Anda di halaman 1dari 7

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan di Indonesia memiliki berbagai tujuan, salah satunya yaitu
memberikan fasilitas kepada peserta didik untuk memahami suatu konsep agar
tercapainya keberhasilan bidang pendidikan terutama dalam kurikulum 2013 saat
ini. Tujuan pendidikan dapat berhasil apabila mampu membentuk pribadi manusia
yang baik disertai unsur lain dalam kurikulum pendidikan (Martin & Simanjorang,
2022). Kenyataannya, saat ini tujuan pendidikan di Indonesia masih belum tercapai
secara maksimal karena memiliki berbagai hambatan yang menyebabkan
rendahnya kualitas dan mutu khususnya jenjang dasar (Masrifah & Nataline, 2020).
Tujuan pembelajaran dapat tercapai jika karakteristik pembelajaran dalam
kurikulum 2013 diterapkan dengan baik. Penerapan sistem pembelajaran dalam
kurikulum 2013 secara tematik artinya menghubungkan semua muatan pelajaran
pada satu tema. Karakteristik pembelajaran tematik kurikulum 2013 dapat berupa
penyajian materi pembelajaran yang memudahkan pemahaman konsep secara utuh,
pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan menerapkan
kegiatan pembelajaran menjadi berkesan atau bermakna (Frasandy, 2017).
Karakteristik tematik juga ditambahkan oleh beberapa peneliti lain seperti mampu
mengembangkan keterampilan berpikir dan sosial, lebih fleksibel, belajar dari
pengalaman nyata dan abstrak, peserta didik sebagai pusat pembelajaran, memiliki
prinsip belajar menyenangkan serta mengoptimalkan potensi belajar (Suheli, 2018;
Yusuf et al., 2021).
Karakteristik tematik kurikulum 2013 dapat dikaitkan dengan karakteristik
peserta didik yang berbeda-beda sebagai upaya tercapainya tujuan pendidikan dan
mengatasi permasalahan pembelajaran. Karakteristik peserta didik dalam
pembelajaran digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam
memahami materi pembelajaran. Karakteristik peserta didik sekolah dasar antara
lain: rasa keingintahuan yang dalam, menjelajah dalam berbagai hal, senang

1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

bermain, tertarik untuk mencoba hal-hal baru, belum mampu menghadapi sesuatu
yang abstrak dan memiliki inisiatif tinggi (Afira, 2021).
Ketertarikan peserta didik dalam melakukan percobaan berbagai hal sering
dikaitkan dengan pembelajaran IPA yang abstrak. Muatan pelajaran IPA saat ini
menggunakan pendekatan saintifik dalam kurikulum 2013 (Okmarisa, 2021).
Pembelajaran tematik IPA lebih menekankan pada pengalaman yang nyata dan
proses penemuan agar peserta didik terlibat aktif (Kelana & Wardani, 2021).
Landasan pembelajaran IPA berupa kejadian alam yang menarik sebagai sarana
belajar mengenal alam dengan memanfaatkan lingkungan sekitar (Ilhami et al.,
2019; Meiningsih et al., 2019).
Pelajaran IPA yang abstrak dapat menjadi faktor peserta didik kurang
memahami materi dan konsep yang diberikan. Salah satu permasalahan pendidikan
Indonesia yang terjadi yaitu kurangnya penanaman pemahaman konsep secara tepat
(Wulandari, 2020). Pemahaman konsep dalam kegiatan pembelajaran merupakan
salah satu hal yang perlu diperhatikan, baik dari peserta didik maupun pendidik
karena berkaitan dengan pengolahan ilmu serta hasil belajar. Pemahaman konsep
diberikan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung dari berbagai sumber
referensi bacaan ilmiah kepada peserta didik secara tepat dan rinci agar
keberhasilan pendidikan tercapai. Laporan PISA 2018 mengenai tingkat
pemahaman sains menyatakan bahwa, Indonesia menduduki peringkat terendah
yang melibatkan 41 negara sebagai target peserta (OECD, 2020). Permasalahan
dalam memahami konsep ilmiah harus segera ditindak lanjuti sebagai upaya
meningkatkan pemahaman materi dan hasil belajar peserta didik (Soeharto, S., &
Csapo, B., 2021).
Berdasarkan permasalahan tersebut, guru memiliki peran penting dalam
mengembangkan potensi peserta didik sesuai karakteristik ilmu pengetahuan alam
(Mack et al., 2021). Karakteristik ilmu pengetahuan alam dikembangkan melalui
kegiatan ilmiah berupa produk, proses dan sikap (Dewi et al., 2021). Karakteristik
IPA berarti suatu ilmu yang berkembang dari metode ilmiah dan tersusun secara
sistematis (Tarigan, 2020). Apabila dalam pembelajaran pendidik dan peserta didik
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

saling memahami karakteristik tiap materi terutama muatan pelajaran IPA, maka
tujuan pembelajaran akan tercapai.
Karakteristik IPA jika tidak diterapkan dengan baik, dapat menyebabkan peserta
didik kurang maksimal dalam memahami konsep materi dan terjadi kesalahan
konsep. IPA merupakan salah satu muatan pelajaran yang dapat menimbulkan
terjadinya kesalahan konsep karena peserta didik hanya menghafal sebagian ilmu
tanpa memahami materi lebih dalam. Proses pembelajaran membutuhkan interaksi
antara pendidik dan peserta didik yaitu ketika pendidik memberikan bahan ajar,
peserta didik didorong untuk bertindak aktif dengan memberi tanggapan atau
menjawab pertanyaan agar proses pembelajaran tidak berpusat pada pendidik
(Karomah et al., 2018).
Selama proses pembelajaran berlangsung, interaksi pendidik dan peserta didik
menjadi hal yang penting dalam memahami suatu materi. Komunikasi yang kurang
baik sering terjadi di dalam kelas karena beberapa hal antara lain: peserta didik
merasa sepenuhnya paham dan tidak ingin bertanya lebih rinci terkait materi kepada
guru, peserta didik merasa takut bertanya dan guru yang tidak memberikan ruang
kepada peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya. Berdasarkan hal tersebut,
pemahaman konsep awal yang kurang tepat dapat menimbulkan miskonsepsi terkait
materi IPA. Faktor yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada materi IPA
yaitu kesulitan memahami konsep, pemahaman awal yang dibentuk peserta didik
kurang tepat, komunikasi tidak lancar, buku teks sebagai bahan ajar kurang kritis,
penyampaian materi oleh guru menggunakan bahasa yang sulit dipahami, metode
mengajar yang kurang inovatif serta kemampuan untuk mengembangkan pemikiran
peserta didik belum maksimal (Galvin et al., 2015; Kusuma, L., 2018).
Miskonsepsi merupakan ketidaksesuaian suatu konsep dengan apa yang sudah
disepakati para ahli (Suparno, 2013). Istilah miskonsepsi dapat berarti kesulitan
fokus dalam memahami pengetahuan atau kesalahan pemahaman konsep yang
dialami peserta didik saat belajar (Tilanterä, 2020). Konsep awal, hubungan yang
tidak sesuai antar konsep dan adanya kesalahan merupakan wujud dari miskonsepsi
(Pamungkas, 2019). Miskonsepsi kerap dialami tanpa disadari peserta didik,
sehingga dapat menghambat dan membatasi ruang selama proses belajar terutama
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

saat menerima ilmu pengetahuan baru. Miskonsepsi dapat terjadi pada siapapun
baik dari jenjang dasar hingga perguruan tinggi termasuk pendidik.
Kesalahan pemahaman konsep memiliki dampak buruk terhadap diri sendiri
terutama pada prestasi akademik yang rendah dan dapat menghalangi peserta didik
untuk mempelajari materi relevan (Suliyanah et al., 2018). Konsep awal yang salah
atau bertentangan dengan konsep ilmiah tetap akan berlanjut saat kegiatan belajar
mengajar IPA selesai dilakukan (Eshach et al., 2018). Peserta didik yang
mengalami miskonsepsi dapat menolak ide bahkan sulit menerima konsep ilmiah
baru karena sifatnya resisten, sehingga menghambat tercapainya pemahaman
materi secara menyeluruh (Hermita et al., 2018). Peserta didik dapat memahami
konsep dengan baik apabila memiliki pengalaman dasar dan wawasan yang luas
(Dewi & Ibrahim 2019). Hasil belajar peserta didik diperoleh dari pengalaman
selama belajar (Ladd & Sorensen, 2017). Kesalahan pemahaman konsep harus
segera ditindak lanjuti dan dianalisis sebagai upaya perbaikan.
Berdasarkan hasil wawancara dalam studi pendahuluan selama proses kegiatan
pembelajaran di SDN 1 Krasak Boyolali pada bulan Maret 2022 dengan wali kelas
V Ibu Nur Hastini S.Pd., permasalahan yang dialami peserta didik kelas V salah
satunya yaitu kesulitan memahami konsep khususnya pada materi IPA. Kesulitan
memahami konsep terjadi karena peserta didik merasa takut untuk bertanya,
pemahaman awal yang dibentuk oleh peserta didik tidak sesuai dengan konsep yang
ada dan penyampaian materi oleh guru dengan bahasa yang sulit dipahami terutama
penggunaan istilah ilmiah. Guru mengungkapkan bahwa, sebanyak 11 peserta didik
memperoleh nilai di bawah KKM 70 pada mata pelajaran IPA tema VI materi panas
dan perpindahannya karena belum memahami konsep secara maksimal serta
keterbatasan dalam mengaitkan pemahaman awal dengan materi yang diberikan.
Hasil kegiatan observasi pada studi pendahuluan selama proses pembelajaran
menyatakan bahwa, terdapat dua faktor penyebab kesulitan pemahaman materi
yang berasal dari peserta didik dan guru. Faktor yang berasal dari peserta didik
berupa sebagian peserta didik memiliki pemahaman awal yang kurang tepat
sebelum materi diberikan, peserta didik sulit memahami istilah ilmiah pada materi
IPA khususnya materi panas dan perpindahannya, banyak konsep yang harus
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

dihafal, kurang maksimal dalam menggunakan buku pelajaran, merasa takut untuk
bertanya atau mengungkapkan pendapat dan tidak fokus saat guru menyampaikan
bahan ajar. Faktor yang berasal dari guru disebabkan karena penerapan metode
belajar yang kurang menarik dan saat menyampaikan materi menggunakan bahasa
terlalu rumit sehingga sulit dipahami peserta didik.
Kesulitan peserta didik dalam memahami konsep lebih banyak ditemukan pada
materi IPA tema VI panas dan perpindahannya. Materi panas dan perpindahannya
dalam tema VI tercantum dalam kurikulum Indonesia sebagai salah satu konsep
ilmu pengetahuan alam yang penting. Riset literatur melaporkan bahwa, terdapat
permasalahan saat menyampaikan ilmu pengetahuan ilmiah dalam sifat kurikulum
IPA mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi (Karakaya et al., 2021).
Berdasarkan hasil penelitian dari Putri et al. (2019) tentang miskonsepsi
menyatakan bahwa, miskonsepsi peserta didik terjadi pada materi suhu panas dan
pemikiran analitis yang rendah melalui tes diagnostik three-tier dengan persentase
50,97% proses berpikir kognitif rendah, 43,24% pada pengorganisasian dan 32%
dalam menghubungkan materi. Hasil penelitian dari Haryono & Aini (2021) tentang
analisis miskonsepsi menyatakan bahwa 47% peserta didik menguasai konsep, 38%
peserta didik mengalami miskonsepsi, 5% peserta didik hanya menebak serta tidak
yakin dengan jawaban yang dipilih dan 10% tidak mengetahui konsep berdasarkan
hasil pemetaan konsep peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, para
peneliti ikut serta melakukan pengembangan berbagai alat atau instrumen untuk
menilai miskonsepsi peserta didik menggunakan tes diagnostik four-tier (Soeharto
et al., 2019).
Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui adanya miskonsepsi pada
peserta didik sekolah dasar serta meminimalisir terjadinya kesalahan konsep.
Peserta didik merasa tidak cukup menguasai materi pembelajaran IPA sehingga
membentuk pemahaman awal yang kurang tepat terkait materi yang diberikan dan
menimbulkan miskonsepsi. Perlu adanya tindakan khusus untuk menganalisis
adanya miskonsepsi peserta didik pada materi pembelajaran sains (Didik, 2020).
Tindakan tersebut dilakukan karena materi IPA pada tema VI panas dan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

perpindahannya tetap dipelajari lebih dalam hingga perguruan tinggi (Sofianto &
Irawati, 2020).
Peneliti melakukan penelitian berkaitan dengan analisis miskonsepsi materi IPA
tema VI panas dan perpindahannya kelas V sekolah dasar yang diharapkan mampu
memberikan keterbaharuan hasil informasi. Penelitian ini diharapkan mampu
memberi dampak positif antara guru dan peserta didik selama kegiatan belajar
mengajar dalam memahami konsep dengan tepat. Guru dapat mengetahui kelebihan
dan kekurangan peserta didik dalam belajar memahami konsep panas dan
perpindahannya pada tema VI sehingga mampu mengambil langkah untuk
meminimalisir terjadinya miskonsepsi. Guru dapat menciptakan pembelajaran yang
bermakna agar peserta didik mampu mengembangkan kecerdasan emosi yang
dimiliki serta mendapatkan pengalaman (Manili et al., 2021). Guru diharapkan
mampu menguasai materi secara mendalam dan menekankan konsep agar saat
menyampaikan bahan ajar lebih berinovasi serta mudah dipahami peserta didik
(Wulandari, 2020). Guru harus lebih memperhatikan pemahaman awal peserta
didik sebelum menyampaikan materi dengan memberikan pretest, sehingga pada
saat mentransfer ilmu peserta didik tidak mengalami perbedaan konsep.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka, peneliti menyusun judul penelitian
“Analisis Miskonsepsi Materi IPA pada Tema VI Kelas V Sekolah Dasar”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas maka, peneliti dapat
merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimanakah hasil analisis
miskonsepsi materi materi IPA pada tema VI kelas V sekolah dasar?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis miskonsepsi materi IPA pada
tema VI kelas V sekolah dasar.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peserta didik
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi terkait adanya miskonsepsi
yang terjadi pada materi IPA tema VI panas dan perpindahannya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk memperbaiki miskonsepsi


pada materi IPA tema VI panas dan perpindahannya.
2. Bagi Guru
a. Hasil penelitian ini dapat mengetahui adanya miskonsepsi yang dialami
peserta didik pada materi IPA tema VI panas dan perpindahannya.
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi untuk dijadikan motivasi
dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar guna meminimalisir
miskonsepsi sehingga ilmu pembelajaran diterima secara maksimal.
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber informasi serta dasar
pertimbangan untuk mengevaluasi dan memperbaiki kesalahan konsep baik dari
pendidik maupun peserta didik serta meningkatkan kualitas pembelajaran
melalui upaya mencegah terjadinya miskonsepsi.
4. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan menambah wawasan dalam
mengembangkan penelitian terkait miskonsepsi.

Anda mungkin juga menyukai