FILSAFAT ILMU
DASAR-DASAR PENGETAHUAN
Dosen Pengampu:
Hafiz, M.Pd
Disusun Oleh:
KELOMPOK II
1 . Juli Agustina : PI01.222.50035
2 . Suci Ulandari: PI01.222.50017
KATA PENGANTAR
Sujud syukur kita hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan
kepada penyusun makalah untuk dapat menyelesikan makalah filsafat ilmu yang diampu
oleh bapak Hafiz, M.Pd yang berjudul dasar- dasar penegtahuan Sesungguhnya kejayaan
dan kebahagiaan manusia ada di dalam agama Islam yang Kaffah dengan taat kepada
Allah SWT serta mengikuti cara Rasulullah SAW dan para sahabatnya hingga hari
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini karena terbatasnya pengetahuan
ini dapat memberikan manfaat bagipenyususn dan semua pihak yang membacanya.
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan baik moril
maupun materil. Semua pihak yang telah berjasa danmembantu dalam menyelesaikan
makalah ini. Semoga Allah Yang Maha Menyaksikan selalu melimpahkan karunia dan
rahmat-Nya kepada kita semua atassegala amal sholeh yang kita perbuat dan mendapat
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN
A . Latar Belakang................................................................................ 1
B . Rumusan Masalah............................................................................ 1
C . Tujuan .............................................................................................. 1
A. Pengetahuan........................................................................................... 4
B. Manusia................................................................................................... 5
C. Penalaran................................................................................................ 8
D. Logika.....................................................................................................15
E. Kebenaran............................................................................................... 20
A . Kesimpulan ......................................................................................... 23
B . Saran ................................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang berpikir, merasa, mengindera: dan
totalitas pengetahuannya berasal dari ketiga sumber tersebut, disamping wahyu
yang merupakan komunikasai Sang Pencipta dengan makhluknya. Manusia
memiliki sifat yang berbeda dengan makhluk lain, yaitu sifat ingin tahu yang
tinggi sehingga semakin hari keingintahuan tersebut akan semakin bertambah.
Oleh sebab itu manusia dikatakan sebagai makhluk yang mengembangkan
pengetahuannya secara sungguh-sungguh.
Binatang juga memiliki pengetahuan, namun pengetahuannya hanya
terbatas untuk kelangsungan hidupnya. Sedangkan manusia mengembangkan
pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan hidupnya dan mengembangkan hal-
hal baru. Hal ini menunjukkan bahwa manusia dalam hidupnya tidak sekedar
mengatasi kebutuhan hidupnya namun memiliki tujuan tertentu yang lebih tinggi
dari pada itu.
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diperoleh manusia melalui
sebuah pengamatan. Saat seseorang mengamati suatu hal dan dia memperoleh
sesuatu dari pengamatannya, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut
memperoleh sebuah pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dikemukakan
dalam makalah ini adalah :
1. Jelaskan apa yang dimaksud penalaran?
2. Jelaskan apa yang dimaksud logika?
3. Jelaskan apa yang dimaksud sumber pengetahuan?
4. Jelaskan apa yang dimaksud kriteria kebenaran?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah yang bertema tentang Dasar-Dasar
Pengetahuan ini adalah:
1. Mengetahui apa yang dimaksud Penalaran.
1
2
BAB II
DASAR DASAR PENGETAHUAN
A. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui manusia. Suatu hal
yang menjadi pengetahuan selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang
diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahui. Karena itu
pengetahuan menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk
mengetahui tentang sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu yang dihadapinya
sebagai hal yang ingin diketahuinya.
Dalam kitab klasik ilmu logika, pengetahuan itu didefinisikan sebagai suatu
gambaran objek-objek eksternal yang hadir dalam pikiran manusia. Definisi ini
juga disepakati oleh sebelas orang filosof dan ilmuwan Rusia.
Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan
tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai.
Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran (Gazalba, 1992, dalam
Bakhtiar, 2004).
Pengetahuan dalam kamus filsafat adalah proses kehidupan yang diketahui
manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini, yang
mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri
sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada
dirinya sendiri dalam kesatuan aktif .1
Pengetahuan dalam arti luas adalah semua kehadiran internasional objek
dalam subjek, namun dalam arti sempit pengetahuan adalah kebenaran atau
kepastian (Bakhtiar, 2004).
1. Jenis Pengetahuan
Burhanuddin Salam (1997) dalam Bakhtiar (2004) mengemukakan bahwa
pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu :2
a. Pengetahuan Biasa
Pengetahuan biasa dalam ilmu filsafat dikatakan dengan istilah common
sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu
1
Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu. (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004) h.1
2
Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu. (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004) h.140
3
4
di mana ia menerima secara baik. Semua orang menyebut sesuatu itu merah
karena memang itu merah, benda itu panas karena memang dirasakan panas dan
sebagainya.
b. Pengetahuan Ilmu
Pengetahuan ilmu adalah ilmu, terjemahan dari science , yang secara sempit
diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif
dan objektif. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif yang
tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual.
Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi,
eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur
pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam arti tidak dipengaruhi oleh
sesuatu yang bersifat subjektif, karena dimulai dengan fakta. Ilmu merupakan
lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang
dipelajarinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan dapat diamati
pancaindera manusia.
c. Pengetahuan Filsafat
Pengetahuan filsafat adalah pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran
yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan
pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu . Kalau ilmu hanya pada
satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat membahas hal yang lebih
luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang reflektif dan
kritis sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup menjadi longgar
kembali.
d. Pengetahuan agama
Pengetahuan agama yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan
lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini
oleh para pemeluk agama. Pengetahuan agama mengandung beberapa hal yang
pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan, yang sering juga
disebut dengan hubungan vertikal dan cara berhubungan dengan sesama manusia,
yang sering juga disebut dengan hubungan horizontal
2. Hakikat Pengetahuan
5
3. Sumber Pengetahuan
Pengetahuan yang ada pada manusia diperoleh dengan menggunakan
berbagai alat yang merupakan sumber pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada
beberapa teori tentang sumber pengetahuan antara lain :
a. Empirisme
Empirisme menyatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi John
Locke mengemukakan bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari
pengetahuan, kemudian pengalamannya mengisi jiwa yang kosong, dan akhirnya
ia memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana,
lama-kelamaan menjadi kompleks, lalu tersusunlah pengetahuan yang berarti.
David Hume mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah pengamatan.
Pengamatan memberikan dua hal, yaitu kesan-kesan (impressions) dan pengerian-
pengertian atau ide-ide (ideas). Kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang
diterima dari pengalaman, seperti merasakan tangan terbakar. Ide adalah
gambaran tentang pengamatan yang samar-samar yang dihasilkan dengan
merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari
pengalaman.
b. Rasionalisme
Rasionalisme menyatakan bahwa akal adalah dasar dari kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia
memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Rasionalisme tidak
mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan. Pengalaman
indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang
menyebabkan akal dapat bekerja, tetapi sampainya manusia pada kebenaran
adalah semata-mata akal.5
Dari aliran emprisme dan rasionalisme, lahirlah metode ilmiah atau
pengetahuan sains. Dalam hal ini, pancaindera mengumpulkan data-data,
sedangkan akal menyimpulkan berdasarkan pada prinsip-prinsip universal, yang
kemudian disebut universal.
5
Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu. (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004) h.145
7
c. Intuisi
Intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini
mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya.
Pengetahuan intuisi dapat dipergunakan sebagai hipotesa bagi analisis selanjutnya
dalam menetukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan.
d. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia
lewat perantaraan nabiNya. Akal meyakinkan bahwa kebenaran pengetahuan
mereka berasal dari Tuhan, karena pengetahuan itu memang ada pada saat
manusia biasa tidak mampu mengusahakannya, karena hal itu memang berada di
luar kemampuan manusia.
B. Manusia
Mahluk hidup ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan mahluk
hidup yang lain (hewan dan tumbuhan). Manusia memerlukan pengetahuan
karena :
1) Manusia mempunyai sifat rasa ingin tahu tentang sesuatu, dan rasa ingin
tahu itu selalu berkembang dari waktu ke waktu .
2) Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang selalu berubah dan
meningkat dari waktu kewaktu.
Unsur yang dapat membantu manusia untuk memiliki pengetahuan dalam
hidupnya :
1) Pengalaman
Hal yang pertama dan paling utama yang mendasarkan pengetahuan adalah
pengalaman. Pengalaman adalah keseluruhan peristiwa yang terjadi dalam diri
manusia dalam interaksinya dengan alam, lingkungan dan kenyataan, termasuk
Yang Ilahi. Pengalaman terbagi menjadi dua, yakni :
a. Pengalaman primer, yaitu pengalaman langsung akan persentuhan indrawi
dengan benda-benda konkret di luar manusia dan peristiwa yang
disaksikan sendiri;
b. Pengalaman sekunder, yaitu pengalaman tak langsung atau reflektif
mengenai pengalaman primer. Contoh, saya dapat melihat teman-teman
dengan kedua mata saya dan saya dapat mendengar komentar teman-teman
8
Descartes, beberapa pemikir menolak kesaksian sebagai salah satu dasar dan
sumber pengetahuan karena kesaksian bisa keliru dan bersifat menipu. Walaupun
demikian, ada beberapa pengetahuan yang kebenarannya dirujukkan kepada
kesaksian seperti sejarah, hukum, dan agama secara metodologis.6
4) Minat dan Rasa Ingin Tahu
Tidak semua pengalaman dapat dijadikan pengetahuan atau tidak semua
pengalaman berkembang menjadi pengetahuan. Untuk berkembang menjadi
pengetahuan subjek yang mengalami harus memiliki minat dan rasa ingin tahu.
Minat mengarahkan perhatian ke hal-hal yang dialami dan dianggap penting untuk
diperhatikan. Ini berarti bahwa dalam kegiatan mengetahui terdapat unsur
penilaian. Orang akan memperhatikan dan mengetahui apa apa yang ia anggap
bernilai. Dan rasa ingin tahu mendorong untuk bertanya dan menyelidiki apa yang
dialaminya dan menarik minatnya. Inilah yang membedakan manusia dengan
makhluk lainnya.
Rasa ingin tahu terkait erat dengan pengalaman mengagumkan dan
mengesankan dengan keheranan yang dialami. Mengajukan pertanyaan yang tepat
mengandaikan bahwa orang tahu di mana ia tahu dan di mana ia tidak tahu. Maka,
mengajukan pertanyaan yang tepat adalah langkah pertama untuk memperoleh
jawaban yang tepat.
5) Pikiran dan Penalaran
Kegiatan pokok pikiran dalam mencari kebenaran dalam pengetahuan
adalah penalaran. Bagi seorang guru, nalar adalah latihan intelektual untuk
meningkatkan akal budi anak didik. Bagi seorang advokat, nalar adalah cara
membela dan menyanggah kesaksian. Bagi ekonom, nalar adalah sarana membagi
sumber daya untuk meningkatkan efisiensi, daya guna, dan kemakmuran. Sedang,
bagi ilmuwan, nalar adalah metode merancang percobaan untuk memeriksa
hipotesis. Nalar dalam kehidupan kita sehari-hari selalu diartikan rasionalitas.
Nicholas Rescher mengatakan, “Bersikap rasional berarti menggunakan
kecerdasan untuk menentukan tindakan terbaik dalam suatu keadaan.” Ini definisi
kasar, tapi berguna sebagai landasan untuk membangun suatu argumen.
6
Suriasumantri Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.,
(cet.22, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2017). h. 124
10
7
Suriasumantri Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.,
(cet.22, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2017). h. 124
11
a. Logika
Logika diturunkan dari kata “logie” bahasa Yunani, yang berhubungan
dengan kata “logos”, yang berarti fikiran atau perkataan sebagai pernyataan
fikiran itu. Secara etimologi, logika adalah bidang penyelidikan yang membahas
fikiran, yang dinyatakan dalam bahasa. 9
8
Suriasumantri Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.,
(cet.22, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2017). h. 124
9
Burhanuddin salam , Pengantar Filsafat, (cet. 4. Jakarta: Bina Aksara.
2014) h.45
13
10
Suriasumantri Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.,
(cet.22, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2017). h. 124
14
yang bersifat umum ini mempunyai dua keuntungan yaitu, bersifat ekonomis dan
dapat diproses lebih lanjut dengan menggunakan pemikiran induktif dan deduktif.
D. Kriteria Kebenaran
Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya.
Kebenaran menurut setiap individu relatif berbeda-beda, sehingga setiap jenis
pengetahuan mempunyai kriteria kebenaran yang tidak sama. Hal ini disebabkan
oleh watak pengetahuan yang berbeda.
Berfikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang
benar. Apa yang disebut benar bagi seseorang belum tentu benar bagi orang lain.
Karena itu, kegiatan berfikir adalah usaha untuk menghasilkan pengetahuan yang
benar itu atau kriteria kebenaran. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama
kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda.
Pengetahuan alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang
alam fisik. Alam fisik pun memiliki perbedaan ukuran kebenaran bagi setiap jenis
dari bidang pengetahuan.
Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya
epistemologi. Telaah epistemologi terhadap kebenaran membawa orang kepada
sesuatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya tiga jenis kebenaran, yaitu
kebenaran epistemologi, kebenaran ontologis, dan kebenaran semantic. Kebenaran
epistemologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia,
kebenaran dalam arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat
pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Kebenaran dalam arti
semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan
bahasa.
1. Jenis dan Teori Kebenaran
Ada tiga jenis kebenaran, yakni:
a. Kebenaran Epistimologis
Kebenaran epistimologis disebut juga kebenaran logis. Kebenaran
epistimologis merupakan kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan
manusia. Sebuah pengetahuan disebut benar dan kapan pengetahuan disebut benar
apabila apa yang terdapat dalam pikiran subjek sesuai dengan apa yang ada dalam
objek.
15
b. Kebenaran Ontologis
Kebenaran ontologis berkaitan dengan sifat dasar atau kodrat dari obyek.
Kebenaran ontologis merupakan kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada
hakikat segala sesuatu yang ada.
c. Kebenaran Semantik
Kebenaran semantik merupakan kebenaran yang terdapat dan melekat
dalam tutur kata dan bahasa. Kebenaran ini berkaitan dengan pemakaian bahasa.
Bahasa merupakan ungkapan dari kebenaran.
Teori yang menjelaskan epistemologis (Suriasumantri, 2017)adalah
sebagai berikut :
1) Teori Korespondensi
Menurut teori korespondensi, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada
kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan
objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Dengan demikian,
kebenaran epistemologis adalah kemanunggalan antara subjek dan objek.
Pengetahuan ini dikatakan benar apabila didalam kemanunggalan yang
sifatnya intrinsik, intensional, dan pasif-aktif terdapat kesesuaian antara apa yang
ada di dalam objek. Hal itu karena puncak dari proses kognitif manusia terdapat di
dalam budi pikiran subjek itu benar sesuai dengan apa yang ada di dalam Suatu
proposisi atau pengertian adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang
diselaraskannya, yaitu apabila ia menyatakan apa adanya. Kebenaran itu adalah
yang bersesuaian dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang serasi
dengan situasi aktual11.
Dengan demikian, kebenaran dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada
realitas objektif . yaitu, suatu pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu
yang selaras dengan situasi. Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan
mengenai fakta dengan fakta aktual: atau antara putusan dengan situasi seputar
yang diberi interpretasi.
Mengenai teori korespondensi tentang kebenaran dapat disimpulkan sebagai
berikut :
11
Suriasumantri Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.,
(cet.22, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2017). h. 124
16
Dua hal yang sudah diketahui sebelumnya, yaitu pernyataan dan kenyataan.
Menurut teori ini, kebenaran adalah kesesuaian antara pernyatan tentang sesuatu
dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Sebagaimana contoh dapat dikemukakan : «
Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia ». pernyataan ini disebut benar karena
kenyataannya Jakarta memang ibukota Republik Indonesia. Kebenarannta terletak
pada hubungan antara pernyataan dengan kenyataan. Adapun jika dikatakan
Bandung adalah ibukota Republik Indonesia, pernyataan itu salah karena tidak
sesuai antara pernyataan dengan kenyataan.
Suatu proposisi itu cenderung untuk benar jika proposisi itu saling
berhubungan dengan proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika arti yang
dikandung oleh proposisi yang saling berhubungan dengan pengalaman kita.
Kepastian mengenai kebenaran sekurang-kurangnya memiliki empat pengertian,
dimana satu keyakinan tidak dapat diragukan kebenarannya, sehingga disebut
pengetahuan. Pertama, pengertian yang bersifat psikologis. Kedua, pengertian
yang bersifat logis. Ketiga, menyamakan kepastian dengan keyakinan yang tidak
dapat dikoreksi. Keempat, pengertian akan kepastian yang digunakan dalam
pembicaraan umum, dimana hal itu diartikan sebagai kepastian yang yang
didasarkan pada nalar yang tidak dapat diragukan atau dianggap salah.12
Misalnya jika seseorang mengatakan bahwa, “ITB berada di kota Bandung,”
maka pernyataan tersebut adalah benar, sebab pernyataan itu dengan objek yang
bersifat faktual yakni Bandung, memang kota dimana ITB berada. Apabila ada
orang lain yang menyatakan bahwa “ITB berada di kota Medan,” maka
pernyataan itu adalah tidak benar, sebab tidak terdapat obyek yang dengan
pernyataan tersebut. Dalam hal ini, maka secara faktual, “ITB bukan berada di
kota Medan, melainkan Bandung.”
Misalnya lagi, seseorang mengatakan, “wah lagi hujan nih!” bisa jadi benar,
jika pernyataan itu berhubungan dengan realitasnya. Tapi terkadang maksud
pernyataannya lebih kepada sindiran, godaan atau yang bersifat menyesatkan.
Sehingga secara semantik, pernyataan ini dapat menjadi benar atau salah. Dalam
hal ini, yang menjadi tolak ukur kebenarannya, suatu pernyataan haruslah objektif
12
Suriasumantri Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.,
(cet.22, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2017). h. 124
17
(seperti yang sudah dijelaskan tadi, sesuai dengan realitasnya), misalnya, “wah
lagi hujan nih!” memang pernyataan yang berhubungan dengan cuaca pada saat
itu, dan bebas dari pikiran seseorang. Misalnya pernyataan “wah lagi hujan nih!”
diucapkan sebagai sindiran atas orang yang suka berbicara sambil menyemburkan
sedikit liur.
Dua kesukaran utama yang didapatkan dari teori korespondensi adalah:
(1) Teori korespondensi memberikan gambaran yang menyesatkan dan yang
terlalu sederhana mengenai bagaimana kita menentukan suatu kebenaran atau
kekeliruan dari suatu pernyataan. Bahkan seseorang dapat menolak
pernyataan sebagai sesuatu yang benar didasarkan dari suatu latar belakang
kepercayaannya masing-masing.
Misalnya William, si penulis buku Introduction to Philosophy, dapat
mengatakan bahwa pernyataan, “wah lagi hujan nih!” dapat tidak sesuai
dengan realitas karena pernyataan tersebut tidak cocok dengan pernyataan
lain yang ia anggap benar, misalnya: “jika lagi hujan, dan saya diluar, pasti
saya kebasahan.”; tetapi nyatanya ia diluar; dan ia tidak kebasahan.
(2) Teori korespondensi bekerja dengan idea, “bahwa dalam mengukur suatu
kebenaran kita harus melihat setiap pernyataan satu-per-satu, apakah
pernyataan tersebut berhubungan dengan realitasnya atau tidak.” Lalu
bagaimana jika kita tidak mengetahui realitasnya? Bagaimanapun hal itu sulit
untuk dilakukan.
2) Teori Pragmatisme Tentang kebenaran
Pragmatisme berasal dari bahasa yunani pragma, artinya yang dikerjakan,
yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang dikembangkan
oleh Wiliam James di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini benar tidaknya suatu
ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada asas manfaat. Sesuatu
dianggap benar jika mendatangkan manfaat.
Menurut teori pragmatisme, suatu kebenaran dan suatu pernyataan diukur
dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan
manusia. Teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila ia membawa kepada akibat
yang memuaskan, apabila ia berlaku dalam praktik, apabila ia mempunyai nilai
18
praktis. Kebenaran terbukti oleh kegunaannya, oleh hasilnya, dan oleh akibat-
akibat praktisnya. Jadi kebenaran ialah apa saja yang berlaku.
Misalnya ada orang yang menyatakan sebuah teori A dalam komunikasi,
dan dengan teori A tersebut dikembangkan teknik B dalam meningkatkan
efektivitas komunikasi, maka teori A itu dianggap benar, sebab teori A ini adalah
fungsional atau mempunyai kegunaan.
Evaluasi dari pragmatisme: pragmatisme memang benar untuk
menegaskan karakter praktis dari kebenaran, pengetahuan, dan kapasitas kognitif
manusia. Tapi bukan berarti teori ini merupakan teori yang terbaik dari
keseluruhan teori. Untuk sesaat, penganut pragmatis mengatakan bahwa suatu
pernyataan itu benar karena dipercayai sebagai sesuatu yang pragmatik, yang
terbuka bagi penganut teori korespondensi. Contoh nyatanya adalah peta.
Penganut pragmatis akan berkata bahwa peta adalah gambaran yang akurat
mengenai realitas, karena dapat berguna untuk menunjukkan jalan; sedangkan
penganut teori korespondensi berkata bahwa kita dapat menggunakan peta untuk
menunjukkan jalan karena peta merupakan gambaran dari realitas.
John H. Randall, Jr dan Justus Buchler memberikan kritik pada teori ini:
bahwa istilah “berguna” atau “fungsional” itu sendiri masih samar-samar. Lalu
A.C. Ewing juga memberikan kritik bahwa apa yang berlaku bagi seseorang
mungkin saja tidak berlaku bagi orang lainnya; bahkan apa yang berlaku bagi
seseorang di waktu tertentu, mungkin saja tidak berlaku bagi dirinya sendiri di
waktu yang lain. Misalnya kepercayaan akan adanya Tuhan.
3) Teori Koherensi (Coherence Theory of Truth)
Teori koherensi, pada kenyataannya kurang diterima secara luas
dibandingkan teori korespondensi. Plato (427-347 S.M.) dan Aristoteles (384-322
S.M.) mengembangkan teroi koherensi berdasarkan pola pemikiran yang
dipergunakan Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya. Teori koherensi ini
berkembang dengan baik pada abad 19 dibawah pengaruh Hegel dan diikuti oleh
pengikut mazhab idealisme (misal: F.H Bradley). Pandangan idealisme adalah
bahwa objek pengetahuan tidaklah berwujud terlepas dari kesadaran tentang objek
tersebut (subjektivisme).
19
Bagi penganut teori koherensi, maka suatu pernyataan dianggap benar bila
pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar.
Misalnya bila kita menganggap bahwa, “semua manusia akan mati.” Adalah
sebagai pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “Tamara Bleszinsky
adalah seorang manusia, dan si Tamara Bleszinsky pasti akan mati” adalah benar
pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan pertama.
Misalnya lagi, seseorang yang berkata, “ Sundel Bolong telah mengacak-
acak pekerjaan saya!”, akan dianggap salah oleh saya karena tidak konsisten
dengan kepercayaan saya.
Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan
pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem matematika disusun diatas
beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar (aksioma). Dengan
mempergunakan beberapa aksioma, maka disusun suatu teorema. Dan diatas
teorema-lah, maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara
keseluruhan merupakan suatu sistem yang konsisten.
Dua kesukaran yang didapatkan dari teori koherensi adalah:
(1) Pernyataan yang tidak koheren (melekat satu sama lain) secara otomatis tidak
tergolong kepada suatu kebenaran, namun pernyataan yang koheren juga
tidak otomatis tergolong kepada suatu kebenaran. Misalnya saja diantara
pernyataan “anakku mengacak-acak pekerjaanku” dan “anjingku mengacak-
acak pekerjaanku” adalah sesuatu yang sulit untuk diputuskan mana yang
merupakan kebenaran, jika hanya dipertimbangkan dari teori koherensi saja.
(2) Sama halnya dalam mengecek apakah setiap pernyataan berhubungan dengan
realitasnya, kita juga tidak akan mampu mengecek apakah ada koherensi
diantara semua pernyataan yang benar.
Agama Sebagai Teori Kebenaran
Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Salah satu cara untuk
menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan
karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang
dipertanyakan manusia; baik tentang alam, manusia, maupun tentang tuhan. Kalau
ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio, dan
20
reason manusia, dalam agama yang dikedepankan adalah wahyu yang bersumber
dari tuhan.13
Suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau
wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Oleh karena itu, sangat wajar ketika
Imam al-Ghazali merasa tidak puas dengan penemuan-penemua akalnya dalam
mencari suatu kebenaran. Akhirnya al-Ghazali sampai pada kebenaran yang
kemudian dalam tasawuf setelah dia mengalami proses yang panjang. Tasawuf lah
yang menghilangkan keragu-raguan tentang segala sesuatu. Kebenaran menurut
agama inilah yang dianggap oleh kaum sufi sebagai kebenaran multak; yaitu
kebenaran yang sudah tidak dapat diganggu gugat lagi. Namun al-Ghazali tetap
merasa kesulitan menentukan kriteria kebenaran. Akhirnya kebenaran yang
didapat adalah kebenaran sujektif atau inter-subjektif.
13
Suriasumantri Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.,
(cet.22, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2017). h. 156
21
BAB III
KESIMPULAN
21
22
DAFTAR PUSTAKA