ABSTRACT
There are three kinds of political culture in Indonesian society, namely parochial political culture, subjects and
participants. Parochial political culture can be seen in the lowly educated small society. They tend to be less
concerned with the output that comes out of the government, which according to them does not affect their
lives. Older political culture usually occurs in upper middle class society with higher levels of education and
who have an interest and concern for political issues, but tend to give up because they feel they do not have
the power to influence or change government policy. Meanwhile, the political culture o f participants appears
to be members of society who have the slightest influence in government decision making. Political elites,
party elites, pressure groups or pressure groups such as NGOs, or a group of students carrying out
government policies that harm the people, are examples of participant political culture.
ABSTRAK
Budaya politik pada masyarakat Indonesia meliputi tiga macam, yaitu budaya politik parokial, kawula dan
partisipan. Budaya politik parokial terlihat pada masyarakat kecil yang umumnya berpendidikan rendah.
Mereka cendrung kurang peduli dengan output yang keluar dari pemerintah, yang menurut mereka tidak
mempengaruhi hajat hidup mereka. Budaya politik kawula lazimnya ter jadi pada masyarakat menengah ke
atas dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan memiliki minat dan perhatian pada isu -isu politik,
tetapi cendrung pasrah karena merasa mereka tidak punya kekuatan untuk mempengaruhi atau merubah
kebijakan pemerintah. Sementara budaya politik partisipan tampak pada anggota masyarakat yang merasa
mempunyai pengaruh sekecil apapun dalam pembuatan keputusan pemerintah. Para elit politik, elit partai,
pressure group atau kelompok-kelompok penekan seperti LSM, atau bahkan sekelompok mahasiswa yang
aktif melakukan demonstrasi menentang kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan rakyat, merupakan
contoh budaya politik partisipan.
peranannya bagi setiap negara baik yang mewariskan budaya seperti yang
dan pencarian tentang itu semua yang “horizontal” dari suatu masyarakat
konteks kegiatan politik yang lebih secara vertikal dari suatu generasi ke
hubungan timbal balik, seperti dua sisi berbagai teori dari perpustakaan, kemudian
lapangan dengan mengacu pada berita-berita berbeda selama lebih dari setengah abad.
di media, kemudian lalu topik yang diteliti. Maka tak heran Presiden Amerika Serikat,
Barack Obama, bahkan memuji Pancasila
3. Hasil dan Pembahasan
sebagai ideologi alternatif saat memberi kuliah
3.1 Hasil penelitian
umum di Universitas Indonesia di Jakarta tahun
Ditetapkannya Pancasila, yang berakar dari 2010 lalu. Negara Republik Indonesia masih
nilai-nilai luhur budaya bangsa, sebagai ideologi tetap utuh dengan Pancasila sebagai dasar
negara Republik Indonesia merupakan tanda negara hingga saat ini.
bahwa aspek budaya begitu kuat pengaruhnya
Ideologi otoritarian yang bertolak dari hasil olah
terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
intelektual sejak zaman Plato dan Machiavelli
Secara garis besar, terdapat dua ideologi dasar
yang mengembangkan filsafat otoritarian
yang berada pada dua kutub yang berbeda dan
terutama dalam bidang politik yang mencakup
saling bertentangan satu dengan yang lainnya,
juga bidang komunikasi publik. Otoritarianisme
yaitu ideologi otoritarian (otoritarianisme) dan
yang berkembang pesat hingga awal abad ke
libertarian (liberalisme). Diantara kedua
19, bukan saja telah melahirkan sistem politik,
kekutub yang berbeda itu terdapat banyak
melainkan juga telah melahirkan sistem
varian yang berkembang, sesuai dengan
komunikasi yang dikenal sebagai sistem
konteks historis, kultural, sosial, politik dan
komunikasi otoritarian, terutama dalam
ekonomi setiap bangsa. Salah satu varian
penerbitan pers atau suratkabar. Dalam sistem
ideologi yang berada di luar otoritarian dan
otoritarian tidak dikenal adanya kebebasan
libertarian itu ialah ideologi Pancasila
bagi rakyat dalam menyatakan pendapat dan
(Pancasilaisme). Namun sebelum lahirnya
menyebarkan informasi publik (freedom of
Pancasila pada permulaan abad ke 20, di Eropa
information), tidak dikenal juga adanya
Timur telah berkembang juga suatu varian
kebebasan pers (freedom of the press) karena
ideologi, yaitu ideologi komunis (komunisme)
pers harus memiliki izin dan disensor oleh
yang sangat berpengaruh pada Perang Dunia II
penguasa.
(Arifin, 2011:48-49). Pancasila mampu
Sebaliknya sejumlah filosof dan pemikir seperti
mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri
John Locke, John Milton, John Stuart Mill dan
dari berbagai suku, ras dan agama yang
Thomas Jefferson mengembangkan filsafat
Peran Media Massa Dalam Komunikasi Politik Di Indonesia
p-ISSN……, e-ISSN………
Jurnal Balayudha
Vol.1 No. 2, Februari 2021, hlm. 33-40 Hal 36
yang dihayati oleh para anggota suatu sistem menurut Kantaprawira (1988:31-32) meliputi
pada setiap masyarakat yang terdiri atas Pertama, sistem politik secara keseluruhan,
sejumlah individu yang hidup, baik dalam meliputi intensitas pengetahuan, ungkapan
sistem politik tradisional, transisional maupun perasaan yang ditandai oleh apresiasi terhadap
modern (Kantaprawira, 1988:25). Tentu sejarah, ukuran, lingkup lokasi, persoalan
dengan demikian budaya politik akan kekuasaan, karakteristik konstitusional negara
mempengaruhi pola-pola komunikasi antar atau sistem politiknya.
anggota kelompok masyarakat dengan
Kedua, proses input. Meliputi intensitas
sesamanya maupun dengan penguasa.
pengetahuan dan perbuatan tentang proses
Menurut Almond dan Verba (1990:16-17), penyaluran segala tuntutan yang diajukan atau
kebudayan politik suatu bangsa merupakan diorganisasi oleh masyarakat, termasuk
distribusi pola-pola orientasi khusus menuju prakasa untuk menerjemahkan atau
tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. mengkonversi tuntutan-tuntutan sehingga
Tipe-tipe orientasi politik diantaranya: menjadi kebijaksanaan yang otoritatif sifatnya.
sistem politik, peranannya, para aktor dan Keempat, diri sendiri. Meliputi intensitas
penampilannya pengetahuan dan frekuensi perbuatan
Ketiga, orientasi evaluatif: keputusan dan seseorang dalam mengambil peranan di arena
pendapat tentang objek-objek politik yang sistem politik. Disini dipersoalkan apakah yang
secara tipikal melibatkan kombinasi standar menjadi hak, kekuasaan dan kewajibannya.
Peran Media Massa Dalam Komunikasi Politik Di Indonesia
p-ISSN……, e-ISSN………
Jurnal Balayudha
Vol.1 No. 2, Februari 2021, hlm. 33-40 Hal 38
Kedua, budaya politik kawula (subject political Ketiga budaya politik ini ada pada masyarakat
culture): anggota masyarakatnya mempunyai Indonesia. Budaya politik parokial ada pada
minat, perhatian, mungkin pula kesadaran, masyarakat kecil yang umumnya
terhadap sistem sebagai keseluruhan terutama berpendidikan rendah. Mereka kurang peduli
terhadap segi outputnya. Orientasi mereka dengan output dari pemerintah, sepanjang
yang nyata terhadap objek politik dapat terlihat tidak mempengaruhi hajat hidup mereka.
dari pernyataannya, baik berupa kebanggaan,
Sementara Budaya politik kawula biasaya ada
ungkapan sikap mendukung maupun sikap
pada masyarakat menengah ke atas dengan
bermusuhan terhadap sistem, terutama
tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan
terhadap aspek outputnya. Posisinya sebagai
mempunyai minat dan perhatian pada isu-isu
kawula pada pokoknya dapat dikatakan posisi
politik, tetapi selalu pasrah karena merasa
yang pasif. Mereka menganggap dirinya tidak
mereka tidak punya kekuatan untuk
berdaya mempengaruhi atau merubah sistem
Peran Media Massa Dalam Komunikasi Politik Di Indonesia
p-ISSN……, e-ISSN………
Jurnal Balayudha
Vol.1 No. 2, Februari 2021, hlm. 33-40 Hal 39
4. Penutup
Budaya politik kawula lazimnya terjadi pada Zed, Mestika. (2004). Metode Penelitian
Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Pustaka
masyarakat menengah ke atas dengan jenjang
Obor Indonesia.
pendidikan yang lebih tinggi dan memiliki minat
dan perhatian pada isu-isu politik, tetapi
cendrung pasrah karena merasa mereka tidak
punya kekuatan untuk mempengaruhi atau
merubah kebijakan pemerintah.
Peran Media Massa Dalam Komunikasi Politik Di Indonesia
p-ISSN……, e-ISSN………
Jurnal Balayudha
Vol.1 No. 2, Februari 2021, hlm. 33-40 Hal 40