Salsabila Restia 051 - Kriminologi
Salsabila Restia 051 - Kriminologi
2210611051
BAB I
PENGANTAR
Kejahatan adalah fenomena kompleks yang sulit dipahami dengan satu sudut pandang.
Berbagai komentar berbeda sering muncul dalam percakapan sehari-hari tentang peristiwa
kejahatan, menunjukkan kerumitan pemahaman kita terhadapnya. Para ilmuwan terkemuka
seperti Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquino telah berusaha memahami asal usul kejahatan
berabad-abad yang lalu. Pendapat-pendapat mereka tentang hubungan antara kekayaan,
kemiskinan, dan kejahatan terus memengaruhi studi modern tentang kriminologi.
Kriminologi, sebuah cabang ilmu pengetahuan yang muncul pada abad ke-19, memfokuskan
perhatiannya pada sebab-sebab kejahatan. Namun, perdebatan tentang batasan dan ruang
lingkup kriminologi masih berlanjut hingga saat ini, dengan beberapa sarjana mengusulkan
agar norma-norma kelakuan masyarakat juga dimasukkan dalam pembahasan kriminologi. Ini
menunjukkan bahwa kriminologi tidak hanya mempelajari pelanggaran hukum, tetapi juga
perilaku yang dianggap tidak pantas oleh masyarakat secara luas.
BAB II
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMICU PERKEMBANGAN KRIMINOLOGI
Kriminologi, sebagai cabang ilmu yang relatif baru, muncul sekitar tahun 1850 bersamaan
dengan perkembangan sosiologi, antropologi, dan psikologi, yang semuanya mempelajari
perilaku manusia dalam masyarakat. Manusia, yang dianggap sebagai makhluk yang paling
berkembang, membutuhkan norma untuk mengatur kehidupannya agar tidak terjerumus
dalam konflik dan kekerasan. Norma-norma seperti kesopanan, kesusilaan, adat, agama, dan
hukum diperlukan untuk menjaga keteraturan sosial, dengan sanksi terberat biasanya terdapat
dalam hukum pidana. Namun, meskipun hukum pidana telah hadir dengan sanksi yang keras,
kejahatan masih tetap terjadi. Kriminologi berperan dalam mencari jawaban atas pertanyaan
ini, dengan mengeksplorasi faktor-faktor yang memengaruhi perilaku kriminal dan
mengidentifikasi kelemahan dalam sistem hukum pidana. Sejarah telah menunjukkan bahwa
sanksi yang berat saja tidak cukup untuk mencegah kejahatan, seperti yang ditunjukkan oleh
penemuan Thomas More bahwa meskipun di tengah eksekusi hukuman mati, pelaku
kejahatan tetap ada dalam kerumunan, menggambarkan bahwa keberadaan hukum pidana
tidak selalu membuat orang takut atau berhenti melakukan tindak kriminal.
Pada perkembangannya ada dua faktor yang memicu perkem- bangan dari kriminologi:
BAB III
ILMU KRIMINOLOGI
Kriminologi terapan :
1. Higiene kriminil
Usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan
2. Politik Kriminil
Usaha penanggulangan kejahatan di mana suatu kejahatan telah terjadi.
3. Kriminalistik (policie scientific) yang merupakan ilmu tentang pelaksanaan penyidikan
teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan.
BAB IV
OBJEK STUDI KRIMINOLOGI DAN PENGERTIANNYA
Dalam khazanah literatur kriminologi, banyak sekali perdebatan yang kontraversil mengenai
pengertian dari ketiga objek studi ini. Oleh Soerjono Soekanto dan kawan-kawan, pendapat
para sarjana ini dibagi atas golongan-golongan sebagai berikut:
BAB V
SEJARAH PERKEMBANGAN AKAL PEMIKIRAN MANUSIA YANG MENJADI
DASAR DIBANGUNNYA TEORI-TEORI KRIMINOLOGI
George B. Vold menyebutkan teori adalah bagian dari suatu penjelasan yang muncul
manakala seseorang dihadapkan pada suatu gejala yang tidak dimengerti. Upaya mencari
penjelasan mengenai sebab kejahatan, sejarah peradaban manusia mencatat adanya dua
bentuk pendekatan yang menjadi landasan bagi lahirnya teori-teori dalam kriminologi yaitu:
A. SPIRITUALISME
Aliran spiritualisme memberikan penjelasan tentang kejahatan yang berbeda dengan
kriminologi modern, fokusnya adalah pada perbedaan antara kebaikan yang berasal dari
tuhan dan keburukan yang berasal dari setan. Dalam pandangan spiritualisme, pelaku
kejahatan dipandang sebagai seseorang yang terpengaruh oleh setan. Kepercayaan pada yang
gaib juga tercermin dalam interpretasi bencana alam sebagai hukuman atas pelanggaran
norma. Spiritualisme, dalam perkembangannya, masuk dalam ranah politik dan sosial,
terutama di kalangan feodal. Salah satu konsekuensinya adalah perang tanding antara
keluarga korban dan pelaku kejahatan, seperti konsep Carok di masyarakat Madura, yang
dianggap sebagai bentuk pembenaran terhadap upaya pembalasan. Metode pembuktian
kesalahan dalam masyarakat primitif sering kali melibatkan uji coba seperti menceburkan
seseorang ke sungai dengan keyakinan bahwa Tuhan akan menentukan hasilnya. Meskipun
spiritualisme mempengaruhi berbagai budaya, kelemahannya adalah bahwa penjelasannya
tidak dapat disokong secara ilmiah.
B. NATURALISME
Naturalisme merupakan model pendekatan lain yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu.
Adalah "Hippocrates" (460 S.M.) yang menyatakan bahwa "the brain ia organ of the mind".
Perkembangan paham rasionalisme yang muncul dari perkembangan ilmu alam setelah abad
pertengahan menyebabkan manusia mencari model penjelasan lain yang lebih rasional dan
mampu dibuktikan secara ilmiah. Dalam perjalanan sejarah kedua model penjelasan ini
beriringan meski bertolak belakang. Lahirnya rasionalisme di Eropa menjadikan pendekatan
ini mendominasi pemikiran tentang kejahatan pada abad selanjutnya.