Anda di halaman 1dari 3

Sakramen Pengurapan Orang Sakit Menurut Beberapa Dokumen

Sakramen Pengurapan Orang sakit sakramen yang ditetapkan oleh Yesus sendiri untuk
menguatkan orang-orang yang mengalami sakit. Dalam Konstitusi Apostolik “Sacram
Unctionem Infirmorum”, seturut Konsili Vatikan II menentukan bahwa Sakramen Pengurapan
Orang Sakit hendaknya diberikan kepada mereka yang sedang berada dalam kondisi fisik
yang kritis. Hal ini terjadi karena perkembangan pemahaman dari Gereja Barat dan Timur
seiring perjalanan waktu yang hanya menggunakan Sakramen Pengurapan Orang Sakit ini
kepada mereka yang mengalami Kritis atau dalam bahaya maut. Itulah juga salah satu
sebabnya muncul nama dalam sakramen ini sebagai sakramen “perminyakan terakhir”. 1

Pada dasarnya Sakramen Pengurapan Orang sakit merupakan sakramen yang boleh
diterima berulang-ulang oleh setiap orang beriman kristiani. Sakramen ini juga dianjurkan
untuk diberikan kepada orang yang sudah lansia, orang yang akan menjalani operasi, dan lain
sebagainya. Dalam pernyataan ini, dapat dikatakan bahwa Sakramen Pengurapan Orang Sakit
dipergunakan bagi mereka yang mengalami sakit menuju kematian atau yang berpotensi
menuju kematian. Sakramen Pengurapan Orang Sakit ini hanya bisa diberikan oleh mereka
yang sudah menerimakan Sakramen Tahbisan Imamat (Imam dan Uskup). Umat beriman
kristiani hendaknya memanggil dan meminta kepada imam untuk memberikan Sakramen ini
kepada mereka (umat katolik) yang mengalami sakit parah atau menuju bahaya maut. 2

Sakramen Pengurapan Orang Sakit merupakan bagian dari perayaan liturgi Gereja,
sehingga perlulah merayakannya sebagaimana perayaan liturgi Gereja pada umumnya.
Namun, perlu dilihat juga situasi dan kondisi dari “pasien”, ketika masih memungkinkan
untuk menerimakan sakramen tobat, menerimakan perminyakan, dan merayakan Ekaristi. Hal
ini sangatlah perlu dilakukan, akan tetapi bila situasi dan kondisi tidak memungkinkan, maka
bisa langsung menerimakan pengurapan orang sakit. Ketika sakramen Pengurapan Orang
Sakit telah diterima oleh penderita sakit, maka Roh Kudus tercurah, penderita akan
mengalami kekuatan batin, ketenangan diri, dan pengharapan baru untuk senantiasa
mengarahkan dirinya pada penyelenggaraan ilahi.3

1
Katekismus Gereja Katolik, diterjemahkan oleh P. Herman Embuiru (Ende: Arnoldus, 1995), no. 1511-
1513. Selanjutnya akan ditulis dengan KGK dan diikuti nomor yang dituju.
2
KGK…, no. 1515-1516.
3
Katekismus Gereja Katolik…, no. 1520-1521.
Konsili Vatikan II dalam Sacrosanctum Concilium mengungkapkan dengan tegas
bahwa sakramen pengurapan orang sakit bukan hanya diberikan kepada mereka yang berada
diambang kematian saja. Sakramen pengurapan orang sakit baiknya diberikan kepada orang
yang mulai ada dalam bahaya maut karena sakit atau lanjut usia. 4 Hal ini ditegaskan juga
dalam Lumen Gentium yang meyatakan bahwa melalui sakramen pengurapan orang sakit,
para imam dan seluruh umat beriman kristiani menyerahkan mereka yang sakit kepada
penyelenggaraan Allah. Dalam pernyataan itu, mereka yang menerima sakramen pengurapan
orang sakit harus berani untuk membuka diri dan menghayati sakitnya sebagai “motor” yang
menggerakkan iman mereka untuk menyatukan sakitnya dengan sengsara Yesus sendiri.5

Dalam Kitab Hukum Kanonik dijelaskan bahwa melalui pengurapan orang sakit,
Gereja menyerahkan umat beriman yang sakit berbahaya kepada Tuhan yang menderita dan
dimuliakan. Pengurapan ini diberikan dengan mengurapi umat yang sakit dan dengan kata-
kata yang ditetapkan dalam buku-buku liturgi. Dalam pengurapan hanya boleh diberikan oleh
Uskup dan yang dalam hukum disamakan dengan Uskup dan para imam. Kendati harus
mengikuti tata liturgi, namun dalam keadaan membutuhkan boleh langsung diurapi dengan
mengucapkan rumusan yang utuh. Pengurapan hendaknya dilakukan langsung oleh tangan
imam, kecuali ada sesuatu yang melarang boleh menggunakan alat.6 KHK 998-1000

Daftar Kepustakaan

Konsili Vatikan II. “Konstitusi Tentang Liturgi Suci” (Sacrosanctum Concilium),


dalam Dokumen Konsili Vatikan II. Diterjemahkan oleh R. Hardawiryana.
Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI-Obor, 1993.

4
Konsili Vatikan II. “Konstitusi Tentang Liturgi Suci” (Sacrosanctum Concilium), dalam Dokumen
Konsili Vatikan II. Diterjemahkan oleh R. Hardawiryana. (Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI-
Obor, 1993). No. 73
5
Konsili Vatikan II. “Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja”, (Lumen gentium)…, no. 11.
6
Kitab Hukum Kanonik 1983 (Codex Iuris Canonici 1983), Edisi Resmi Bahasa Indonesia,
diterjemahkan oleh Temu Kanonis Regio Jawa (Jakarta: KWI, 2016), kanon 998-1000.
Konsili Vatikan II. “Konstitusi Dogmatis tentang Gereja” (Lumen Gentium), dalam
Dokumen Konsili Vatikan II. Diterjemahkan oleh R. Hardawiryana. Jakarta:
Dokumentasi dan Penerangan KWI-Obor, 1993.

Konferensi Waligereja Regio Nusa Tenggara. Katekismus Gereja Katolik. Ende:


Arnoldus, 1995.

Kitab Hukum Kanonik 1983 (Codex Iuris Canonici 1983), Edisi Resmi Bahasa
Indonesia, diterjemahkan oleh Temu Kanonis Regio Jawa. Jakarta: KWI,
2016.

Anda mungkin juga menyukai