
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
yakni manusia yang serba bisa (masagi) atau ba-
Suherman (2018) menjelaskan bahwa lima karakter
nyak keterampilannya (Jembar ku pangabisa) dan
atau sering disebut sebagai gapura panca waluya
bersifat AKI (aktif/rapékan), kreatif (rancagé), dan
telah lama diajarkan dan diwariskan secara turun-
inovatif (motékar). Kelima karakter tersebut dileng-
temurun. Filosofi yang terkandung di dalamnya
kapi dengan pangger yang merupakan keadaan
masih sangat relevan dengan perkembangan
atau karakter manusia yang kukuh, berdedikasi
zaman kekininan. Kearifan lokal tersebut dapat
tinggi, dan berkomitmen. Tangguh dalam membe-
disesuaikan dengan generasi muda di era global
la kebenaran, tidak berkhianat, tapi tetap setia dan
sekarang ini dengan mengintegrasikannya melalui
tidak ingkar janji.
teknologi atau ilmu pengetahuan yang dekat
Berdasarkan pendapat di atas, maka kelima
dengan peserta didik seperti dalam layanan bim-
nilai-nilai kesundaan tersebut memiliki keterkaitan
bingan dan konseling yang membantu dalam
dengan tiga ranah pendidikan, yakni kognitif,
mengembangkan potensi peserta didik.
afektif, dan psikomotor. Kognitif atau pengeta-
Adapun filosofi yang masih dipertahankan
huan berkaitan dengan pinter, psikomotor berkai-
pada masyarakat Sunda ialah cageur, bageur, bener,
tan dengan singer, dan afektif berkaitan dengan
pinter, tur singer. Filosofi tersebut perlu dikenalkan
cageur, bener. Kelima istilah tersebut tentu berkai-
kembali kepada generasi muda untuk memegang
tan dengan karakteristik orang Sunda. Menurut
teguh kearifan lokal yang telah dijunjung tinggi
Zakiyah (2011) istilah cageur yakni sehat jasmani
oleh masyarakat leluhur yang sudah diakui dan
dan rohani, bageur berarti berhati dan berkelakuan
dijadikan aturan dan norma sosial. Dengan demi-
baik, bener dan wanter berarti berpegang teguh
kian, pembentukan karakter bangsa Indonesia ini
kebeneran dan berani, ketiga hal tersebut masuk ke
sangat kuat dipengaruhi oleh nilai-nilai lokal, bu-
ranah afektif/emosional. Kemudian masuk ke
daya dan adat- istiadat yang ada di setiap daerah.
dalam ranah kognitif yakni pinter yang memiliki
Sudaryat (2015) mengatakan agar sampai ke-
arti pintar, pandai atau cakap. Sedangkan dalam
pada manusia yang bermoral, etnopedagogik

203 | Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan Gender dan Anak, Vol. 4, No. 2, Desember 2022
Muhammad Rezza Septian

ranah psikomotor, diajarkan keterampilan pe- lebih baik Serupa halnya dengan kayu kasar dapat
rempuan yang bermacam-macam di sekolah diperhalus dengan serut, pohon kurus dapat
Kautamaan Istri. Sebagaimana dijelaskan oleh dipersubur, manusia buruk dapat di didik, yang
Makiya, dkk (2016) mengemukakan bahwa Orang bodoh harus diajar; maka dari itu dengan
Sunda memiliki filosofi dan ajaran yang sudah ada pengajaran dapat jadi lebih baik, baik akhlaknya,
sejak zaman dahulu yang menjadi petuah bagi baik pula laku dan kehidupannya (Sartika, 1912).
orang sunda. Dengan demikian kelima filosofi Menurutnya manusia atau bangsa yang maju ada-
Kesundaan menjadi asas serta landasan hidup bagi lah bangsa yang baik laki-lakinya maupun perem-
orang sunda. Berikut gambaran keterkaitan filosofi puannya cerdas (bukan hanya secara kognitif, te-
Pendidikan Dewi Sartika dengan tiga ranah tapi juga afektif, akhlak dan budinya baik), bang-
Pendidikan. sawan maju, rakyat pun subur tenteram. Menurut
Dewi Sartika (1912) tamatan dari Sakola Kaoetamaan
Kognitif: pinter Istri hendaknya nu hirup atau bisa hidup. Pan-
dangan yang falsafi ini tentu dapat dijelaskan
dengan panjang lebar. Arti dan tujuan yang praktis
dari istilah yang bermakna besar itu adalah agar
ouput
lulusan: Nu
Hirup (yang
lulusan Sekolah Kaoetamaan Istri mampu mengha-
dapi tantangan zamannya. Sejak semula Dewi
hidup)

Psikomotor:
wanter, singer
Afektif: cageur,
bener
Sartika tidak setuju dengan pendidikan tradisio-
nal, yang membuat wanita tidak berdaya, nasibnya
tergantung pada pria. Ketidakberdayaannya me-
nyebabkan kemerosotan wanita secara ekonomis,
Gambar.1 Keterkaitan Filosofi Pendidikan Dewi
Sartika dengan Tiga Ranah Pendidikan dan kemunduran kedudukannya baik politis,
maupun sosial.
Penguatan pendidikan melalui filosofi keari- Dalam konsep konseling bahwa cageur atau
fan lokal sunda yang ditanamkan dalam layanan sehat adalah pribadi yang mampu mengatur diri
bimbingan dan konseling berupa petuah-petuah dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang
dan kearifan tokoh pejuang perempuan yaitu lain, dan lingkungan sosial pribadi sehat itu me-
Raden Dewi Sartika. Melalui falsafah sunda cageur, miliki ciri-ciri pokok: ego berfungsi penuh, serta
bageur, bener, tur singer, generasi muda dikenalkan sesuainya antara id, ego dan super ego, bebas dari
sekaligus diakrabkan kembali terhadap dasar kecemasan, keterbukaan terhadap pengalaman,
falsafah tersebut. Kelima jati diri Sunda tersebut memiliki kebebasan dan tanggung jawab, kong-
teraktualisasikan dalam empat nilai dasar kehidu- ruensi, sumber evaluasi internal, kesadaran yang
pan, yaitu nilai religius (iman), cerdas (ilmu), meningkat untuk tumbuh secara berlanjut, serta
berkarakter (akhlak), serta fisik dan mental (sehat). tidak terbelenggu oleh ide tidak rasional (tuntutan
Keempat nilai dasar tersebut diasumsikan mampu kemutlakan), menerima diri sendiri dan percaya
membentuk manusia Sunda yang luhung elmuna, diri (Anwar, 2015). Kesehatan juga dapat ditinjau
jembar budayana, pengkuh agamana, dan rancage dari segi kesehatan mental (mental hygene). Pieper
gawena. dan Uden (2006) menjelaskan bahwa kesehatan
Selanjutnya, Karya tulis Dewi Sartika meng- mental adalah suatu keadaan dimana individu
ungkapkan tentang pengajaran. Pengajaran yaitu tidak mengalami perasaan bersalah terhadap
ilmu atau alat untuk menata, mengubah, dan dirinya, memiliki estimasi yang realistis dan dapat
memajukan segala rupa atau perkara ke arah yang menerima kekurangan atau kelemahannya, ke-

204 | Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan Gender dan Anak, Vol. 4, No. 2, Desember 2022
Sakola Kaoetamaan Istri: Rejuvenasi Filosofi Pemikiran.......... 198-207

mampuan menghadapi masalah-masalah dalam dengan memarahinya; 5) memberi nasehat kepada


hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan siswa untuk bekerja sesuai bakatnya; 6) membantu
sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hi- anak tidak mengharapkan balasan; 7) melaksana-
dupnya. Notosoedirjo dan Latipun (2005) meng- kan konseling individual kepada siswa yang
atakan bahwa terdapat banyak cara dalam mende- melanggar aturan; 8) menghormati anak didik apa
fenisikan kesehatan mental (mental hygene) yaitu: 1) adanya; 9) melakukan konseling dengan memberi-
karena tidak mengalami gangguan mental, 2) tidak kan kebebasan kepada siswa untuk berekspresi
jatuh sakit akibat stessor, 3) sesuai dengan kapa- sesuai dengan kemampuannya; 10) memberikan
sitasnya dan selaras dengan lingkungannya, dan 4) referal kepada ahli lain yang sesuai dengan per-
tumbuh dan berkembang secara positif. Adapun masalahan yang dihadapi anak; 11) guru pem-
dalam sudut pandang islam, Al-Ghazali (2003) bimbing menunjukkan sikap yang konsisten dalam
mengungkapkan sehat sebagai sebuah kesehatan kehidupannya antara ucapan dan perbuatan (Rizal
jiwa yang terdiri dari kekokohan aqidah, terbe- Yusup, 2006: 130).
basnya dari penyakit hati, berkembangnya akhlak Pinter sebagai bagian dari dimensi kognitif.
yang mulia, terbinanya adab yang baik dalam Siswa diharapkan mencapai perkembangan akade-
hubungan sosial, dan tercapainya kebahagiaan mik maksimal yang meliputi.
dunia dan akhirat. 1. Perkembangan dan penyesuaian diri atau
Bageur dalam filosofi Pendidikan Dewi Sartika pribadi dalam belajar:
merupakan kristalisasi dari akhlak yang bersum- a. Berkaitan dengan minat, kemampuan
ber dari ajaran dan nilai-nilai agama sehingga me- diri sendiri;
wujudkan pengetahuan, tindakan, dan perbuatan b. Juga aktualisasi terhadap kemampuan
yang mencakup aspek amanah, aspek tawadhu, dan minat diri sendiri;
aspek qana’ah dan aspek tawakal (Chodijah, 2016). c. Mengarahkan diri ke arah yang lebih
Akhlak terdiri dari akhlak tercela (akhlak baik;
mazmumah) dan akhlak mulia (akhlak karimah). Me- d. Mengurangi dan menghilangkan sikap
nurut Musfir (2005: 70) akhlak mulia adalah yang tidak baik dalam belajar.
sebaik-baik perhiasan yang mampu menghin- 2. Kemampuan dalam pendidikan dan
darkan pemiliknya dari bahaya dan segala ke- penjurusan:
mungkinan yang mampu membahayakannya. a. Memilih studi lanjut seuai dengan
Pemikiran al-Ghazali tentang prinsip-prinsip pem- kemampuan;
binaan pribadi mulia dalam layanan bimbingan b. Memilih studi lanjut sesuai dengan
konseling, yaitu: 1) guru pembimbing menunjuk- minat;
kan sikap kasih sayang terhadap para siswa atau c. Memilih studi lanjut sesuai dengan
konseli, dan memperlakukan seperti putra- kondisi.
putrinya sendiri; 2) hendaknya guru pembimbing 3. Perkembangan dalam belajar:
meneladani Rasulullah SAW; 3) tidak membiarkan a. Adanya informasi mengenai sukses
siswa atau konseli terjerembab pada kebiasaan dalam belajar;
yang merugikan diri sendiri dan orang lain, (4) b. Informasi mengenai bagaimana belajar
hendaknya guru menegur siswanya apabila yang efisien;
melakukan suatu pelanggaran akhlak dan sedapat c. Informasi mengenai faktor-faktor apa
mungkin dilakukan ketika siswa sendirian bukan sajakah yang dapat mendukung
dengan terang-terangan di hadapan orang lain, penelitian yang berkaitan dengan
dilakukan dengan nada kasih sayang bukan belajar siswa (Sukatin, et al., 2022):

205 | Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan Gender dan Anak, Vol. 4, No. 2, Desember 2022
Muhammad Rezza Septian

1. Wanter atau berani ditunjukkan dalam keper- pakan kristalisasi dari akhlak yang bersumber dari
cayaan diri individu. Secara sederhana percaya ajaran dan nilai-nilai agama. Pinter atau pintar
diri bisa dikatakan sebagai suatu keyakinan sebagai bagian dari dimensi kognitif, dalam laya-
seseorang terhadap segala aspek kelebihan nan bimbingan konseling termasuk pada bim-
yang dimilikinya dan keyakinan tersebut mem- bingan belajar. Wanter atau berani ditunjukkan da-
buatnya merasa mampu untuk bisa mencapai lam kepercayaan diri individu.
berbagai tujuan di dalam hidupnya. Sikap
percaya diri ini merupakan suatu kebutuhan Daftar Pustaka
bagi setiap individu, jika siswa telah memiliki Al-Ghazali, A. H. (2003). Investing in Mental Health.
sikap percaya diri dalam dirinya, maka siswa Geneva: World Health Organization.
tersebut telah siap menghadapi dinamika Alimni & Hamdani, (2021). Peran Wanita Dalam
kehidupan yang penuh dengan tantangan. Dunia Pendidikan Pada Masa Rasulullah
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri, tidak SAW. Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan
menutupi kelemahan diri, mampu menghargai Gender dan Anak. Vol. 3 No.2
diri sendiri dan orang lain serta mampu mem- Anwar, M. F. (2015). Filsafat Manusia dalam
buat perencanaan diri akan masa depan, ber- Bimbingan Konseling Islam. Orasi, Volume VI
tanggungjawab terhadap apa yang dilakukan Nomer 1 Januari- Juni 2015.
dapat menghantarkan siswa untuk memaksi- Bayu, A., Krishna, K., & Ahmad, W. A. (2017).
malkan dirinya. Hal tersebut ditunjukkan deng- Istri-Istri Raja di Tanah Jawa. Yogyakarta:
an prestasi akademik dan ekstrakurikuler yang
Araska.
dicapai disekolah. Percaya diri yang tinggi akan
Cahyani, S.T.F., Swastika, K., Sumarjono. (2015).
memudahkan siswa beradaptasi terhadap kea-
Perjuangan Organisasi Perempuan
daan apapun sehingga menjadi pribadi sukses
Indonesia Menuntut Hak Pendidikan Pada
dan mandiri (Tambusai, 2021).
Masa Kolonial Belanda Tahun 1912-1928.
Artikel Ilmiah Mahasiswa, 2015, I (1): 1-14.
Kesimpulan Chodijah, S. (2016). Model Bimbingan dan
Filosofi Pendidikan dalam budaya sunda yak- Konseling Komprehensif dalam
ni gapura pancawaluya (gerbang lima kesempur- Meningkatkan Akhlak Mahasiswa. Ilmu
naan) antara lain cageur, bageur, bener, pinter, tur Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies
singer (sehat, baik hati, benar, pinter, kreatif) yang Volume 10 Nomor 1 (Juni 2016) 129-146
dikukuhkan dengan karakter pangger ‘kukuh’. Daryono, Y. Cet ke-II, 2008. Biografi Pahlawan
Kelima nilai-nilai filosofi sunda tersebut memiliki Nasional: Raden Dewi Sartika Sang Perintis.
keterkaitan dengan tiga ranah pendidikan, yakni Bandung: Yayasan Awika dan PT. Grafitri
kognitif, afektif, dan psikomotor. Kognitif atau Budi Utami.
pengetahuan berkaitan dengan pinter, psikomotor Harahap, N. (2014). Penelitian Kepustakaan. Iqra,
berkaitan dengan singer, dan afektif berkaitan 8(01), 68–74.
dengan cageur, bener. Adapun filosofi Pendidikan Ibrahim, T. (2018). Manajemen ‘Sekolah
Dewi Sartika di Sakola Kaoetamaan Istri dipengaruhi Kaoetamaan Istri’ Raden Dewi Sartika
oleh filosofi gapura pancawaluya yang mencakup Dalam Meningkatkan Keterampilan Kaum
Cageur, Bageur, Pinter dan Wanter. Cageur atau Wanita Sunda. Jurnal Manajemen Pendidikan
sehat adalah pribadi yang mampu mengatur diri Islam Al-Idarah, 3 no. 1, 315.
dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang Makiya, K. R, et al. (2016). Memperaga Cirian
Urang Sunda dalam Pelayanan Homestay.
lain, dan lingkungan sosial. Bageur atau baik meru-

206 | Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan Gender dan Anak, Vol. 4, No. 2, Desember 2022
Sakola Kaoetamaan Istri: Rejuvenasi Filosofi Pemikiran.......... 198-207

Malaysian Journal of Society and Space. Universitas Islam Negeri Syarif


12 (12). Hlm. 129-140. Hidayatullah.
Musfir. (2005). Konseling Terapi. Jakarta: Gema
Insani Press.
Notosoedirjo, M. & Latipun (2005) Kesehatan
Mental: Konsep dan Penerapan. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.
Pradita, S. M. (2020). Sejarah Pergerakan
Perempuan Indonesia Abad 19 – 20: Tinjauan
Historis Peran Perempuan dalam
Pendidikan Bangsa. CHRONOLOGIA, 2(2),
12–27.
https://doi.org/10.22236/jhe.v2i2.6060
Pieper, J. & Uden, M. V. (2006) Religion in Coping
and Mental Health Care. New York: Yord
University Press, Inc.
Rosidi, Ajip. (2009). Manusia Sunda. Bandung: PT
Kiblat Buku Utama.
Sartika, R. Dewi. (1912). Boekoe Kaoetamaan Istri.
Bandung: A. C. NIX & Co.
Sudaryat, Y. (2015). Wawasan kasundaan.
Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia
Suherman, A. (2018). Jabar masagi: penguatan
karakter bagi generasi milenial berbasis
kearifan lokal. Jurnal: Lokabasa, 9(2), 107-
113.
Sukatin, et al. (2022). Bimbingan Dan Konseling
Belajar. Humantech Jurnal Ilmiah Multi
Disiplin Indonesia Vol 1 No 9 Juli 2022
Tambusai, K. (2021). Bimbingan Kelompok Dalam
Menumbuhkan Kepercayaan Diri Siswa.
Jurnal Pendidikan Dan Konseling
Tanaga, S. (2019). Ensiklopedi Tokoh Nasional Dewi
Sartia. 2nd ed. Nuansa Cendekia.
Wiriaatmadja, R. (1983). R. Dewi Sartika. Jakarta:
Depdikbud.
Yaniar, R. (2004). Seri Pahlawan Nasional-Dewi
Sartika. PT. Gramedia Widia Sarana.
Yusuf, R. (2006). Pemikiran al-Ghazali dalam
Membina Akhlak Mulia. Tesis. Universitas
Pendidikan Indonesia.
Zakiyah, L. (2011). Konsep Pendidikan perempuan
menurut raden dewi sartika. Jakarta:

207 | Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan Gender dan Anak, Vol. 4, No. 2, Desember 2022

Anda mungkin juga menyukai