Anda di halaman 1dari 28

PERTUMBUHAN UANG DAN INFLASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi Makro (EKU112E-A3)

Dosen Pengampu:
Dr. Made Dwi Setyadhi Mustika, SE.M.Si

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I

Cristalika Wulan 2207511038 / 06


Dwintya Indah Septia Putri 2207511048 / 13
Gusti Ayu Maylina Diningrat 2207511051 / 16
Muhammad Guslam Fajar 2207511058 / 22
Desti Maria Pinem 2207511060 / 24

PROGRAM STUDI EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi Makro ini
dengan baik.

Dalam penyusunan tugas ini, penulis banyak menemukan hambatan, namun berkat
bimbingan dari semua pihak maka penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Oleh
karena itu, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama
kepada dosen mata kuliah Pengantar Ekonomi Makro, Bapak Dr. Made Dwi Setyadhi
Mustika, SE.M.Si.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini tentunya masih jauh dari
kesempurnaan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun supaya bisa
lebih baik lagi, dan akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya bila ada salah kata
atau perbuatan yang disengaja ataupun tidak disengaja semoga tugas ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Denpasar, 06 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................................... 3
2.1. Teori Inflasi Klasik...................................................................................................... 3
2.1.1. Tingkat Harga dan Nilai Uang ............................................................................. 3
2.1.2. Penawaran Uang, Permintaan Uang, dan Ekuilibrium Moneter .......................... 4
2.1.3. Efek Injeksi Moneter............................................................................................ 6
2.1.4. Proses Penyesuaian Dari Keseimbangan Moneter ............................................... 7
2.1.5. Dikotomi Klasik dan Netralitas Moneter ............................................................. 8
2.1.6. Velositas dan Persamaan Kuantitas ..................................................................... 9
2.1.7. Pajak Inflasi ....................................................................................................... 12
2.1.8. Efek Fisher ......................................................................................................... 13
2.2. Beban Inflasi ............................................................................................................. 15
2.2.1. Penurunan Daya Beli ......................................................................................... 15
2.2.2. Biaya Sol Sepatu atau Biaya Kulit Sepatu ......................................................... 16
2.2.3. Biaya Menu ........................................................................................................ 17
2.2.4. Variabilitas Harga Relatif dan Misalokasi Sumber Daya .................................. 18
2.2.5. Distorsi Pajak Akibat Inflasi .............................................................................. 18
2.2.6. Kebingungan dan Ketidaknyamanan ................................................................. 19
2.2.7. Biaya Inflasi Tak Terduga: Redistribusi Kekayaan ........................................... 20
2.2.8. Keburukan Inflasi............................................................................................... 21
BAB III .................................................................................................................................... 23
3.1. Ringkasan .................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 24
Lampiran ................................................................................................................................ 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Inflasi sering kali menjadi momok bagi negara berkembang dikarenakan
struktur perekonomian yang cenderung belum stabil. Inflasi merupakan suatu gejala
ekonomi yang mendapat banyak perhatian bagi para ekonom karena dari banyaknya
kasus, inflasi sering merugikan. Salah satunya inflasi merugikan orang – orang yang
berpenghasilan tetap yang membuat pendapatan riil mengalami penurunan. Inflasi
menjadi salah satu indikator dalam melihat stabilitas perekonomian suatu negara.
Pada khususnya di negara Indonesia pada tahun 2005 – 2007 menunjukan tren inflasi
yang meningkat, di mana perkembangan inflasi selama tahun 2005 sebesar 5,06% dan
terus meningkat pada tahun 2006 menjadi 6,4%, hingga tahun 2007 tercatat kondisi
inflasi yang sangat tinggi menjadi 17,11%.
Menurut teori kuantitas uang, salah satu faktor yang mempengaruhi inflasi
adalah jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar yang meningkat secara berlebihan
dapat mendorong peningkatan harga melebihi tingkat yang diharapkan, sehingga
dalam jangka panjang dapat menggangu pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini
menyebabkan inflasi tinggi. Sebaliknya, apabila peningkatan jumlah uang beredar
sangat rendah maka kelesuan ekonomi akan terjadi atau terjadinya deflasi.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan teori klasik inflasi?
2. Apa yang dimaksud dengan tingkat harga dan nilai uang?
3. Apa yang dimaksud dengan uang beredar, permintaan uang, dan ekuilibrium
moneter?
4. Apa saja yang memengaruhi injeksi moneter?
5. Apa yang dimaksud mengenai proses penyesuaian dari keseimbangan moneter?
6. Apa yang dimaksud dikotomi klasik dan netralitas moneter?
7. Apa yang dimaksud dengan velositas dan persamaan kuantitas?
8. Apa yang dimaksud dengan beban inflasi?
9. Apa yang dimaksud dengan penurunan daya beli?
10. Apa yang dimaksud dengan biaya sol sepatu?
11. Apa yang dimaksud dengan biaya menu?

1
12. Apa yang dimaksud dengan variabilitas harga relatif?
13. Apa yang dimaksud dengan distorsi pajak oleh dorongan inflasi?
14. Mengapa terjadi konfusi dan ketidaknyamanan?
15. Apa yang dimaksud dengan redistribusi kekayaan?
16. Apa saja keburukan inflasi?

1.3.Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan teori klasi inflasi.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan tingkat harga dan nilai uang.
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan uang beredar, permintaan uang, dan
ekuilibrium moneter.
4. Untuk mengetahui dan menjelaskan yang memengaruhi injeksi moneter.
5. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai proses penyesuaian dari
keseimbangan moneter.
6. Untuk mengetahui dan menjelaskan dikotomi klasik dan netralitas moneter.
7. Untuk mengetahui dan menjelaskan velositas dan persamaan kuantitas.
8. Untuk mengetahui dan menjelaskan beban inflasi.
9. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai penurunan daya beli.
10. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai biaya sol sepatu.
11. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai biaya menu.
12. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai variabilitas harga relatif.
13. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai distorsi pajak oleh dorongan inflasi.
14. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai konfusi dan ketidaknyamanan.
15. Untuk mengetahui dan menjelaskan meneganai redistribusi kekayaan.
16. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai keburukan inflasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Teori Inflasi Klasik


Kita memulai studi inflasi dengan mengembangkan teori kuantitas uang. Teori
ini sering disebut ―klasik― karena dikembangkan oleh beberapa paling pemikir
ekonomi awal. Kebanyakan ekonomi saat ini mengandalkan teori ini untuk
menjelaskan panjang determinan jangka dari tingkat harga dan tingkat inflasi.

2.1.1. Tingkat Harga dan Nilai Uang


Hubungan antara tingkat harga dan nilai uang yaitu jika tingkat harga
mengalami kenaikan maka nilai uang mengalami penurunan dan juga sebaliknya
jika tingkat harga mengalami penurunan maka nilai uang mengalami kenaikan.
Misalkan kita mengamati bahwa selama beberapa periode waktu harga es krim
naik dari 3.000 ribu rupiah menjadi 5.000 ribu rupiah maka nilai uang mengalami
penurunan, dikarenakan pada tingkat harganya mengalami kenaikan. Selama ini
kita memandang tingkat harga sebagai harga sekeranjang barang dan jasa. Ketika
tingkat harga naik, orang harus membayar lebih untuk barang dan jasa yang
mereka beli. Sebagai alternatif, kita dapat melihat tingkat harga sebagai ukuran
nilai uang. Kenaikan tingkat harga berarti nilai uang yang lebih rendah karena
setiap rupiah di dompet anda sekarang membeli sejumlah kecil barang dan jasa.
Mungkin membantu untuk mengungkapkan ide-ide ini secara matematis.
Misalkan P adalah tingkat harga yang diukur dengan indeks harga
konsumen atau deflator PDB. Kemudian P mengukur jumlah dolar yang
dibutuhkan untuk membeli sekeranjang barang dan jasa. Kini giliran ide ini
sekitar: Jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli dengan $ 1 sama dengan 1
/P.Dengan kata lain, jika P adalah harga barang dan jasa yang diukur dalam
bentuk uang, 1 /P adalah nilai uang yang diukur dari segi barang dan jasa.
Matematika ini paling sederhana untuk dipahami dalam ekonomi yang hanya
menghasilkan barang tunggal, katakanlah, es krim. Dalam hal ini, P adalah harga
kerucut. Jika harga sebuah cone (P) adalah $ 2, maka nilai satu dollar (1 /P)
adalah setengah cone. Ketika harga (P) naik menjadi $ 3, nilai satu dolar (1 /P)
turun menjadi sepertiga dari kerucut. Perekonomian aktual menghasilkan ribuan
barang dan jasa, jadi kami menggunakan indeks harga daripada harga satu

3
barang. Tetapi logikanya tetap sama: Ketika tingkat harga keseluruhan naik, nilai
uang turun.

2.1.2. Penawaran Uang, Permintaan Uang, dan Ekuilibrium Moneter


Sekarang pertimbangkan permintaan uang. Yang paling mendasar,
permintaan uang mencerminkan seberapa banyak kekayaan yang ingin dimiliki
orang dalam bentuk likuid. Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah uang yang
diminta. Jumlah mata uang yang orang pegang di dompet mereka, misalnya,
bergantung pada seberapa besar mereka mengandalkan kredit kartu dan apakah
anjungan tunai mandiri mudah ditemukan. Jumlah uang yang diminta bergantung
pada tingkat bunga yang dapat diperoleh seseorang dengan menggunakan uang
itu untuk membeli obligasi berbunga daripada meninggalkannya di dompet atau
rekening giro berbunga rendah. Meskipun banyak variabel yang mempengaruhi
permintaan uang, satu variable penting yang menonjol: tingkat harga rata-rata
dalam perekonomian.
Orang memegang uang karena itu adalah alat tukar. Tidak seperti aset
lain, seperti obligasi atau saham, orang dapat menggunakan uang untuk membeli
barang dan jasa yang ada di daftar belanjanya. Berapa banyak uang yang mereka
pilih untuk disimpan untuk tujuan ini tergantung pada harga barang dan jasa
tersebut. Semakin tinggi harga, semakin banyak uang yang transaksi dibutuhkan,
dan semakin banyak uang yang akan dipilih orang untuk disimpan di dompet dan
rekening giro mereka. Artinya, tingkat harga yang lebih tinggi (nilai uang yang
lebih rendah) meningkatkan jumlah uang yang diminta. Jika tingkat harga di
bawah tingkat ekuilibrium, orang akan ingin memegang lebih sedikit uang
daripada yang diciptakan Fed (bank sentral Amerika Serikat), dan tingkat harga
harus naik untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan.
Pada tingkat harga ekuilibrium, jumlah uang yang orang ingin pegang
sama persis dengan jumlah uang yang ditawarkan oleh Fed. Gambar 1
mengilustrasikan ide-ide ini. Sumbu horizontal dari grafik ini menunjukkan
jumlah uang. Kiri sumbu vertikal menunjukkan nilai uang 1 /P, dan hak vertikal
sumbu menunjukkan tingkat harga P. Perhatikan bahwa sumbu tingkat harga di
sebelah kanan terbalik: Tingkat harga rendah ditampilkan di dekat bagian atas
sumbu ini, dan tingkat harga tinggi ditampilkan di dekat bagian bawah. Sumbu
terbalik ini menggambarkan bahwa Ketika nilai uang tinggi (seperti yang

4
ditunjukkan di dekat bagian atas sumbu kiri), level harga rendah (seperti yang
ditunjukkan di dekat bagian atas sumbu kanan).

Gambar 1: Bagaimana Penawaran dan Permintaan Uang Menentukan


Tingkat Harga Ekuilibrium

Sumbu horizontal menunjukkan jumlah uang. Sumbu vertikal kiri


menunjukkan nilai uang, dan sumbu vertikal kanan menunjukkan tingkat harga.
Kurva penawaran uang (money supply) dalam praktiknya berbentuk garis tegak
lurus karena bank sentral telah menetapkan jumlah uang beredar tertentu, yang
tergantung pada kebijakan moneter. Kurva permintaan uang (money demand)
miring ke bawah atau memiliki slope negatif, karena jumlah uang yang diminta
oleh masyarakat (dalam hal ini untuk disimpan sebagai alat penyimpan kekayaan
atau ditabung) akan turun jika tingkat bunga meningkat, dan naik jika tingkat
bunga turun (orang ingin memegang sejumlah besar uang ketika setiap dolar
membeli lebih sedikit). Pada ekuilibrium, titik A, nilai uang (di sumbu kiri) dan
tingkat harga (di sumbu kanan) telah disesuaikan untuk menyeimbangkan jumlah
uang yang ditawarkan dan jumlah uang yang diminta.

Dapat disimpulkan bahwa Permintaan uang adalah jumlah unit moneter


(berupa uang giral dan uang kartal) yang ingin dipegang sebagai harta tunai.
Sedangkan penawaran uang adalah jumlah uang yang tersedia dalam suatu
perekonomian.

5
Kurva permintaan uang dapat mengalami pergeseran jika faktor selain
tingkat bunga berubah. Kurva permintaan uang akan bergeser ke kanan apabila
meningkatnya kekayaan masyarakat serta pendapatan dan produk nasional. Kurva
permintaan uang akan bergeser ke kiri apabila turunnya kekayaan masyarakat
serta pendapatan dan produk nasional.

2.1.3. Efek Injeksi Moneter


Mari kita pertimbangkan efek dari perubahan kebijakan moneter.
Untuk melakukannya, bayangkan ekonomi berada dalam ekuilibrium dan
kemudian, tiba-tiba, The Fed menggandakan pasokan uang dengan mencetak
beberapa lembar uang dolar dan menjatuhkannya di seluruh negeri dari
helikopter. (Atau, kurang dramatis dan lebih realistis, Fed dapat menyuntikkan
uang ke dalam perekonomian dengan membeli beberapa obligasi pemerintah dari
publik dalam operasi pasar terbuka). Apa yang terjadi setelah suntikan moneter
seperti itu? Bagaimana keseimbangan baru dibandingkan dengan yang lama?
Gambar 2 menunjukkan apa yang terjadi. Injeksi moneter menggeser
kurva penawaran ke kanan dari MS1 MS2,dan bergerak ekuilibrium dari titik A
ke titik B. Akibatnya, nilai uang (ditampilkan pada sumbu kiri) menurun dari 1/2
1/4, dan tingkat 9 harga keseimbangan (ditunjukkan di sebelah kanan axis)
meningkat dari 2 menjadi 4. Dengan kata lain, ketika peningkatan jumlah uang
beredar membuat dolar lebih banyak, akibatnya adalah peningkatan tingkat harga
yang membuat setiap dolar menjadi kurang berharga.
Penjelasan tentang bagaimana tingkat harga ditentukan dan mengapa
hal itu dapat berubah dari waktu ke waktu disebut teori kuantitas uang. Menurut
teori kuantitas, jumlah uang yang tersedia dalam suatu perekonomian menentukan
nilai uang, dan pertumbuhan jumlah uang adalah penyebab utama inflasi. Seperti
yang pernah dikatakan oleh ekonom Milton Friedman, "Inflasi selalu dan di
mana-mana merupakan fenomena moneter."
Teori kuantitas uang teori yang menyatakan bahwa jumlah uang yang
tersedia menentukan tingkat harga dan bahwa tingkat pertumbuhan dalam jumlah
uang yang tersedia menentukan tingkat inflasi.

6
Gambar 2: Kenaikan Jumlah Uang Beredar

Ketika Fed meningkatkan jumlah uang beredar, kurva penawaran


uang bergeser dari MS1 ke MS2. Nilai uang (pada sumbu kiri) dan tingkat harga
(di sumbu kanan) menyesuaikan untuk menyeimbangkan kembali penawaran dan
permintaan.Keseimbangan bergerak dari titik A ke titik B. Dengan demikian,
ketika peningkatan jumlah uang beredar membuat dolar lebih banyak, tingkat
harga meningkat, membuat setiap dolar kurang berharga.

2.1.4. Proses Penyesuaian Dari Keseimbangan Moneter


Sejauh ini, kita telah membandingkan ekuilibrium lama dan
ekuilibrium baru setelah suntikan uang. Bagaimana perekonomian berpindah dari
ekuilibrium lama keekuilibrium baru? Jawaban lengkap untuk pertanyaan ini
membutuhkan pemahaman tentang fluktuasi jangka pendek dalam perekonomian,
yang akan kita kaji nanti dalam buku ini. Di sini, kami secara singkat membahas
proses penyesuaian yang terjadi setelah perubahan jumlah uang beredar.
Efek langsung dari suntikan moneter adalah menciptakan kelebihan
pasokan uang. Sebelum injeksi, perekonomian berada dalam kondisi ekuilibrium
(titik A pada Gambar2). Pada tingkat harga yang berlaku, orang memiliki uang
sebanyak yang mereka inginkan. Tetapi setelah helikopter menjatuhkan uang baru
dan orang-orang mengambilnya dari jalanan, orang-orang memiliki lebih banyak
dolar di dompet mereka daripada yang mereka inginkan. Pada tingkat harga yang
berlaku, jumlah uang yang ditawarkan sekarang melebihi jumlah yang diminta.

7
Orang-orang mencoba menyingkirkan kelebihan pasokan uang ini
dengan berbagai cara. Mereka mungkin menggunakannya untuk membeli barang
dan jasa. Atau mereka mungkin menggunakan kelebihan uang ini untuk
memberikan pinjaman kepada orang lain dengan membeli obligasi atau dengan
menyimpan uang tersebut di rekening tabungan bank. Pinjaman ini
memungkinkan orang lain untuk membeli barang dan jasa Dalam kedua kasus
tersebut, suntikan uang meningkatkan permintaan akan barang dan jasa.
Namun, kemampuan ekonomi untuk memasok barang dan jasa tidak
berubah.Seperti yang kita lihat pada bab produksi dan pertumbuhan, keluaran
barang dan jasa perekonomian ditentukan oleh tenaga kerja yang tersedia, modal
fisik, modal manusia, 11 sumber daya alam, dan pengetahuan teknologi. Tak satu
pun dari ini diubah oleh suntikan uang.
Dengan demikian, permintaan barang dan jasa yang semakin besar
menyebabkan harga barang dan jasa meningkat. Kenaikan tingkat harga, pada
gilirannya, meningkatkan jumlah uang yang diminta karena orang menggunakan
lebih banyak dolar untuk setiap transaksi. Akhirnya, perekonomian mencapai
ekuilibrium baru (titik B dalam Gambar 2) di mana jumlah uang yang diminta
kembali sama dengan jumlah uang yang ditawarkan. Dengan cara ini, tingkat
harga keseluruhan untuk barang dan jasa menyesuaikan untuk uang
menyeimbangkan jumlahberedar dan permintaan uang.

2.1.5. Dikotomi Klasik dan Netralitas Moneter


Kita telah melihat bagaimana perubahan jumlah uang beredar
menyebabkan perubahan dalam rata-rata tingkat harga barang dan jasa.
Bagaimana perubahan moneter mempengaruhi variabel ekonomi lainnya, seperti
produksi, lapangan kerja, upah riil, dan bunga riil tingkat? Pertanyaan ini telah
lama membuat penasaran para ekonom, termasuk David Hume di abad ke-18.
Hume dan orang-orang sezamannya menyarankan bahwa variabel
ekonomi harus dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari
variable-variabel nominal yang diukur dalam unit moneter. Kelompok kedua
terdiri dari variable-variabel riil yang diukur dalam unit fisik. Misal, pendapatan
petani jagung merupakan variabel nominal karena diukur dalam satuan dollar,
sedangkan kuantitas jagung yang mereka hasilkan merupakan variabel riil karena
diukur dalam satuan gantang. PDB Nominal adalah variabel nominal karena

8
mengukur nilai dolar dari output barang dan jasa perekonomian, PDB riil adalah
variabel riil karena mengukur jumlah total barang dan jasa yang diproduksi dan
tidak dipengaruhi oleh harga barang dan jasa tersebut saat ini. Pemisahan antara
variabel riil dan nominal sekarang disebut dikotomi klasik. (Dikotomi adalah
pembagian menjadi dua kelompok, dan klasik mengacu pada pemikir ekonomi
sebelumnya).
Pelajaran ini memiliki banyak bentuk penerapan. Misalnya, upah riil
(upah dalam unit dolar yang disesuaikan dengan inflasi) merupakan variabel riil
karena mengukur tingkat di mana orang menukar barang dan jasa untuk satu unit
kerja. Demikian pula, tingkat bunga riil (tingkat bunga nominal yang disesuaikan
dengan inflasi) merupakan variabel riil karena mengukur tingkat di mana orang
menukar barang dan jasa saat ini dengan barang dan jasa di masa depan.
Mengapa variabel dipisahkan berdasarkan dua kelompok ini?
Dikotomi klasik menjadi sangat berguna karena adanya perbedaan kekuatan yang
mempengaruhi variabel riil dan nominal. Menurut analisis klasik, variabel
nominal dipengaruhi oleh perkembangan sistem moneter perekonomian,
sedangkan uang sebagian besar tidak relevan untuk menjelaskan variabel riil.
Perubahan jumlah uang beredar, menurut analisis klasik,
mempengaruhi variabel nominal tetapi tidak mempengaruhi variabel riil. Ketika
bank sentral menggandakan jumlah uang beredar, maka tingkat harga berlipat
ganda, upah dalam dolar berlipat ganda, dan semua nilai dolar lainnya berlipat
ganda. Variabel riil, seperti produksi, pekerjaan, upah riil, dan tingkat suku
bunga riil, tidak mengalami perubahan. Tidak relevannya perubahan moneter
terhadap variabel riil ini disebut dengan netralitas moneter (monetary neutrality).

2.1.6. Velositas dan Persamaan Kuantitas


Berapa kali dalam setahun biasanya uang kertas dolar biasa membayar
untuk barang atau jasa yang baru diproduksi? Jawaban atas pertanyaan ini
diberikan oleh variabel yang disebut perputaran uang (velocity of money). Dalam
fisika, kecepatan mengacu pada istilah kecepatan dari perpindahan suatu objek.
Dalam ilmu ekonomi, perputaran uang (kecepatan perputaran uang) mengacu
pada kecepatan dimana mata uang dollar yang sama berpindah dalam seluruh
perekonomian dari satu orang ke orang lainnya.

9
Untuk menghitung perputaran uang, kita membagi nilai nominal output
(PDB nominal) dibagi dengan kuantitas uang. Jika P adalah tingkat harga
(deflator PDB), Y kuantitas output (PDB riil), dan M kuantitas uang, maka
kecepatan perputaran uang adalah

V = (P.Y) / M

Untuk melihat mengapa demikian, misalkansuatu perekonomian yang


hanya memproduksi pizza. Perekonomian memproduksi 100 pizza dalam setahun,
yang dimana setiap pizza dijual seharga $10, dan kuantitas uang dalam
perekonomian adalah sebesar $50. Maka perputaran uang adalah

V = ($10 .100) / $50 = 20.

Dalam perekonomian ini, orang akan menghabiskan total $ 1.000 per


tahun untuk pizza. Untuk total belanja senilai $ 1.000 yang dengan hanya
menggunakan uang beredar sejumlah $50, maka setiap uang dolar harus
berpindah tangan rata-rata sebanyak 20 kali per tahun. Dengan sedikit
penyusunan ulang aljabar, persamaan ini dapat ditulis ulang menjadi

M. V = P. Y

Persamaan ini menyatakan bahwa kuantitas uang (M) dikalikan


perputaran uang (V) sama dengan harga output (P) dikalikan jumlah output (Y).
Ini disebut persamaan kuantitas karena berkaitan dengan kuantitas uang (M)
dengan nilai keluaran produksi nominal (P.Y). Persamaan kuantitas menunjukkan
bahwa peningkatan kuantitas uang dalam suatu perekonomian harus tercermin
dalam salah satu dari tiga variabel lainnya: Tingkat harga harus naik, jumlah
output harus naik, atau perputaran uang harus turun.
Dalam banyak kasus, ternyata perputaran uang bersifat relatif stabil.
Misalnya, Gambar 3 menunjukkan PDB nominal, jumlah uang (yang diukur
dengan M2), dan perputaran uang bagi perekonomian AS sejak tahun 1960.
Sepanjang periode tersebut, jumlah uang beredar dan PDB nominal keduanya
meningkat lebih dari dua puluh kali lipat. Sebaliknya, perputaran uang, meskipun

10
tidak sepenuhnya konstan, tidak berubah secara drastis. Jadi, untuk beberapa
tujuan, asumsi kecepatan konstan adalah sebuah perkiraan yang cukup baik.
Gambar 3: PDB Nominal, Kuantitas Uang, dan Perputaran uang. Gambar
ini menunjukkan nilai output nominal yang diukur dengan nominal PDB , yaitu
kuantitas uang yang diukur dengan M2, dan perputaran uang yang diukur oleh
rasionya. Sebagai perbamdingan, ketiganya disesuaikan dengan 100 pada tahun
1960. Ingat bahwa nominal PDB dan jumlah uang telah tumbuh secara dramatis
selama periode ini, sementara kecepatan meningkat relatif stabil.

Gambar 3: PDB Nominal, Jumlah Uang, dan Perputaran Uang

Elemen yang diperlukan untuk menjelaskan tingkat harga ekuilibrium dan


tingkat inflasi sebagai berikut:
1. Perputaran uang relatif stabil dari waktu ke waktu.
2. Karena kecepatan stabil, saat bank sentral mengubah kuantitas uang (M), itu
menyebabkan perubahan proporsional dalam nilai nominal output (P 3 Y).
3. Output barang dan jasa perekonomian (Y) terutama ditentukan oleh factor
penawaran (tenaga kerja, modal fisik, modal manusia, dan sumber daya alam)
dan teknologi produksi yang tersedia. Secara khusus, karena uang netral, uang
tidak mempengaruhi keluaran.
4. Dengan output (Y) ditentukan oleh faktor penawaran dan teknologi, saat bank
sentral mengubah jumlah uang beredar (M) dan menyebabkan perubahan
proporsional nilai nominal output (P.Y), perubahan ini tercermin dalam
perubahan tingkat harga (P).
5. Oleh karena itu, ketika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar
dengan cepat, maka hasilnya adalah tingkat inflasi yang tinggi.
Kelima langkah ini merupakan inti dari teori kuantitas uang.

11
2.1.7. Pajak Inflasi
Hiperinflasi menjadi hal yang menarik, sebagian karena adanya
perubahan jumlah uang beredar dan tingkat harga sangat besar. Hiperinflasi
secara umum didefinisikan sebagai inflasi yang melebihi 50% per bulan. Artinya,
tingkat harga semakin meningkat lebih dari 100 kali lipat selama setahun.
Mengapa negara-negara mengalami hiperinflasi? Artinya, mengapa bank sentral
negara memilih untuk mencetak begitu banyak uang yang dimana menyebabkan
jatuhnya nilai uang pasti secara cepat seiring waktu? Jawabannya adalah bahwa
pemerintah negara-negara ini menggunakan penciptaan uang sebagai cara
untuk membayar pengeluaran negaranya. Ketika pemerintah ingin membangun
jalan, membayar gaji tentaranya, atau memberikan pembayaran transfer kepada
orang miskin atau lanjut usia, maka terlebih dahulu harus mengumpulkan dana
yang diperlukan. Biasanya, pemerintah melakukan ini dengan cara memungut
pajak, seperti pajak pendapatan dan pajak penjualan, dan dengan meminjam dari
publik dengan menjual obligasi pemerintah. Namun pemerintah juga dapat
membayar pengeluaran hanya dengan mencetak uang yang dibutuhkan.
Ketika pemerintah meningkatkan pendapatan dengan mencetak uang,
maka hal ini dikatakan untuk memungut pajak inflasi. Pajak inflasi tidak persis
seperti pajak lainnya, karena tidak seseorang menerima tagihan dari pemerintah
untuk pajak ini. Sebaliknya, pajak inflasi adalah lebih halus. Ketika pemerintah
mencetak uang, tingkat harga naik, dan dolar di dompet kita menjadi kurang
berharga. Jadi, pajak inflasi seperti pajak bagi semua orang yang memegang
uang.
Pentingnya pajak inflasi bervariasi dari satu negara ke negara lain dan
dari waktu ke waktu. Di Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir, pajak
inflasi telah menjadi sumber yang sepele pendapatan: Ini menyumbang kurang
dari 3% dari pendapatan pemerintah. Selama dekade 1770-an, bagaimanapun,
Kongres Kontinental Amerika Serikat yang masih sangat baru memiliki
ketergantungan pada pajak inflasi untuk membayar pengeluaran militer negara.
Karena pemerintah baru memiliki kemampuan terbatas untuk mengumpulkan
dana melalui pajak atau pinjaman, mencetak dolar adalah cara termudah untuk
membayar tentara Amerika. Sebagaimana teori kuantitas memprediksi, akibatnya
adalah tingkat inflasi yang tinggi: Harga diukur dalam bentuk dolar kontinental
naik lebih dari 100 kali lipat selama beberapa tahun.

12
Hampir semua hiperinflasi mengikuti pola yang sama dengan
hiperinflasi selama Revolusi Amerika. Pemerintah memiliki pengeluaran tinggi,
pajak tidak memadai pendapatan, dan kemampuan meminjam yang terbatas.
Hasilnya, melakukan pencetakan mata uang untuk membayar pengeluarannya.
Peningkatan besar dalam kuantitas menyebabkan inflasi besar-besaran. Inflasi
berakhir ketika pemerintah melakukan reformasi fiskal seperti pemotongan
pengeluaran pemerintah yang menghilangkan kebutuhan akan pajak inflasi.

2.1.8. Efek Fisher


Menurut prinsip netralitas moneter, kenaikan tingkat pertumbuhan
uang akan menaikkan tingkat inflasi tetapi tidak mempengaruhi variabel riil.
Sebuah Penerapan penting dari prinsip ini menyangkut pengaruh uang terhadap
tingkat suku bunga. Suku bunga adalah variabel penting untuk memahami
makroekonomi karena tingkat suku bunga menghubungkan ekonomi saat ini dan
ekonomi masa depan melalui pengaruhnya terhadap tabungan dan investasi.
Tingkat suku bunga riil mengoreksi tingkat suku bunga nominal dari
efek inflasi untuk menjelaskan seberapa cepat daya beli rekening tabungan Anda
akan meningkat seiring waktu. Tingkat suku bunga riil adalah tingkat suku bunga
nominal dikurangi tingkat inflasi:

Tingkat suku bunga riil = Tingkat bunga nominal - Tingkat inflasi

Misalnya, jika bank menuliskan tingkat bunga nominal 7% per tahun dan
tingkat inflasi adalah 3% per tahun, maka nilai riil dari deposito akan meningkat
sebesar 4% per tahun. Kita dapat menulis ulang persamaan ini untuk
menunjukkan bahwa tingkat bunga nominal adalah penjumlahan dari tingkat suku
bunga riil dan tingkat inflasi:

Tingkat suku bunga nominal = Tingkat bunga riil + Tingkat inflasi.

Cara mengamati suku bunga nominal ini bermanfaat karena kekuatan


ekonomi yang berbedaakan menjadi faktor penentuan dari dua istilah yang
terdapat pada sisi kanan dari persamaan ini. Seperti yang telah kita bahas
sebelumnya di buku ini, penawaran dan permintaan dana pinjaman menentukan

13
tingkat suku bunga riil. Dan menurut teori kuantitas uang, pertumbuhan jumlah
uang beredar menentukan tingkat inflasi.
Bagaimana pertumbuhan jumlah uang beredar dapat memengaruhi tingkat
suku bunga? Di jangka panjang di mana uang itu netral, perubahan dalam
pertumbuhan uang seharusnya tidak mempengaruhi tingkat bunga riil.
Bagaimanapun juga, tingkat suku bunga riil adalah variabel riil. Dikarenakan
tingkat suku bunga riil tidak terpengaruh, maka tingkat suku bunga nominal
harus menyesuaikan satu demi satu dengan perubahan tingkat inflasi. Jadi,
ketika Fed menaikkan tingkat uang pertumbuhan, hasil pada jangka panjang
adalah tingkat inflasi yang lebih tinggi dan tingkat suku bunga nominal yang
lebih tingg. Penyesuaian tingkat bunga nominal dengan tingkat inflasi ini disebut
Efek Fisher, setelah Irving Fisher (1867–1947), ekonom yang pertama kali
mempelajarinya.
Tingkat suku bunga nominal biasanya berbentuk pembayaran pinjaman,
dan biasanya telah ditetapkan Ketika pinjaman pertama kali dilakukan. Jika
lonjakan inflasi menyebabkan peminjam dan pemberi pinjaman, maka tingkat
suku bunga nominal yang mereka sepakati akan gagal untuk merefleksikan
inflasi yang lebih tinggi. Tetapi jika inflasi tetap tinggi, orang-orang pada
akhirnya akan datang untuk mengharapkannya, dan perjanjian pinjaman akan
merefleksikan harapan ini. Tepatnya efek Fisher menyatakan bahwa tingkat suku
bunga nominal menyesuaikan dengan inflasi yang diharapkan. Inflasi yang
diharapkan bergerak dengan inflasi aktual dalam jangka panjang, tapi itu belum
tentu benar dalam jangka pendek. Gambar 5 menunjukkan tingkat bunga nominal
dan tingkat inflasi.

14
Gambar 4: Suku Bunga Nominal dan Tingkat Inflasi

Tingkat suku bunga nominal dan tingkat inflasi perekonomian AS sejak


1960. Hubungan erat antara kedua variabel ini jelas. Tingkat bunga nominal naik
dari awal 1960-an hingga 1970-an karena inflasi juga meningkat selama kurun
waktu tersebut. Demikian pula, tingkat bunga nominal turun dari awal 1980-an
hingga 1990- an karena Fed berhasil mengendalikan tingkat inflasi. Dalam
beberapa tahun terakhir, baik tingkat bunga nominal maupun tingkat inflasi
rendah menurut standar historis. Gambar ini menggunakan data tahunan sejak
1960 untuk menunjukkan tingkat suku bunga nominal per tiga bulan departemen
keuangan dan tingkat inflasi yang diukur oleh CPI. Hubungan kuat antara kedua
variabel ini adalah bukti bagi efek Fisher: Ketika inflasi suku bunga naik, begitu
pula tingkat suku bunga nominal.

2.2.Beban Inflasi
Beban inflasi adalah jenis biaya atau kerugian yang sering ditimbulkan oleh
inflasi. Adapun penjelasan mengenai beban inflasi, yaitu:

2.2.1. Penurunan Daya Beli


Inflasi secara langsung menurunkan standar hidup karena inflasi
menurunkan daya beli uang masyarakat. Daya beli uang (purchasing power of
money) adalah kemampuan sebuah mata uang ketika dikonversi dengan barang
atau jasa yang memengaruhi tingkat keputusan seseorang. Pada saat harga naik,
barang dan jasa hanya mampu didapatkan dengan jumlah yang lebih sedikit

15
karena daya beli uang yang menurun. Artinya hal ini secara langsung akan
menurunkan standar hidup.
Disisi lain, ketika harga – harga naik, pembeli barang dan jasa akan
membayar lebih untuk apa yang mereka beli. Pada saat yang bersamaan, penjual
barang dan jasa mendapatkan lebih banyak pendapatan atas barang dan jasa yang
mereka jual. Hal tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar orang
memperoleh pendapatan seperti tenaga kerja, maka inflasi pada pendapatan
berjalan seiring dengan inflasi harga. Oleh karena itu, inflasi tidak dengan
sendirinya mengurangi daya beli uang (riil) pada masyarakat.

2.2.2. Biaya Sol Sepatu atau Biaya Kulit Sepatu


Inflasi sama halnya seperti pajak yang dibebankan kepada para pemegang
uang. Pajak sendiri bukanlah merupakan biaya bagi masyarakat: Pajak hanya
merupakan transfer sumber daya dari rumah tangga kepada pemerintah. Pajak
inflasi (inflation tax) dapat menyebabkan deadweight loss atau kerugian bobot
mati. Pajak inflasi merupakan inflasi akibat terlalu banyaknya jumlah uang
beredar (JUB).
Dikarenakan inflasi menggerus nilai riil uang yang dipegang, maka untuk
menghindari pajak inflasi adalah memegang lebih sedikit uang. Salah satu
caranya ialah lebih sering pergi ke bank agar dapat menyimpan lebih banyak
kekayaan dalam rekening tabungan berbunga dan memiliki lebih sedikit uang
dalam dompet yang di mana inflasi dapat mengikis nilainya.
Biaya sol sepatu (shoeleather cost) adalah biaya untuk mengurangi
kepemilikan uang. Dalam hal ini sumber daya yang terbuang ketika inflasi
mendorong orang untuk mengurangi pemegangan uang mereka. Biaya kulit
sepatu dari inflasi mungkin terlihat tidak begitu berarti. Namun kenyataannya,
biaya ini terjadi pada perekonomian AS yang telah memiliki inflasi moderat
dalam beberapa tahun terakhir. Namun, Biaya ini akan menjadi lebih besar di
negara yang mengalami hiperinflasi. Contohnya salah satu pengalaman seseorang
di Bolivia selama hiperinflasi, saat Edgar Miranda mendapatkan gaji guru
bulanannya sebesar 25 juta peso, dia tidak ada waktu untuk kalah. Setiap jam,
peso turun nilainya. Jadi, sementara istrinya bergegas ke pasar untuk
menyediakan persediaan beras dan mie selama sebulan, dia pergi dengan sisa
peso untuk mengubahnya menjadi dolar pasar gelap. Tuan Miranda paling banyak

16
mempraktikkan Aturan Pertama Bertahan Hidup inflasi yang tidak terkendali di
dunia saat ini. Bolivia adalah studi kasus tentang bagaimana inflasi yang tak
terkendali merusak masyarakat. Kenaikan harga begitu besar angka-angka itu
membangun hampir di luar pemahaman. Dalam satu enam bulan periode,
misalnya, harga melonjak pada tingkat tahunan sebesar 38.000 persen. Oleh
hitungan resmi, bagaimanapun, inflasi tahun lalu mencapai 2.000 persen, dan ini
tahun diperkirakan mencapai 8.000 persen — meskipun perkiraan lain berkisar
banyak kali lebih tinggi. Bagaimanapun, tingkat Bolivia mengerdilkan Israel 370
persen dan Argentina 1.100 persen — dua kasus inflasi parah lainnya. Lebih
mudah untuk memahami apa yang terjadi pada anak berusia tiga puluh delapan
tahun Pak Miranda akan membayar jika dia tidak segera mengubahnya menjadi
dolar. Hari dia dibayar 25 juta peso, satu dolar berharga 500.000 peso. Jadi dia
menerima $ 50. Beberapa hari kemudian, dengan tarif 900.000 peso, dia akan
menerima $ 27.
Seperti yang ditunjukkan oleh cerita ini, biaya inflasi pada kulit sepatu
bisa sangat besar. Dengan Laju inflasi tinggi, Pak Miranda tidak memiliki
kemewahan menggandeng lokal uang sebagai penyimpan nilai. Sebaliknya, dia
dipaksa untuk mengubah peso-nya dengan cepat menjadi barang atau menjadi
dolar AS, yang menawarkan penyimpan nilai yang lebih stabil. Waktu dan Upaya
yang dilakukan Pak Miranda untuk mengurangi kepemilikan uangnya adalah
pemborosan sumber daya. Jika otoritas moneter mengejar kebijakan inflasi
rendah, Pak Miranda akan dengan senang hati memegang peso, dan dia bisa
menggunakan waktu dan usahanya untuk lebih penggunaan produktif. Nyatanya,
tak lama setelah artikel ini ditulis, terjadi inflasi Bolivia tarif diturunkan secara
substansial dengan kebijakan moneter yang lebih ketat.

2.2.3. Biaya Menu


Biaya menu (menu cost) atau biaya penyesuaian harga adalah biaya yang
timbul ketika membuat suatu perubahan harga barang dan jasa yang ditawarkan
oleh perusahaan. Biaya menu termasuk biaya untuk menentukan harga baru,
mencetak daftar harga dan katalog baru, mengirimkan daftar harga baru ini dan
katalog ke dealer dan pelanggan, mengiklankan harga baru, dan bahkan transaksi
dengan gangguan pelanggan atas perubahan harga. Inflasi meningkatkan biaya
menu yang harus ditanggung perusahaan. Di AS saat ini ekonomi, dengan tingkat

17
inflasi yang rendah, penyesuaian harga tahunan adalah cara yang tepat strategi
bisnis untuk banyak perusahaan. Tetapi ketika inflasi tinggi membuat biaya
perusahaan meningkat pesat, penyesuaian harga tahunan tidak praktis. Selama
hiperinflasi, misalnya, perusahaan harus mengubah harga mereka setiap hari atau
bahkan lebih sering hanya untuk mengimbangi dengan semua harga lain dalam
perekonomian.

2.2.4. Variabilitas Harga Relatif dan Misalokasi Sumber Daya


Dalam hal ini semakin tinggi tingkat inflasi maka otomatis variabilitas
akan semakin tinggi. Jadi, karena harga hanya sekali-kali mengalami perubahan,
inflasi menyebabkan harga-harga relatif menjadi lebih bervariasi dibanding yang
semestinya.
Variabilitas harga relatif menjadi penting terhadap mialokasi sumber daya
dikarenakan pasar dalam perekonomian mengandalkan harga-harga relatif guna
mengalokasikan sumber-sumber daya yang langka. Konsumen memutuskan apa
yang harus dibeli dengan membandingkan kualitas dan harga dari berbagai jenis
barang dan jasa.
Melalui keputusan seperti itu, konsumen menentukan bagaimana faktor-
faktor produksi yang langka dialokasikan di antara industri-industri dan
perusahaan-perusahaan. Ketika inflasi mengganggu harga relatif, keputusan
konsumen menjadi terganggu, dan pasar menjadi kurang mampu mengalokasikan
sumber-sumber daya mereka untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

2.2.5. Distorsi Pajak Akibat Inflasi


Inflasi memperbesar ukuran keuntungan modal dan cenderung
meningkatkan beban pajak pada pendapatan yang diperoleh dari tabungan.
Perubahan pajak akibat inflasi yang tinggi cenderung menurunkan minat orang
untuk menabung. Akibatnya alokasi sumber daya dari perekonomian menjadi
kurang efisien. Tabungan dalam perekonomian merupakan penyediaan sumber
daya untuk melakukan investasi, yang di mana merupakan bahan utama dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dengan demikian, ketika
inflasi menimbulkan beban pajak pada tabungan, hal ini cenderung menurunkan
laju pertumbuhan perekonomian jangka panjang.

18
Salah satu contoh bagaimana inflasi menghambat tabungan adalah
perlakuan pajak atas modal keuntungan — keuntungan yang diperoleh dengan
menjual aset lebih dari harga beli. Seharusnya bahwa pada tahun 1988 Anda
menggunakan sebagian dari tabungan Anda untuk membeli saham di IBM
seharga $ 30 dan itu pada tahun 2016 Anda menjual saham itu seharga $ 130.
Menurut undang-undang perpajakan, Anda memperoleh capital gain dari $ 100,
yang harus Anda masukkan ke dalam pendapatan Anda saat menghitung berapa
banyak pendapatan pajak yang harus Anda bayar. Tetapi karena tingkat harga
keseluruhan dua kali lipat dari tahun 1988 hingga 2016, Anda menjadi $ 30
diinvestasikan pada tahun 1988 adalah setara (dalam hal daya beli) dengan $ 60
pada tahun 2016. Bila Anda menjual saham Anda seharga $ 130, Anda hanya
memiliki keuntungan nyata (peningkatan daya beli) $ 70. Namun, kode pajak
tidak memperhitungkan inflasi dan menilai Anda sebagai pajak dengan
keuntungan $ 100. Dengan demikian, inflasi membesar-besarkan ukuran capital
gain dan secara tidak sengaja meningkatkan beban pajak atas jenis pendapatan
ini.
Salah satu solusinya ialah dengan ditetapkan kembali undang – undang
pajak dengan memperhitungkan efek dari inflasi. Dalam kasus pendapatan
kapital, kode pajak dapat dilakukan penyesuaian harga pembelian dengan
menggunakan indeks harga dan menilai pajak berdasarkan pada keuntungan riil
yang didapatkan.

2.2.6. Kebingungan dan Ketidaknyamanan


Sulit untuk menilai akibat dari kebingungan dan ketidaknyamanan yang
muncul akibat inflasi. Inflasi menyebabkan nilai rill uang berubah pada waktu
yang berbeda, menghitung keuntungan sebuah perusahaan selisih antara
perolehan dan biaya lebih rumit dilakukan dalam perekonomian yang mengalami
inflasi. Demikian, akuntan dapat pula melakukan kesalahan dalam menghitung
laba perusahaan ketika terjadi peningkatan harga dari waktu ke waktu.
Dikarenakan inflasi menyebabkan nilai dolar atau uang pada waktu yang berbeda
memiliki nilai riil yang berbeda, melakukan komputasi laba perusahaan (selisih
antara pendapatan dan biaya) akan menjadi semakin rumit dalam perekonomian
yang memiliki inflasi. Oleh karena itu, dalam beberapa hal, inflasi membuat
investor menjadi kurang mampu untuk memilah antara perusahaan yang

19
berkembang dan perusahaan yang tidak berkembang, yang nantinya menghambat
pasar keuangan dalam peran mereka untuk mengalokasikan tabungan menjadi
alternatif investasi lainnya dalam perekonomian.

2.2.7. Biaya Inflasi Tak Terduga: Redistribusi Kekayaan


Redistribusi terjadi dikarenakan banyaknya pinjaman dalam
perekonomian yang ditentukan dengan satuan hitung uang. Inflasi mudah untuk
berubah dan tidak menentu ketika tingkat inflasi rata – rata tinggi. Hubungan
antara tingkat inflasi dan perubahan inflasi ini mengarah pada kerugian inflasi
lainnya. Jika sebuah Negara menerapkan kebijakan moneter dengan
menggunakan inflasi tinggi, negara tersebut bukan hanya menanggung beban
akibat dari inflasi yang tak terduga, akan tetapi redistribusi kekayaan yang tidak
seimbang terkait dengan inflasi tak terduga.
Misalkan Sam Student mengambil pinjaman $ 20,000 dengan tingkat
Bunga 7 persen dari Bigbank untuk kuliah. Dalam 10 tahun, pinjaman itu akan
datang karena. Setelah utangnya bertambah selama 10 tahun sebesar 7 persen,
Sam akan melakukannya berhutang Bigbank $ 40.000. Nilai riil hutang ini akan
bergantung pada inflasi berakhir dekade. Jika Sam beruntung, perekonomian akan
mengalami hiperinflasi. Pada kasus ini, gaji dan harga akan naik begitu tinggi
sehingga Sam akan mampu membayar utangnya sebesar $ 40.000 uang
kembalian. Sebaliknya, jika perekonomian mengalami deflasi besar, maka upah
dan harga akan turun, dan Sam akan menganggap hutang $ 40.000 sebagai beban
yang lebih besar dari yang dia perkirakan.
Contoh ini menunjukkan bahwa perubahan harga yang tidak terduga
mendistribusikan kembali kekayaan antara debitur dan kreditor. Hiperinflasi
memperkaya Sam dengan mengorbankan Bigbank karena mengurangi nilai riil
utangnya; Sam bisa melunasi pinjamannya dalam dolar yang kurang berharga dari
yang dia perkirakan. Deflasi memperkaya Bigbank di Beban Sam karena itu
meningkatkan nilai riil utangnya; dalam hal ini, Sam punya untuk membayar
kembali pinjaman dalam dolar yang lebih berharga dari yang dia perkirakan. Jika
inflasi dapat diprediksi, maka Bigbank dan Sam dapat memperhitungkan inflasi
kapan menetapkan tingkat bunga nominal. (Ingat kembali efek Fisher). Tetapi
jika inflasi sulit untuk diprediksi, hal itu menimbulkan risiko pada Sam dan
Bigbank yang keduanya lebih suka untuk dihindari.

20
Biaya inflasi yang tidak terduga ini penting untuk dipertimbangkan
bersama fakta lain: Inflasi sangat mudah berubah dan tidak pasti ketika tingkat
rata-rata inflasi tinggi. Ini dilihat paling sederhana dengan memeriksa
pengalaman yang berbeda negara. Negara dengan rata-rata inflasi yang rendah,
seperti Jerman pada akhir abad ke-20 abad, cenderung memiliki inflasi yang
stabil. Negara-negara dengan rata-rata inflasi tinggi, seperti itu karena banyak
negara di Amerika Latin, cenderung mengalami inflasi yang tidak stabil.
Ada tidak ada contoh ekonomi yang diketahui dengan inflasi tinggi dan
stabil. Hubungan ini antara tingkat dan volatilitas poin inflasi ke biaya inflasi
lainnya. Jika sebuah negara mengejar kebijakan moneter inflasi tinggi, ia harus
menanggung tidak hanya biaya inflasi yang diharapkan tinggi tetapi juga
redistribusi kekayaan yang sewenang-wenang terkait dengan inflasi yang tidak
terduga.

2.2.8. Keburukan Inflasi


Inflasi yang terjadi pada suatu negara sering kali memberikan dampak
langsunga kepada masyarakat. Bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap, inflasi
akan menyebabkan mereka rugi karena penghasilan yang tetap itu jika ditukarkan
dengan barang dan jasa akan semakin sedikit. Hal ini berkaitan dengan daya beli
masyarakat yang menurun dan kesejahteraan yang menurun. Namun dilain sisi,
inflasi juga dapat mengubah pendapatan masyarakat bisa saja menguntungkan.
Pada kondisi inflasi (inflasi lunak), inflasi dapat mendorong para pengusaha
memperluas produksinya. Dengan demikian, akan tumbuh kesempatan kerja baru
sekaligus bertambahnya pendapatan seseorang.
Disamping keburukan inflasi, inflasi berkaitan pula dengan deflasi.
Deflasi adalah kebalikan dari inflasi, sehingga deflasi adalah penurunan harga
barang secara umum dan terus menerus. Jika sebuah negara mengalami deflasi
dan tidak bisa ditangani dalam jangka waktu yang cukup lama, maka deflasi
dapat mengarah pada inflasi. Ketika deflasi terjadi di suatu negara akan
memengaruhi pendapatan bisnis yang menurun dan akan mengakibatkan
menurunnya daya beli. Ketika daya beli turun, masyarakat akan cenderung lebih
irit ketika berbelanja. Maka jumlah uang beredar akan semakin menurun secara
terus menerus. Jika jumlah yang beredar di masyarakat terlalu sedikit, maka harga
barang dan jasa akan mengalami penurunan secara terus-menerus, sehingga

21
terjadi deflasi. Namun, jika terjadi dalam jangka waktu yang panjang akan
menyebabkan kelesuan perekonomian dan mengakibatkan produksi barang
menjadi berhenti. Produksi yang berkurang dapat mengakibatkan pengangguran
yang meningkat. Apabila produksi barang menjadi berhenti maka barang akan
menjadi semakin langka. Akhirnya jumlah barang yang beredar di pasaran
berkurang dan menjadi langka dan harga akan meroket. Naiknya harga barang
biasanya terjadi bersamaan dengan keputusan pemerintah dan Bank Sentral untuk
mencetak uang lebih banyak. Pada saat ini, harga aset di atas kertas akan
menurun drastis. Harga barang nyata akan meningkat tajam. Bank Sentral pun
akan kehilangan kontrol pada tahap ini. Di tahap inilah, inflasi mulai terjadi.
Karena harga barang yang naik tajam, uang yang beredar banyak tidak akan ada
artinya. Akibatnya, masyarakat menjadi kehilangan kepercayaan terhadap nilai
mata uang. Hal ini pun mengarah pada keengganan untuk menabung. Karena
tingginya tuntutan hidup, orang jadi tidak bisa menabung walaupun mereka ingin.
Karena setelah menerima gaji, misalnya, mereka harus langsung
menghabiskannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada tahap ini, nilai
mata uang akan semakin menurun dan harga barang terus naik. Inilah yang
dinamakan hiperinflasi. Dengan kata lain, deflasi seringkali merupakan gejala
ekonomi yang lebih dalam masalah.

22
BAB III
PENUTUP

3.1.Ringkasan
3.1.1. Kebanyakan ekonomi saat ini mengandalkan teori klasik inflasi untuk
menjelaskan panjang determinan jangka dari tingkat harga dan tingkat inflasi.
3.1.2. Hubungan antara tingkat harga dan nilai uang yaitu jika tingkat harga
mengalami kenaikan maka nilai uang mengalami penurunan dan juga
sebaliknya jika tingkat harga mengalami penurunan maka nilai uang
mengalami kenaikan.
3.1.3. Permintaan uang adalah jumlah unit moneter (berupa uang giral dan uang
kartal) yang ingin dipegang sebagai harta tunai. Penawaran uang adalah
jumlah uang yang tersedia dalam suatu perekonomian.
3.1.4. Perubahan jumlah uang beredar, menurut analisis klasik, mempengaruhi
variabel nominal tetapi tidak mempengaruhi variabel riil. Ketika bank sentral
menggandakan jumlah uang beredar, maka tingkat harga berlipat ganda, upah
dalam dolar berlipat ganda, dan semua nilai dolar lainnya berlipat ganda.
Variabel riil, seperti produksi, pekerjaan, upah riil, dan tingkat suku bunga riil,
tidak mengalami perubahan. Tidak relevannya perubahan moneter terhadap
variabel riil ini disebut dengan netralitas moneter (monetary neutrality).
3.1.5. Perputaran uang (kecepatan perputaran uang) mengacu pada kecepatan dimana
mata uang dollar yang sama berpindah dalam seluruh perekonomian dari satu
orang ke orang lainnya.
3.1.6. Menurut prinsip netralitas moneter, kenaikan tingkat pertumbuhan uang akan
menaikkan tingkat inflasi tetapi tidak mempengaruhi variabel riil. Sebuah
Penerapan penting dari prinsip ini menyangkut pengaruh uang terhadap tingkat
suku bunga.
3.1.7. Tingkat suku bunga riil mengoreksi tingkat suku bunga nominal dari efek
inflasi untuk menjelaskan seberapa cepat daya beli rekening tabungan akan
meningkat seiring waktu. Tingkat suku bunga riil adalah tingkat suku bunga
nominal dikurangi tingkat inflasi.
3.1.8. Beban inflasi adalah jenis biaya atau kerugian yang sering ditimbulkan oleh
inflasi.

23
DAFTAR PUSTAKA

N. Gregory Mankiw. 2018. Pengantar Teori Ekonomi Makro Edisi 7. Jakarta: Salemba
Empat.
Sukirno, Sadono. 2004. Pengantar Teori Makro Ekonomi Edisi Ketiga. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Bank Sentral Republik Indonesia. 2005. Data Inflasi 2005 – 2007. Jakarta: Bank
Indonesia.
Pettinger, Tejvan. 2022. Inflation Tax. Diakses melalui link:
https://www.economicshelp.org/168246/economics/inflation-tax/

24
Lampiran 1. Studi Kasus

Perdebatan dalam Wizard of Oz dan Gerakan Bebas-Perak

Film The Wizard of Oz merupakan sebuah cerita kisah anak-anak yang ditulis pada
tahun 1900. Cerita ini menceritakan kisah mengenai seorang gadis muda, Dorothy, yang
menemukan dirinya tersesat di sebuah negeri asing yang jauh dari rumahnya. Sebenarnya
cerita ini merupakan sebuah alegori tentang kebijakan moneter AS pada akhir abad ke – 19.
Kebijakan moneter pada Amerika Serikat yang terjadi pada akhir abad ke-19 dari
tahun 1880 hingga tahun 1896 tingkat harga dalam perekonomian AS mengalami penurunan
sebesar 23%. Peristiwa terjadinya kebijakan moneter pada tahun 1880 hinga tahun 1896
dikarenakan peristiwa tersebut tidak diekspektasikan sebelumnya, hal tersebut menyebabkan
redistribusi kekayaan yang signifikan.
Pada saat itu ketika tingkat harga turun hal tersebut menyebabkan nilai rill dari utang
meningkat yang berarti akan memperkaya pihak bank dan dengan mengorbankan pihak
petani yang tidak sanggup menghadapinnya. Menurut potisi populis solusi bagi permasalahan
para petani tersebut adalah mata uang bebas yang terbuat dari perak. Selama periode ini
amerika serikat mengoperasikan standar emas. Jumlah emas akan menetukan jumlah uang
beredar dan juga menentukan tingkat harga, para pendukung dari mata uang bebas perak
tersebut menginginkan perak, sebagaimana hanya emas, untuk digunakan sebagai uang.
Apabila hal tersebut dilakukan usulan, dalam hal ini solusi pada studi kasus adalah
meningkatkan jumlah uang beredar, mendorong tingkat harga, dan mengurangi beban utang
rill para petani.

25

Anda mungkin juga menyukai