Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH GEOGRAFI SOSIAL

“KONSEP ESENSIAL, PRINSIP, DAN PENDEKATAN GEOGRAFI”

DOSEN PENGAMPU:
Hutri Rizki Amelia, M.Pd.

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
Haqqy An Nazily 12211311916
Latipah 12211321374
Lutfia Na Ninda 12211321583
Nur Ayu Audia 12211321297

Kelas: 3 B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan
salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya,
dan kepada kita selaku umatnya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hutri Rizki Amelia, M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Geografi Sosial. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
seluruh pihak yang telah terlibat dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa
tulisan ini tidak luput dari kekurangan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran dari pembaca akan
penulis terima dengan senang hati untuk pembuatan makalah kedepannya agar menjadi lebih
baik.
Tulisan ini dapat terselesaikan penuh berkat adanya bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah terlibat dalam proses pembuatan makalah sehingga makalah
dapat terselesaikan dengan lancar. Penulis berharap makalah ini dapat memberi manfaat kepada
pembaca dan utamanya kepada penulis sendiri.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pekanbaru, 09 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan .................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 2

A. Konsep Esensisal Geografi .................................................................... 2


B. Prinsip-Prinsip Geografi ........................................................................ 6
C. Pendekatan Geografi.............................................................................. 7

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 17

A. Kesimpulan ................................................................................................ 17
B. Saran ......................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang mempunyai cara yang berbeda dalam menghadapi dan memecahkan
suatu masalah. Begitu pula dengan ilmu pengetahuan. Setiap ilmu akan menghampiri,
menganalisis gejala, dan permasalahan dengan caranya sendiri. Cara inilah yang disebut
pendekatan. Metode pendekatan setiap ilmu menjadi ciri khas yang membedakan suatu
ilmu dengan ilmu lainnya. Begitu juga dengan prinsip keilmuannya. Suatu fenomena bisa
dikaji dari beberapa sudut tergantung latar belakang pendidikan pengkaji. Semua ini
terjadi karena setiap bidang ilmu mempunyai pendekatan dan prinsip geografi. Sebagai
suatu disiplin ilmu, geografi mempelajari suatu sistem alam yang terdiri atas bagian-
bagian yang saling terkait. Aliran energi dalam suatu sistem menghasilkan perubahan.
Perubahan yang berkesinambungan akan menghasilkan suatu bentuk keseimbangan
sistem.

Untuk itu pada makalah kali ini penulis akan membahas mengenai konsep geografi,
prinsip-prinsip geografi dan pendekatan geografi. Penulis berharap makalah ini dapat
dijadikan sumber referensi bagi pembaca, penulis juga berharap pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan kedepannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep Esensial Geografi?
2. Prinsip-prinsip apa saja yang dipegang Geografi?
3. Apa saja pendekatan dalam Geografi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konsep Esensial Geografi
2. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip Geografi
3. Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam geografi

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Esensial Geografi


1. Konsep Lokasi
Dalam geografi, pengertian lokasi mempunyai dua makna, yakni lokasi absolut
dan lokasi relatif. Lokasi absolut adalah lokasi yang sudah pasti, misalnya lokasi suatu
objek di permukaan bumi yang ditentukan dengan sistem koordinat garis lintang dan
garis bujur. Lokasi tersebut mutlak tidak akan berubah angka-angka koordinatnya.
Demikian juga lokasi yang ditunjukkan dengan alamat, misalnya Jalan Semarang 5,
Malang, merupakan lokasi yang tidak akan berubah atau mutlak. Berbeda dengan lokasi
absolut, lokasi relatif mempunyai sifat dinamis. Nilai atau peran yang terlekat dalam
objek tinggi rendahnya ditentukan oleh objek atau objek-objek lain yang ada kaitannya
dengan objek pertama yang menjadi titik perhatiannya. Peran atau nilai suatu objek atas
dasar lokasinya dapat berubah-ubah disebabkan perubahan situasi di luarnya yang
mempunyai kaitan dengan objek tadi. Sebagai contoh, sebuah desa yang jauh dari kota
dan jauh dari jalan raya, nilai atau perannya segera akan meningkat apabila secara
kebetulan dibangun jalan raya yang melewati tempat tersebut. Pada dasarnya,
pengertian lokasi relatif adalah lokasi suatu objek yang nilai-nilainya berkaitan dengan
objek atau objek-objek lain (pusat-pusat pertumbuhan yang ada di sekitarnya). Dalam
geografi, lokasi relatif disebut sebagai letak geografis yang biasanya dikaitkan dengan
strategis atau tidaknya suatu tempat.
Letak merupakan posisi atau alamat bagi suatu wilayah. Letak dapat dibedakan
menjadi letak fisiografis dan letak sosiografis. Letak fisiografis, yaitu letak suatu
wilayah terhadap kondisi-kondisi fisik wilayah, seperti iklim, daratan, lautan,
pegunungan, dan lain-lain. Letak sosiografis, yaitu letak suatu wilayah terhadap
wilayah lainnya yang merupakan jabaran lebih lanjut dari letak geografis. Letak juga
merupakan alamat bagi suatu permasalahan geografis yang menyangkut aspek fisik dan
aspek manusia. Seorang geograf dapat mengabstraksikan suatu wilayah jika
persyaratan minimal yang harus ia ketahui adalah letak absolut dan relatifnya.
2. Jarak
Jarak antara lokasi tertentu sangat penting dalam geografi dan banyak aspek
sangat ditentukan oleh jarak. Misalnya, harga tanah semakin mahal apabila mendekati
kawasan kota dan pusat kota. Sebaliknya, kenyamanan bermukim semakin jauh

2
jaraknya dari pusat-pusat kegiatan maka semakin baik/nyaman sampai pada jarak
tertentu. Jarak dapat dibedakan, yaitu jarak absolut dan jarak relatif atau jarak fisik dan
jarak sosial (abstrak). Jarak absolut merupakan jarak sebenarnya (dalam satuan
tertentu). Jarak relatif dapat digambarkan dalam (1) peta isokronik yang
menggambarkan jarak yang dapat ditempuh dalam waktu yang sama, (2) peta isofodik
menggambarkan jarak yang ditempuh dengan biaya yang sama, dan (3) peta isotacik
menggambarkan wilayah-wilayah dengan kecepatan angkut yang sama.
3. Aglomerasi
Terdapat suatu pengelompokan (aglomerasi) pelbagai aktivitas manusia dalam
beradaptasi dengan lingkungannya, seperti permukiman, aktivis pertanian,
perdagangan, dan lain-lain. Beberapa fenomena geografi yang dapat dikaji dengan
konsep aglomerasi terutama menyangkut aspek manusia. Misalnya, terdapat
kecenderungan pengelompokan tempat tinggal di kota pada mereka yang berasal dari
daerah yang sama, pengelompokan permukiman pada kawasan pertanian, mendekati
wilayah perairan, dan lainlain.
4. Keterjangkauan
Makna keterjangkauan adalah dapat tidaknya atau mudah tidaknya suatu lokasi
dijangkau dari lokasi lain. Keterjangkauan tergantung dari jarak yang ditempuh dan
yang diukur dengan jarak fisik, biaya, dan waktu serta berbagai hambatan medan.
Majunya teknologi dalam bidang transportasi dan ekonomi menyebabkan
keterjangkauan semakin tinggi sehingga jarak menjadi sangat singkat dan dunia
menjadi global.
5. Interaksi
Interaksi adalah hubungan timbal balik antara dua daerah atau lebih yang dapat
menghasilkan fenomena baru, penampilan, dan masalah. Dalam interaksi, satu
fenomena tergantung pada yang lain. Contohnya, interaksi kota dan desa terjadi karena
ada perbedaan potensi alam. Desa memproduksi bahan baku, sedangkan kota ini
menghasilkan produk industri. Karena kedua daerah saling membutuhkan, terjadi
interaksi. Antarwilayah mempunyai interaksi satu sama lainnya karena saling
melengkapi dan saling membutuhkan. Tidak ada satu pun wilayah yang dapat
memenuhi semua kebutuhan penduduknya secara tersendiri. Interaksi antarwilayah
ditandai dengan adanya aliran barang, orang, uang (transportasi), informasi, ide,
teknologi (komunikasi), dan lain-lain.

3
6. Diferensiasi
Keruangan Wilayah di permukaan bumi mempunyai kondisi fisik, sumber daya,
dan manusia yang berbeda antara satu dan lainnya. Berbagai gejala dan permasalahan
geografis yang tersebar dalam ruang mempunyai karakteristik yang berbeda. Misalnya,
permasalahan-permasalahan perkotaan yang sejenis pada tempat/kota yang berbeda
memerlukan alternatif pemecahan masalah yang berbeda sesuai dengan karakteristik
keruangannya.
7. Nilai Penting
Pada interaksi manusia dengan lingkungannya, diberikan suatu nilai penting
pada aspek-aspek tertentu. Sebagai contoh, suatu ruang terbuka hijau suatu kota atau
kawasan permukiman mempunyai nilai penting dalam geografi. Hal ini terkait dengan
fungsi fisis (iklim mikro, resapan air, dan tempat satwa) dan sosial (estetika, tempat
bermain, dan lain-lain) dari ruang tersebut. Pada jenis fauna tertentu, kita berikan nilai
penting karena kelangkaannya atau fungsinya dalam ekosistem.
8. Keterpaduan/Sintesis
Geografi merupakan ilmu sintesis, yaitu saling terkait antara
fenomenafenomena fisik dan manusia, yang mencirikan suatu wilayah, dengan corak
keterpaduan atau sintesis tampak jelas pada kajian wilayah. Luasnya cakupan objek
kajian geografi membawa konsekuensi pada pokok dan subpokok bahasan yang
disajikan dalam pelajaran geografi di sekolah. Untuk menunjukkan jati diri geografi
atau agar guru tidak menyimpang dari materi geografi, konsep esensial ini harus
ada/terlihat pada masing-masing pokok atau subpokok bahasan. Walaupun demikian,
tidak semua konsep dipaksakan kehadirannya dalam pokok atau subpokok bahasan.
Kemunculannya disesuaikan dengan relevansi dan urgensinya.
9. Morfologi
Morfologi menggambarkan daratan muka bumi sebagai hasil pengangkatan atau
penurunan wilayah melalui proses geologi yang lazimnya disertai erosi dan sedimentasi
sehingga ada yang berbentuk pulau-pulau, daratan luas yang berpegunungan dengan
lereng-lereng tererosi, lembahlembah, dan daratan aluvialnya. Morfologi juga
menyangkut bentuk lahan yang terkait dengan erosi, pengendapan, penggunaan lahan,
ketebalan tanah, dan ketersediaan air. Bentuk dataran atau plato (dengan kemiringan
tidak lebih dari 5º) merupakan wilayah yang mudah digunakan sebagai daerah
permukiman dan usaha pertanian serta usaha-usaha perekonomian lainnya. Jika
diperhatikan peta persebaran di Asia, ternyata penduduk yang padat terpusat di dataran

4
aluvial lembah-lembah sungai besar dan tanah-tanah yang subur. Sementara itu,
wilayah pegunungan tinggi, daerah gurun, dan daerah rawa-rawa merupakan daerah
yang sulit dijangkau dan pada umumnya jarang penduduknya.
10. Pola
Pola berkaitan dengan susunan bentuk atau persebaran fenomena di permukaan
bumi, baik fenomena yang bersifat alami (seperti aliran sungai, persebaran vegetasi,
jenis tanah, dan curah hujan) maupun fenomena sosial budaya (misalnya permukiman,
persebaran, mata pencarian, dan jenis perumahan tempat tinggal penduduk). Geografi
mempelajari pola-pola bentuk dan persebaran fenomena, memahami arti, serta
berusaha untuk memanfaatkannya. Apabila mungkin, hal itu juga menginventarisasi
atau memodifikasi pola-pola guna mendapatkan manfaat yang lebih besar.
Selanjutnya, Leo Bartlett (1982) menyatakan ada empat konsep esensial
geografi yang saling berkaitan dan membentuk struktur geografi serta digunakan
sebagai pedoman dalam penelitian geografi, khususnya dengan penerapan analisis
keruangan, yakni lokasi, distribusi, asosiasi, dan gerakan.
1. Lokasi
Lokasi adalah keadaan tertentu suatu wilayah di permukaan bumi. Konsep
lokasi ini meliputi empat aspek, yaitu jarak, arah, situs, dan situasi. Gabungan
beberapa lokasi membentuk distribusi.
2. Distribusi
Distribusi dari suatu gejala yang bertumpang-tindih dengan distribusi gejala
lain akan menghasilkan asosiasi wilayah. Konsep distribusi ini meliputi pola-pola
(misalnya titik, garis, dan wilayah), pemekaran, perluasan (skala), kepadatan, dan
kecenderungan.
3. Asosiasi Konsep
Asosiasi atau konsep keterkaitan keruangan menunjukkan derajat keterkaitan
persebaran suatu fenomena dengan fenomena yang lain di satu tempat atau ruang,
baik yang menyangkut fenomena alam, tumbuhan, maupun kehidupan sosial
(Suharyono dan Moch. Amin, 1994: 27—34).
4. Gerakan Konsep
Gerakan meliputi aspek arah, kontinuitas (energi yang dibutuhkan), intensitas
(koneksi, siklus), dinamis (sirkulasi, difusi), dan arti penting/makna. Di samping
keempat konsep esensial di atas, ia juga menambahkan konsep lain yang
berpengaruh terhadap konsep-konsep itu, yakni (1) skala meliputi perbandingan

5
jarak dan skop studi; (2) perubahan sepanjang waktu (dinamisasi keruangan,
perurutan kejadian, stadia, dan perkembangan); (3) persepsi (membayangkan
tempat dan fenomena).

B. Prinsip-Prinsip Geografi
Dalam studi geografi, seperti ilmu-ilmu lain, digunakan prinsip-prinsip yang mendasari
yang disebut prinsip geografi. Prinsip ini berfungsi sebagai dasar uraian, pengkajian,
penyingkapan gejala, variabel, dan faktor-faktor geografi. Prinsip dapat dianggap sebagai
“jiwa” pada waktu kita melakukan pendekatan terhadap objek yang kita pelajari. Menurut
Nursid Sumaatmadja (1981), ada empat prinsip geografi, yakni penyebaran, interelasi,
deskripsi, dan korologi.
1. Prinsip Penyebaran
Gejala dan fakta geografi, baik yang berkaitan dengan aspek fisik, kemanusiaan,
maupun gabungan dari keduanya, tersebar di permukaan bumi. Persebaran gejala dan
fakta di setiap lokasi atau tempat di permukaan bumi berbeda-beda. Ada yang tersebar
merata, tidak merata, atau menggerombol. Dengan memperhatikan dan
menggambarkan persebaran gejala tersebut dalam suatu ruang atau tempat tertentu, kita
mampu menyingkapkan persebaran tersebut, baik yang terkait dengan gejala lain
maupun kecenderungan yang dapat dipakai untuk prediksi di masa mendatang.
2. Prinsip Interelasi
Prinsip interelasi digunakan untuk menelaah dengan mengkaji gejala dan fakta
geografi. Prinsip interelasi adalah gejala atau fakta yang terjadi di suatu tempat tertentu.
Setelah mengetahui penyebaran gejala dan fakta geografi dalam lokasi tersebut,
langkah selanjutnya menyingkap hubungan antara gejala atau fakta yang ada di tempat
itu. Pengungkapan hubungan bisaberasal dari hubungan gejala fisik dengan gejala fisik,
manusia dengan manusia, atau fisik dengan manusia. Berdasarkan hubungan gejala-
gejala geografi tersebut, dapat ditetapkan karakteristik tempat tersebut. Dengan
menggunakan metode kuantitatif (statistik), interelasi gejala atau fakta itu dapat diukur
secara matematis.
3. Prinsip Deskripsi
Apabila interelasi antar gejala, faktor, atau fakta dapat diketahui, tahap
selanjutnya adalah menjelaskan sebab akibat adanya interelasi antargejala geografi
tersebut. Penjelasan, deskripsi, dan pencitraan merupakan salah satu prinsip dasar studi
geografi. Prinsip deskripsi berfungsi memberikan gambaran yang lebih detail tentang

6
gejala, fakta, atau faktor serta masalah yang diteliti. Prinsip ini tidak hanya menjelaskan
peristiwa tersebut dengan kata-kata dan penggambarannya dengan peta, tetapi juga
didukung dengan diagram, grafik, tabel, dan hasil-hasil tumpang susun gejala-gejala
tersebut melalui analisis komputer dengan menggunakan sistem informasi geografi.
Bentuk-bentuk tulisan, peta, diagram, tabel, grafik, dan lainnya ini akan memberikan
penjelasan dan kejelasan tentang apa yang dipelajari dan sedang diteliti.
4. Prinsip Korologi
Prinsip ini merupakan salah satu prinsip geografi yang bersifat komprehensif
karena merupakan perpaduan dari beberapa prinsip geografi lainnya. Prinsip korologi
merupakan ciri dari studi geografi modern. Pada prinsip korologi ini, gejala, faktor, dan
masalah geografi dipandang dari segi penyebaran gejala, fakta, dan masalah geografi
dalam ruang. Baik penyebaran, interelasi, maupun interaksi antara gejala, fakta, dan
masalah sudah diketahui dalam suatu ruang. Faktor-faktor sebab dan akibat terjadinya
suatu gejala, fakta, dan masalah tidak dapat dilepaskan dengan ruang yang
bersangkutan. Ruang akan memberikan karakteristik kepada kesatuan gejala, kesatuan
fungsi, dan kesatuan bentuk. Ruang dimaksud di sini adalah permukaan bumi, baik
sebagian maupun secara keseluruhan. Pengertian bumi sebagai ruang tidak hanya
bagian bumi bersinggungan dengan udara dan bagian dari luar bumi, tetapi juga
termasuk lapisan atmosfer terbawah yang memengaruhi permukaan bumi dan lapisan
batuan sampai kedalaman tertentu, termasuk organisme yang ada di permukaan bumi.
Juga, meliputi perairan darat dan laut yang tersebar di bumi yang disebut sebagai
lapisan hidup (life layer). Dengan demikian, prinsip korologi ini memperhatikan
penyebaran serta interaksi segala unsur yang ada di permukaan bumi sebagai suatu
ruang yang membentuk kesatuan fungsi.

C. Pendekatan Geografi
1. Ruang, Lingkungan dan Wilayah
a. Konsep Ruang dan Isinya
Ruang sebagai wadah diterjemahkan dengan "riumte" (Belanda), "raum'
(Jerman), "space" (Inggris), "spatium" (Latin), yang pada awalnya diartikan sebagai
bidang datar (planum, pianologi). Dalam perkembangan selanjutnya ruang diartikan
sebagai tempat tinggal (dwelling house). Dalam arti planologis materialnya, berarti
"tempat pemukiman" yang harus ditata sebaik-baiknya, demi kebahagian,
kesejahteraan dan kelestarian umat manusia.

7
Sebagai sebuah pengertian (konsep) ruang terdiri dari unsur-unsur bumi, air
(sungai, danau dan lautan) dan udara (ruang angkasa diatasnya dan segala kekayaan
didalamnya) yang mempunyai dimensi tiga. Space (latin, spatium) is a distance
extending without limit in all directions, that which is thought of as boundless;
continuous expance extending in all directions or in three dimensions,
within which all material things are contained. Menurut UU Tata Ruang², ruang
adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
hidup lain, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, secara ruang (space) dapat
diartikan sebagai tempat umum berdimensi tiga tanpa konotasi yang tegas atas batas
dan lokasinya yang dapat menampung/ ditujukan untuk menampung benda apa saja.
Dalam konsepsi ini batas-batas ruang, seberapa ukurannya, bagaimana bentuknya,
berfungsi atau tidak ruang tersebut bukan suatu persoalan. Namun, akan menjadi
sebuah persoalan jika ruang tersebut dipandang sebagai benda/ berwujud bagi
kepentingan praktis. Sebagai contoh ruang nasional memiliki batas-batas
daratan/lautan, angkasa atau kedalaman tertentu.
Ruang dalam arti benda/ berwujud adalah suatu batasan-batasan tiga
dimensional dengan ukuran, bentuk dan fungsi tertentu. Ukuran, bentuk dan fungsi
ini ditentukan oleh tujuannya baik ilmiah maupun praktis dari yang berkepentingan.
Dalam arti ilmiah misalnya dapat dicontohkan pengertian ruang fisik dan ruang
sosial. Ruang fisik (physical space) merupakan suatu wadah dari segala benda
(hidup atau mati) atau merupakan suatu wadah dari berbagai sistem kehidupan dan
komponen alam dan non alam. Ruang sosial (Social space) diartikan sebagai suatu
sintesa dari dimensi persepsi dengan dimensi obyektif terhadap ruang (space).
Wujud ruang tersebut dapat physical landscape (bentang fisik), social landscape
(bentang sosial) dan cultural landscape (bentang budaya). Dalam pengertian praktis
dapat dikemukakan sebagai contoh adalah pembagian ruang perkotaan atau tata
ruang perkotaan, pembagian ruang nasional menjadi satuan wilayah pembangunan
dan sebagainya.
Seperti dikemukakan di atas, ruang sebagai wadah adalah tempat benda mati
ataupun hidup, oleh karena itu sesuatu di dalam ruang mempunyai keberadaan
tertentu baik terhadap ruang itu sendiri maupun terhadap keberadaan sesuatu yang
lain. Sesuatu secara individu mempunyai letak absolut di ruang, dan letak relatif

8
terhadap sesuatu yang lain. Letak tersebut memberikan kepadanya posisi dan
konsekuensi peranan, baik absolut maupun relatif. Sebagai contoh dapat dikemukan
letak Indonesia, letak absolutnya telah memberikan konsekuensi iklim yang
berbeda dengan wilayah lain di bumi, sedangkan letak relatifnya dalam posisi silang
memberikan peranan strategis dalam percaturan dunia.
Hubungan letak antar individu di dalam ruang selain mempunyai perbedaan
posisi dan peranan juga mengandung konsekuensi jarak baik absolut maupun relatif
(jarak absolut dan relatif telah dijelaskan dalam Sub bab konsep esensial Geografi).
Hubungan letak individu yang sejenis secara keseluruhan disebut distribusi atau
persebaran. Dalam persebaran antar individu sejenis dapat ditentukan polanya, luas
atau volumenya, kepadatan dan strukturnya. Hubungan antar persebaran berbagai
kelompok individu sejenis akan menghasilkan sistem keruangan.
b. Lingkungan: Hubungan Antar Isi Ruang
Dari uraian tentang ruang dapat dijelaskan bahwa berbagai benda dan
makhluk hidup atau kelompok benda atau kelompok makhluk hidup bersama-sama
berada di dalam ruang yang sama. Keberadaan bersama tersebut bukan keberadaan
yang saling terpisah dan berdiri sendiri- sendiri, tetapi terdapat suatu tata hubungan
dengan keteraturan yang relatif yang disebut dengan lingkungan.
Kata lingkungan (environment) dan ekologi (ecological) merupakan dua
istilah yang sering digunakan dalam pembahasan tentang keberadaan bersama antar
isi dalam ruang.
Istilah ekologi pertama kali dipakai oleh Heckel seorang ahli zoologi Jerman
di tahun 1864. Sejak tahun 1893 ekologi hewan dan ekologi tumbuhan berkembang
parsial, dan kemudian dirasakan manfaatnya untuk dikembangkan secara bersama-
sama. Pada masa itu pula manusia sebagai salah satu unsur dari organisme hidup
mulai ditonjolkan dalam ekologi. Oleh karena itu ekologi mencakup interaksi antara
organisme hidup dengan lingkungannya'. Studi interaksi antara organisme hidup
dan lingkungannya dapat berupa pertukaran materi, energi dan pendorong berbagai
jenis antara bentuk-bentuk kehidupan dan lingkungan. Kumpulan total komponen
yang berinteraksi dengan suatu kelompok organisme disebut dengan suatu
sistemekologi (eko-sistem).

9
Organisme Hidup Lingkungan

Gambar 1 Ekologi: Interaksi antara organisme hidup


dengan lingkungan

Sedangkan lingkungan didefinisikan secara sangat umum sebagai "segala


sesuatu yang mengelilinginya" yang dibutuhkan suatu obyek penerima². Awalnya,
perhatian semua pakar Geografi terhadap lingkungan menekankan kepada manusia.
Akan tetapi manusia tidak lebih dapat berada atau dipahami terpisah dari bentuk-
bentuk lain dari kehidupan binatang dan dari kehidupan tumbuhan.
Manusia harus menghadapi lingkungan dari semua bentuk kehidupan
termasuk lapisan hubungan kehidupan, atau biosfer dari planet bumi. Lapisan hidup
yang tipis terletak pada atau tertutup oleh saling hubungan antara komponen bumi
utama, yaitu atmosfer (komponen gas), hidrosfer (komponen air) dan lithosfer
(komponen mineral padat).
Obyek material yang umum dan luas dari Geografi, yakni geosfer yang
meliputi: lithosfer, pedosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer merupakan
suatu kesatuan sistem bagian dari sistem alam semesta. Komponen-komponen
geosfer tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya karena jalinan saling pengaruh
dan saling ketergantungan.
Hubungan saling pengaruh dan saling ketergantungan antar komponen-
komponen geosfer dapat dipelajari melalui berbagai model seperti siklus hidrologi
dalam komponen hidrosfer yang melibatkan komponen lain yaitu atmosfer dalam
proses hujan, lithosfer dan hidrosfer baik dalam air permukaan maupun air tanah,
biosfer dan antroposfer sebagai pengguna dan penyebab perubahan keseimbangan
dalam siklus hidrologi tersebut. Keseimbangan siklus hidrologi akan berubah bila
misalnya terjadi penggundulan hutan dan selanjutnya akan mempengaruhi proses-
proses geomorfik, seperti erosi, perubahan landform, kesuburan tanah dan
selanjutnya akan berpengaruh terhadap kehidupan yaitu turunnya produktivitas,
kepunahan spesies, kemiskinan, kekacauan dan seterusnya. Dalam komponen
geosfer tersebut, manusia atau komponen antroposfer harus ditekankan pada posisi
sentral, berhubungan dengan kemampuannya untuk bertindak secara rasional dan
kreatif sehingga dapat berperan dalam perubahan keseimbangan sistem geosfer.

10
Dari pengertian ekologi dan lingkungan yang dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pada ekologi penekanan lebih pada aliran materi,
energi dan stimuli dalam ekosistem dengan makhluk hidup di pusatnya, sedangkan
lingkungan penekananya lebih kepada pola hubungan antara lapisan (sphere) dalam
kesatuan geosfer. Dalam hal ini fokus studi dapat saja pada komponen abiotik atau
fisik seperti studi lingkungan topografi daerah gambut. Pola hubungan ini dapat
berupa interelasi, interaksi, interdepedensi, integrasi, asosiasi dan seterusnya.
c. Wilayah: Ruang dengan Lingkungan Berciri Tertentu
Konsepsi wilayah sampai sekarang belum dicapai suatu pengertian yang
sama, hal ini disebabkan latar belakang disiplin dan kepentingan yang berbeda-
beda. Bintarto (1991)' mendefinisikan wilayah/ region secara umum dapat diartikan
sebagai sebagian permukaan bumi yang dapat dibedakan dalam hal-hal tertentu dari
daerah sekitarnya. Sejalan dengan Bintarto, Nursid Sumaatmadja (1981)
berpendapat bahwa region adalah wilayah yang memiliki karakteristik tertentu yang
khas, yang membedakan diri dari region-region lain disekitarnya. Nursid
melanjutkan, bahwa region merupakan wilayah Geografi yang ukurannya
bervariasi dari yang sangat luas sampai yang terbatas. Karakter terpenting yang
harus dimilikinya yaitu memiliki homogenitas tertentu yang khas. Karakter yang
khas tersebut dapat berupa aspek fisik maupun aspek kultural. Selanjutnya dalam
UU Tata Ruang³, wilayah didefinisikan sebagai ruang yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait dengan batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat diambil komponen-
komponen dari suatu wilayah, yaitu:
1) Ruang permukiman bumi dengan batas tertentu;
2) Unsur-unsur wilayah baik alam maupun manusia;
3) Interaksi dan interdepedensi antar unsur wilayah; dan
4) Karakteristik tertentu.
Dalam memahami suatu wilayah harus dilihat sebagai suatu
kompleksitas unsur-unsurnya dan dilihat dalam kompleks wilayah atau
hubungannya dengan wilayah- wilayah lain. Dari komponen wilayah tersebut
terlihat kaitan antara ruang dengan lingkungan, dimana lingkungan yang
dimaksud adalah geosfer yang merupakan sistem hasil interaksi dan
interdepedensi atmosfer, lithosfer, pedosfer, hidrosfer, biosfer dan atroposfer.

11
Dengan kata lain, geosfer pada ruang permukaan bumi dengan batas tertentu
adalah wilayah.
2. Pendekatan Keruangan
Pendekatan keruangan adalah suatu metode analisis yang menekankan
analisisnya pada eksistensi ruang (space) sebagai wadah untuk mengakomodasikan
kegiatan manusia dalam menjelaskan fenomena geosfer. Dalam analisis keruangan
yang harus diperhatikan adalah pertama penyebaran penggunaan ruang yang telah ada
dan kedua, penyediaan ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan yang
dirancangkan.
Menurut Yunus, Oleh karena obyek material studi Geografi adalah fenomena
geosfer maka segala sesuatu yang terkait dengan obyek dalam ruang dapat dilihat dari
beberapa bentuk, yaitu
a. pola (pattern);
b. struktur (structure);
c. proses (process);
d. interaksi (interaction);
e. organisasi dalam sistem keruangan (organization within the spatial system);
f. asosiasi (association);
g. tendensi atau kecenderungan (tendency of trends);
h. pembandingan (comparation);
i. sinergisme keruangan (spatial synergism).
Dengan demikian, minimal ada sembilan tema analisis dalam pendekatan
keruangan yang dikembangkan oleh disiplin Geografi, yaitu:
a. Spatial pattern analysis,
b. Spatial structure analysis,
c. Spatial processs analysis,
d. Spatial inter-saction analysis,
e. Spatial organization analysis,
f. Spatial association analysis;
g. Spatial tendency/trends analysis,
h. Spatial comparison analysis, dan
i. Spatial synergism analysis.

12
3. Pendekatan Kelingkunganan
Pendekatan ini mengacu kepada kajian ekologi, sehingga penting untuk
dipahami makna dari ekologi itu sendiri. Secara garis besar ekologi adalah studi
mengenai interaksi antara organisme hidup dengan lingkungannya. Kajian ekologi
berkembang ke arah yang bermacam-macam, dan ada 3 yang utama, yaitu: Pertama,
perkembangan terfokus pada analisis keterkaitan atau interaksi antar organisme dan
juga dengan lingkungan biotik dan abiotiknya dan bagaimana akibat yang ditimbulkan,
arah perkembangan Kedua sering disebut sebagai scientific ecology atau professional
ecology yang merupakan subdisiplin ilmu Biologi, dan Ketiga berkaitan dengan
masalah politik/ kebijakan publik dan selalu terkait dengan ide-ide normatif dalam
masyarakat sehingga analisisnya selalu terkait dengan norma-norma yang berkembang
dalam masyarakat. Dalam pengertian ekologi yang lebih luas, dianut pengertian yang
pertama.
Dalam studi Geografi, Geografiawan harus membatasi analisisnya pada
batasan-batasan akademik yang dipunyai ilmu Geografi agar tidak terjebak ke dalam
scientific ecology yang dikembangkan oleh rumpun ilmu Biologi, karena Geografi
tidak mempunyai kemampuan untuk itu. Sebagai contoh adalah analisis yang berusaha
mengungkapkan mengapa terjadi penurunan populasi Harimau Sumatera di Taman
Nasional Kerinci Seblat atau penurunan populasi Gajah di Taman Nasional Tesso Nilo.
Dalam hal ini bidang scientitific ecology lebih cocok dibanding dengan bidang lainnya
karena memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai karakteristik anatomis
harimau/ gajah, kondisi habitat, penyakit, dan lainnya dapat dilakukan oleh ahli
Biologi, dan bukan oleh ahli Geografi.
Dari uraian di atas muncul pertanyaan, pendekatan kelingkunganan seperti apa
yang kemudian dikembangkan dalam studi Geografi?. Sebaimana diketahui, Geografi
adalah ilmu yang bersifat "human oriented' sehingga manusia dan aktifitasnya selalu
menjadi fokus analisis dalam keterkaitannya dengan lingkungan biotik, abiotik maupun
lingkungan sosial, ekonomi dan kulturnya¹. Dalam hal ini manusia tidak hanya
diartikan sebagai makhluk biologis semata seperti makhluk hidup lainnya, namun juga
sebagai makhluk berbudaya yang memiliki daya cipta, rasa, karsa dan karya. Oleh
sebab itu, interelasi antara manusia dan atau aktifitasnya dengan lingkungannya
menjadi fokus analisis dalam pendekatan kelingkunganan yang dikembangkan dari
disiplin Geografi.

13
Berdasarkan inventaris terhadap penelitian-penelitian Geografi, Yunus (2008)2
membagi pendekatan kelingkunganan dalam disiplin Geografi menjadi 4 tema
analisis utama, yaitu:
a. Human behavior-environment theme of analysis,
b. Human activity (performance) environment theme of analysis,
c. Physico natural features (performance) environment theme of analysis,
d. Physico artificial features (performance) - environment theme of analysis,
4. Pendekatan Kewilayahan
Pendekatan kewilayahan disebut juga pendekatan kompleks wilayah
merupakan kombinasi antara pendekatan keruangan dengan pendekatan
kelingkunganan/ ekologi. Dalam melakukan analisis komplek wilayah harus dipahami
secara mendalam tentang property yang ada dalam wilayah yang bersangkutan dan
sekaligus menjadi entitas dari wilayah tersebut. Kompleksitas gejala dan fakta Geografi
menjadi dasar pemahaman utama dari eksistensi wilayah di samping efek internalitas
dan eksternalitas.
Sebagai contoh yang dapat dikemukan disini adalah gejala degradasi hutan pada
wilayah tangkapan air (catchment area) atau bagian hulu Sungai Kampar Kanan.
Luasan hutan di wilayah tersebut berkurang secara signifikan dari 3.331 km² pada 1985,
menjadi 886,1 km² pada 2014, atau sebanding dengan telah berkurangnya 73,40% luas
hutan yang ada sebelumya'. Dalam pendekatan kompleks wilayah, disamping upaya
untuk menemukan penyebab, proses terjadinya (ditinjau dari aspek keruangan dan
temporal), dan dampak yang ditimbulkan dari degradasi di kawasan tersebut, peneliti
juga dituntut untuk menelusuri dampak yang mungkin timbul di wilayah lain di luar
wilayah tangkapan air tersebut, seperti pada bendungan Koto Panjang dan daratan
rendah di bagian timur danau, seperti Bangkinang dan Kota Pekanbaru. Ternyata
kerusakan hutan di hulu sungai Kampar juga berpengaruh terhadap pendangkalan
bendungan Koto Panjang sehingga debit air- nya menjadi tidak stabil. Saat musim
kemarau, debit air berkurang drastis sehingga tidak mampu menggerakkan turbin.
Akibatnya, pasokan listrik berkurang dan terjadi pemadaman bergilir. Sedangkan ketika
musim hujan tiba, permukaan air di bendungan akan melebihi debit normal yang
mengakibatkan area di sepanjang sungai akan rawan banjir, daerah Bangkinang dan
Kota Pekanbaru yang padat penduduknya seringkali terkena banjir jika pintu air
bendungan di buka. Sebaliknya, jika pintu air tidak di buka maka daerah dataran di
utara bendungan (seperti, daerah Pangkalan Koto baru, Kab. Lima Puluh Kota -

14
Sumatera Barat yang mengalami banjir), akibat tertahanya aliran air sungai yang
bermuara ke Bendungan, yaitu aliran Sungai Mahat.
Tanpa pengendalian yang terpadu eksistensi bendungan akan terancam dan jika
sampai terjadi maka social cost yang ditimbulkan akan sangat besar mengingat PLTA
Koto Panjang cukup vital bagi pasokan listrik di Pulau Sumatera. Selain itu, social cost
akibat banjir yang sering terjadi di sepanjang aliran sungai, baik di hulu maupun di hilir
bendungan juga sangat besar karena menyangkut daerah permukiman dan lahan-lahan
pertanian. Selain permasalahan kritisnya daerah resapan air, pembangunan bendungan
Koto Panjang sendiri telah menyimpan sejarah yang cukup kelam secara sosial,
ekonomi maupun ekologis. Setidaknya ada 10 desa yang ditenggelamkan dalam
pembuatan bendungan Koto Panjang kala itu. Sepuluh desa yang ditenggelamkan telah
direlokasi ke daerah perbukitan di sekitar bendungan Koto Panjang.
Dampak yang lebih jauh terlihat juga pada wilayah muara Sungai Kampar di
Kabupaten Pelalawan, meski sungai Kampar Kanan bukan satu-satunya sungai yang
bermuara di pesisir timur Kabupaten Pelalawan. Dampak yang timbul, khususnya
terlihat pada tingginya sedimentasi di Muara sungai sehingga memunculkan dampak-
dampak lainnya, seperti perubahan aliran sungai, bertambahnya wilayah dataran, dan
secara tidak langsung akan berdampak pada perubahan ekosistem di wilayah tersebut.
Secara sosial pendangkalan muara sungai membawa masalah terhadap transportasi
perairan karena akan menyebabkan mudah kandasnya perahu-perahu yang lewat dan
terganggunya aktifitas kehidupan masyarakat sekitar.
Dengan membandingkan citra satelit yang ada intensitas sedimentasi di muara
sungai dan degradasi hutan di bagian hulu dapat di pantau dinamikanya. Analisis
terpadu dari berbagai disiplin ilmu memang diharapkan adanya untuk memecahkan
masalah yang terjadi, khususnya mencari akar permasalahannya, mengidentifikasi
working forces, megidentifikasi the working process, mengidentifikasi the impacts dan
akhirnya dapat dirumuskan alternatif pemecahannya. Dalam melakukan kajian ini
wilayah yang ditelaah mencakup Wilayah Sungai Kampar (Gambar 5.1).
Dari penjelalasan-penjelasan di atas, identitas keilmuan disiplin Geografi
kompetensi pokoknya adalah kepakaran dalam tata wilayah dan atau manajemen ruang,
karena obyek kajian utama disipin Geografi adalah permukaan bumi. dengan demikian,
peranan Geografiawan dalam setiap program pembangunan wilayah sejadinya
menduduki posisi utama. Tentunya hal ini dapat diraih jika Geografiawan menguasai
dan mampu mengaplikasikan pendekatan utamanya, karena hal inilah yang menjadi

15
keunggulan komparatif dan kompetitif dari disiplin Geografi. Tanpa pemahaman dan
penguasaan yang mantap mengenai pendekatan utama ini sangatlah sulit berperanan
dalam program pembangunan berbasis wilayah di mana setiap program pembangunan
berbasis wilayah pasti selalu mempertimbangkan aspek keruangan (spatial aspects),
aspek kelingkunganan (environment aspects) dan aspek kewilayahan
(regional aspects).

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep esensial digunakan sebagai ungkapan kunci untuk mengartikan gejala dan
masalah geografi, bahkan dalam pengertian lebih luas tiap kata mengandung arti bagi
geografi dan studi geografi. Konsep esensial geografi merujuk kepada rumusan yang
disepakati para ahli-ahli geografi dalam Ikatan Geografi Indonesia. Rumusan konsep
tersebut diantaranya yaitu lokasi, jarak, keterjangkauan, pola, morfologi, aglomerasi, nilai
kegunaan, interaksi, interdependensi, diferensiasi area dan keterkaitan ruangan.
Dalam studi geografi, seperti ilmu-ilmu lain, digunakan prinsip-prinsip yang
mendasari yang disebut prinsip geografi. Prinsip ini berfungsi sebagai dasar uraian,
pengkajian, penyingkapan gejala, variabel, dan faktor-faktor geografi. Diantara prinsip-
prinsip geografi yaitu prinsip penyebaran, interelasi, deskripsi dan korologi.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam geografi diantaranya yaitu
pendekatan keruangan, pendekatan kewilayan dan pendekatan kelingkungan.

B. Saran
Pemakalah menyadari kekurangan yang ada dalam makalah ini untuk itu pemakalah
berharap pembaca memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan
kedepannya. Saran penulis terhadap pembaca yaitu diharapkan para pembaca dapat
memahami materi dengan baik agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pemahaman
materi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Almegi, dkk. 2019. Geografi: Sebuah Pengantar. Cahaya Firdaus: Pekanbaru.


Marhadi. Hakikat Geografi. http://repository.ut.ac.id/4090/1/PSOS4103-M1.pdf. Diakses pada
7 september 2023.
Sabri Yunus, Hadi. 2008. Konsep dan Pendekatan Geografi. http://taufik.staff.ugm.
ac.id/data/uploads/pdf/pendekatan-geografi-prof-hadi-sabari-yunus.pdf. Diakses pada
10 september 2023.

18

Anda mungkin juga menyukai