PE N D A HU L UA N
B udaya politik merupakan salah satu dari empat bidang kajian dalam ilmu
perbandingan politik yang perkembangannya dipengaruhi oleh
perkembangan dalam bidang ilmu sosial lainnya. Meskipun sebagai satu
bidang keilmuan perbandingan politik telah berkembang sejak 1950-an,
namun kajian budaya politik marak dipelajari selama periode 1960-an. Di
samping teori-teori budaya politik, bidang kajian lain dalam perbandingan
politik adalah teori-teori sistem politik, teori-teori pembangunan politik, dan
teori-teori kelas. Sebagai sebuah bidang kajian yang relatif baru maka
perkembangan budaya politik dipengaruhi oleh perkembangan bidang ilmu
sosial lainnya, seperti kajian budaya dari antropologi, sosialisasi dan
kelompok kecil dari sosiologi, dan studi kepribadian dari psikologi.
Konsep budaya politik sangat terkait dengan konsep-konsep politik
makro lainnya. Di antaranya yang paling dekat adalah konsep tentang bangsa
dan sistem. Oleh karena itu, kajian budaya politik mempelajari tentang
karakter bangsa yang sangat dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan,
nilai-nilai, atau simbol-simbol dan tipe-tipe budaya politik sebagai cerminan
orientasi psikologis serta subjektif sebuah bangsa terhadap sistem
nasionalnya. Ada yang mengatakan bahwa budaya politik merupakan sebuah
konsepsi yang menjembatani jurang di antara kajian pada tingkat individu
dan studi pada tingkat sistem politik sebagai sebuah kesatuan. Dua subbidang
yang kemudian berkembang dalam kajian kebudayaan politik adalah
sosialisasi politik dan komunikasi politik. Ilmuwan politik yang namanya
tidak dapat dipisahkan dari perkembangan bidang keilmuan ini antara lain
Gabriel Almond, Sidney Verba, Lucien Pye, dan James Coleman.
Mempelajari budaya politik kita juga sebaiknya mempelajari dua bidang
kajian lain yang tumbuh menyertainya yaitu komunikasi politik dan
sosialisasi politik. Bila teori budaya politik mempelajari mengenai
4.2 PENGANTAR ILMU POLITIK
Kegiatan Belajar 1
Budaya Politik
B udaya politik merupakan salah satu bidang kajian dalam ilmu politik
yang sangat merefleksikan adanya pengaruh lintas disiplin dengan
bidang-bidang ilmu sosial lainnya. Sebagaimana diindikasikan dari istilah
’budaya politik’, maka kajian ini bermula dari konsepsi dan kajian-kajian
mengenai kebudayaan itu sendiri. Ilmu politik mengembangkan kajian
budaya politik jauh setelah bidang-bidang ilmu sosial lain seperti
antropologi, sejarah, sosiologi maupun psikologi mengembangkan kajian
budaya. Oleh karena itu tidak mengherankan jika kajian budaya politik
memperoleh banyak pengaruh dari bidang-bidang ilmu sosial tersebut. Pada
tahun 1871 E.B. Taylor telah memperkenalkan konsep kebudayaan dalam
studi antropologi yang menurutnya adalah: ”keseluruhan yang kompleks
termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, dan lain-lain
kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh seseorang sebagai anggota
sebuah masyarakat.” (sebagaimana dikutip oleh Chilcote 1981: 218). Ralph
Linton mengartikan kebudayaan, dengan memberi tekanan pada ciri-ciri
kesejarahan, sebagai ’pewarisan sosial atau tradisi sosial.’ Sementara C.S.
Ford memaknai kebudayaan secara psikologis sebagai cara-cara untuk
memuaskan kebutuhan dan pemecahan permasalahan. Dan, Parsons bersama
dengan Kroeber memberikan penafsiran sosiologis mengenai kebudayaan
yaitu ”isi dan pola-pola nilai, gagasan dan sistem-sistem simbol yang
bermakna yang membentuk tingkah laku atau benda-benda yang diproduksi
lewat tingkah laku manusia yang ditransmisikan dan diciptakan…” (Chilcote
1981: 218-220).
Talcott Parsons adalah salah seorang ilmuwan yang gagasannya sangat
mempengaruhi pengembangan kajian budaya politik. Konsep budaya Talcott
Parsons, sebagaimana dikutip di atas misalnya, mengilhami Gabriel Almond
untuk mengembangkan konsep budaya politik. Budaya didefinisikan
Almond sebagai kepercayaan-kepercayaan, simbol-simbol ekspresif, dan
nilai-nilai yang relevan dalam masyarakat yang ditransmisikan, dipelajari
dan dimiliki bersama; budaya merupakan hasil interaksi di antara manusia.
Gagasan budaya yang dikembangkan oleh Parsons ini dapat dibedakan
berdasarkan tiga kategori fungsional dan sistem yaitu: kognitif atau sistem
ISIP4212/MODUL 4 4.5
kepercayaan, ’cathectic’ atau sistem simbol yang ekspresif, dan evaluatif atau
sistem orientasi nilai.
Bidang ilmu psikologis dan ilmu antropologi memberikan sumbangan
lain pada kajian tentang budaya politik, kedua bidang ilmu tersebut
memberikan peran yang sama pentingnya antara aspek individual (atau
personalitas) dan sistem sosial. Oleh karena itu semua unsur-unsur yang ada
dalam sistem kebudayaan seperti kepercayaan-kepercayaan, simbol-simbol,
dan nilai-nilai juga dikaji pada tingkat individual dan tingkat sistem. Gagasan
ini memberikan pengaruh besar pada karya-karya ilmuwan politik
selanjutnya, seperti Harold Lasswell, Gabriel Almond, Lucien Pye dan
Sidney Verba, dimana mengakui sumbangan yang diberikan oleh ilmu-ilmu
sosial lain untuk kemajuan ilmu politik. Almond bahkan mengatakan
pemikirannya menjadi lebih kaya dengan digunakannya kategori-kategori
psikologis dan antropologis. Tidak dipungkiri bahwa analisis budaya dapat
meningkatkan pemahamanan akan politik. (Chilcote 1981: 221-222).
Ada tiga aspek budaya politik. Pertama adalah orientasi terhadap sistem;
kedua, orientasi terhadap proses politik; ketiga, orientasi terhadap kebijakan
publik. Aspek pertama menentukan keabsahan (legitimacy) para otoritas
politik. Jika warganegara bersedia mematuhi aturan perundang-undangan
yang dibuat penguasa dan melaksa-nakannya karena mereka percaya bahwa
mereka memang harus melakukan hal itu, maka ada otoritas politik yang
dianggap absah. Dalam masyarakat yang tradisional maka keabsahan
penguasa politik diperoleh karena warisan status dan ketaatan pada
kepercayaan agama atau pada adat kebiasaan. Dalam sistem demokrasi
modern keabsahan penguasa tergantung pada proses politik yang demokratis.
Jika otoritas yang berkuasa terpilih untuk duduk pada jabatannya lewat
proses pemilihan yang dapat diterima (dilakukan lewat kompetisi yang jujur
dan adil); dan peraturan atau kebijakan yang dibuat mengikuti prosedur
ISIP4212/MODUL 4 4.7
yang akan ikut aktif berpartisipasi akan tinggi dan pengaruh mereka akan
meningkat. Apakah ada kombinasi budaya politik? Menurut Almond dan
Powell ada, misalnya dalam sistem politik otoritarian di mana partisipasi
warga negara sangat terbatas, mungkin muncul budaya subjek-partisipan di
mana warga negara berpartisipasi menggunakan kesempatan untuk
mengontak birokrat dalam upaya untuk mempengaruhi tindakan pemerintah
yang dapat mempengaruhi hidup mereka. (Almond dan Powell 1978: 34-36)
Persepsi, kepercayaan, perasaan dan penilaian di antara sesama warga
masyarakat; dan di antara individu dan aktor politik atau di antara kelompok
sosial dengan latar belakang yang beragam juga penting dalam kajian budaya
politik. Selain itu budaya politik mengkaji pula bagaimana individu
mengidentifikasikan diri, apakah kepada kelompok kecilnya atau pada
kelompok yang bersifat regional ataukah nasional, dan bagaimanakah
perasaan mereka terhadap orang-orang lain yang bukan anggota
kelompoknya? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat terkait
dengan persoalan atau isu kepercayaan, rasa suka atau tidak suka, rasa curiga
atau perasaan hostility seseorang atau satu kelompok terhadap orang atau
kelompok lain. Dalam masyarakat yang potensi konfliknya tinggi maka
perasaan curiga atau hostility satu kelompok terhadap kelompok lain
umumnya tinggi.
Aspek budaya politik ketiga berkaitan dengan pola orientasi terhadap
kebijakan publik. Aspek ketiga ini tidak sering diungkap ketika orang
membicarakan budaya politiknya Almond dan Powell. Padahal bagian ini,
menurut kedua penulis, ”… lies the image of the good society” atau citra
masyarakat yang baik justru ada pada aspek ini. Berdasarkan aspek ini maka
rakyat menilai bagaimana kondisi masyarakat saat ini. Apakah kondisi yang
ada telah sesuai dengan harapan atau masih jauh dari harapan, apakah ada
pengaruhnya jika warga negara berpartisipasi untuk mengubah kondisi
masyarakat yang buruk? Jika dipandang sebuah tindakan, maka dapat
mempengaruhi kondisi sosial yang ada, dan pasti akan ada dorongan untuk
memberi desakan pada kebijakan yang dapat mengubah kondisi menuju yang
dicita-citakan. Pilihan kebijakan publik, dengan demikian, merupakan
pilihan-pilihan performance (kinerja) sistem politik; yaitu kemampuannya
untuk menarik atau mendistribusikan sumber daya sosial dan mengatur
tingkah laku. Biasanya pilihan-pilihan tersebut merupakan strategi atau
keinginan untuk mencapai hasil sosial melalui berbagai tindakan politik.
Perbedaan pilihan menurut kedua penulis bisa disebabkan karena adanya
ISIP4212/MODUL 4 4.9
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TE S F OR M AT IF 1
8) Budaya politik yang sekular pada level proses dapat diartikan sebagai
budaya yang ….
A. parokhial
B. subjek
C. partisipan
D. modern
10) Proses politik yang demokratis terkait erat dengan orientasi budaya
politik yang ….
A. parokhial
B. subjektif
C. partisipan
D. apati
Kegiatan Belajar 2
A. KEWARGANEGARAAN
Definisi kewarganegaraan:
B. TRADISI KEWARGANEGARAAN
hanyalah salah satu dari berbagai macam aktor yang berperan dalam
melakukan governance. Oleh sebab itu, pengambilan keputusan dapat
dilakukan oleh aktor-aktor yang ada baik di dalam pemerintahan maupun di
luar pemerintahan atau oleh struktur yang formal maupun informal dalam
sebuah sistem.
Dalam analisis sistem politik, konsep good governance dipakai untuk
melihat keterlibatan berbagai pihak dalam pembuatan dan pelaksanaan
keputusan. Apakah aktor-aktor, baik itu struktur-struktur (formal ataupun
informal) maupun individu-individu, telah melaksanakan tugasnya sesuai
dengan aturan yang ada, dan hasilnya sesuai dengan yang telah
diperhitungkan. Sebagai contoh misalnya, jika Undang-Undang Anti
Monopoli disusun hanya oleh perusahaan yang memegang monopoli dalam
bidang telekomunikasi dan informasi, dan bukan oleh lembaga DPR atau
tanpa melibatkan unsur-unsur lain seperti lembaga konsumen, kelompok
pemerhati masalah teknologi dan informasi, atau kelompok pemerhati
masalah monopoli, dan lain-lain, maka dapat dipastikan bahwa undang-
undang yang dihasilkan menjadi pro-perusahaan yang melakukan monopoli
tersebut. Dan kemungkinan hasilnya, UU Anti Monopoli tidak dapat
mengontrol praktik monopoli telekomunikasi dan informasi. Praktik
pengambilan keputusan oleh struktur informal yang demikian ini,
bertentangan dengan prinsip good governance, karena mungkin dihasilkan
lewat praktik yang korup atau kolusi antara pihak-pihak yang berkepentingan
dengan hasil pembuatan undang-undang tersebut.
Ada delapan karakteristik good governance dalam konteks politik atau
dalam penyelenggaraan kehidupan politik. Pemerintahan yang memenuhi
persyaratan good governance adalah pemerintahan yang memperhatikan
kedelapan ciri dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yaitu :
1. Partisipasi (participation)
2. Peraturan Hukum (Rule of Law)
3. Transparansi (Transparancy)
4. Tanggap (Responsiveness)
5. Berorientasi konsensus (Concensus oriented)
6. Berkeadilan dan inklusif (Equity and inclusiveness)
7. Efektif dan efisien (Effectivity and efficiency)
8. Akuntabel (Accountability)
4.26 PENGANTAR ILMU POLITIK
sebab di antaranya adalah penempatan orang yang tidak kapabel dan praktik
korupsi. Khususnya mengenai praktik korupsi banyak disoroti di negara-
negara yang sedang berkembang. Dalam salah satu laporan Bank Dunia di
akhir tahun 1990-an dikatakan bahwa kurang lebih 30 persen bantuan
ekonomi yang diberikan kepada Indonesia di masa Orde Baru menguap dan
tidak jelas penggunaannya; di antara sejumlah penggunaannya adalah untuk
membayar para pejabat baik di tingkat nasional ataupun daerah untuk
melicinkan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Tuntutan good
governance diharapkan dapat menghapuskan atau mengurangi praktik
penyelenggaraan ekonomi yang merugikan seperti itu. Kini sudah umum
badan-badan internasional mensyaratkan dilaksanakannya good governance
dalam berbagai bantuan yang mereka berikan untuk negara-negara
berkembang.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TE S F OR M AT IF 2
Kegiatan Belajar 3
A. SOSIALISASI POLITIK
Dalam kajian tentang sosialisasi politik, pada umumnya dua hal yang
dipelajari. Pertama, peran sosialisasi tersebut dalam sistem politik; dan
kedua, struktur yang melakukan sosialisasi atau agen sosialisasi.
Sesungguhnya sosialisasi politik berlangsung terus menerus setiap hari baik
direncanakan maupun tidak; di sengaja ataupun tidak. Namun demikian,
sistem politik akan melakukan sosialisasi yang terencana dan di sengaja, bila
hendak memperkenalkan sebuah gagasan, kebijakan atau peraturan baru atau
ketika hendak menarik dukungan dari rakyatnya.
Sosialisasi politik menurut Almond dan Powell adalah sebuah proses lewat
mana budaya politik diinformasikan, dipertahankan dan diubah. Jika budaya
politik berarti nilai, norma, kepercayaan, atau sikap dan perilaku politik,
maka sosialisasi politik adalah proses di mana nilai, norma, kepercayaan,
sikap, perilaku yang diiinformasikan, dipertahankan atau diubah dalam
sebuah sistem politik. Dengan pengertian ini maka melalui sosialisasi politik,
berbagai nilai, norma, kepercayaan, sikap, atau perilaku politik
diperkenalkan, ditanamkan, diperkuat atau diubah dalam sebuah masyarakat.
Sosialisasi politik tidak hanya berlangsung terus-menerus tetapi juga
berlangsung sepanjang hidup. Sikap politik seseorang mungkin terbentuk
4.34 PENGANTAR ILMU POLITIK
C. KOMUNIKASI POLITIK
prasyarat sosialisasi politik untuk dapat berjalan dengan baik pula, sehingga
budaya politik dapat dilangsungkan dengan baik.
Dalam analisis sistem politik maka yang menjadi perhatian adalah struktur-
struktur yang melaksanakan fungsi komunikasi politik, dan bagaimana
komunikasi tersebut dilaksanakan. Struktur yang melakukan komunikasi
dapat dibedakan ke dalam lima macam. Pertama, komunikasi tatap muka atau
face to face yang bersifat informal, yang merupakan bentuk utama
komunikasi. Kedua, struktur sosial non-politis, seperti keluarga, kelompok
ekonomi ataupun keagamaan. Ketiga, struktur input politik, seperti partai
politik, organisasi kepentingan, atau masyarakat sipil. Keempat, struktur
output politik, seperti lembaga eksekutif, legislatif, birokrasi. Kelima, media
massa, seperti misalnya surat kabar, harian mingguan, radio dan televisi,
Kelima macam struktur yang melaksanakan komunikasi ini mempunyai
peran sendiri-sendiri dan sulit untuk mengatakan bahwa yang satu lebih
penting daripada yang lain.
Daya jangkau masing-masing struktur memang berbeda, tetapi ini tidak
mengurangi pentingnya peran dari struktur-struktur tersebut. Misalnya dalam
sebuah masyarakat yang tradisional di mana peran interaksi dan komunikasi
tatap muka masih penting maka struktur tatap muka dan struktur sosial non-
politis seperti kelompok keagamaan bisa menjadi sarana komunikasi politik
yang sangat berpengaruh. Dalam masyarakat di mana tingkat melek huruf
masih rendah sekali atau dalam masyarakat perkotaan modern yang sangat
sibuk, maka televisi dan radio dapat menjadi sarana komunikasi politik yang
sangat efektif. Sementara itu struktur input dan output politik memang
merupakan sarana komunikasi politik yang formal dikenal oleh semua warga
di dalam sebuah negara. Partai politik dapat memainkan peran sebagai
penyalur input berupa dukungan atau tuntutan dan juga keluhan-keluhan dari
masyarakat ke dalam sistem politik. Lembaga eksekutif dan jajaran birokrasi
serta lembaga legislatif mengkomunikasikan kebijakan dan keputusan yang
dikeluarkan oleh sistem politik ke masyarakat luas atau kepada pemerintahan
di tingkat yang lebih rendah di wilayahnya.
Bagaimana struktur komunikasi melakukan perannya? Bentuk sistem politik
akan menentukan bagaimana struktur komunikasi melaksanakan perannya.
Dalam masyarakat yang terbuka dalam sistem yang demokratis, maka
berbagai macam struktur politik akan dapat melaksanakan peran secara
bebas, artinya semua struktur dapat bersama-sama melaksanakan fungsi
komunikasi politik. Dalam sistem yang otoritarian maka tidak semua struktur
4.38 PENGANTAR ILMU POLITIK
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TE S F OR M AT IF 3
C. sosialisasi politik
D. mobilisasi politik
4) Menurut Jenning dan Niemi, yang tidak termasuk agen sosialisasi yang
terdapat di semua negara adalah….
A. keluarga
B. partai politik
C. lingkungan tempat tinggal
D. kelompok ’peer’
8) Dalam masyarakat yang sudah sangat modern, sangat sibuk dan sifat
individualistis sangat tinggi, struktur komunikasi politik yang sangat
tidak efektif untuk mencapai mereka adalah ….
A. komunikasi tatap muka atau face-to-face
B. media massa cetak
C. media massa audio-visual (radio dan TV)
D. pemerintah
Daftar Pustaka
Almond, Gabriel dan G. Bingham Powell Jr. (1978). Sistem, Process, and
Policy: Comparative Politics, 2nd ed. Boston: Little Brown.
Engin F. Isin & Patricia K. Wood. (1999). Citizenship and Identity. London:
Sage Publication.