Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ardian Hasan Maulana

NIM : 21101010023
PTS Jurnalistik

Jurnalisme Investigasi
Jurnalisme investigatif membedakan diri dari kegiatan jurnalisme lainnya dengan fokusnya
pada penelusuran, pemaparan, dan pengungkapan fakta-fakta yang terkait dengan pelanggaran,
kesalahan, atau kejahatan yang merugikan kepentingan publik. Berbagai kasus investigasi meliputi
berbagai masalah seperti pelanggaran, penyalahgunaan kekuasaan, kesalahan factual dari topik
aktual, keadilan yang korup, manipulasi laporan keuangan, pelanggaran hukum, perbedaan antara
praktik profesional dan tidak, informasi yang disengaja disembunyikan, dan lain-lain.
Wartawan investigatif berupaya mendapatkan kebenaran yang mungkin tidak jelas, samar,
atau tidak pasti. Mereka mengukur moralitas suatu peristiwa dan mencari bukti yang tidak memihak
melalui riset, bukan hanya menolak dugaan, tetapi juga menilai apakah suatu peristiwa sesuai
dengan moral atau tidak.
Komponen moral dalam jurnalisme investigatif mengarah pada tujuan untuk memberitahu
masyarakat tentang kebohongan yang dilakukan oleh pihak tertentu dan mendorong masyarakat
untuk waspada terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut. Wartawan investigatif didorong oleh
hasrat untuk memperbaiki ketidakadilan dan menunjukkan kesalahan.
Proyek-proyek jurnalisme investigatif sering dianggap berbahaya karena wartawannya
berhadapan dengan kesulitan dan tekanan dari pihak-pihak yang ingin menyembunyikan informasi.
Oleh karena itu, kewaspadaan dalam karier jurnalistik menjadi sangat penting.
Ada dua pendekatan umum dalam jurnalisme investigatif: penelusuran dokumen (paper
trails) dan penyelidikan terhadap individu-individu terkait (people trails). Paper trails melibatkan
pencarian bahan-bahan dokumentasi dari berbagai sumber, sedangkan people trails melibatkan
wawancara dengan narasumber kunci untuk memperkuat bukti-bukti yang dikumpulkan.
Karateristik dari jurnalisme investigatif mencakup riset dan reportase mendalam, wawancara
dengan pihak terkait, penggunaan metode penyelidikan polisi dan peralatan anti-kriminalitas, serta
penekanan pada pengembangan fakta-fakta yang solid.
Investigative Reporting
Reportase investigatif bertujuan untuk memberikan informasi yang penting bagi masyarakat,
menyoroti kesalahan atau kejahatan, dan menimbulkan kontroversi untuk menghasilkan perubahan
sosial. Reporter investigatif memiliki tugas untuk mencari fakta yang mendasar dan mengungkapkan
kebenaran yang tersembunyi.
Reporter investigatif dapat dibedakan menjadi tiga tipe: general reporters, specialist
reporters, dan reporters with an investigative turn of mind. Mereka berusaha untuk membuka
masalah-masalah baru dan selalu mencari fakta-fakta yang tersembunyi.
Penyamaran kadang-kadang digunakan oleh reporter investigatif untuk mendapatkan
informasi yang tidak akan didapat jika identitas mereka diketahui. Namun, masalah etika dan hukum
sering muncul terkait dengan taktik ini.
Proses kerja investigasi terdiri dari beberapa langkah, termasuk konsepsi ide, studi kelayakan,
keputusan untuk melanjutkan atau tidak, pembangunan dasar, perencanaan, riset asli, evaluasi
kembali, penutupan celah-celah yang belum terisi, evaluasi akhir, penulisan, dan penerbitan serta
liputan lanjutan.
Langkah-langkah kerja investigasi juga bisa diuraikan ke dalam dua bagian: bagian pertama
yang meliputi petunjuk awal, investigasi pendahuluan, pembentukan hipotesis, dan penjejakan
dokumen-dokumen; serta bagian kedua yang mencakup pengamatan langsung, pengorganisasian
file, penulisan, dan pengecekan fakta.
Riset adalah bagian penting dari investigasi jurnalistik, membantu reporter memahami topik
yang kompleks, mengidentifikasi sumber-sumber informasi, dan membantu dalam perumusan
hipotesis. Metode survei, teknik riset, dan penggunaan internet semakin menjadi bagian integral dari
proses riset investigatif.
Dalam jurnalisme investigatif, keakuratan dan keobjektifan sangat penting, dan penggunaan
metode-metode ilmiah sosial dapat membantu mencapai tujuan tersebut. Teknik-teknik seperti
precision journalism dapat digunakan untuk memvalidasi akurasi fakta-fakta yang diungkapkan dalam
laporan investigatif.
Jurnalisme investigasi adalah bentuk khusus dari jurnalisme di mana wartawan secara mendalam dan
sistematis melakukan penyelidikan terhadap suatu masalah, seringkali berkaitan dengan kejahatan,
korupsi, atau pelanggaran lainnya yang dilakukan oleh individu, perusahaan, atau pemerintah.
Berikut adalah beberapa ciri khas dari jurnalisme investigasi:
1. Penelitian Mendalam dan Waktu yang Panjang: Jurnalisme investigasi membutuhkan waktu
yang lebih lama dan penelitian yang lebih mendalam dibandingkan dengan jenis jurnalisme
lainnya. Wartawan investigasi menghabiskan banyak waktu untuk mengumpulkan bukti,
wawancara, dan mengkaji dokumen.
2. Pembuktian Hipotesis: Wartawan investigasi sering memulai dengan hipotesis atau teori
tentang apa yang mungkin terjadi dan kemudian mencari bukti untuk membuktikan atau
menyanggah hipotesis tersebut.
1. 3.Mengungkapkan Kebenaran yang Tersembunyi: Tujuan utama jurnalisme investigasi adalah
mengungkap kebenaran yang biasanya disembunyikan dari pandangan publik, termasuk
korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan kegiatan ilegal lainnya.
3. Komponen Moral: Ada unsur moral yang kuat dalam jurnalisme investigasi, dimana
wartawan didorong oleh keinginan untuk memperbaiki ketidakadilan dan mengungkap
kesalahan.
4. Kerja Berbahaya: Investigasi sering menempatkan wartawan dalam situasi berisiko karena
mereka mungkin menghadapi perlawanan dari mereka yang tidak ingin urusan mereka
diselidiki
5. Paper and People Trail: Jurnalisme investigasi melibatkan penelusuran dokumen (paper
trails) dan wawancara dengan orang-orang (people trails) untuk mengumpulkan informasi.
6. Riset dan Teknik Penyelidikan: Termasuk penggunaan metode polisi, teknik penyamaran, dan
alat-alat anti-kriminalitas seperti kamera tersembunyi.
7. Karakteristik Laporan: Laporan investigasi biasanya memiliki struktur yang ketat, dengan
penggunaan sumber investigasi yang baik, hipotesis yang jelas, dan penulisan yang
terorganisir.
8. Risiko Tinggi: Laporan investigasi dapat menimbulkan kontroversi, konflik, dan bahkan dapat
berisiko hukum bagi wartawan dan penerbitnya.
9. Idealisme: Jurnalisme investigasi membutuhkan komitmen dan idealisme yang tinggi dari
wartawan dan organisasi penerbitan, karena sering kali menghadapi tekanan dan tantangan
yang signifikan.
Vademekum wartawan
Syarat utama untuk menjadi seorang wartawan adalah ketekunan, kegigihan dan vitalitas.
Berita adalah laporan peristiwa. Namun, tidak setiap peristiwa adalah berita. Dalam sebuah
berita minimal harus memenuhi enam unsur penting yakni: apa (what), siapa (who), kapan (when),
dimana (where), mengapa (why), dan bagaimana (how), atau istilah umumnya 5W+1H. Dengan
menjawab ke enam pertanyaan tersebut kronologis peristiwa dapat disusun dan menjadi sebuah
berita.
Sedangkan untuk menentukan bobot dari sebuah berita, informasi yang
dapat harus memiliki nilai berita. Menurut Parakitri T. Simbolon, dalam buku
Vademekum Wartawan, Nilai sebuah berita setidaknya harus mempertimbangkan
beberapa hal diantaranya :
1. Akibat (Impact)
Berita adalah sesuatu yang berdampak luas. Sehingga besar-kecilnya
dampak peristiwa pada masyarakat akan mempengaruhi nilai berita.
Misalkan, Virus Flu burung yang masih mewabah fingga sekarang.
2. Ketertarikan Manusiawi (Human Interest)
Yakni peristiwa yang menyentuh emosi, menggugah perasaan, atau
membangkitkan simpati.misalnya, peristiwa longsor yang terjadi di Bali
akibat hujan deras.
3. Ketokohan (Prominance)
Segala sesuatu, baik itu berupa ucapan atau tingkah laku yang
datang dari seorang publik figur, selalu diburu oleh pembaca. Terutama jika
si tokoh tengah menjadi buah bibir di masyarakat.
4. Kedekatan (Proximity)
Peristiwa yang dekat baik secara geografis maupun emosional.
Kedekatan geografis adalah soal jarak tempat peristiwa dengan tempat
tinggal mayoritas pembaca. Sedangkan kedekatan emosional artinya
kedekatan pribadi, misalkan hubungan keluarga, kesukuan, kebangsaan, atau
ikatan persaudaraan.
5. Aktual (Timesliness)
Aktual berarti sesuatu yang baru saja terjadi. Peristiwa yang aktual
dibagi menjadi dua, yakni aktual primer dan aktual sekunder. Aktual primer
adalah peristiwa yang benar-benar baru terjadi, misalkan Lumpur Lapindo
yang menelan Kota Sidoarjo dan sekitarnya. Sedangkan aktual sekunder
adalah peristiwa yang lama tapi baru terungkap sekarang, misalnya para
pengungsi korban Lumpur Lapindo setahun terakhir ternyata masih
menempati tenda-tenda darurat akibat lambatnya kucuran dana bantuan
dari pemerintah pusat.
Pengantar jurnalistik
Unsur pokok dalam organisasi
1. Bekerjasama mencapai tujuan bersama.
2. Persekutuan orang yang jumlahnya lebuh dari satu.
3. Pembagian tugas.
Pers adalah lembaga kemasyarakatan yang melayani dan mengatur hati nurani manusia. Pada
hakikatnya pers adalah organisasi penyiaran yang mempunyai produk jurnalistik seperti
1. Berita
2. Komentar atau pandangan
3. Iklan
Unsur pers visual
1. Jurnalis
2. Penerbit
3. Percetakan
Fungsi pers adalah menyalurkan dan memperlancar sampainya pesan komunikasi kepada komunikan.
Rias wajah halaman digunakan untuk menarik khalayak
1. Balance make up
2. Unbalance make up
3. Cross make up
4. Circus make up

PEMBUKAAN
Bahwasanya kemerdekaan pers adalah pengwujudan kemerdekaan menyatakan pendapat
sebagaimana tercantum dalam pasal 28 UUD 1945, dan karena itu wajib dihormati oleh semua pihak.
Kemerdekaan pers merupakan salah satu ciri negara hukum yang dikehendaki oleh penjelasan-
penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Sudah barang tentu kemerdekaan pers itu harus
dilaksanakan dengan tanggungjawab sosial serta jiwa Pancasila demi kesejahteraan dan keselamatan
Bangsa dan Negara. Karena itulah PWI menetapkan Kode Etik Jurnalistik untuk melestarikan asas
kemerdekaan pers yang bertanggungjawab.
Pasal 1
Kepribadian Wartawan Indonesia
Wartawan Indonesia adalah warga negara yang memiliki kepribadian:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. berjiwa Pancasila
c. taat pada Undang-undang dasar 1945
d. bersifat kesatria
e. menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia
f. berjuang untuk emansipasi Bangsa dalam segala lapangan, sehingga dengan
demikian turut bekerja ke arah keselamatan Masyarakat In- donesia sebagai anggota
Masyarakat Bangsa-Bangsa di dunia.
Pasal 2

Pertanggungjawaban
1. Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggungjawab dan bijaksana mempertimbangkan
perlu/patut atau tidaknya suatu berita, tulisan, gambar, karikatur, dan sebagainya disiarkan.
2. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan:
a. hal-hal yang sifatnya destruktif dan dapat merugikan Negara dan Bangsa;
b. hal-hal yang dapat menimbulkan kekacauan;
c. hal-hal yang dapat menyinggung perasaan susila, agama, kepercayaan atau
keyakinan seseorang atau sesuatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang.
2. Wartawan Indonesia melakukan pekerjaannya berdasarkan kebebasan yang
bertanggungjawab demi keselamatan umum. Ia tidak menyalah- gunakan jabatan dan
kecakapannya untuk kepentingan sendiri dan/ atau kepentingan golongan.
3. Wartawan Indonesia dalam menjalankan tugas jurnalistik yang men- yangkut Bangsa dan
Negara lain, mendahulukan kepentingan nasional Indonesia.
Pasal 3
Cara Pemberitaan dan Menyatakan Pendapat
1. Wartawan Indonesia menempuh jalan dan cara yang jujur untuk memperoleh bahan-bahan
berita dan tulisan dengan selalu menya- takan identitasnya sebagai wartawan apabila sedang
melakukan tugas peliputan.
2. Wartawan Indonesia meneliti kebenaran sesuatu berita atau keterangan sebelum
menyiarkannya, dengan juga memperhatikan kredibilitas sumber berita yang bersangkutan.
3. Di dalam menyusun suatu berita, Wartawan Indonesia membedakan antara kejadian (fakta)
dan pendapat (opini), sehingga tidak mencam- purbaurkan fakta dan opini tersebut.
4. Kapala-kepala berita harus mencerminkan isi berita.
5. Dalam tulisan yang memuat tentang suatu kejadian (byline story) Wartan Indonesia selalu
berusaha untuk bersikap obyektif, jujur, dan sportif berdasarkan kebebasan yang
bertanggungjawab dan menghindarkan diri dari cara-cara penulisan yang bersifat
pelanggaran kehidupan pribadi (privacy), sensasional, immoral, atau melanggar kesusilaan.
6. Penyiaran setiap berita atau tulisan yang berisi tuduhan yang tidak berdasar, desas-desus,
hasutan yang dapat membahayakan keselamat- an Bangsa dan Negara, fitnahan,
pemutarbalikan sesuatu kejadian, merupakan pelanggaran berat terhadap profesi jurnalistik.
7. Pemberitaan tentang jalannya pemeriksaan perkara pidana di dalam sidang-sidang
pengadilan harus dijiwai oleh prinsip praduga tak ber- salah, yaitu bahwa seseorang
tersangka baru dianggap bersalah telah melakukan sesuatu tindak pidana apabila ia telah
dinyatakan terbukti bersalah dalam keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan
tetap.
8. 8.Penyiaran nama secara lengkap, identitas, dan gambar dari seorang tersangka dilakukan
dengan penuh kebijaksanaan, dan dihindarkan dalam perkara-perkara yang menyangkut
kesusilaan atau menyangkut anak-anak yang belum dewasa. Pemberitaan harus selalu
berimbang antara tuduhan dan pembelaan dan dihindarkan terjadinya trial by the press.
Pasal 4
Hak Jawab
1. Setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak benar atau berisi hal-hal yang
menyesatkan, harus dicabut kembali atau diralat atas keinsafan wartawan sendiri.
2. Pihak yang merasa dirugikan wajib diberi kesempatan secepatnya untuk menjawab atau
memperbaiki pemberitaan yang dimaksud, se- dapat mungkin dalam ruangan yang sama
dengan pemberitaan semula dan maksimal sama panjangnya, asal saja jawaban atau
perbaikan itu dilakukan secara wajar.
Pasal 5
Sumber Berita
2. Wartawan Indonesia menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak
bersedia disebut namanya, Dalam hal berita tanpa menyebut nama sumber tersebut
disiarkan, maka segala tanggung- jawab berada pada wartawan dan/atau penerbit pers yang
bersangkutan.
3. Keterangan-keterangan yang diberikan secara off the record tidak disiar- kan, kecuali apabila
wartawan yang bersangkutan secara nyata-nyata dapat membuktikan bahwa ia sebelumnya
memiliki keterangan- keterangan yang kemudian ternyata diberikan secara off the record itu.
Jika seorang wartawan tidak ingin terikat pada keterangan yang akan diberikan dalam suatu
pertemuan secara off the record, maka ia dapat tidak menghadirinya.
4. Wartawan Indonesia dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita, gambar,
atau tulisan dari suatu penerbitan pers, baik yang terbit di dalam maupun di luar negeri.
Perbuatan plagiat, yaitu mengutip berita, gambar, atau tulisan tanpa menyebutkan
sumbernya, merupakan pelanggaran berat.
5. Penerimaan imbalan atau sesuatu janji untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan suatu
berita, gambar, atau tulisan yang dapat mengun- tungkan atau merugikan seseorang, sesuatu
golongan atau sesuatu pihak dilarang sama sekali.

Pasal 6
Kekuatan Kode Etik
1. Kode Etik ini dibuat atas prinsip bahwa pertanggungjawaban tentang pentaatannya berada
terutama pada hati nurani setiap wartawan In- donesia.
2. Tiada satu pasal pun dalam Kode Etik ini yang memberi wewenang kepada golongan mana
pun di luar PWI untuk mengambil tindakan terhadap seorang wartawan Indonesia atau
terhadap penerbitan pers di Indonesia berdasarkan pasal-pasal dalam Kode Etik ini, karena
sanksi atas pelanggaran Jode Etik ini merupakan hak organisatoris dari Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) melalui organ-organnya

Anda mungkin juga menyukai