Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia bagi umat-
Nya. Alhamdulillah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Patofisiologi Penyakit Infeksi Defisiensi yang
berjudul “ Tetanus”, karena masih terbatasnya ilmu yang dimiliki penulis maka dengan ini
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulis dapat memperbaiki
makalah ini.
Penulis juga mengucapkan Terimakasih kepada pihak yang membantu dan
bimbingan yang telah diberikan kepada penulis semoga dapat balasan yang setimpal dari Allah
SWT. Semoga makalah ini juga bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca.

Yogyakarta, 25 Oktober 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... 1
DAFTAR ISI…................................................................................................................ 2
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang.................................................................................................. 3
B. Rumusan masalah............................................................................................ 3
C. Tujuan............................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dari Tetanus.................................................................................... 5
B. Etiologi dari Tetanus........................................................................................ 6
C. Epidemiologi dari Tetanus............................................................................... 7
D. Patofisiologi Tetanus pada manusia................................................................. 7
E. Gejala klinis yang ditimbulkan pada penderita yang terinfeksi Tetanus.......... 8
F. Komplikasi dari penyakit Tetanus.................................................................... 8
G. Cara pencegahan agar tidak terinfeksi Tetanus................................................. 9
H. Cara pengobatan pada penderita yang telah terinfeksi Tetanus........................ 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 12

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan
oleh clostridium tetani. Tetanus ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.
Sampai saat ini tetanus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang karena akses program imunisasi yang buruk. Penatalaksanaan tetanus modern
juga membutuhkan fasilitas intensive care unit (ICU) yang jarang tersedia di sebagian besar
populasi penderita tetanus berat.
Di negara berkembang, mortalitas tetanus melebihi 50% dengan perkiraan jumlah
kematian 800.000−1.000.000 orang pertahun.2−4 Di bagian Neurologi RS Hasan Sadikin
Bandung, dilaporkan 156 kasus tetanus pada tahun 1999−2000 dengan mortalitas 35,2%.
Tetanus adalah penyakit yang dapat dicegah. Implementasi imunisasi tetanus global telah
menjadi target WHO sejak tahun 1974.
Imunitas terhadap tetanus tidak berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan injeksi
booster jika seseorang mengalami luka yang rentan terinfeksi tetanus. Akses program
imunisasi yang buruk dilaporkan menyebabkan tingginya prevalensi penyakit ini dinegara
sedang berkembang.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari Tetanus ?
2. Bagaimana Etiologi dari Tetanus ?
3. Bagaimana Epidemiologi dari Tetanus ?
4. Bagaimana patofisiologi Tetanus pada manusia ?
5. Bagaimana gejala klinis yang ditimbulkan pada penderita yang terinfeksi Tetanus ?
6. Bagaimana komplikasi dari penyakit Tetanus ?
7. Bagimana cara pencegahan agar tidak terinfeksi Tetanus ?
8. Bagaimana cara pengobatan pada penderita yang telah terinfeksi Tetanus ?

3
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Tetanus
2. Untuk mengetahui bagaimana Etiologi dari Tetanus
3. Untuk mengetahui bagaimana Epidemiologi dari Tetanus
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi Tetanus pada manusia.
5. Untuk mengetahui bagaimana gejala klinis yang ditimbulkan pada penderita yang
terinfeksi Tetanus
6. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari penyakit Tetanus
7. Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan agar tidak terinfeksi Tetanus
8. Untuk mengetahui bagaimana cara pengobatan pada penderita yang telah terinfeksi
Tetanus

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tetanus
Tetanus adalah penyakit infeksi sporadis yang melibatkan sistem saraf disebabkan oleh
eksotoksin, tetanospasmin yang diproduksi oleh Clostridium tetani. Karakteristik penyakit
ini adalah peningkatan tonus dan spasme otot pada individu yang tidak memiliki kekebalan
tubuh terhadap tetanus. Terkadang infeksi juga menyerang individu yang sudah memiliki
imunitas tetapi gagal mempertahankan daya imun tubuh yang adekuat. Sehingga meskipun
penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi, akan tetapi insidensinya di masyarakat masih
cukup tinggi (Gautam et al., 2009). Secara klinis tetanus ada 4 macam, yaitu tetanus umum,
tetanus local, cephalic tetanus, dan tetanus neonatal.
1. Tetanus Umum
Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai.
Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan jalan masuk kuman. Biasanya
dimulai dengan trismus dan risus sardonikus, lalu berproses ke spasme umum
dan opistotonus. Dalam 24 – 48 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh
sampai ke ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama masseter menyebabkan
mulut sukar dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut lock jaw. Selain
kekakuan otot masseter, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga
muka menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut risus sardonikus (alis
tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat
pada gigi), akibat kekakuan otot–otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri
waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk
kaku sampai opisthotonus. Selain kekakuan otot yang luas biasanya diikuti
kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan
minimal (rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan
adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.
Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan
yang menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang.
Spasme otot–otot laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan
menelan, asfiksia dan sianosis.Retensi urine sering terjadi karena spasme
sfincter kandung kemih.

5
Kenaikan temperatur badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai
panas yang tinggi sehingga harus hati–hati terhadap komplikasi atau toksin
menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Pada kasus yang
berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi yang
labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan aritmia jantung.
2. Tetanus Lokal
Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena
gambaran klinis tidak khas. Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otot–otot
pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal adalah bentuk ringan
dengan angka kematian 1%, kadang–kadang bentuk ini dapat berkembang
menjadi tetanus umum.
3. Cephalic Tetanus
Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka
mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, otitis media kronis dan
jarang akibat tonsilektomi. Gejala berupa disfungsi saraf loanial antara lain n.
III, IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri–sendiri maupun
kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan–bulan. Cephalic
Tetanus dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosis
bentuk cephalic tetanus jelek.
4. Tetanus Neonatal
Tetanus neonatal didefinisikan sebagai suatu penyakit yang terjadi pada
anak yang memiliki kemampuan normal untuk menyusu dan menangis pada 2
hari pertama kehidupannya, tetapi kehilangan kemampuan ini antara hari ke-3
sampai hari ke-28 serta menjadi kaku dan spasme. Tetanus neonatal, biasa
terjadi karena proses melahirkan yang tidak bersih. Gejala klinisnya biasa terjadi
pada minggu kedua kehidupan, ditandai dengan kelemahan dan
ketidakmampuan menyusu, kadang disertai opistotonus.
B. Etiologi dari Tetanus
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Clostridium tetani. Bakteri ini berspora,
dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah
yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan
bahkan beberapa tahun. Jika spora menginfeksi luka seseorang, bersamaan dengan daging
atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin
yang bernama tetanospasmin.

6
C. Epidemiologi dari Tetanus
Pada negara berkembang, penyakit tetanus masih merupakan masalah kesehatan publik
yang sangat besar. Dilaporkan terdapat 1 juta kasus per tahun di seluruh dunia, dengan
angka kejadian 18/100.000 penduduk per tahun serta angka kematian 300.000-500.000 per
tahun. Mortalitas dari penyakit tetanus melebihi 50 % di negara berkembang, dengan
penyebab kematian terbanyak karena mengalami kegagalan pernapasan akut.
Penelitian oleh Thwaites et al pada tahun 2006 mengemukakan bahwa Case Fatality
Rate (CFR) dari pasien tetanus berkisar antara 12-53%. Penyebab kematian pasien tetanus
terbanyak adalah masalah semakin buruknya sistem kardiovaskuler paska tetanus ( 40%),
pneumonia (15%), dan kegagalan pernapasan akut (45%).
D. Patofisiologi Tetanus pada manusia
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk.2 Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka lecet,
otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–kadang luka
tersebut hampir tak terlihat.
Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi hipaerob sampai
anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang mati, benda–benda asing maka
spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang.2 Kuman ini tidak invasif.
Bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan
tetanolisin.
Tetanolisin, tidak berhubungan dengan pathogenesis penyakit. Tetanospasmin, atau
secara umum disebut toksin tetanus, adalah neurotoksin yang mengakibatkan manifestasi
dari penyakit tersebut.Tetanospasmin masuk ke susunan saraf pusat melalui otot dimana
terdapat suasana anaerobik yang memungkinkan Clostridium tetani untuk hidup dan
memproduksi toksin, lalu setelah masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan
ditransportasikan secara retrograde menuju saraf presinaptik, dimana toksin tersebut
bekerja.
Toksin tersebut akan menghambat pelepasan neurotransmitter inhibisi dan secara
efektif menghambat inhibisi sinyal interneuron. Tetapi khususnya toksin tersebut
menghambat pengeluaran Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang spesifik menginhibisi
neuron motorik. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivitas tidak teregulasi dari sistem
saraf motoric.

7
Tetanospamin juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang berat,
sehingga terjadi overaktivitas simpatis berupa hipertensi yang labil, takikardi, keringat
yang berlebihan dan meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urin. Hal ini dapat
menyebabkan komplikasi kardiovaskuler. Tetanospamin yang terikat pada jaringan saraf
sudah tidak dapat dinetralisir lagi oleh antitoksin tetanus.
E. Gejala klinis yang ditimbulkan
Periode inkubasi tetanus antara 3−21 hari (ratarata 7 hari). Pada 80%−90% penderita,
gejala muncul 1–2 minggu setelah terinfeksi. 3 Selang waktu sejak munculnya gejala
pertama sampai terjadinya spasme pertama disebut periode onset. Periode onset maupun
periode inkubasi secara signifikan menentukan prognosis. Makin singkat (periode onset
<48 jam dan periode inkubasi <7 hari) menunjukkan makin berat penyakitnya. Ciri khas
penderita tetanus : rigiditas otot, spasme otot, dan ketidakstabilan otonom. Selain itu gejala
klinisnya yakni trismus, kaku leher, nyeri punggung, risus sardonicus, sakit tenggorokan,
dan disfagia.
Spasme otot menimbulkan nyeri dan dapat menyebabkan ruptur tendon, dislokasi sendi
serta patah tulang. Spasme laring dapat terjadi dalam waktu singkat, mengakibatkan
obstruksi saluran napas atas akut dan henti napas. Bila spasme berkepanjangan, dapat
terjadi hipoventilasi berat dan apnea yang mengancam nyawa.
F. Komplikasi dari penyakit Tetanus
Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas sehingga
pada tetanus yang berat, terkadang memerlukan bantuan ventilator. Kejang yang
berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan fraktur dari tulang spinal dan tulang
panjang, serta rabdomiolisis yang sering diikuti oleh gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut
merupakan komplikasi tetanus yang dapat dikenali akibat dehidrasi, rhabdomiolisis karena
spasme, dan gangguan otonom. Komplikasi lain meliputi atelektasis, penumonia aspirasi,
ulkus peptikum, retensi urine, infeksi traktus urinarius, ulkus dekubitus, trombosis vena,
dan tromboemboli.
Infeksi nosokomial umum sering terjadi karena rawat inap yang berkepanjangan.
Infeksi sekunder termasuk sepsis dari kateter, pneumonia yang didapat di rumah sakit, dan
ulkus dekubitus. Salah satu komplikasi yang sulit ditangani adalah gangguan otonom
karena pelepasan katekolamin yang tidak terkontrol. Gangguan otonom ini meliputi
hipertensi dan takikardi yang kadang berubah menjadi hipotensi dan bradikardi.

8
G. Cara pencegahan agar tidak terinfeksi Tetanus
Seorang penderita terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia
mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan tetanus bila terjadi luka sama
seperti orang lainya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada
penderita setelah dia sembuh, dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup
untuk merangsang pembentukan anti toksin (karena tetanonpamin sangat poten dan
toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam konnsentrasi yang minimal, yang mana
hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan).
Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini diketahui sejak C. Tetani
dapat di isolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme yang ada di dalam lumen usus
melepaskan imunogenic quantity dari toksik. Ini deketahui dari toksin di jumpai anti toksin
pada serum seseorang dalam riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan di jumpai/adanya
peninggian titer anti body dalam serum yang karekteristik merupakan reaksi scondary
imune response pada beberapa orang yang di berikan imunisasi dengan tetanus toksoid
untuk pertama kali. Dengan di jumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat
menjelasakn mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada
beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/tidak terlaksana dengan baik.
Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya
cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi telah
dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif( DPT atau
DT).
H. Cara pengobatan pada penderita Tetanus
 pasien sebaiknya dirawat di ruangan gelap dan tenang.
 Pasien diposisikan agar mencegah pneumonia aspirasi. Cairan intravena harus
diberikan, pemeriksaan elektrolit serta analisis gas darah penting sebagai penuntun
terapi.
 Trakeostomi ditujukan untuk menjaga jalan napas terutama jika ada opistotonus dan
keterlibatan otot-otot punggung, dada, atau 9ias9ess pernapasan.
 Spasme otot dan rigiditas diatasi secara efektif dengan sedasi. Diazepam efektif
mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan pusat kortikal. Dosis diazepam
yang di- rekomendasikan adalah 0,1−0,3 mg/kgBB/ kali dengan interval 2−4 jam sesuai
gejala klinis, dosis yang direkomendasikan untuk usia.

9
 Jika spasme tidak cukup terkontrol dengan benzodiazepine, dapat dipilih pelumpuh otot
nondepolarisasi dengan intermittent positivepressure ventilation (IPPV).
 Setelah spasme mereda dapat dipasang sonde lambung untuk makanan dan obat-obatan
dengan perhatian khusus pada risiko aspirasi
 Pencegahan komplikasi respirasi meliputi perawatan mulut yang baik (oral Hygiene),
fisioterapi dada dan suction trakea.
 Memerlukan pemeliharaan nutrisi yakni Nutrisi parenteral total mengandung glukosa
hipertonis dan insulin dalam jumlah cukup untuk mengendalikan kadar gula darah,
dapat menekan katabolisme protein.
 Emboli paru juga merupakan salah satu penyebab kematian, sehingga banyak
digunakan antikoagulan secara rutin seperti heparin subkutan.
 Obat-obatan : Diazepam, klorpromazin, Morfin 10ias memiliki efek sama dan biasanya
digunakan sebagai tambahan sedasi benzodiazepine,

10
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang di
hasilkan oleh C. Tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme yang periodik dan
berat. clostridium tetani adalah bakteri gram positif anaerob yang ditemukan di tanah
dan kotoran binatang. Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka.
Ketika menempati tempat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembangan dan
melepaskan toksin tetanus. Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat
mengakibatkan penyakit tetanus.

11
DAFTAR PUSTAKA
Yunica, Joyce Angela. 2014. Hubungan Antara Pengetahuan dan Umur dengan
Kelengkapan Imunisasi Tetanus Toxoid(TT) pada Ibu Hamil di Desa Sungai Dua
Kecamatan Rambutan Kebupaten Banyuasin tahun 2014. JURNAL
KEDOKTERANDAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO.1, JANUARAI 2015 : 93-98.
Program Studi Kebidanan, STIKES Pembina Palembang.

Siregar,Rina Sri Kalsum.2019. Pemodelan Regresi Zero Inflated poisson (ZIP) dan
Hurdle Model Pada Kasus Penyakit Tetanus Neonatorum. Euclid, Vol.6, No. 2,
pp.117. Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ). Cirebon

Jaya, Hendra Laksamana & Aditya, Ricky.2018. Pengelolaan Pasien Tetanus di


Intensive Care Unit. Anesthesis & Critical Care. Vol 36 No. 3, Oktober 2018.
Rumah Sakit Siloam Sriwijaya Palembang.

12

Anda mungkin juga menyukai