Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI KEPEMIMPINAN CONTINGENCY DAN SITUASIONAL

DISUSUN OLEH :
Kelompok 7 2021 D

1. Maria Putri S. Enjelu (21201203)


2. Herlina Intan Hati(21201192)
3. Viktoria Sercin(21201179)
4. Figiliana Mida( 21201169 )
5. Kristina Anur (21201163)

UNIVERSITAS KATOLIK ST PAULUS RUTENG FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PRODI KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perjalanan panjang sejarah manusia, konsep kepemimpinan telah
menjadi elemen krusial dalam membentuk dinamika masyarakat, organisasi formal,
dan entitas non-formal. Keberadaan pemimpin atau manajer dalam berbagai konteks
ini sering kali dianggap sebagai tumpuan utama dalam mencapai tujuan dan
mengarahkan individu atau kelompok menuju kesejahteraan bersama. Namun,
perdebatan seputar apakah seorang pemimpin lebih efektif daripada seorang manajer,
serta bagaimana karakteristik pemimpin yang baik dapat diukur, menjadi bagian
penting dalam pembahasan kepemimpinan.
Dalam penelusuran mendalam terhadap konsep kepemimpinan, teori
kepemimpinan kontingensi dan situasional menonjol sebagai kerangka kerja yang
memahami bahwa kepemimpinan bukanlah sesuatu yang statis, tetapi sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor dan dinamika tertentu. Teori ini menawarkan
pandangan bahwa tidak ada satu pendekatan kepemimpinan yang dapat diterapkan
secara universal, melainkan gaya kepemimpinan yang efektif bergantung pada
konteks spesifik, tugas, dan hubungan interpersonal.
Dalam konteks ini, teori kepemimpinan kontingensi, seperti model yang
dikembangkan oleh Fiedler, menyoroti peran faktor kontingensi seperti hubungan
pemimpin-bawahan, struktur tugas, dan tingkat kekuasaan. Di sisi lain, teori
kepemimpinan situasional, seperti model Hersey-Blanchard, menekankan pentingnya
pemimpin untuk memahami dan menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka dengan
tingkat kesiapan dan kompetensi bawahan.Dengan memahami kompleksitas konsep
kepemimpinan melalui lensa teori kontingensi dan situasional, kita dapat membuka
pintu menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika kepemimpinan
yang adaptif dan responsif terhadap berbagai tantangan dan perubahan situasional di
sekitar kita.

B. Masalah
1. Bagaimana Sejarah Teori Contingency dan Situasional
2. Jelaskan pengertian Teori Contingency dan Situasional
3. Bagaimana ciri ciri Teori Contingency dan Situasional
4. Jelaskan kelebihan dan kekurangan Teori Contingency dan Situasional
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah dari Teori Contingency dan Situasional
2. Mengetahui pengertian dari Teori Contingency dan Situasional
3. Mengetahui ciri ciri Teori Contingency dan Situasional
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan Teori Contingency dan Situasional
BAB II
PEMBAHASAN TEORI

1. Sejarah Teori Contingency dan Situasional


Kepemimpinan kontingensi dan situasional merupakan paradigma yang mengakui
bahwa tidak ada suatu gaya kepemimpinan yang dapat dianggap sebagai pendekatan
universal atau standar yang dapat diterapkan pada semua situasi. Teori kepemimpinan
kontingensi, yang dikembangkan oleh Fiedler pada tahun 1967, menekankan bahwa
efektivitas kepemimpinan bergantung pada kesesuaian antara gaya kepemimpinan dan
situasi tertentu. Dua gaya utama yang diidentifikasi oleh Fiedler adalah orientasi tugas
dan orientasi hubungan, dan penilaian ini dibuat dengan menggunakan instrumen
LPC. Di sisi lain, teori kepemimpinan situasional, dikenal juga sebagai Model
Situasional atau SLII, yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard pada tahun
1969, menyoroti tingkat kematangan atau kemampuan bawahan sebagai faktor kunci.
Model ini mengklasifikasikan gaya kepemimpinan menjadi empat kategori, yakni
memberi arahan, memberi dukungan, berpartisipasi, dan memberi delegasi, yang
dapat berubah sesuai dengan tingkat kematangan bawahan. Dengan demikian,
keduanya menekankan bahwa keberhasilan kepemimpinan tidak hanya ditentukan
oleh karakteristik kepemimpinan itu sendiri, tetapi juga oleh dinamika kompleks
situasi dan kematangan bawahan, mengilustrasikan pandangan bahwa pendekatan
kepemimpinan harus disesuaikan dengan konteks spesifik dan dinamika kelompok
yang terlibat.

Para ahli memberikan beberapa pengertian gaya kepemimpinan situasional. Teori


kepemimpinan situasional dari Hersey and Blanchard (dikutip oleh Miftah Thoha,
(19996:64) mengemukakan bahwa: gaya kepemimpinan situasional didasarkan atas
hubungan antara: 1. Kadar bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan oleh
pemimpin. 2.Tingkat dukungan emosional (perilaku hubungan) yang disediakan
pemimpin). 3.Tingkat kesiapan yang diperlihatkan dalam melaksanakan tugas khusus,
fungsi atau tujuan tertentu.Pada tahun 1969, Paul Hersey dan Ken Blanchard
menerbitkan Manajemen Perilaku Organisasi: Menggunakan sumber daya manusia,
yang merincikan teori kepemimpinan situasional mereka. Teori ini unik dalam
menggabungkan konsep-konsep ini: gaya kepemimpinan mencakup derajat variabel
perilaku hubungan dan perilaku tugas, yang mana manajer dapat menyesuaikan
dengan tugas dan setiap individu sebagai lawan dari memperlakukan semua bawahan
sama di semua situasi. Kepemimpinan situasional adalah teori preskriptif yang
menawarkan panduan manajer tentang gaya apa yang harus digunakan dalam situasi
tertentu.

Awal tulisan ini berfokus pada penyelidikan terhadap konsep kepemimpinan


situasional, yang pertama kali diperkenalkan oleh Hersey dan Blanchard. Lebih lanjut,
tulisan ini juga mengulas perkembangan teori Fiedler dan teori Path-Goal dalam
kerangka kepemimpinan.Teori atau model kontingensi (Fiedler, 1967) sering disebut
teori situasional karena teori ini mengemukakan kepemimpinan yang tergantung pada
situasi. Model atau teori kontingensi Fiedler melihat bahwa kelompok efektif
tergantung pada kecocokan antara gaya pemimpin yang berinteraksi dengan
subordinatnya sehingga situasi menjadi pengendali dan berpengaruh terhadap
pemimpin. Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau
lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota
kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yang spesifik. Teori-teori
kontingensi kepemimpinan menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan terkait
dengan interaksi antara sifat atau perilaku seorang pemimpin dan faktor-faktor
situasional. Teori-teori ini menyarankan bahwa tidak ada pendekatan ideal tunggal
dalam memimpin karena keadaan bervariasi. Pemimpin yang efektif mengubah
perilakunya sesuai dengan situasi.

Teori kontingensi kepemimpinan, yang pertama kali dikemukakan oleh Fiedler,


menekankan pada pencocokan pemimpin dengan situasi yang mendukung
keberhasilan mereka. Model kontingensi yang dihasilkan oleh Fiedler menetapkan
tiga variabel kunci yang mempengaruhi keefektifan seorang pemimpin, yaitu struktur
kebutuhan pemimpin, kendali situasi pemimpin, dan interaksi antara keduanya. Selain
dari teori kontingensi Fiedler, Yukl menambahkan pandangan bahwa perilaku
pemimpin dapat meningkatkan kinerja kelompok dengan mempengaruhi variabel
intervening, seperti usaha dan kerja tim, yang secara langsung mempengaruhi kinerja
kelompok.Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses
di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung
dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat- tingkat daripada
gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan
kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin
bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi
dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.

2. Pengertian Kepemimpinan Contingency dan Situasional


a. Kepemimpinan situasional
Merupakan "a leadership contingency theory that focuses on followers
readiness/maturity". Artinya bahwa kepemimpinan situasional merupakan
gaya kepemimpinan seorang pemimpin itu berbeda-beda, hal ini tergantung
dari pada tingkat kesiapan para anggota yang dipimpinnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hersey and
Blanchard dalam bahwa: gaya kepemimpinan situasional didasarkan atas
hubungan antara:
- Kadar bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan oleh
pemimpin.
- Tingkat dukungan emosional(perilaku hubungan) yang disediakan
pemimpin).
- Tingkat kesiapan yang diperlihatkan dalam melaksanakan tugas
khusus, fungsi atau tujuan tertentu.
Pendekatan situasional dalam kepemimpinan fokus pada ciri-ciri pribadi
pemimpin dan situasi yang dihadapi, mengukur ciri-ciri tersebut untuk
membimbing perilaku berdasarkan kombinasi kepribadian dan konteks. Ini
menitikberatkan pada faktor kontekstual seperti karakteristik bawahan, sifat
pekerjaan pemimpin, jenis organisasi, dan lingkungan eksternal. Pendekatan
ini muncul dari asumsi bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang cocok untuk
semua situasi. Pendekatan situasional atau kontingensi mencoba menjembatani
pandangan organisasi dan manajemen yang bersifat universal dengan
pemahaman bahwa setiap organisasi memiliki situasi yang unik, memerlukan
gaya kepemimpinan yang sesuai. Model kontingensi menunjukkan bahwa
keefektifan seorang pemimpin bergantung pada tiga variabel: struktur
kebutuhan pemimpin, kendali situasi pemimpin, dan interaksi keduanya.
Pendekatan situasional penting untuk kompleksitas interaktif kepemimpinan,
membantu pemimpin menerapkan konsep-konsep yang relevan untuk menilai
dan menyesuaikan perilaku sesuai situasi. Pemimpin perlu memainkan peran
directive yang tinggi tanpa mengorbankan hubungan sosial dan komunikasi.
Komunikasi dua arah, baik dari atasan ke bawahan maupun sebaliknya,
memerlukan keahlian manajemen untuk memproses informasi dengan efektif.
Komunikasi tatap muka, termasuk kunjungan langsung ke tempat kerja,
dianggap krusial dalam memelihara komunikasi dua arah dan memotivasi
semangat kerja manajer dan karyawan.

Menurut Hersey and Blanchard , ada tiga kemampuan atau keterampilan


penting yang harus diperhatikan di dalam menerapkan kepemimpinan
situasional, diantaranya yaitu:
a. Keterampilan Analisis
Keterampilan analisis (analytical skills) adalah keterampilan yang
harus dimiliki seorang manajer dalam melakukan evaluasi atau
penilaian kinerja bawahan. Kalau kinerja karyawan cenderung
menurun, maka seorang manajer juga harus mampu memberikan
dorongan atau motivasi yang tepat agar mereka dapat melaksanakan
tugas dengan baik.
b. Keterampilan Fleksibilitas
Penerapan gaya kepemimpinan kadangkala diterapkan secara kaku,
tetapi dapat juga secara luwes tergantung pada situasi dan kondisi yang
ada. Keterampilan fleksibilitas (flexibility skills) adalah keterampilan
yang harus dimiliki seorang pemimpin dalam menerapkan gaya
kepemimpinan directing, perkembangan yang terjadi menunjukkan
bahwa semangat kerja karyawan menjadi semakin baik, rasa tanggung
jawab mulai tumbuh, dan mereka dapat bekerja secara mandiri,
sehingga dapat diterapkan gaya kepemimpinan delegating
c. Keterampilan Komunikasi
Keterampilan komunikasi (communication skills) adalah keterampilan
yang harus dimiliki seorang pemimpin untuk menyampaikan ide atau
gagasan kepada karyawan termasuk bagaimana ia harus menjelaskan
perubahan gaya kepemimpinan kepada bawahannya. Yang terpenting
adalah bagaimana mengkomunikasikan ide atau gagasan tersebut
dengan jelas dan mudah dipahami dengan baik oleh karyawan,
sehingga dapat menghindari kesalahpahaman dalam berkomunikasi.
b. Teori Kontingensi
Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di
mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung
dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat- tingkat daripada
gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan
kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin
bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi
dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya. Model Contingency dari
kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) . Menurut model ini,
maka the performance of the group is contingent upon both the motivational system
of the leader and the degree to which the leader has control and influence in a
particular situation, the situational favorableness (Fiedler, 1974:73).

Teori atau model kontingensi (Fiedler, 1967) sering disebut teori situasional
karena teori ini mengemukakan kepemimpinan yang tergantung pada situasi. Model
atau teori kontingensi Fiedler melihat bahwa kelompok efektif tergantung pada
kecocokan antara gaya pemimpin yang berinteraksi dengan subordinatnya sehingga
situasi menjadi pengendali dan berpengaruh terhadap pemimpin. Kepemimpinan tidak
akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba
melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-
situasi yang spesifik.

Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok


dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat
mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu atau dapat dikatakan model
tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektivitas kinerja
kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan
kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Karena
situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya
masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan
kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami
bahwa strategi yang paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi
lainnya. Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin
yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency
Approach. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada
kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni
karakteristik pemimpin dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat
memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut harus
dipertimbangkan.

Teori kontingensi melihat pada aspek situasi dari kepemimpinan (organization


context). Fiedler mengatakan bahwa ada 2 tipe variabel kepemimpinan: Leader
Orientation dan Situation Favorability. Leader Orientation merupakan pilihan yang
dilakukan pemimpin pada suatu organisasi berorientasi pada relationship atau
berorientasi pada task. Leader Orientation diketahui dari Skala semantic differential
dari rekan yang paling tidak disenangi dalam organisasi (Least preferred coworker =
LPC) . LPC tinggi jika pemimpin tidak menyenangi rekan kerja, sedangkan LPC yang
rendah menunjukkan pemimpin yang siap menerima rekan kerja untuk bekerja sama.
Skor LPC yang tinggi menunjukkan bahwa pemimpin berorientasi pada relationship,
sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan bahwa pemimpin berorientasi pada
tugas. Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka
yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin
yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang atau
hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat
tinggi. Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding
pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat. Hubungan antara
LPC pemimpin dan efektivitas tergantung pada sebuah variabel situasional yang rumit
disebut “keuntungan situasional” atau “situational favorability” atau “kendali situasi”.

Fiedler mendefinisikan kesukaan sebagai batasan dimana situasi memberikan kendali


kepada seorang pemimpin atas para bawahan. Situation favorability adalah tolak ukur
sejauh mana pemimpin tersebut dapat mengendalikan suatu situasi, yang ditentukan
oleh 3 variabel situasi. Tiga aspek situasi yang dipertimbangkan meliputi :
1. Hubungan pemimpin-anggota: Adalah batasan dimana pemimpin memiliki
dukungan dan kesetiaan dari para bawahan, pemimpin mempengaruhi
kelompok dan kondisi di mana ia dapat melakukan begitu. Seorang pemimpin
yang diterima oleh anggota kelompok adalah dalam situasi yang lebih
menguntungkan daripada orang yang tidak.
2. Kekuasaan Posisi : Batasan dimana pemimpin memiliki kewenangan untuk
mengevaluasi kinerja bawahan dan memberikan penghargaan serta hukuman.
3. Struktur Tugas: Batasan dimana terdapat standar prosedur operasi untuk
menyelesaikan tugas, sebuah gambaran rinci dari produk atau jasa yang telah
jadi, dan indikator objektif mengenai seberapa baiknya tugas itu dilaksanakan.

3. Ciri-ciri Teori Kepemimpinan Contingency dan Situasional


Teori kepemimpinan situasional dan kontingensi menawarkan pendekatan unik dalam
mengelola kepemimpinan, terutama dalam konteks yang berbeda.
Teori Kepemimpinan Situasional:
- Fokus pada adaptasi gaya kepemimpinan berdasarkan situasi dan kondisi
tertentu.
- Gaya kepemimpinan yang diaplikasikan diurutkan berdasarkan tingkat
kematangan atau readiness level bawahan, yaitu:
- R1: Tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan.
- R2: Bersedia tapi kurang pengetahuan.
- R3: Memiliki keterampilan tetapi kurang motivasi.
- R4: Sangat terampil, bersedia, dan bertanggung jawab
- Empat gaya kepemimpinan situasional:
1. Mengarahkan (Telling): Memberi instruksi langsung.
2. Menjual (Selling): Membuat bawahan paham dan ikut serta.
3. Berpartisipasi (Participating): Menggunakan pendekatan demokratis.
4. Mendelegasikan (Delegating): Memberikan kebebasan kepada bawahan
- Pemimpin situasional harus mampu menilai tingkat kematangan bawahan dan
memilih gaya kepemimpinan yang sesuai.
Menurut Hersey dan Blanchard, ada empat gaya dasar yang terkait dengan teori
kepemimpinan situasional. Melansir Kepintaran , yang keempatnya adalah:
1. Mengarahkan/ Telling (S1) : Pemimpin memberitahu bawahan apa yang harus
dilakukan, kemudian menjelaskan bagaimana cara melakukannya. Tahap ini
mirip dengan gaya kepemimpinan otokratis.
2. Menjual/ menjual (S2) : Pemimpin bertujuan 'menjual' ide dan pesan kepada
bawahan untuk membuat mereka paham dan ikut serta dalam proses dan tugas.
Tahap ini melibatkan supervisi serta diskusi proaktif antara pemimpin dan
bawahan.
3. Berpartisipasi/ berpartisipasi (S3) : Tahap ini menggunakan pendekatan
demokratis yang memungkinkan pemimpin memberi lebih banyak kelonggaran
bagi bawahannya. Pemimpin masih mengarahkan di beberapa area. Namun,
bawahan berperan aktif untuk membuat keputusan dan menentukan cara
menyelesaikan tugas.
4. Mendelegasikan/ mendelegasikan (S4) : Ini adalah tahap terakhir di mana
pemimpin sepenuhnya “lepas tangan” terhadap cara kerja bawahan. Dalam
artian, pemimpin sudah tidak lagi terlibat dalam proses pembuatan keputusan
karyawan.
Teori Kepemimpinan Kontingensi:
- Mengedepankan situasi kerja dan budaya organisasi dalam menentukan gaya
kepemimpinan yang paling efektif.
- Dikembangkan oleh Frederick E. Fiedler, yang menekankan bahwa gaya
kepemimpinan yang sukses ditentukan oleh situasional.
- Kontingensi leadership menyarankan pemilik bisnis untuk mengkombinasikan
berbagai tipe kepemimpinan dengan situasi yang dibutuhkan, tergantung pada
kebutuhan dan konteks organisasi.

Dalam praktiknya, teori kepemimpinan situasional memberikan kerangka


untuk pemimpin untuk menyesuaikan gaya kepemimpinannya berdasarkan
kondisi dan kematangan bawahan, sementara teori kontingensi kepemimpinan
menekankan pentingnya mempertimbangkan situasi kerja dan budaya
organisasi dalam menentukan gaya kepemimpinan yang paling efektif.

4. Kelebihan dan Kekurangan Kepemimpinan Contingency dan Situasional


Ada beberapa kelebihan kepemimpinan situasional :
Kelebihan :
a. Dapat dipahami
Prinsip dasar dari model kepemimpinan situasional sangat sederhana dan
mudah dimengerti. Ide utamanya adalah bahwa seorang pemimpin harus
menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan tingkat kesiapan atau kemampuan
anggota tim. Ini berarti bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang cocok
untuk semua situasi.
b. Berpusat pada Karyawan
Gaya kepemimpinan situasional berbeda dari gaya kepemimpinan lainnya
karena fokusnya utama ada pada anggota tim, bukan hanya pada
pemimpinnya. Pemimpin situasional harus memahami seberapa siap dan
terampil anggota timnya sebelum memutuskan cara terbaik untuk memimpin
mereka. Tanggung jawab utama pemimpin situasional adalah beradaptasi
dengan tingkat kesiapan dan keahlian tim, bukan mengharapkan anggota tim
untuk berubah mengikuti pemimpinnya.
c. Merayakan Keberagaman dan Individualitas
Model kepemimpinan situasional mendasarkan diri pada ide bahwa setiap
individu dalam tim memiliki kekuatan dan kelemahan unik. Berbeda dengan
pendekatan universal, kepemimpinan situasional menuntut pemimpin untuk
menjadi serba bisa. Pemimpin harus mengakui keunikan setiap anggota tim
dan membuat keputusan yang paling bermanfaat untuk kelompok, membantu
mereka mencapai tujuan tertentu. Pendekatan ini menekankan adaptabilitas
dan pengakuan terhadap perbedaan individu dalam upaya mencapai
kesuksesan bersama.
d. Meningkatkan Produktivitas
Dalam kepemimpinan situasional, peningkatan produktivitas dapat terjadi
karena model ini mengoptimalkan kekuatan individu dalam tim. Pemimpin
menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan karakteristik masing-masing
anggota, memungkinkan mereka bekerja dengan efisien dan akurat. Berbeda
dengan pendekatan universal, pendekatan ini menghindari 'memaksa'
kebijakan yang tidak sesuai, dan sebaliknya, mengakui serta memanfaatkan
keunikan setiap karyawan. Ini menciptakan lingkungan dimana karyawan
merasa didukung dan dapat memberikan kontribusi sebaik mungkin, yang
pada gilirannya meningkatkan produktivitas tim.
e. Mendorong Empati
Empati adalah praktik menempatkan diri Anda pada posisi orang lain. Ketika
Anda melihat dunia dari sudut pandang orang lain, akan lebih mudah bagi
Anda untuk berbelas kasih kepada mereka, memahami proses pengambilan
keputusan mereka, dan menyiapkan mereka untuk sukses. Kepemimpinan
situasional berhasil terutama karena menumbuhkan empati. Saat
membayangkan pendekatan ini, pemimpin harus mengenal setiap anggota tim
dan menilai kekuatan dan kelemahan mereka. Mempelajari lebih banyak
tentang karyawan mereka membantu para pemimpin membuat keputusan yang
tepat bagi mereka dan kelompok.
f. Meningkatkan Kesadaran Diri
Selain membantu para pemimpin lebih menjadi mengenal anggota
pemerintahan, kepemimpinan situasional juga membantu para pemimpin
menjadi lebih sadar akan diri mereka sendiri, kebiasaan mereka, kekuatan
mereka, dan kekurangan mereka. Pemimpin situasional terus-menerus
menciptakan situasi dan membuat keputusan berdasarkan apa yang akan
menguntungkan tim mereka dan membantu mereka mencapai tujuan tertentu.
Melalui proses pengambilan keputusan ini, para pemimpin belajar banyak
tentang gaya kepemimpinan bawaan mereka dan sifat-sifat apa yang perlu
mereka kembangkan. Misalnya, seorang pemimpin mungkin mendapati bahwa
mereka cenderung memiliki gaya kepemimpinan Telling, bahkan dalam situasi
di mana Mendelegasikan lebih masuk akal. Mereka dapat menggunakan
penemuan ini untuk memeriksa diri mereka sendiri dan memastikan mereka
hanya berlatih Bercerita pada saat yang paling tepat. Anda tahu bahwa kami
menawarkan Tes Penilaian Kepemimpinan Gratis. Silahkan angkat dan cari
tahu kekuatan kepemimpinan Anda dan bidang pengembangannya.
g. Meningkatkan Semangat dan Menciptakan Lingkungan Kerja yang
Mendukung
Pemimpin yang menganut model kepemimpinan situasional mungkin juga
melihat peningkatan moral di antara anggota tim mereka. Ketika pemimpin
mereka berempati dan memilih gaya kepemimpinan yang selaras dengan
tingkat pengetahuan dan antusiasme mereka, maka masuk akal bahwa anggota
tim akan lebih bahagia di tempat kerja dan lebih puas dengan pekerjaan
mereka. Karyawan yang bahagia dan puas cenderung melakukan pekerjaan
lebih baik dan lebih terlibat. Mereka juga kecil kemungkinannya untuk pindah
pekerjaan dan mencari pekerjaan lain, yang berarti bisnis mungkin akan
merasakan berkurangnya pergantian karyawan
h. Meningkatkan Kolaborasi
Mempraktikkan kepemimpinan situasional juga dapat memudahkan anggota
waktu Anda untuk berkolaborasi. Pemimpin situasional tidak membuat
kegagalan. Kadang- kadang, seorang pemimpin menilai kematangan tim dan
memutuskan bahwa pendekatan Menceritakan atau Menjual adalah yang
terbaik. Dalam kasus lain, mereka memutuskan bahwa tim tersebut lebih
matang dan dapat menangani pendekatan Berpartisipasi atau Mendelegasikan.
Dalam situasi sebelumnya, pemimpin telah memutuskan bahwa mereka
memerlukan lebih banyak arahan dan mereka perlu melakukan lebih banyak
pembicaraan. Mereka tidak menempatkan tempat dalam posisi yang banyak
berkolaborasi ketika mereka belum siap. Dalam situasi terakhir, pemimpin
telah memutuskan bahwa timnya memiliki keterampilan dan/atau keinginan
untuk menangani tugas tertentu. Karena mereka mampu melakukan hal
tersebut, pemimpin dapat mengambil langkah mundur dan memberi mereka
kesempatan untuk bekerja sama menyelesaikan sesuatu.
i. Mendorong Berpikir Kritis
Pemimpin terbaik adalah pemikir kritis. Mereka tidak percaya pada solusi
yang mudah dan mereka bersedia beradaptasi sesuai kebutuhan untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada tim mereka dan menghasilkan hasil
terbaik bagi perusahaan mereka. Kepemimpinan situasional menuntut
pemikiran kritis yang berkelanjutan. Pemimpin harus secara teratur
menjalankan tim mereka dan tujuan yang ingin mereka capai, kemudian
membuat keputusan berdasarkan evaluasi mereka. Berpikir keterampilan
berpikir kritis yang lebih kuat akan bermanfaat bagi para pemimpin saat ini
dan di masa depan. Mereka akan lebih siap untuk mengambil keputusan sulit
dan menemukan solusi yang memberikan hasil terbaik bagi sebanyak mungkin
orang Kurangnya Kepemimpinan Situasional Selain kelebihan yang dibahas di
atas, Anda juga harus memahami beberapa kelemahan kepemimpinan
situasional.

Kelemahan :
a. Membutuhkan Banyak Hal dari Pemimpin
Kepemimpinan situasional bukan untuk orang yang lemah hati. Hal ini
memerlukan penilaian berkelanjutan terhadap anggota tim dan pengambilan
keputusan yang cermat untuk memilih pendekatan yang paling sesuai dalam
setiap skenario. Karena kepemimpinan situasional memerlukan banyak
tanggung jawab dari mereka yang bertanggung jawab, hal ini mungkin tampak
menakutkan pada awalnya. Meskipun kerangka kerja ini relatif sederhana,
namun tetap memerlukan banyak ketelitian dan perhatian terhadap detail, yang
mungkin terasa sulit, terutama bagi para pemimpin baru. Kabar baik adalah
latihan itu ampuh. Semakin banyak pemimpin yang menerapkan kebijakan
situasional, semakin mudah memberikan waktu dan mengambil keputusan
berdasarkan tingkat kematangan anggota.
b. Menilai Karyawan Bisa Rumit
Berbicara mengenai tim evaluasi, salah satu tantangan terbesar yang terkait
dengan kepemimpinan situasional adalah gagasan untuk menilai karyawan
atau menilai mereka berdasarkan tingkat kematangan mereka. Terkadang,
terlihat jelas bahwa suatu kelompok tidak berpengalaman dan memerlukan
gaya kepemimpinan Telling. Dalam kasus lain, mungkin sulit untuk
memutuskan antara pendekatan Telling dan Selling terutama ketika Anda
bekerja dengan tim baru atau tidak mengenal karyawan Anda dengan baik.
c. Tim Mungkin Berjuang dengan Pergeseran yang Berkelanjutan
Banyak pemimpin tertarik pada model kepemimpinan situasional yang buruk.
Namun, pada awalnya mungkin sulit bagi anggota tim untuk menyesuaikan
diri dengan gaya kepemimpinan yang sering berubah. Karyawan mungkin
bingung mengapa pemimpin mereka terkadang memberi tahu mereka apa
yang harus dilakukan dan terkadang memberi mereka banyak kebebasan untuk
membuat pilihan sendiri. Mereka mungkin juga menjadi frustasi jika mereka
tidak memahami alasan dibalik keputusan kebijakan tersebut. Untuk
mencegah kebingungan, akan sangat membantu jika tim pemimpin
menjelaskan pendekatan mereka dan memberi tahu tim alasan mereka
menanamkan gaya kepemimpinan tertentu. lakukan dan terkadang memberi
mereka banyak kebebasan untuk membuat pilihan sendiri. Mereka mungkin
juga menjadi frustasi jika mereka tidak memahami alasan dibalik keputusan
kebijakan tersebut. Untuk mencegah kebingungan, akan sangat membantu jika
tim pemimpin menjelaskan pendekatan mereka dan memberi tahu tim alasan
mereka menanamkan gaya kepemimpinan tertentu.
d. Memberikan Banyak Perhatian
Beberapa pemimpin berjuang dengan tuntutan tambahan yang menjadi
perhatian mereka dalam kepemimpinan situasional. Mereka mungkin merasa
sibuk selalu menilai anggota tim dan tidak punya waktu untuk tugas lain.
e. Bisa Menjadi Stress
Awalnya, pendekatan kepemimpinan situasional bisa terasa lebih
menegangkan dibandingkan model kepemimpinan lainnya.
Antara perhatian berkelanjutan yang harus diberikan pemimpin pada anggota
kolektif pada gaya kepemimpinan yang sering berubah, ada banyak hal yang
terjadi setiap hari. Beberapa pemimpin bahkan mungkin mulai merasa bosan
saat pertama kali bereksperimen dengan pendekatan ini. Ketika para pemimpin
menjadi lebih nyaman dengan berbagai gaya yang terkait dengan
kepemimpinan situasional, proses pengambilan keputusan mana yang akan
digunakan akan menjadi lebih sedikit stres. Beralih di antara berbagai gaya
juga akan menjadi lebih mudah.
f. Lebih Berfokus pada Jangka Pendek Dibandingkan Jangka Panjang
Beberapa batasan model kepemimpinan situasional mengatakan bahwa model
ini lebih berkonsentrasi pada pencapaian jangka pendek daripada perubahan
jangka panjang.
g. Bisa Menjadi Tidak Efisien
Beberapa kritik juga mengatakan bahwa kepemimpinan situasional tidak
efisien. Mereka berpendapat bahwa para pemimpin tidak punya waktu untuk
terus-menerus membiarkan situasi dan memutuskan gaya kepemimpinan mana
yang paling berhasil.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam penelusuran konsep kepemimpinan melalui lensa teori kontingensi dan
situasional, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan bukanlah suatu entitas statis,
melainkan dinamis dan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan konteks spesifik.
Teori kepemimpinan kontingensi, seperti yang dikembangkan oleh Fiedler,
menekankan peran faktor kontingensi seperti hubungan pemimpin-bawahan, struktur
tugas, dan tingkat kekuasaan. Di sisi lain, teori kepemimpinan situasional, seperti
model Hersey-Blanchard, menyoroti pentingnya pemimpin untuk memahami dan
menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan tingkat kesiapan dan kompetensi bawahan.

Kelebihan dari pendekatan kepemimpinan situasional melibatkan fokus pada adaptasi


dan penyesuaian terhadap situasi dan kematangan bawahan, yang dapat meningkatkan
produktivitas, semangat kerja, dan kolaborasi. Model ini juga merayakan
keberagaman dan individualitas anggota tim serta mendorong pengembangan
keterampilan kepemimpinan yang lebih baik. Namun, pendekatan ini memerlukan
perhatian yang intensif dari pemimpin dan dapat menjadi rumit dalam menilai
karyawan.

Meskipun terdapat kelebihan, tetapi juga ada kelemahan, seperti membutuhkan


banyak perhatian dari pemimpin, penilaian karyawan yang kompleks, dan risiko tim
yang mungkin mengalami kesulitan dengan pergeseran kepemimpinan yang
berkelanjutan. Oleh karena itu, pemimpin perlu memahami baik kelebihan maupun
kelemahan dari pendekatan ini sebelum mengimplementasikannya dalam konteks
organisasi mereka.

Dalam menghadapi dinamika masyarakat dan organisasi yang terus berubah,


pemahaman yang mendalam terhadap teori kepemimpinan kontingensi dan situasional
dapat memberikan wawasan yang berharga bagi para pemimpin yang ingin
mengembangkan gaya kepemimpinan yang adaptif dan responsif terhadap tantangan
dan perubahan situasional di sekitar mereka. Sebagai pemimpin, memahami peran
konteks dan situasi dalam pengambilan keputusan kepemimpinan dapat menjadi kunci
untuk mencapai keberhasilan jangka panjang dalam membimbing dan mengelola tim.
B. Saran
Pengembangan lebih lanjut melibatkan penelitian lebih lanjut tentang implementasi
praktis dari teori kepemimpinan kontingensi dan situasional dalam berbagai konteks
organisasi. Selain itu, mempertimbangkan aspek-aspek praktis seperti pelatihan
pemimpin dalam menerapkan pendekatan ini, dan bagaimana mereka dapat mengatasi
tantangan yang mungkin timbul, dapat menjadi langkah-langkah strategis untuk
meningkatkan efektivitas kepemimpinan dalam organisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, S., Yanuarsari, R., Suwandana, C., Romansyah, R., Farid, M., Supriatna, A., ...
& Rahman, A. A. A. (2023). Kepemimpinan Dalam Organisasi Pendidikan. (Eds.)
Didin Wahyudin & Hendi S Muchtar.

Daft, R. L. (2013). Era Baru Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.

Ifatun, Z. (2017). Contingency Leadership Theory / Pendekatan Situasional.

Anda mungkin juga menyukai