Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH PENGANTAR IPS

ILMU GEOGRAFI

DOSEN PEMBIMBING:

KELOMPOK:
1.Putri miftahul hayati (2387203019)

2.Mahezza Aulia Putri (2387203020)

3.Iqbal Al-halim (2387203022)

4.Fidro Gusminata (2387203021)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PRODI PENDIDIKAN EKONOMI 2023/2024

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Bengkulu, November 2023

Penulis

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................................1

C. TUJUAN...................................................................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................................................2

Pengertian Dan Ruang Lingkup Geografi.............................................................................................2

Pendekatan, Metode, Dan Teknik Penelitian Geografi.........................................................................10

Sejarah Dan Perkembangan Ilmu Geografi...........................................................................................13

Manfaat Terapan Geografi.....................................................................................................................17

Konsep Konsep Geografi.......................................................................................................................19

Teori Teori Geografi..............................................................................................................................25

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................................................28

Kesimpulan............................................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................29

iii
4
BAB I

PENDAHULUAN
A . Latar Belakang

Ilmu Geografi bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan


pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi, Geografi adalah salah satu Ilmu Pengetahuan
yang sudah diakui dengan seperangkat metode berdasarkan teori-teori yang disepakati.
Geografi lebih dari sekedar kartografi, studi tentang peta. Geografi tidak hanya menjawab
apa dan dimana di atas muka bumi, tapi juga mengapa di situ dan tidak di tempat lainnya, kadang
diartikan dengan "lokasi pada ruang." Geografi mempelajari hal ini, baik yang disebabkan oleh
alam atau manusia. Juga mempelajari akibat yang disebabkan dari perbedaan yang terjadi itu.
Latar belakang penulisan makalah ini yaitu didalam rangka pemenuhan tugas “Mata
Kuliah Pengantar Ilmu Sosial” dengan disusunanya makalah ini diharapkan kita dapat
mengetahui definisi-definisi dari geografi.

B. Rumusan Masalah
Sesuai latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian geografi ?
2. Apa sajakah ruang lingkup geografi ?
3. Apa sajakah manfaat terapan geografi ?
4. Apa konsep pendekatan,metode dan teknik penelitian geografi ?
5. Bagaimana generalisasi-generalisasi geografi ?
6. Apa sajakah teori-teori geografi ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan pembahasan dalam
makalah adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian geografi
2. Untuk mengetahui ruang lingkup geografi
3. Untuk mengetahui manfaat terapan geografi
4. Untuk mengetahui konsep geografi
5. Untuk mengetahui generalisasi geografi
6. Untuk mengetahui konsep-konsep geografi

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP GEOGRAFI

Geografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu geo yang berarti bumi dan graphein yang
berarti lukisan atau tulisan. Menurut pengertian yang dikemukakan Eratosthenes,
geographika berarti tulisan tentang bumi (Sumaatmadja, 1988: 31). Pengertian bumi
dalam geografi tersebut, tidak hanya berkenaan dengan fisik alamiah bumi saja,
melainkan juga meliputi segala gejala dan prosesnya, baik itu gejala dan proses alamnya,
maupun gejala dan proses kehidupannya. Oleh karena itu, dalam hal gejala dan proses
kehidupan melibatkan kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia sebagai
penghuni bumi tersebut.

Menurut Richoffen (Hartshorne, 1960: 173) bahwa Geography is the study of the
earth surface according to its differences, or the study of different areas of the earth
surface in term of total characteristics. Bagi Richoffen bidang kajian geografi tidak hanya
mengumpulkan bahan-bahan yang kemudian disusun secara sistematik, tetapi harus
dilakukan hubungan antara bahan-bahan tersebut untuk dikaji sebab akibatnya dari
fenomena-fenomena di permukaan bumi yang memberikan sifat individualitas suatu
wilayah. Sebab ruang lingkup geografi tidak sekadar fisik, melainkan juga termasuk
gejala manusia dan lingkungan lainnya. Begitu pun menurut Vidal de la Blache (1845-
1919) dari Prancis yang dikenal sebagai "Bapak Geografi Sosial Modern",
mengemukakan bahwa geography is the science of places, concerned with qualities and
potentialities of countries (Hartshore, 1960: 13).

Kemudian Karl Ritter menyatakan bahwa geography to study the earth as the
dwelling-place of man. Pengertian the dwelling-place of man tersebut bahwa bumi tidak
hanya terbatas kepada bagian permukaan bumi yang dihuni manusia saja, melainkan juga
wilayah-wilayah yang tidak dihuni manusia, sejauh
perusahaan swasta, terutama sangat berperan dalam memperoleh izin resmi usaha
tersebut, khususnya bagi kegiatan-kegiatan yang dianggap peka lingkungan (O'Riodan,
2000, 299).

Wilayah itu penting artinya bagi kehidupan manusia. Dengan demikian, wilayah
studi geografi meliputi semua fenomena yang terdapat di permukaan bumi, baik alam
organik maupun alam anorganik dalam interelasi dan interaksinya dalam ruang (spatial
relationship), di mana semuanya ina dikaji. Oleh karena itu, menurut Richard Hartshorne
(1960: 47), geography is that discipline that seeks to describe and interpret the variable
character from place to place of earth as the world of man. Mengingat ilmu geografi

2
sangat luas maka dapat dianalogikan sebagai perpaduan dari berbagai disiplin ilmu, yaitu
ilmu murni, terapan, eksak, noncksak, alam, dan sosial maka geografi sering disebut
sebagai "ibu" atau "induk" ilmu pengetahuan. Seperti halnya dikemukakan oleh Preston
E. James (1959; 11). Geography has sometimes been called the mother of sciences, since
many fields of learning that started with observations of the actual face of earth turned to
the study of specific processes wherever they might be located.

Pernyataan itu tentunya didasarkan atas alasan yang kuat bukan didasarkan pada
alasan yang dibuat-buat. Sebab bidang geografi yang luas tersebut mencakup beberapa
aspek-aspek alamiah yang sifatnya eksak, kemudian bidang-bidang sosial yang noneksak.
Selain itu, alasan James memberikan sebutan sebagai "induk ilmu pengetahuan kepada
geografi, bukan hanya didasarkan atas realita bahwa observasi dan pengkajian ilmu
pengetahuan lain diambil dari bagian-bagian di permukaan bumi, melainkan didasarkan
bahwa erkembangan geografi ini telah begitu tua, sejalan dengan pemikiran filosofis
entang terjadinya alam semesta dengan kehidupannya, mulai dari zaman Werodotus pada
tahun 480-430 sebelum maschi.

Interclasi dan integrasi keruangan pada gejala di permukaan bumi dari atu
wilayah ke wilayah lain selalu menunjukkan perbedaan. Hal itu dapat kita kaji sendiri
bahwa ciri-ciri umum susto wilayah dapat membedakan diri dari wilayah lainnya. Ciri
umum yang merupakan hasil interclasi, interaksi, dan integrasi umur-unsur wilayah yang
bersangkutan merupakan objek studi geografi yang komprehensif (Sumaatmadja, 1988:
33) Dengan demikian, ruang lingkup desiplin geografi memang sangat luas dan
mendasar, seperti yang dikatakan Murphey (1966: 5), mencakup aspek alamiah dan aspek
initiah, kemudian aspek-aspek tersebut dituangkan dalam suatu nang bentisarkan prinsip-
primip penyebaran dan kronologinya. Selanjutnya, primip relasi ini diterapkan untuk
menganalisis hubungan antara masyarakat manusia dengan alam lingkungannys yang
dapat mengungkapkan perbedaan areal serta persehatan dalam ruang Akhirnya, prinsip
relasi, penyebaran, dan kronologi pada kajian geografi dapat mengungkapkan
karakteristik suatu wilayah yang berbeda dengan wilayah lainnya. Dengan demikian,
terungkaplah adanya region-region yang berbeds antara region satu dengan lainnya.

Secara sederhana, dapat dikemukakan bahwa cakupan dan peranan geografi itu
setidaknya memiliki empat hal, seperti yang dikemukakan dari hasil penelitian UNESCO
(1965: 12-35) maupun Lounsbury (1975: 1-6), sebagai berikut.

1. Geografi sebagai suatu sintesis. Artinya, pembahasan geografi itu pada hakikatnya
dapat menjawab substansi pertanyaan-pertanyaan tentang what, where, when, why,
dan how, Pads hakikatnya proses studi semacam itu adalah suatu sintesis karena yang
menjadi pokok penelaahan mencakup, apa yang akan ditelash, di mana adanya,
mengapa demikian, kapan terjadinya, serta bagaimana melaksanakannya?
3
2. Geografi sebagai suatu penelaahan gejala dan relasi keruangan. Dalam hal ini
geografi berperan sebagai "pisau" analisis terhadap fenomens- fenomena, baik
alamiah maupun insaniah, Selain itu, geografi pun berperan sebagai suatu kajian yang
menelaah tentang relasi, interaksi, bahkan inter dependensi satu aspek tertentu dengan
lainnya.

3. Geografi sebagai disiplin tata guna lahan.Di sini, titik beratnya pada aspek
pemanfaatan atau pendayagunaan ruang geografi yang harus semakin ditingkatkan.
Sebab penumbuhan penduduk yang begitu pesat dewasa ini, menuntut peningkatan
sarana yang menunjang, baik menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Perluasan
sarana tersebut, seperti tempat pemukiman, jalan raya, bangunan publik, tempat
rekreasi, dan sebagainya, semuanya membutuhkan perencanaan yang lebih cermat
dan matang.

4. Geograf sebagai bidang ilmu pendidikan


a) Meningkatkan pelaksanaan penelitian ilmiah demi disiplin geografi itu sendiri
yang dinamis sesuai dengan kebutuhan pengembangan ilmu yang makin pesat. Oleh
karena itu, dalam tataran ini perlu dikembangkan lebih jauh tentang struktur ilmu yang
menyangkut fakta, konsep, generalisasi, dan teori dari ilmu yang bersangkutan.

b) Meningkatkan penelitian praktis untuk kepentingan kehidupan dalam


meningkatkan kesejahteraan umat manusia (Sumaatmadja, 1988: 41).

Dengan berkembangnya universitas sebagai lembaga pendidikan dan penelitian,


para ahli geografi berusaha mencari kerangka yang terpadu untuk menegakkan disiplin
tersebut. Berbagai definisi mengenai isi dan metode ilmu
Nature of Geography (1939) serta Wooldridge dan East (1958) dalam Spirit and Purpose
of Geography. Usulan-usulan definisi itu sebagian besar kemudian ditolak,
perdebatannya terus berlangsung pada tahun 1960-an dan dekade seterusnya. Kendati
gagasan dari tokoh pendiri disiplin ilmu ini, khususnya Paul Vidal de la Blache
(Buttimer, 1971) tetap menarik perhatian dan mendapat dukungan Dengan berbagai
alasan yang sebagian besar berkaitan dengan posisi matapelajaran ini dalam sistem
pendidikan, khususnya di beberapa negara Eropa dan Amerika, geografi menjadi disiplin
ilmu yang sangat populer di berbagai universitas. Hal itu terlihat dari banyaknya
mahasiswa maupun banyaknya staf pengajar yang memperdalam bidang kajian tersebut.
Di dua benua tersebut, sejak tahun 1960-an telah dikembangkan suatu etos universitas

4
modern yang menitikberatkan pada bidang riset sebagai dasar untuk pengajaran di tingkat
sarjana, hasil riset tersebut dijadikan kriteria utama dalam peningkatan karier. Hal itu
telah menjadi konteks terjadinya lonjakan hasil riset yang cepat serta banyaknya kegiatan
eksperimen untuk mendalami epistemologi, metodologi, serta pokok bahasan alternatif.
Dengan demikian, geografi menjadi disiplin ilmu yang amat mendasar cakupan
pembahasannya dan bersifat general termasuk staf pengajarnya yang bersifat umum
(Johnston, 1991).

Sebagaimana sebelumnya telah dikemukakan bahwa dalam geografi terdiri atas tiga
cakupan kajian yang saling berkaitan satu sama lain, terutama mencakup lingkungan, tata
ruang, dan tempat.

1. Lingkungan

Lingkungan alamiah pada suatu wilayah terdiri atas permukaan lahan itu sendiri
(tidak banyak ahli geografi yang meneliti laut), hidrologi permukaan air di wilayah
itu, flora dan fauna yang tinggal di dalamnya, lapisan tanah yang menutupi
permukaan itu, dan atmosfer yang terdapat di atasnya. Semua unsur ini terjalin dalam
suatu sistem lingkungan yang kompleks, misalnya flora suatu wilayah memengaruhi
iklim di sekitarnya dan pembentukan serta pengikisan lapisan tanah di bawahnya
(Johnston, 2000: 404). Walaupun demikian, kebanyakan ahli geografi fisik
memfokuskan pada salah satu aspek saja dari lingkungan yang kompleks tersebut.
Hal itu dimaksudkan agar pemahaman mereka terhadap asal usul dan kesinambungan
perubahannya dapat dilakukan secara detail (Gregory: 1985).

Pemfokusan ini tercermin dari berbagai subdisiplin pada geografi fisik.


[10.45, 7/11/2023] +62 852-7323-5079: Sebagian para ahli geografi lebih suka
menempatkan dirinya pada satu subdisiplin daripada geografi fisik secara umum. Dalam
hal ini, hampir semua subdivisi berkaitan dengan ilmu-ilmu lain, sementara ahli geografi
fisik mengklaim bahwa lebih memiliki ketertarikan dengan disiplin luar daripada disiplin
mereka sendiri (Johnston, 1991)

2. Tata Ruang
Secara implisit telah dikemukakan bahwa jika para ahli geografi fisik lebih
memfokuskan pada lingkungan alamiah maka untuk geografi mamasis lebih
memfokuskan pada penempatan dan penggunaan lahan oleh manusia, dan inilah yang
dikategorikan tata ruang. Dengan demikian, tata ruang merupakan fokus kajian bagi para
ahli geografi manusia. Hal itu bukan semata-mata karena penggunaan lahan oleh manusia
selama sekian dekade menjadi topik yang penuh perhatian, tetapi juga esensi dalam

5
berbagai skala (antara perkotaan dan pedesaan) terdapat hubungan yang erat, selain
dengan lingkungan fisiknya juga sosialnya.

Tujuannya untuk menata ulang sisi ilmiah pada disiplin ini sehingga dapat mempelajari
hukum-hukum yang mengatur perilaku keruangan secara individual maupun pola-pola
keruangan dalam penyebaran artefak-artefaknya (Johnston, 2000: 405).
yang membagi pokok- pokok bahasan disiplin geografi manusia ini menjadi lima, yaitu

(a) pola-pola titik, seperti bangunan-bangunan peternakan di daerah pertanian

(b) pola-pola garis, khususnya jaringan transportasi,

c) pola-pola pergerakan, seperti aliran di antara berbagai jaringan, oran

(d) variasi bentuk permukaan dalam suatu fenomena yang berkesinambungan, misalnya
peta kepadatan penduduk dan peta harga tanah di suatu daerahperkotaan
(e) penyebaran dalam tata ruang, seperti penyebaran penyakit dalam suatu jaringan dan
pelintasan permukaan wilayah.

Menurut Johnston (2000: 406), terdapat empat subdisiplin yang saling bersinggungan dan
berpotongan yang mencerminkan hubungannya dengan ilmu sosial lain, yakni:
a) geografi ekonomi yang bersinggungan dan berpotongan dengan ilmu ekonomi
b) geografi sosial yang bersinggungan dan berpotongan dengan sosiologi
c) geografi politik yang bersinggungan dan berpotongan dengan ilmu politik
d) geografi kultural yang bersinggungan dan berpotongan dengan antropologi budaya.

sasarannya adalah hukum-hukum keruangan yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas


sosial lainnya yang didasarkan pada evaluasi kuantitatif atas hipotesis-hipotesis yang
diajukan. Di sini, baik geografi fisik maupun menggeser analisis yang semula
berlandaskan pola kartografi menjadi pola statistik dan mengembangkan model
matematiknya. Disiplin tenet berkembang sangat kuat sejak tahun 1970-an hingga
sekarang, termasuk sebagai pendekatan ekonomi politik, pendekatan struktural, dan
pendekatan realis terhadap ketidakseimbangan pembangunan yang melahirkan sejumlah
ketimpangan ketimpangan ekonomi serta pergeseran budaya menjadi perlu dikaji kembali
dalam pengertian pembangunan perlu diredefinisi dan direvitalisasi

3. Tempat

Di atas telah dikemukakan bahwa geografi muncul sebagai disiplin akademis


tentang tempat-tempat. Di dalamnya terdapat kegiatan mengidentifikasi interelasi,
membanding-bandingkan, serta menampilkan informasi mengenai berbagai bagian dunia.
6
Setelah berkembang lebih jauh, para praktisi memandang perlu untuk lebih
mempercanggih metodologi kerja daripada mengumpulkan informasi, memetakan, dan
membuat katalog. Mereka menginginkan kerangka intelektual yang memungkinkan
mereka untuk meningkatkan pengetahuan di samping menyusun informasi. Pada tahun
1930-an, determinisme lingkungan digantikan oleh geografi regional, di mana
landasannya adalah sifat-sifat khusus masing-masing region atau kawasan yang dibatasi
oleh kriteria-kriteria tertentu, biasanya dalam skala benua atau subbenua yang memiliki
persamaan-persamaan khusus (Johnston, 2000; 407).Ternyata geografi regional secara
metodologis lemah, misalnya dalam mendefinisikan kriteria, cara-cara menentukan batas-
batas regional, dan protokol-protokol deskripsinya. Sebagian besar kelemahan itu
disebabkan masih melekatnya pengaruh faktor paradigma determinisme lingkungan, di
mana argumen dasarnya adalah bahwa karakteristik fisik permukaan bumi menentukan
bagaimana manusia menempati dan melakukan aktivitasnya. Argumen tersebut ditentang
habis pada tahun 1930-an dan digantikan oleh geografi regional yang landasannya adalah
sifat-sifat khusus masing-masing kawasan (yang didefinisikan sebagai permukaan bumi
dan dibatasi oleh kriteria-kriteria tertentu). orang yang berasumsi bahwa geografi
regional adalah seni dalam bentuk lanjut yang tujuannya mendeskripsikan variasi-variasi
secara akurat dan sifat-sifat wilayah tersebut. Kemudian pendekatan ini pun semakin
ditentang pada tahun 1960-an, terutama oleh para ahli geografi yang terikat pada
paradigma ilmu keruangan, yakni geografi sebagai disiplin tentang jarak. Pendekatan
geografi regional dituduh sebagai sekadar metode pengumpul dan penyusun fakta dengan
framework-nya yang kurang jelas, tidak ilmiah, serta kurang memenuhi kriteria sebagai
sebuah disiplin ilmu. Akibatnya, pendekatan tersebut menjadi goyah dan banyak ahli
geografi pindah ke pendekatan yang lain dengan meninggalkan geografi regional
(Johnston, 2000: 407).
fisik dan sosial budaya pun dipengaruhi tempat. Tempat merupakan lingkungan
pergaulan, diciptakan oleh manusia dalam konteks persepsi mereka mengenai alam dan
sosialnya. Sebagai unsur penting dari tempat, identitas bersifat menentang dari apa yang
bukan bagiannya. Dengan demikian, salah satu dari bagian definisi mengenai sifat-sifat
tempat adalah perbedaan-perbedaannya.Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya
bahwa geografi secara makro dapat dikelompokkan dalam dua subdisiplin, yakni geografi
fisik dan geografi manusia yang disebut oleh sebagian para ahli sebagai geografi sosial.
Dalam kajian tulisan ini lebih memfokuskan kepada kajian geografi manusia atau
sosial.Geografi sosial adalah sebuah subdisiplin geografi yang subjeknya mengaitkan
ilmu-ilmu sosial dan alamiah, serta meliputi topik-topik mulai dari tektonik sampai
psikoanalisis (Smith, 2000: 981). Beberapa penulis geografi sosial menyertakan geografi
sosial dengan keseluruhan geografi manusia, yaitu dengan kekuatan ilmu sosial dari
disiplin tersebut. Untuk pertama kalinya istilah geografi sosial digunakan, yakni pada
tahun 1884 ketika Elise Reclus mengacunya sebagai hubungan yang rumit antara
manusia (sosial) dengan alam (Dunbar 1977). Ahli geografi yang lain mendefinisikan
bidang ini secara lebih sempit mengikuti pandangan Fitzgerald (1946) bahwa sebuah
7
kepentingan sosial pada hakikatnya dapat dikejar dalam pengertiannya sendiri sebagai
sebuah wilayah yang berbeda dari kajian-kajian aspek kehidupan politik dan ekonomi.
Namun, kebanyakan para analis geografi melihat bahwa wilayah geografi sosial berada di
antara dua kubu yang ekstrem itu (Smith, 2000: 981).

Terdapat dua pendekatan dalam kajian geografi manusia/sosial. Pertama, pendekatan


yang menekankan struktur dari hubungan sosial sehingga bidang ini layak sebagai ilmu
sosial. Sebagai contoh, Jones dalam bukunya Reading in Social Geography (1985:3)
melihat geografi sosial berhubungan dengan upaya mendeskripsikan dan menerangkan
unsur-unsur spasial dari masyarakat dalam hal struktur dari masyarakat tersebut.
Sedangkan Jacson dan Smith dalam bukunya Exploring Social Geography (1984: vii)
menganggap bahwa geografi sosial sebagai kajian bagaimana kehidupan sosial terbentuk
secara geografis melalui struktur-struktur spasial dari hubungan sosial. Dengan orientasi
tersebut maka geografi sosial memiliki peran penting dalam apa yang dinamakan Eyles
(1986) sebagai rekonstitusi geografi manusia sebagai ilmu sosial.

Adapun cabang-cabang dari geografi manusia (human geography) mencakup geografi


ekonomi (economic geography), geografi politik (political geography), geografi urban
(urban geography), geografi sejarah (historical geography), geografi populasi (population
geography), geografi sosial (social geography), dan sistem informasi geografis
(geographical information system).

1. Geografi Ekonomi (Economic Geography)

Menguraikan tentang produksi, distribusi, pertukaran atau perdagangan, serta


konsumsi atas berbagai barang dan jasa yang dilakukan pada tempat-tempat yang saling
berjauhan. Geografi ekonomi mulai diakui sebagai bidang studi tersendiri pada akhir
abad ke-19 dan kebangkitannya bertolak dari kolonialisme Eropa (Barnes, 2000: 267).
Para perintisnya memulai dengan menyusun daftar kekayaan sumber daya global yang
dapat diperdagangkan dan kondisi-kondisi produksinya (Chisholm, 1889). Selanjutnya,
mereka mencari justifikasi-justifikasi intelektual atas ketimpangan ekonomi antara
penjajah dan yang dijajah. Dengan demikian, mereka mendasarkan diri pula pada
environmental determinism (Huntington, 1915).Perubahan terjadi sejak tahun 1920-an, di
mana geografi ekonomi mulai berorientasi ke dalam satu perekonomian (negara
menerapkan pendekatan regional) untuk mencari penjelasan atas keragaman kondisi
ekonomi dari satu daerah ke daerah lain dalam negara yang sama.Para ahli geografi
ekonomi yang berpijak pada ilmu tata ruang atau spasial itu percaya bahwa karakteristik
khas suatu daerah selalu menentukan corak perekonomiannya, dan mereka mencoba
membuktikan hal itu secara ilmiah. Namun, kajian ini bukan berarti tanpa kelemahan.
Pada tahun 1970-an,geografi ekonomi mulai dihujani banyak kritik karena memiliki
8
kelemahan pada asumsi bahwa unsur spasial terpisah dari unsur sosial. Menurut Harvey
yang menulis buku Limits to Capital (1982), seorang ahli geografi beraliran Marxis
bahwa unsur spasial hanya dapat dipahami melalui sosialisasinya lewat mode produksi
dominan, yaitu mode kapitalis. Selain itu, ia menambahkan jika para ahli geografi
ekonomi hendak memahami perubahan lansekap ekonomi kapitalis, mereka harus
mengetahui ketegangan-ketegangan nonspasial yang terkandung dalam sistem
kapitalisme itu sendiri. Baginya, hal itu hanya mungkin dengan analisis Marx tentang
penyusutan spasial oleh waktu.

2.Geografi Politik (Political Geography)


Menekankan bahwa teritorial ditafsirkan sebagai hubungan mendasar antara
kedaulatan negara dengan tanah air nasional yang terletak di jantung legitimasi dan
praktik negara modern. Di mana hasilnya adalah analisis-analisis atas wilayah, dan
kekuasaan dengan ruang yang terfokus dan berpusat pada negara (Tylor, 2000: 783).
[10.47, 7/11/2023] +62 852-7323-5079: Dalam sejarahnya, sejak awal terjadinya geografi
politik sebagai suatu bangunan pengetahuan yang koheren pada akhir abad ke-19,
subdisiplin ini telah mengalami empat fase perkembangan utama, yakni lingkungan,
fungsional, analisis wilayah, dan pluralistik (Taylor, 2000: 784).

a. Geografi Politik Lingkungan Diawali dengan karya Friederich Ratzel

dalam bukunya Pitsche Geographie (1897), gagasannya tentang determinisme lingkungan


diterapkan terhadap kajian negara. Kemudian pada tahun 1904, Halford Mackinder
menyuguhkan teori daerah poros (pivot area), yang belakangan dinamakan kembali teori
heartland. Titik kulminasi dari geografi lingkungan ini muncul dalam kajian politik dan
landasan serta pijakan Derwent Whittlesey dalam The Earth and the State, titik nadirnya
adalah geopolitik Jerman terhadap perluasan wilayah Third Reich.

b.Geografi Politik Fungsional

ketika pasca Perang Dunia II. Dalam masa itu, Richard Harstone menempatkan negara
dalam posisi keseimbangan antara sentrifugal dan Ini terjadi (1950)

c. Analisis Ruang dalam Geografi Politik

Dalam fase ini dimulai dengan adanya kajian-kajian kuantitatif, namun dalam geografi
memiliki pengaruh sedikit, khususnya dalam geografi politik. Justru pengaruh
kuantifikasi ini terletak pada kajian-kajian politik pinggiran karena geografi sebagian
besar tidak cocok untuk dianalisis secara kuantitatif. Pengaruh sekundernya adalah untuk
mengorientasikan ulang geografi politik menuju wilayah-wilayah di mana banyak sekali
data-data untuk dianalisis.
9
d. Geografi Politik Pluralistik

Pada masa ini, geografi politik dituntut untuk dapat juga digunakan dalam melakukan
kajian-kajian tentang kekuasaan yang sering diabaikan masa sebelumnya. Perbaikan
dalam penyimpangan ini telah membawa hasil yang banyak. Di antaranya tentang
keragaman kontemporer geografi politik. contohnya sumbangan Marxis yang telah
menafsirkan politik negara dalam aliansi-aliansi kelas berbasis pada ruang. Dari
perspektif kultural bangsa-bangsa dan nasionalisme, telah dikaji dalam hal keterkaitan
khusus kepada tempat Taylor, 2000: 784).

B. PENDEKATAN, METODE, DAN TEKNIK PENELITIAN GEOGRAFI

1. Pendekatan Geografi

Perkembangan terakhir dalam ilmu geografi sejak geografi fisik dan geografi manusia
bergerak dari sifatnya yang deskriptif menuju analitis pada tahun 1950- an dan 1960-an,
berkembanglah pahamn positivisme yang menekankan pengujian hipotesis untuk merumuskan
hukum-hukum dan derivasi teori yang menonjol. Pendekatan ini berkaitan erat dengan
kuantifikasi dan keyakinan pada keteraturan statistik merupakan bukti adanya hubungan sebab
akibat empiris, seperti yang disyaratkan oleh teorinya. Walaupun pendekatan positivistik pun
banyak memiliki kelemahan karena tidak mampu mengakomodasi kekhususan- kekhususan yang
bersifat kontekstual (Harvey, 1989). Namun, pada umumnya banyak para ahli geografi terus
mengembangkan pola pendekatan tersebut.Pendekatan yang diatas pada pengkuran dalam
dininin me kan banyak eksperimentasi dan inovasi dalam cars-cers pengamputas data apangan,
baik proses-proses dalam lingkungan fik maupun mengenal cars as individu membentuk tingkah
laku nang merka. Hal itu dibant dek penemuan teknologi informasi sehingga pengumpulan, pery
impata, penyan lan analisis data sangat membantu bagi ahli geografi yang banyak memainkan
peran sebagai pelopornys Kemajuan yang pertama adalah dalam bidang remote ensing
(pengindraan jarak jauh) yang sering diasasikan dengan kegiatan menceritakan bumi dari
angkasa (Curran, 1987). Kuantitas date yang berkembang cepat diperoleh dari satelit dan alat
pengindraan jarak jauh lainnya memungkinkan para ahli geografi berada pada lini depan dalam
pengemban cara-cara penafsiran data yang tersedia. Terutama dengan menggunakan komputer
bermemori raksasa" untuk menggambarkan variasi rinci dari permukaan bumi dari waktu ke
waktu. Pengindraan jarak jauh begitu penting. bukan hanya menyediakan materi baru untuk
menganalisis bumi, melainkan juga meninggalkan banyak teka-teki teknis mengenai bagaimana
mentrans formasi dan menafsirkan materi itu demi mencapai tujuan riset (Johnston, 2000)

10
Di samping pendekatan-pendekatan yang telah dijelaskan di atas, dalam kajian geografi terdapat
beberapa pendekatan yang sering digunakan. R. Harto dan Surastopo Hadisumarno dalam
Metode Analisis Geografi (1979 12) mengemukakan tiga pendekatan (approack), yaitu
pendekatan analisis keruangan (spatial analysis), analisis ekologi (ecological analys), dan analisis
kompleks wilayah (regional complex analysis)

Denga. demikian, berdasarkan penjelasan di atas bahwa s pengertian konotasi yang haan
sekali, mencakup rangkaian gejala, alat pesawat elektronik, jasaniah manusia, dan lain-
lain Selangkan yang menjadi umur penting dalam kriteria sistem itu adalah suatu
rangkaian yang berproses dalam mencapai saat tujuan tertens. Dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa dalam pendekatan sistem tersebut merupakan mode berpikir sintetik
(mode berpikir yang didasarkan atas doktrin ekspace) secara teratur. Dalam kaitannya
dengan ilmu geografi, pendekatan sistem ursebut dapat diartikan sebagai suatu
metodologi yang digunakan unik mendekati, menelaah, dan mengkaji sistem gejala
geografi dan sistem keuangan yang dilakukan oleh para ahli geografi, seperti Edward
Ackerman, Richard 1. Chorley, D.R. Stoddart, dan Brian J.L. Berry (Davies, 1972 255-
3261

2. Metode Penelitian Geografia.

a. Metode Deskriptif.Metode ini banyak digunakan sejak ilmu geografi lahir sebagai
diple im yang bersifat akademis. Sebagai karakteristik metode ini adalah memberi
penjelasan, baik yang bersifat alamiah maupun insaniah dengan mengungkap
karakteristik, eksploratif, hubungan fungsional, dan dampak dari suatu fenomen
ataupun peristiwa. Tujuan metode ini adalah untuk mendeskripsikas als
menjelaskan peristiwa dan kejadian yang ada pada masa sekarang. Dalam metode
ini terbagi-bagi lagi menjadi metode stad kann, wervel, dan st pengembangan.
Salah satu hal penting tentang metode deskriptif in haw pada masa berkembangnya
metode deskriptif kanografi sangat dominan.

b. Metode Eksperimen dan Korelasi


Metode ini mulai dirasakan sejak geografi fisik dan manusia bergerak dari sifat-
sifat deskriptif menuju analitis pada tahun 1950-an dan 1960-an. Pendekatan
positivisme yang menekankan treatment dan pengujian hipotesis untuk
merumuskan hukum-hukum dan derivasi teori semakin menonjol. Pendekatan
tersebut berkaitan erat dengan kuantifikasi, keyakinan pada keteraturan statistik
merupakan bukti adanya hubungan sebab akibat empiris seperti yang diisyaratkan
oleh teorinya. Pengukuran dan manipulasi data menggantikan posisi penjelasan
verbal dan kartografis sebagai prosedur dalam ilmu geografi (Johnston, 2000: 408).

11
c. Metode ex Post Facto
Metode ini untuk melihat dan mengkaji hubungan antara dua variabel atau lebih, di
mana variabel yang dikaji telah terjadi sebelumnya atau tidak diberi perlakuan
khusus. Ex post facto artinya sesudah fakta karena dalam penelitian ini peneliti
tidak perlu melakukan manipulasi atau perlakuan terhadap variabel bebas. Hu-
bungan yang dikaji dapat berbentuk pengaruh, hubungan atau korelasi, sumbang-
an, maupun dampak yang dapat dinyatakan dalam ukuran-ukuran statistika, seperti
koefisien korelasi, determinasi, dan lain-lain (Sudjana, 1991: 54).

3. Teknik Penelitian Geografi


Teknik penelitian yang banyak digunakan dalam ilmu geografi, misalnya observasi
lapangan, wawancara, kuesioner, studi dokumentasi, dan studi literatur.

a. Observasi Lapangan (Field Observation)


Merupakan teknik pengumpulan data dalam ilmu geografi yang berusaha melihat
langsung tentang gejala dan masalah geografis. Teknik ini banyak sekali diguna- kan
untuk penelitian-penelitian geografis, bahkan merupakan teknik pengumpulan data
yang paling dominan (Sumaatmadja, 1988: 105).
b. Wawancara (Interview)
Merupakan teknik pengumpulan data dalam ilmu geografi yang dilakukan oleh
peneliti (interviewer) terhadap responden (interviewee) untuk memperoleh
keterangan yang lebih jauh dari sekadar observasi. Teknik ini dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung terhadap responden secara verbal, baik
formal maupun informal. Maksud dari wawancara yang dinyatakan oleh Lincoln dan
Guba (1985: 226) adalah untuk mengkonstruksi mengenai orang. kejadian, kegiatan
organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain- lain. Sedangkan
ditinjau dari bentuknya, wawancara meliputi wawancara pembicaraan informal;
wawancara menggunakan petunjuk umum wawancara; wawancara baku tetapi
terbuka (Patton, 1980: 197).

c. Kuesioner atau Angket


Merupakan teknik pengumpulan data dengan menyebarkan sejumlah pertanyaan-
pertanyaan, baik yang bersifat terbuka maupun tertutup dan dilakukan melalui
pertanyaan-pertanyaan tertulis. Tujuannya hampir sama dengan wawancara, yaitu
untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi, perasaan,
motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain (Fraenkel dan Wallen, 1993: 112-113).

d. Studi Dokumenter
Merupakan teknik pengumpulan data yang merupakan upaya untuk mengkaji setiap
bahan tertulis, film, serta catatan (record). Dokumen dapat dibagi dalam dua
12
kelompok, yaitu dokumen pribadi dan dokumen resmi. Keduanya sangat penting
dalam teknik penelitian geografi.

C. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU GEOGRAFI


Seperti halnya pada ilmu-ilmu sosial lainnya, pada mulanya disiplin geografi tidak
tersusun secara sistematis seperti sekarang ini. Pada zaman Homeros dan Hesiodos, pada
abad ke-9 sampai ke-8 sebelum Maschi, sebagian orang menganggap pengetahuan tentang
bumi masih sangat dipengaruhi oleh mitologi, terutama mitos kosmogonis (keterangan
tentang asal usul serta sifat kejadian- kejadian dalam alam semesta) (Bertens, 1999: 19).
Selain itu, pengetahuan mengenai suatu wilayah yang meliputi aspek-aspek alamiah dan
insaniah, pada mulanya hanya dalam bentuk cerita yang disampaikan oleh seseorang kepada
yang lainnya.Pada zaman Thales (640-548 SM), masih beranggapan bahwa bumi berbentuk
keping silinder yang terapung di atas air dengan separuh bola hampa di atasnya. Pendapat itu
hilang seabad kemudian setelah Parmenides (515- 455 SM) mengemukakan pendapatnya
bahwa bumi memiliki bentuk bulat. Lambat laun pengaruh mitologi itu semakin berkurang
dengan berkembangnya pengaruh ilmu alam sejak abad ke-6 SM, sehingga corak
pengetahuan tentang bumi tersebut mulai memiliki dasar ilmu pasti/alam yang lebih baik.
Kemudian terdorong oleh kebutuhan untuk mempermudah perjalanan berikutnya, secara
sederhana pengalaman perjalanan itu dilukiskan ke dalam bentuk peta. Sejak itu penyelidikan
tentang bumi dilakukan dengan memakai logika. Dengan demikian, logos (akal budi dan
rasio) mengganti mitos (Bintarto dan Hadisumarno, 1979: 2).Bagi kepentingan perjalanan,
perdagangan, peperangan, dan pertahanan, peta tersebut sangat membantu dalam
memvisualisasikan suatu objek telaahan. Pada zaman Yunani kuno, pandangan paham
geografi sangat dipengaruhi oleh pandangan filsafat spekulatif maupun sejarawan yang
berusaha memadukan ilmu pengetahuan geografi dengan sejarah. Tidak sedikit uraian
geografi bersifat sejarah, atau sebaliknya uraian sejarah bersifat geografi. Contohnya,
Herodotus (485-425 SM) seorang sejarawan yang telah mengemukakan pendapatnya bahwa
betapa eratnya hubungan antara perkembangan masyarakat dengan Faktor-faktor geografi di
wilayah yang bersangkutan. Pandangan ini sungguh idak keliru karena kedua disiplin sosial
tersebut tidak dapat melepaskan diri ari interaksi antara manusia dengan lingkungannya
maupun keterikatannya Mengan aspek keruangan. Selanjutnya, ia menganjurkan adanya
penulisan ubungan di antara sejarah dan geografi (Lucile, 1960: 13). Hanya saja andangan-
pandangan tersebut masih bersifat subjektif dan cenderung pekulatif. Hal itu terbukti pada
tahun 450 SM, Herodotus telah membuat peta mia yang membaginya dalam tiga bagian,
yaitu Eropa, Asia, dan Libya (Afrika).Peta karya Herodotus tersebut sangat sederhana jika
dibandingkan dengan peta yang kita kenal sekarang. Pandangan Herodotus yang memusatkan
Yunani sebagai poros dunia, tidak lepas sebagai pandangan tradisional yang bersifat
kosmologis. Pandangan itu beranggapan bahwa pada setiap kelompok etnis maupun bangsa
menganggap dirinya terpenting dari segala makhluk dan umat manusia di dunia. Selain itu,
diketahui bahwa adanya beberapa zona iklim, meskipun pada waktu itu belum diketahui
bahwa keadaan tersebut merupakan akibat dari letak sumbu bumi yang miring (Bintarto dan
13
Hadisumarno, 1979: 2). Kemudian muncul istilah Starbo adalah ahli geografi dan sejarawan
Yunani kuno, ia telah menguraikan secara panjang lebar betapa besar pengaruh lingkungan
fisik manusia terhadap pengelompokan kebudayaan dan model-model pemerintahan. Ia
mengemukakan bahwa pengaruh lingkungan tersebut sangat menentukan corak budaya dan
pemerintahan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Starbo tergolong
environmental determinism atau determinisme lingkungan (Sumaatmadja, 1988: 15). Pada
bagian yang lain, Starbo telah mengemukakan bahwa geografi berkenaan dengan faktor
lokasi, karakteristik tertentu, dan antarhubungan satu tempat ke tempat lainnya di permukaan
bumi secara keseluruhan. Ide kesatuan tunggal yang dikemukakan Starbo, dijelaskan sebagai
konsep natural attributes of place 'atribut alamiah suatu tempat adalah kerangka relasi suatu
tempat dengan tempat lainnya di permukaan bumi. Pandangan seperti itu, hingga sekarang
masih relevan sebagai salah satu konsep dan prosedur geografi modern hingga sekarang
(Dickinson, 1970: 10). Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, konsep ini berkembang
sebagai konsep regional. Selain itu, ia telah membuat peta yang dikenal dengan Peta Strabo,
yang merupakan penyempurnaan peta Herodotus.Pandangan determinisme lingkungan yang
dikemukakan Starbo jika ditelusuri lebih jauh sebenarnya berasal dari Julius Caesar (100-44
SM) dalam tulisannya yang berjudul Gallic Wars. Caesar merupakan tokoh pemerintahan dan
ketentaraan Romawi yang terkenal. Pada tulisannya mengemukakan faktor geografi terhadap
pemerintahannya serta pengaruh lingkungan alam terhadap kemenangannya. Semua tokoh
yang menguraikan keseluruhan bumi berupa keterangan-keterangan wilayah di permukaan
bumi yang tidak memerhatikan letak yang tepat serta keadaan manusianya juga secara tidak
tepat (hanya mengemukakan materi secara etnografis serta kurang bersifat geografi),
semuanya dapat dikategorikan dalam kelompok aliran logografi (Khiam, 1980: 7-8). Selain
itu, Starbo menulis sebanyak 17 jilid dalam judul Geographica. Dalam buku tersebut, Starbo
membuat sintesis antara geografi, chorografi, dan topografi. Sintesis chorografi dan topografi
ke dalam geografi tidak menjadi masalah. Bagi Starbo, dalam suatu studi geografi kita tidak
sekadar mempelajari tentang bentuk dan dimensi suatu daerah, tetapi juga tentang lokasinya.
Selain itu, dalam buku tersebut Starbo memperlihatkan adanya korelasi antara lingkungan
dengan kehidupan manusia.Seabad setelah pengaruh Starbo dalam determinisme lingkungan
begitu dominan, Claudius Ptolemaeus (100-178 M), seorang ahli astronomi Alexandria
Mesir-Yunani Kuno yang menulis buku berjudul Geographike Unphegesis. Bukunya beredar
pada abad ke-2, yang mengemukakan bahwa geografi adalah suatu penyajian pada peta dari
sebagian permukaan bumi yang menunjukkan ketampakan umum yang terdapat padanya. Ia
berpendapat bahwa geografi berbeda dengan chorografi karena chorografi membahas
wilayah atau region tertentu serta menyajikannya secara mendalam. Chorografi pun lebih
mengutamakan pada ketampakan asli suatu wilayah serta bukan ukurannya. Sedangkan
geografi lebih mengutamakan hal-hal yang kuantitatif dan bukan kualitatif. Pendapat
Ptolemaeus tersebut merupakan sumber bagi definisi geografi zaman modern (Bintarto dan
Hadisumarno, 1979: 3). Selain itu, perlu diketahui bahwa Ptolemaeus pun seorang pelopor
aliran geosentris yang nantinya ditentang oleh kelompok heliosentris.

14
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa geografi zaman Veranius yang ditandai
dualisme geografi tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1) Geografi umum (geographia generalis) dan geografi khusus (geographia spesialis).


2) Geografi fisik dan geografi manusia.

Walaupun begitu, dualisme tersebut adalah sejalan. Untuk menyederha nakan


pemahaman tersebut, Veranius mengusulkan agar geografi umum (geografi sistematik)
dan geografi topikal mempelajari unsur-unsur fisikal yang Selanjutnya, perjalanan-
perjalanan yang dilakukan oleh Columbus, Vasco da Gama, Ferdinand de Magelhaens,
dan lain-lain yang terkenal dengan misi 3 G (Gold, Gospel, dan Glory) telah pula
menambah pengetahuan mengenai negeri lain tentang penduduk dan peradabannya.
Pengetahuan ini selain menambah materi geografi, juga telah membuka wawasan
manusia terhadap perwilayahan di permukaan bumi.
berkat penemuannya tentang lintasan planet, namanya diabadikan dalam Hukum Keppler.
Isinya ada 3 asas, yaitu Hukum Keppler 1. 11. dan III.

Hukum Keppler 1: sebuah planet berputar mengelilingi matahari dalam suatu lintasan
berbentuk clips, di mana matahari merupakan salah satu titik apinya.

Hukum Keppler II: vektor jari-jari yang terbentuk antara matahari dengan sebuah planer
akan membentuk bidang yang sama besar dalam waktu yang bersamaan.

Hukum Keppler III: kuadrat waktu peredaran planet sebanding dengan pangkat 3 dari
setengah panjang sumbu bidang lintasan planet tersebut (Shadily, 1984: 1746).

Gerardus Mercator (1512-1594) adalah sebutan Latin untuk Gerhard Kremer, seorang
ahli geografi, ilmu pasti, dan kartografi bangsa Vlaam. Terkenal berkat peta dunia
berproyeksi silindris yang dibuatnya, yang kemudian dikenal dengan Proyeksi Mercator
(1569) yang mendeskripsikan sebuah peta penjelajahan lautan.

Tokoh-tokoh geografi dari Jerman yang sangat besar pengaruhnya terhadap


perkembangan disiplin geografi, di antaranya Alexander von Humbolt, Karl Ritter, Oscar
Peschel, Alexander von Humboldt, Friederich Ratzel, Ernest Kapp. dan Alfred Hettner.
Pandangan geografi dari tokoh-tokoh tersebut secara singkat sebagai berikut. Alexander
von Humboldt (1769-1859) dan Karl Ritter (1779- 1859), dianggap sebagai peletak dasar
geografi modern (Sumaatmadja, 1988: 18). Kedua tokoh ini berjasa dalam meletakkan
dasar-dasar ilmu pengetahuan empiris (empirical sciences) pada geografi. Prosedur
induktif melalui observasi dan penjelajahan dilakukan untuk menyusun hukum-hukum
umum pada studi geografi. Mereka berpegang kepada konsep filsafat holisme yang
menghormati relevansi bumi dengan manusia. Hal itu dapat kita lihat dari pernyataan
15
Ritter (Hartshorne, 1960: 20). Independent to Man, the earth is also without him, to the
scene of natural phenomena; the law of its formulation can not proceed from Man. In the
science of the earth, the earth it self must be asked for its laws. Bagi Ritter, faktor alam
menjadi penentu bagi gejala kemanusiaan. Pandangannya tersebut memengaruhi bagi
ajaran Friederich Ratzel, di mana Ritter memasukkan faktor manusia sebagai faktor
penting pada studi geografi. Hal itu dapat dilihat dari yang telah dikemukakan
sebelumnya bahwa, geography to study the earth as the dwelling place man, dan inilah
Selanjutnya, adalah Emmanuel Kant (1724-1804) yang mendapat julukan "Bapak
Geografi Politik", di samping sebagai peletak dasar Geografi Modern. Kemudian Charles
Darwin (1809-1882) seorang ahli evolusi biologi Inggris. Konsep natural selection
merupakan konsep yang terpenting dan berlaku hingga kini, walaupun pernah
diselewengkan oleh Hitler dalam berbagai ekspansinya melalui pengembangan doktrin
survival of the fittest yang sebenarnya berasal dari Herbert Spencer dalam Darwinisme
Sosial (Taylor, 2000: 783).

Tokoh lain yang juga berpaham determinisme itu adalah Ellsworth Huntington yang
menulis The Pulse of Asia (1907), Palestine Its Transformation (1911), dan Civilization
and Climate (1915). la seorang brilian, hli geografi Amerika Serikat ini terkesan oleh
kontras antara peradaban yang ar biasa besar dari Asia Tengah dan Asia Barat Daya
(Duverger, 1985: 420), ang secara rinci Anda dapat membaca isi teorinya tersebut pada
subbab teori- ori geografi. Kemudian von Richthoffen (1838-1905), ia merupakan tokoh
ografer yang berpengaruh. Sebagai seorang ahli geologi, beliau mengemu- an bahwa
pengertian permukaan bumi, yakni bagian luar dari bumi yang iri dari geografi dan
termasuk segala gejala yang bersangkutan dengannya.

Demikian tentang perkembangan geografi, sejak disiplin ini hanya merupakan suatu
cerita sampai kepada suatu perkembangan disiplin ilmu yang modern dengan pendekatan
dan metode yang kaya, baik secara kealaman, sosial, maupun humaniora, geografi
senantiasa merambah di antaranya. Sebagai contoh, geografi tata ruang ini baru muncul
tahun 1960-an dan 1970-an, dan mulai diperkenalkan saat terjadinya perkembangan
dramatis studi geografi di berbagai universitas, khususnya di negara-negara yang
berbahasa Inggris. Para "pendobrak kuantitatif dan teoretik" tersebut, dengan demikian
dapat memper luas pandangan mengenai disiplin itu dengan bertambahnya jumlah posisi
staf yang tersedia dan riset-risetnya yang memungkinkan dapat mengembangkan Contoh
lain tentang Geographical Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis
yang merupakan sistem komputer terintegrasi, yang ligunakan untuk mengumpulkan,
menyimpan, menambah, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk
informasi berkenaan dengan masalah geografis (Unwin, 2000, 402) kini telah
berkembang pesat, Terutama sejak tahun 1980-an. Aplikasi GIS kini terdapat dalam
semua disiplin akademik di mana unsur lokasi menjadi hal substansial, seperti geografi,
16
arkeologi, perencanaan lahan, pengolahan sumber daya alam, dan demografi. Begitu pun
dalam industri dan perdagangan, GIS dipakai oleh toko eceran, sarana umum, dan
pemerintah lokal atau daerah. Karena lokasi ruang merupakan hal yang ada di mana-
mana, dapat dikemukakan bahwa GIS akan menjadi salah satu aplikasi komputer yang
paling besar (Unwin, 2000: 402).

Geografi adalah disiplin akademis yang luas dan dinamis, memiliki akar- akar dalam
ilmu alam, sosial, bahkan humaniora. Dalam cakupannya yang begitu las terdapat
kelompok-kelompok yang bersinggungan dan beririsan, baik para ahlt riset maupun
pengajar atau pendidik, kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan pemahaman kita
mengenai lingkungan, tata ruang, dan tempat dengan berbagai strategi dan teknik.
Adanya perbedaan kelompok-kelompok tersebut menyebabkan perdebatan dinamis yang
tidak ada putus-putusnya mengenai alternatif-alternatif tinjauannya. Di samping itu,
terdapat juga sekian banyak riset dan aktivitas akademis yang substansial telah berjasa
meningkatkan wawasan kita tentang bagaimana lingkungan fisik tersusun sedemikian
rupa dan bekerja. Bagaimana kehidupan manusia diorganisir secara keruangan, serta
bagaimana pula tempat-tempat itu dibuat sebagai lokasi kediaman yang nyaman untuk
kepentingan hidup kita.

D. MANFAAT TERAPAN GEOGRAFI

Sebagai disiplin akademis yang memiliki potensi terapan untuk memahami


mengenai dunia, terdapat beberapa pendapat, seberapa perlunya segi terapan ini karena
beragamnya tuntutan yang dikemukakan kepada disiplin ini maupun kepada
akademisinya secara umum. Taylor (1985) berpendapat bahwa negara-negara yang
menyediakan sebagian besar pendanaan universitas, tampaknya lebih mampu mendesak
munculnya karya terapan-akademisi diharapkan langsung memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam periode resesi ekonomi daripada dalam masa relatif makmur, yang
lebih memungkinkan dilakukannya riset-riset murni atau terapan. Tentu saja di sejumlah
negara, seperti Uni Soviet dan Eropa Timur mya antara tahun 1945 dan 1989, praktik
geografi di semua disiplin akademis ya hampir seluruhnya ditentukan oleh tuntutan
aparat negara.Nilai terapan dari geografi sangat dihargai selama Perang Dunia Ikea
kemampuan para ahli geografi untuk menyediakan informasi mengenai negar

negara lain, keahlian kartografi serta fotogrametrik mereka banyak dipakai dalam dunia
intelijen, Sejak tahun 1950-an, peran geografi dalam pengumpulan data dan analisisnya
dipakai pula sebagai pedoman dalam menyiapkan rencana rencana pembangunan kota
dan kawasan, dan beberapa perkembangan teknis nya (seperti GIS) diarahkan untuk
tujuan-tujuan praktis. Ada yang berpendapa bahwa salah satu peran pokok ahli geografi
adalah memberikan nilai tambah pada data, yang kemudian dapat "dijual" kepada para
pengambil keputusan
17
(Rhind, 1989). Makin meningkatnya minat pada isu-isu lingkungan, baik tingkat lokal.
regional, nasional, maupun global, telah menjadi perhatian para ahli geografi.

Banyak karya mereka menekankan kedua sisi, yakni proses-proses yang terjadi dalam
lingkungan fisik dan dampak aktivitas manusia terhadap proses tersebut serta hasilnya.
Hal itu tampak dalam usaha penaksiran dampak lingkungan.
[10.52, 7/11/2023] +62 852-7323-5079: Dalam kebanyakan karya terapan ini, para ahli
geografi memakai aneks metode dan orientasi positivis untuk mencari pemecahan dari
sekian masalah yang telah ditemukan. Mereka terlibat dalam rekayasa masa depan sosial
berdasarkan pemahaman ilmiah mereka. Pandangan teknokratis seperti itu ditentang oleh
ahli-ahli geografi lainnya yang melihat karya seperti itu hanya akan melanggengkan
status quo dalam masyarakat. Dengan demikian, hal itu mempertahankan banyak
ketimpangan dan ketidakadilan serta berlanjutnya mode produksi kapitalis dan para
aparat negara yang bertujuan mengangkat dan melegitimasi apa yang mereka pandang
sebagai sistem yang tidak adil. Dalam menanggapi kritik-kritik seperti itu, terdapat
beberapa aturan penerapan yang kemudian ditegakkan bagi para ahli geografi dalam
mengangkat kesadaran terhadap sifat perubahan dunia. Di mana kita tinggal dan
bagaimana memajukan emansipasi, di mana para warga dapat memegang kendali atas
masyarakat dan mengarahkannya sesuai dengan tujuan mereka sendiri. Dari masing-
masing tujuan itu, sifatnya politis dan harus bersaing dengan para pendukung sudut
pandang lain. Bahwa semua memandang geografi sebagai pelayan bagi tujuan- tujuan
politik tertentu. Kendati ada di antaranya yang akan membantah hal itu dan mengatakan
bahwa mereka memainkan peran ilmiah yang objektif atau netral serta berada dalam
batas-batas yang dibuat masyarakat, di mana para ahli geografi termasuk salah satu
bagiannya.

E. KONSEP KONSEP GEOGRAFI

Adapun konsep-konsep geografi yang akan dikemukakan dalam tulisan ini


mencakup tempat, sensus penduduk, iklim, laut, lingkungan, benua, urbanisasi, peta,
kota, mortalitas, khatulistiwa, demografi, tanah, transmigrasi, dan wilayah.

1. Tempat

Konsep tempat (place) merujuk kepada suatu wilayah di mana orang hidup berada.
Dalam analisis geografi, konsep tempat memiliki peran penting karena kedudukan dan
kontribusi tempat memberi banyak arti dan makna bagi manusia serta organisme lainnya.
Sebut saja geografer Jerman Friederich Ratzel dalam tulisannya Pirche Geographie

18
(1897), di mana gagasan-gagasan kontemporer tentang determinisme lingkungan
diterapkan terhadap kajian negara. Memfokus kan lokasi strategis pada skala global, pada
tahun dengan praktik de jure. Dalam sistem de jure setiap orang dihitung sebagai anggota
atau warga daerah asalnya, terlepas ketika sensus berlangsung orang tersebut ada atau
tidak. Persoalan yang timbul dalam sistem de jure tersebut apabila orang yang sedang
berada di luar itu dalam per unit keluarganya cukup banyak.
3. Iklim

Iklim menurut Ensiklopedia Indonesia (1984: 1376-1377) adalah keadaan rata- rata dari
cuaca di suatu daerah dalam periode tertentu, keadaan variasinya dari tahun ke tahun dan
keadaan ekstremnnya. Unsur-unsur yang menggambarkan keadaan cuaca atau iklim
meliputi suhu udara, kelembapan udara, angin, curah hujan, dan penyinaran matahari.
Biasanya, untuk menggambarkan keadaan iklim, dibuat klasifikasi iklim. Klasifikasi
iklim memiliki tujuan yang berbeda- beda. Ada yang bertujuan untuk digunakan dalam
bidang pertanian, perdagangan, maupun perindustrian.

Klasifikasi iklim yang terkenal di dunia adalah klasifikasi Koppen dan klasifikasi
Thomthwaite. Klasifikasi Koppen berdasarkan pada curah hujan dan suhu tahunan serta
bulanan. Berdasarkan penelitiannya, terdapat lima golongan iklim, yaitu

(a) iklim tropis penghujan (tropical rainy climate);

(b) iklim kering (dry climate);

(c) iklim penghujan bersuhu hangat (warm temperature rainy climate);

(d) iklim hujan salju dingin (cold snow forest climate).

(e) iklim salju kutub (polar snow climate).

Selanjutnya, klasifikasi iklim Thornthwaite yang membagi lima daerah

kelembapan dengan vegetasi karakteristik sebagai berikut: (a) daerah basah dengan
vegetasi hutan penghujan (rain forest);

(b) daerah lembap dengan vegetasi hutan (forest);

(c) daerah setengah lembap dengan vegetasi padang rumput (grass land);

(d) daerah setengah kering dengan vegetasi padang rumput luas tanpa pohon (stepa);

19
(e) daerah kering dengan vegetasi gurun pasir.

4. Laut Laut dalam Ensiklopedia Indonesia (1984: 1974-1975) diartikan sebagai


keseluruhan massa air yang saling berhubungan, mengelilingi semua sisi daratan di bumi.
Laut yang besar dinyatakan sebagai samudera (lautan) Dari pantai ke laut dalam,
pertama-tama terdapat satu jalur dasar laut yang data, yakni datar kontinental yang
merupakan lanjutan tanah daratan di bawah permukaan laut Dari kedalaman lebih kurang
180 meter, kemiringan itu menjadi lebih besar berupa lereng kontinental, yaitu lanjutan
lereng daratan di bawah permukaan laut. Pada kedalaman 3.000-6.000 meter baru
terdapat dasar laut yang dalam,

5. Lingkungan
Lingkungan dalam Ensiklopedi Indonesia (1984: 2021) didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang ada di luar suatu organisme, meliputi lingkungan benda mati (abiotik) dan
lingkungan hidup (biotik), Lingkungan benda mati atau fisik adalah lingkungan di luar
suatu organisme yang terdiri atas benda atau faktor alam yang tidak hidup, seperti bahan
kimia, suhu, cahaya, gravitasi, atmosfer, dan lain-lain. Lingkungan hidup (biotik) adalah
lingkungan di luar suatu organisme yang terdiri atas organisme hidup, seperti tumbuh-
tumbuhan, hewan, dan manusia.
Kekuatan-kekuatan lingkungan dalam hubungannya dengan kehidupan manusia, menurut
Pearce (2000: 298) merupakan metafora yang melanggengkan kontradiksi dasar manusia.
Ia punya kekuatan untuk menaklukkan, namun ia pun diliputi berbagai kelemahan yang
selalu membuatnya terancam. Di satu sisi manusia membuat berbagai perbaikan, namun
di sisi lain manusia membuat kerusakan. Konflik antara individualisme, konsumerisme,
maupun dengan idealisme dan solidaritas, tidak pernah lepas dari masyarakat manusia.

Inilah suatu pandangan environtalisme yang di dalamnya terdapat tiga komponen, yakni
(a) teknosentrik, (b) ekasentrik, dan (c) deep green. Hakikat pandangan teknosentrik
menekankan bahwa manusia sebagai manipulator alam. Meskipun pandangan ini lugas
dan maskulin, justru pandangan ini aktif mendorong dilakukannya konservasi secara
nyata. Sebab eksploitasi dan tekno- logi dipandang positif, sejauh itu tidak merusak alam
fisik dan sosial secara berlebihan. Kemudian pandangan ekosentrik, bersifat optimis,
namun lebih jauh lagi untuk melestarikan lingkungan. Semua tindakan manusia harus
didasar- kan pada usaha pelestarian lingkungan. Sedangkan yang terakhir pandangan
deep green atau istilah lainnya adalah deep ecology maupun steady state economic,
bertumpu pada struktur etika dan sosial yang radikal. Pandangan ini menuntut
ditingkatkannya pola-pola hidup massal yang dianggapnya harus melestarikan
lingkungan yang dekat dengan alam. Bahkan secara ekstrem, pandangan ini menolak
globalisme ekonomi dan ketergantungan politik. Selain itu, mereka pun mempromosikan
pasifisme untuk hidup damai dan bersahaja, ckoleminisme penegakan hak-hak konsumen
20
demi mengontrol produsen, serta pengakuan atas hak hidup makhluk lain di luar manusia
(O'Riordan, 2000: 300).

6. Benua

Istilah benua dalam Ensiklopedia Indonesia (1984: 449) merujuk kepada suatu daratan
yang begitu luas sehingga bagian tengah daratan yang luas tersebut tidak mendapat
pengaruh angin laut sama sekali. Dalam sejarah, dikenal 5 benua yang dihuni manusia,
yaitu Asia, Eropa, Amerika, Afrika, dan Australia. Sedangkan secara geografis,
pembagian benua tersebut terbagi atas 3 benua, yakni Erasia-Afrika, Amerika, dan
Australia. Secara keseluruhan, luas benua tersebut mencapai lebih kurang 29% dari
seluruh permukaan bumi, dan sisanya 71%) adalah luas samudera.

7. Urbanisasi

Konsep urbanisasi memiliki dua pengertian. Pertama, para ahli demografi lebih banyak
menggunakan istilah ini untuk menunjukkan redistribusi penduduk ataupun perpindahan
dari wilayah-wilayah pedesaan ke perkotaan, memberikan makna yang paling spesifik
pada tingkat konseptual. Kedua, dalam beberapa ilmu sosial lainnya, terutama ekonomi,
geografi, dan sosiologi, urbanisasi merujuk kepada struktur morfologik yang sedang
berubah dari berbagai pemusatan (agglomeration) perkotaan dan perkembangannya (Sly,
2000: 1116) Pada kajian ini, tentu saja lebih didasarkan pada kajian yang pertama. Jika
terdapat aspek-aspek kajian kedua, hanyalah sebagai supplement karena satu sama
lainnya berkaitan.

8. Peta

Peta adalah pola permukaan bumi yang dilukiskan pada bidang datar (Ensiklo pedia
Indonesia, 1984: 2698-2699). Gambar itu dapat menyatakan keadaan fisik bumi, keadaan
budaya, ekonomi, bahkan politik sekalipun. Biasanya, tiap titik peta itu menunjukkan
kedudukan geografis menurut skala dan proyeksi yang telah ditentukan.

Berdasarkan penelitian sejarah tentang pembuatan peta yang dikenal dengan kartograf,
ternyata pada bangsa-bangsa tertentu kartograf telah lebih dahulu dikenal daripada
pengenalan manusia terhadap huruf. Telaah ini berdasarkan penemuan beberapa peta
purba yang dibuat oleh bangsa-bangsa Mesir, Babylonia, dan Cina. Peta tertua berupa
tablet terbuat dari tanah liat, sekarang disimpan di Museum Semit di Harvard Amerika
Serikat. Pengukuran bumi yang pertama sudah bersifat ilmiah, yakni pengukuran lintang
dan bujur yang dilakukan oleh Ptolomacus pada abad ke-3 SM. Namun, masih ada
kesalahan utama yang terletak pada peta tersebut, yaitu terlalu kecilnya ukuran bumi.

21
Kemudian pada abad pertengahan, kartografi berkembang dan dipelajari oleh bangsa
Arab Al-Idrisi (abad ke-12) melanjutkan pekerjaan Ptolomaeus.

9. Kota

Konsep kota sebenarnya merujuk kepada fenomena yang sangat bervariasi sesuai dengan
perbedaan sejarah dan wilayahnya. Namun, secara umum istilah kota adalah tempat di
wilayah tertentu yang dihuni oleh cukup banyak orang dengan tingkat kepadatan
penduduk yang cukup tinggi. Studi tentang masyarakat kota tidak hanya terbatas
menelaah masyarakat secara luas, namun juga karakteristik-karakteristik tertentu dari
kehidupan internalnya (Hannerz, 2000: 110).
[10.54, 7/11/2023] +62 852-7323-5079: Dilihat dari sejarahnya, budaya perkotaan
bermula di enam daerah pusat peradaban kuno yang terpisah, yakni Mesopotamia,
Lembah Sungai Nil, Lembah Sungai Indus, Cina Utara, Meso-Amerika, Pegunungan
Andes, dan Yorubaland di Afrika Barat (Wheatley, 1971). Di pusat-pusat pemukiman
itulah sentral monarki dan lembaga keagamaan yang masing-masing memiliki staf
administrasi dan pengawal resmi berkuasa mengendalikan dan memanfaatkan para petani
dan penduduk di tempat-tempat sekitarnya. Selain itu, bangunan-bangunan pusat budaya
berkembang menjadi serangkaian kompleks arsitektur monumental yang meliputi candi,
istana, gedung peradilan, pasar, dan sebagainya. Sebagai contoh, kota-kota di zaman
Graeco-Roman dipenuhi oleh kaum elite pemilik tanah dan panglima perang yang segala
aktivitasnya ditunjang oleh ribuan budak (Hannerz, 2000: 111).

10. Mortalitas

Konsep mortalitas merujuk kepada rangkuman tingkat kematian kotor rata- rata (crude
death rate disingkat CDR) penduduk, yaitu jumlah kematian per tahun per seribu
penduduk (Ewbank, 2000: 684). Rangkuman yang sederhana tersebut mengukur efck
mortalitas pada laju pertumbuhan penduduk. Mortalitas atau CDR dipengaruhi oleh
distribusi umum dari populasi. Oleh karena itu, tidak akan banyak berguna
membandingkan mortalitas pada masyarakat yang memiliki tingkat fertilitas yang
berbeda atau pada masyarakat yang terpengaruh oleh migrasi.

Penghitungan yang lebih akurat adalah dengan menggunakan tingkat kematian pada umur
tertentu (angka kematian tahunan dalam kelompok umur tertentu). Ukuran yang
digunakan adalah angka kematian bayi (IMR = infant mortality rate). IMR selama
setahun adalah angka kematian bayi (yaitu kematian bayi yang terjadi sebelum bayi
memasuki tahun pertama) selama satu tahun per seribu kelahiran dalam tahun yang sama.
Bagi para pengikut kelahiran hidup (live births), IMR adalah proporsi bayi yang mati
sebelum setahun. IMR bervariasi dari yang rendah, yaitu sekitar 5 sampai lebih dari 300
per seribu kelahiran. IMR sering digunakan sebagai indikator mortalitas dari keseluruhan
22
masyarakat karena perkiraan kematian bayi lebih dapat diandalkan daripada perkiraan
kematian dewasa.

11. Khatulistiwa (Ekuator)


[10.54, 7/11/2023] +62 852-7323-5079: Khatulistiwa atau ekuator adalah sebuah konsep
yang merujuk kepada garis khayal yang melingkari bola bumi dan membelahnya menjadi
dua bagian yang sama besar, masing-masing 180 derajat. Garis ekuator inilah yang sering
disebut garis khatulistiwa atau garis lintang nol derajat (Shadily, 1984: 905). Dari garis
lintang nol derajat tersebut, untuk ke arah utara disebut garis lintang utara, dan ke arah
selatan disebut garis lintang selatan. Beberapa negara yang dilalui garis khatulistiwa
tersebut adalah Indonesia, Ekuador, Colombia, Brazilia, Kenya, Uganda, Zaire, Kongo,
dan Gabon. Di Indonesia, garis ekuator melintasi kota Pontianak (Kalimantan Barat),
Sasak (Sumatera Barat), Teluk Gorontalo, Kalimantan Timur, Bagian Selatan Pulau
Halmahera, serta pesisir utara Pulau Waigeo di Papua Barat.

12. Demografi

Konsep demografi merujuk kepada analisis terhadap berbagai variabel kependudukan. Di


dalamnya mencakup berbagai metode perhitungan dan hasil substantif dalam riset
mengenai angka kematian (mortalitas), angka kelahiran (natalitas), migrasi, dan jumlah
serta komposisi penduduk atau populasi (Keyfitz, 2000: 219).

Biasanya para ahli demografi mengumpulkan data kependudukan dan segenap komponen
perubahannya, serta membangun model-model dinamika populasi. Mereka memiliki
kontribusi penting terhadap bidang kependudukan yang begitu luas, mencoba pula
mengaitkan perubahan kependudukan dengan

13. Tanah

Istilah tanah merujuk kepada suatu wilayah permukaan bumi dengan ciri khas mencakup
segala sifat yang sepatutnya stabil atau diperkirakan selalu terulang kembali dari
lingkungan hidup yang lurus, di atas atau di bawah wilayah tersebut. Dengan demikian, ia
mencakup udara di atasnya, bumi dan geologi yang melandasinya, hidrologi, tumbuhan,
dan hewan yang ada akibat kegiatan manusia di masa lalu dan msa kini, sejauh semua hal
tersebut menimbulkan pengaruh yang berarti atas penggunaan tanah tersebut oleh
manusia, kini dan kelak kemudian hari (Vink, 1986: 194).

Beberapa hal yang diperhatikan dalam kaitan ini sebagai berikut. yang perlu

(a) Bentuk tanah yang terbagi atas relief makro, relief meso, dan relief mikro.

23
(b) Bentuk tanah menentukan wujud pengaliran air di permukaan dan penggenangannya
di tempat tertentu
(c) Bentuk tanah berkaitan erat dengan ciri khas yang mendasar dari susunan geologis
(d) Bentuk tanah pada umumnya pun memberi petunjuk penting umur Bentuk tanah
berkaitan dengan tanah dalam berbagai cara.
(e) permukaan bumi sekaligus tentang erosi dan denudasi (Vink, 1986: 195).

14. Transmigrasi
Transmigrasi adalah suatu sistem pembangunan terpadu, upaya untuk mencapai
keseimbangan penyebaran penduduk, juga dimaksudkan untuk menciptakan perluasan
kesempatan kerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan melalui
perpindahan penduduk dari daerah yang padat (Jawa, Madura, dan Bali) ke daerah-daerah
yang jarang penduduknya (Martono, 1986: 180).

15. Wilayah
Konsep wilayah merujuk pada suatu area di permukaan bumi yang relatif homogen dan
berbeda dengan sekelilingnya berdasarkan beberapa kriteria terentu (Johnston, 2000;
910). Jadi, kunci dalam geografi kawasan adalah kawasan yang dibangun di atas sebuah
unit spasial yang homogen. Konsep itu tampil sebagai kajian tentang bagaimana bagian-
bagian bumi begitu beragam akibat distribusi yang tidak merata dari fenomena alam dan
manusianya (termasuk interaksi keduanya). Berbagai jenis kumpulan fenomena berada
dalam berbagai wilayah, menciptakan kawasan-kawasan sehingga kajian kawasan
menyoroti tentang pembentukan kumpulan-kumpulan tersebut dan menguraikan ciri-ciri
khas berbagai bagian dunia.

H. TEORI-TEORI GEOGRAFI

1. Teori Ledakan Penduduk Thomas Robert Malthus

Thomas Robert Malthus lahir di Ruckery St. Catherina, Inggris pada tanggal 14 Februari
1766 dan meninggal pada tanggal 23 Desember 1834. la seorang ahli ekonomi yang
tergolong ekonomi mazhab klasik bersama-sama Adam Smith. Ajaran-ajarannya banyak
memengaruhi pemikiran ekonom lainnya, seperti Ricardo di mana perkembangan
ekonomi yang diasumsikan cukup suram itu berpengaruh besar pada abad ke-19. Dalam
ilmu geografi ekonomi dan populasi, nama ia pun dikenal sebagai seorang pelopor yang
mengukir pada mazhab geografi. Selain itu, nama Malthus diabadikan dalam istilah
neomalthusianisme. Teori Malthus tentang ledakan penduduk ditulis dalam bukunya An

24
Essay on the Principles of Population (1798). Dalam teorinya tersebut, Malthus
mengemukakan pendapat sebagai berikut.
a. Masyarakat manusia akan tetap miskin karena kecenderungan pertambahan penduduk
berjalan lebih cepat daripada persediaan makanan.
b. Pertambahan penduduk dapat diibaratkan deret kali atau deret ukur sehingga
pelipatgandaan jumlah penduduk dalam setiap 25 tahun, sedangkan peningkatan sarana-
sarana kehidupan berjalan lebih lambat, yakni menurut deret hitung atau deret tambah.

Melalui tindakan pantang seksual atau pantangan kawin, perang, bahaya kelaparan, dan
bencana alam, jumlah penduduk memang diusahakan sesuai dengan sarana kehidupan
yang tersedia. Namun, cara itu tidak cukup untuk meningkatkan kehidupan masyarakat
sampai di atas batas minimum.

2. Teori Pengaruh Iklim Terhadap Peradaban Ellsworth Huntington


Ellsworth Huntington adalah seorang ahli geografi Amerika Serikat yang produktif
menulis berbagai buku ternama dan teorinya tergolong fantastis imaginer, kadang dinilai
bombastis. Inti teori-teorinya itu terdapat dalam tiga buku, yakni The Pulse of Asia
(1907); Palestine and Its Transformation (1911), dan Civilization and Climate (1915),
yang secara garis besar pokok- pokok pikirannya sebagai berikut.

Peradaban besar yang ada di kawasan Asia Tengah dan Asia Barat Days

a pada zaman kuno, sekarang ini kondisi dari daerah-daerah tersebut mengerikan, pada
awal abad ke-20 diperkirakan terjadinya kemerosotan peradaban yang disebabkan oleh
perubahan iklim.

b. Mengeringnya wilayah its saat ini, kelihatannya tidak sesuai dengan posisinya dahulu
sebagai pusat kerajaan. Menurutnya, iklim yang dahulu jauh lebih lembap dan pada
wilayah itu terjadi suatu proses pengeringan yang terus-menerus dan progresif

c. Proses semacam ini menjadi bagian dari suatu proses yang lebih besar dari fenomena-
fenomena yang lebih umum. Sesuai dengan hal itu, ia terdorong untuk membuat postulat
tentang mengeringnya bumi yang terjadi dalam pulsasi ritmik, dengan periode-periode
dari udara kering dan basah

d. Begitu pun cerita pengembaraan bangsa Ibrani (Yahudi) dalam kitab suci berhubungan
dengan titik tengah antara masa kekeringan dan masa kebasahan. Ekspansi kerajaan
Moghul dan ekspansi kerajaan barbar Mongol sampai ke Eropa adalah akibat dari
mengeringaya tempat tinggal asli dari kaum penyerbu.

25
e. Proses pengeringan yang progresif dari bumi mengikuti arah tertentu, umumnya dari
timur ke barat. Inilah yang menjelaskan pergantian pusat- pusat peradaban besar dari
Babilonia, dari Mesir ke Yunani, dari Yunani ke Roma, dari Roma ke Prancis, dari
Prancis ke Inggris, dan dari Inggris ke Amerika Serikat.

3. Teori Lokasi Lahan Johann Heinrich von Thunen

Johann Heinrich von Thunen dalam Der Isolierte Staat (1826) mengemukakan bahwa
pada dasarnya penggunaan lahan dapat dibagi dalam beberapa penggunaan. Dengan
mengambil satu pusat kota

5. Teori Kota Konsentris Burgess


E.W. Burgess adalah seorang geograf Amerika Serikat yang mengkaji struktur kota
Chicago pada tahun 1920-an, teori konsentrasi tersebut dimuat dalam tulisannya yang
berjudul The Geography of City (1925).
6. Jean Bunhes seorang ahli geografi Prancis, murid dari Le Play yang meneliti pengaruh
kehidupan nomadik (barbar) terhadap politik. Penelitiannya dilakukan di beberapa
kawasan, khususnya Afrika (Gurun Sahara dan Asia Tengah) yang beriklim keras,
dengan sistem keluarga patriarkat yang menghasilkan otorianisme dalam bukunya
Geographie humartie (1925). Adapun isi pokok teori tersebut sebagai berikut:

a. Stepa-stepa padang rumput di Asia dengan musim dingin yang kejam, tidak
memungkinkan pengolahan alam yang intensif. Oase-oase irigasi dibangun hanya di
bibir-bibir gunung dibangun, di mana tanaman dapat tumbuh dan berkembang.

b. Tanah secara alami sangat sesuai dengan jenis pastoral (pastoralart) untuk
memelihara kawanan ternak dan hewan. Dengan demikian, wilayah tersebut
digunakan oleh penggembala di atas kuda dengan kelompok-kelompok kecil manusia
yang tersebar dengan ternaknya dalam suatu wilayah yang luas.

c. Karena dihadapkan dengan suasana keharusan untuk berkeliling untuk mengetahui


tentang wilayah perumputan serta sumber-sumber air untuk jarak yang jauh, mereka
memperoleh rasa gerakan taktis dan strategi yang menempatkan mereka dalam posisi
mendaulat terhadap ruang dan menguasai para tetangga mereka.

d. Beberapa dari penakluk yang paling besar dan paling berani dalam sejarah, muncul
dari stepa-stepa Jengis Khan, Timur Leng, dan Khubilai Khan.

e. Kualitas dan kemampuan yang menjadi alasan bagi kekuasaannya diperoleh dari
stepa, dari keterampilan yang dianugerahkan kepada pastoral, dan dari subordinasi
geografis pada lingkungannya
26
L. Kelompok penggembala ini bukan massa petani-petani kelompok kecil yang
mengerumuni seluruh Asia Selatan dan Asia Timur yang memimpin dunia. Selama
berabad-abad, mereka menguasai India, sedangkan Cina berada di bawah kekuasaan
orang-orang Mongol, yaitu kaum Nomad para penggembala Asia yang perkasa
(herdsman).

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gegrafi merupakan ilmu pengetahuan yang menuliskan, menguraikan, atau
mendeskripsikan hal-hal yang berhubungan dengan bumi. Ruang lingkup geografi
meliputi persebaran penduduk di muka bumi dan hubungan timbal balik antara manusia
dengan lingkungannya. Kajian geografi mempunyai ruang lingkup yang luas sehingga
disiplin ilmu lainnya banyak yang berkaitan dengan geografi Konsep-konsep dari
geografi yaitu Tempat,Sensus
Penduduk,Iklim,Laut,Lingkungan ,Benua,Urbanisasi,PetaKota,Mortalitas,Khatulistiwa,D
emografi,Tanah,Transmigrasi,Wilayah.Teori-teori ilmu geografi itu antara lain teori
ledakan penduduk oleh thomas robert Malthus, teori pengaruh iklim terhadap peradaban
oleh ellsworth hunting, teori lokasi lahan oleh johann heinrich von thunen, teori daya
sentrifugal dan senttripetal oleh charles o. colby, teori kota konsentris oleh burgess, teori
konflik antara suku bangsa nomadik oleh sedenter jean bunhes.
B. SARAN

27
Demikian makalah yang dapat kami sajikan tentang geografi yang cukup singkat, namun
jika ingin lebih mengetahui tentang geografi dapat mendalaminya dengan berbagai buku ataupun
sumber yang berhubungan dengan geografi.

DAFTAR PUSTAKA

Suparman, Dadang. 2007. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.


Sumaadmodja. Nursid. 1985.
Pengantar Ilmu Sosial. Bandung
http://macam-macam-ilmu-sosial.blogspot.com/2013/03/ilmu-geografi.htmlhttp://
www.scribd.com/doc/109772858/6/D-Generalisasi-generalisasi-Geografihttp://
alirahwan.blogspot.com/2013/06/konsep-dasar-geografi.html
http://arine-s.blogspot.com/2011/10/makalah-geografi-pengertian-ruang.html
http://endangiskandar1601.blogspot.com/2011/11makalah-tentang-ilmu-geografi.html
http://salehuddinalan.blogspot.com/2012/12/teori-teori-ilmu-geografi.html
http://agussunaryo.blogspot.com/2012/08/view-pengantar-ilmu-sosial-fix-on-scribd.html

28

Anda mungkin juga menyukai