Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak usia dini adalah sosok individu yang unik. Anak usia dini berada
pada rentang usia0-8 tahun. Pada masa ini anak berada di periode keemasan
dan pertumbuhan. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan
anak pada masa ini bergerak dengan cepat dan merupakan dasar bagi
perkembangan tahap selanjutnya.
Kemampuan membina hubungan adalah kemampuan untuk mengelola
emosi orang lain, sehingga tercipta keterampilan sosial yang tinggi dan
membuat pergaulan seseorang menjadi lebih luas. Anak-anak dengan
kemampuan ini cenderung mempunyai banyak teman, pandai bergaul dan
menjadi lebih populer.Kemampuan membina hubungan ini mulai tumbuh
ketika anak mencapai tahap perkembangan operasional kongkrit. Kehadiran
teman sebaya sangat berarti bagi mereka, oleh karena itu keinginan untuk
membina hubungan dengan teman dapat memotivasi anak mengembangkan
kecerdasan emosional dalam hal membina hubungan dengan orang lain.
Agar lima wilayah kecerdasan emosional yang dikenalkan pada anak bisa
tersampaikan dengan baik, perlu juga didukung dengan kemampuan
kecerdasan emosional orang tua maupun guru. Para orang tua dan guru adalah
orang terdekat anak-anak, oleh karena itu mereka perlu memberikan teladan
terlebih dahulu agar anak yang mempunyai potensi luar biasa bisa mempelajari
keterampilanemosional dari orang-orang dewasa terdekatnya secara lebih baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana Latihan Berkomunikasi yang Membahagiakan Orang Lain?
2. Bagaimana Berkomunikasi Positif Terhadap Orang Lain?
3. Bagaimana Bermain Peran; Memberi; Menolong Orang Lain?
4. Bagaimana Latihan Berdialog?
5. Bagaimana Latihan Kompromi?

1
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuannya adalah sebagai
berikut.
1. Menjelaskan Latihan Berkomunikasi yang Membahagiakan Orang Lain.
2. Menjelaskan Berkomunikasi Positif Terhadap Orang Lain.
3. Menjelaskan Bermain Peran; Memberi; Menolong Orang Lain.
4. Menjelaskan Latihan Berdialog.
5. Menjelaskan Latihan Kompromi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latihan Berkomunikasi yang Membahagiakan Orang Lain
Komunikasi secara etimologis atau menurut akar katanya adalah

comonis, tetapi bukan berarti komunis dalam kegiatan politik.Jadi, komunikasi

berlangsung bila antara orang-orang terlibat terdapat kesamaan makna

mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Komunikasi adalah proses ganda,

dimana dalam berinteraksi apa yang kita bicarakan dan ucapkan, akan memiliki

pengaruh baik pada kita maupun orang yang kita ajak bicara. Jika anak-anak

berbicara sesuatu yang positif dan mendorong orang lain, mereka akan

mendapatkan sesuatu yang positif sebagai balasannya. Ini berarti bahwa kita

mendapatkan kembali apa yang kita ucapkan atau bicarakan; kata-kata buruk,

bicara yang tidak benar atau kasar akan memantul kembali pada kita.Anak

belajar berkomunikasi adalah dengan menirukan bagaimana orang lain

berbicara dan berinteraksi. Anak-anak selalu mengamati bagaimana orang tua

mereka, saudara-saudarinya, keluarga atau lingkungannya berbicara dan

berkomunikasi. Dalam banyak kasus, seni komunikasi datang secara alami

kepada anak-anak dengan proses pengulangan.

Kemampuan berkomunikasi pada anak memang perlu dilatih dengan baik


sebagai bekal dalam menjalin hubungan sosial. Keterampilan berkomunikasi
bukan sekadar kemampuan berbicara, tetapi mampu menyampaikan dengan
baik kepada orang lain sekaligus juga mampu memahami dan memberikan
respon atas komunikasi yang dijalin oleh orang lain.Keterampilan
berkomunikasi ini bisa kita latih dengan cara kita meminta anak untuk
mengungkapkan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya dengan jelas.
Ketika anak menyampaikan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya,

3
kita mendengarkan dengan saksama sambil sesekali merespon dengan
pertanyaan baru, kenapa membutuhkan hal tersebut, apa alasannya, dan
seterusnya.
Didalam komunikasi yang baik, sudah tentu harus ada keselarasan antara
dua pihak atau lebih dari orang yang sedang menjalin komunikasi. Di sinilah
anak-anak juga kita latih untuk bisa mendengarkan dengan baik ketika orang
lain menyampaikan sesuatu, kita latih juga memahami ekspresi dan gerak
nonverbal orang lain dalam berkomunikasi. Misalnya, ketika kita bertamu dan
mendapati tuan rumah sudah menguap-apalagi berkali-kali menguap-atau tuan
rumah sesekali melihat jam, hendaknya kita memahami situasi dan segera
menyudahi pembicaraan untuk mohon pamit.
Sementara anak-anak memiliki masalah dan kekhawatiran mereka
sendiri. Jika mereka juga memiliki kebiasaan menceritakan tanpa henti
masalah mereka, maka sangat penting untuk mendengarkan mereka, sehingga
mereka akan didorong untuk membuka pikiran mereka. Anak-anak akan
memiliki banyak hal yang perlu dibicarakan dan mereka membutuhkan
seseorang yang dapat mendengarkan pikiran mereka dan memecahkan masalah
mereka. Banyak orangtua hanya gagal untuk mendengarkan anak-anaknya.
Sebaliknya, mereka malah mencoba mengendalikan anak-anak dengan
memberitahu mereka apa yang harus mereka lakukan. Padahal dengan
mendengarkan mereka secara aktif dan terus menerus justru akan membantu
meningkatkan hubungan orang tua dengan anak-anak, dan orang tua pun juga
bisa banyak belajar melalui mereka dan memahami mereka. Orang tua justru
perlu untuk mendorong anak untuk berbicara dan mengekspresikan pendapat
mereka. Biarkan mereka mengetahui pentingnya mendengarkan orang lain
terlebih dahulu sebelum berbicara dengan mereka.
Dalam mengajarkan seni komunikasi yang efektif kepada anak, dapat

dilakukan dengan jenis kegiatan apapun asalkan kegiatan tersebut mendorong

anak-anak untuk berbicara dan mendengarkan. Selain itu anak-anak juga dapat

terdorong untuk berbicara dengan orang lain. Kegiatan itu bisa berupa

4
cerita/story telling, menelpon seseorang, meminta menceritakan kembali

dengan kata-katanya sendiri, dan lain sebagainya.Dalam kegiatan tersebut,

orang tua dapat mengajarkan anak bagaimana komunikasi aktif dan bermakna

terjadi antara dua orang, dasar-dasar berkomunikasi serta melatih bagaimana

bersikap sopan pada waktu berbicara dengan orang lain.

1) Pentingnya Komunikasi Keterampilan Non-Verbal


Keterampilan non-verbal adalah sama pentingnya dengan kemampuan
verbal, karena orang selalu menggunakan ekspresi non-verbal untuk
menyampaikan ide-ide mereka dan ekspresi. Bahasa tubuh bisa membantu
orang dalam percakapan tanpa kata-kata dengan orang lain. Percakapan
tersebut dapat terjadi diantara dua orang yang berbeda budaya atau bahasa.
Oleh sebab itu anak perlu untuk mempelajari arti ekspresi wajah, gerakan
tubuh mulai dari kepala, mata, tangan dan lain sebagainya.
2) Mendorong Anak Berpidato
Kelas di sekolah bukan tempat yang tepat untuk belajar.bagaimana

berbicara, karena merupakan lingkungan yang terkendali, dimana guru yang

banyak berbicara. Umumnya anak-anak menjadi pendengar pasif di kelas.

Sementara itu, rumah bisa menjadi tempat di mana anak-anak dapat belajar

bagaimana berbicara. Doronglah anak agar bebas berbicara dengan

membiarkan mereka mengeluarkan pendapat mereka.Seringkali anak-anak

merasa malu dan menarik diri, ketika berbicara dengan guru dan teman-

teman. Kadang-kadang, mereka bahkan mengalami masalah harga diri.

Orang tua perlu mendorong anak-anak mereka untuk meruntuhkan

hambatan tersebut. Orang tua juga harus memainkan peran aktif untuk

membantu anak-anak mereka belajar dan menguasai seni komunikasi yang

efektif. Kita juga bisa melatih keterampilan berkomunikasi ini dengan

5
meminta anak tercinta untuk menyampaikan apa yang sedang ia rasakan

atau menggambarkan perasaannya. Misalnya, seusai sang anak melihat

kecelakaan di sebuah perjalanan, di rumah kita bisa bertanya kepada anak

kita tentang bagaimana perasaanya ketika melihat kecelakaan tersebut. Di

samping melatih berkomunikasi, latihan ini juga mengembangkan empati

pada anak.

B. Berkomunikasi Positif terhadap Orang Lain


Dengan perhatian positif dari orang tuanyaanak-anak selalu melakukan
sesuatu dengan baik. Anak-anak menginginkan cinta dan kasih sayang tak
terbatas dari orang tuanya. Oleh karena itu orang tua seharusnya menghindari
menggunakan kata-kata negatif yang akan membuat mereka pun jadi
berpikiran negatif. Sebaliknya, jika anak-anak melakukan sesuatu yang baik,
orang tua harus melengkapi mereka dengan kata-kata yang baik pula.Tidaklah
mudah, orang tua pun memerlukan latihan.Bagian terpenting dari latihan
tersebut adalah untuk membiarkan anak-anak tahu bahwa memuji atau
mengucapkan kata-kata yang baik selalu lebih baik bagi mereka. Anak-anak
pun pada akhirnya dapat memahami bahwa mengucapkan kata-kata yang baik
kepada orang lain akan menciptakan hubungan yang harmonis pribadi.
Beberapa kata pujian atau kata positif yang bisa diterapkan antara lain: Bagus,
Hebat, Menakjubkan, Aku sangat bangga padamu, Aku senang kamu
melakukannya, Itu benar-benar baik, Itu ide bagus, Kau jenius, Aku sayang
padamu dan kata baik lainnya.
Komunikasi positif dapat dikatakan secara mudah, sebenarnya yaitu,
dimana terjadi suatu komukasi dengan intensi adanya pencapaian pengertian
yang sama antara kedua belah pihak terhadap peasan yang disampaikan dengan
tetap melakukan respectk dalam prosesnya kalau tidak ada kompenan dari yang
diatas maka larinya komunikasi tersebut adalah negative, artinya tidak ada
komunikasi dan perolehan yang ditimbulkannya berdampak pada kebosanan,

6
adanya asumsi image yang kurang baik mungkin perpecahan, kalau ada
komunikasi positif semuanya dapat dilakukan malah berbuah sinergi.
Memang ada yang berperan sebagai Devil Advokat dalam suatu
komunikasi sebuah kelompok. Tetapi itu biasanya dilakukan dalam suatu tim
dan bermaksud mengarahkan kelompok tersebut agar melakukan sesuatunya
lebih baik lagi atau dengan kata lain yang melakukan devil advokat harus
berintensi untuk memajukan kelompoknya. Tapi kalau intensinya untuk
menunjukkan kesalahan orang lain dan menonjolkan diri, disini komunikasi
akan berlari ke arah negatif alias tak akan ada achievement yang akan
dihasilkan kelompok tersebut.Cara mendengarkan yang baik adalah :
1) Dengarkan gagasannya bukan fakta dan tanyalah diri sendiri apa yang
pembicara maksudkan.
2) Nilailah isinya, bukan cara penyampaiannya.
3) Dengarkan dengan penuh harapam, jangan langsung kehilangan minat
4) Jangan cepat menarik kesimpulan
5) Sesuaikan pencatatan anda dengan pembicaraan
6) Pusatkan perhatian, jangan mulai bermimpi dan jagalah mata anda agar
tetap tertuju pada pembicaraan
7) Jangan mendahului pikiran pembicara, anda akan kehilangan jejak.
8) Dengarlah dengan sungguh-sungguh waspada dan bergairah.
9) Kendalikan emosi waktu mendengar
10) Bacalah fikiran anda, berlatihlah untuk menerima informasi baru.
11) Bernafaslah perlahan dan dalam-dalam
12) Jangan tegang santai sajalah.

Ada beberapa etika dan etiket ketika berkomunikasi yang baik atau positif
dengan orang lain, yaitu sebagai berikut.
a) Jujur tidak berbohong
b) Bersikap Dewasa tidak kekanak-kanakan
c) Lapang dada dalam berkomunikasi
d) Menggunakan panggilan / sebutan orang yang baik

7
e) Menggunakan pesan bahasa yang efektif dan efisien
f) Tidak mudah emosi / emosional
g) Berinisiatif sebagai pembuka dialog
h) Berbahasa yang baik, ramah dan sopan
i) Menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan
j) Bertingkahlaku yang baik

C. Bermain Peran; Memberi; Menolong Orang Lain


1. Bermain Peran
Bermain peran dalah metode pembelajaran untuk memecahkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan
yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan
remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya.
Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan
akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa
untuk memecahkannya (Depdiknas, 2010: 23).
Program kegiatan belajar dalam rangka pembentukan perilaku afeksi,
dapat dilakukan melalui kegiatan bermain peran. Bermain peran adalah
suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan cara berakting pada suatu
situasi yang pernah dilihatnya atau yang merupakan pengalamannya.
Mereka membuat peraturan dan pura-pura menjadi orang lain, dengan
menggunakan benda nyata atau tiruan. Anak-anak akan merasa sangat
senang saat mereka dapat berperan sebagai orang lain.
Dalam permainan ini anak dapat mengembangkan kemampuan sosial
emosional. Melalui permainan ini daya imajinasi, kreativitas, empati serta
penghayatan anak dapat berkembang. Anak dapat mengekspresikan
berbagai macam emosinya tanpa takut, malu ataupun ditolak oleh

8
lingkungannya. Anak juga dapat mengeluarkan emosinya yang terpendam
karena tekanan sosial. Dalam bermain peran seorang anak dapat memainkan
tokoh yang pemarah, baik hati, takut, penuh kasih, dan lain sebagainya.
Metode bermain peran merupakan salah satu metode yang banyak
dipergunakan di Taman Kanak-kanak. Menurut Sofia (2005: 113) bermain
peran atau bermain pura-pura yakni memerankan tokoh-tokoh atau benda-
benda sekitar anak pada situasi tertentu sehingga dapat dipakai oleh anak
untuk mengembangkan daya khayal atau majinasi sehingga dapat
menghayati tujuan dari kegiatan tersebut. Melalui kegiatan bermain peran
anak dapat bermain aktif serta terlibat secara langsung.
Metode bermain peran dapat digunakan untuk mendukung proses
belajar mengajar menjadi lebih berkesan, dan menyenangkan. Selain itu,
metode bermain peran pada anak telah menciptakan situasi belajar anak
menjadi lebih aktif. Slamet Suyanto (2005: 126) menyatakan bahwa dalam
bermain peran anak dapat mengembangkan kemampuan bahasa,
komunikasi, belajar matematika, dan memahami peran-peran dalam
masyarakat. Dengan demikian, metode bermain peran mampu
mengembangkan kemampuan emosional anak, sehingga membuat hidup
mereka terasa lebih menyenangkan karena emosilah anak akan merasakan
getaran-getaran perasaan dalam dirinya maupun orang lain.
Kaitanya dalam pembelajaran di Taman Kanak-kanak, sosiodrama
adalah suatu cara mengajar dengan cara mengajar dengan jalan
mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial, pada
permainan ini titik tekan ada pada keterlibatan emosional dan pengamatan
indra kedalam suatu situasi masalah yang dihadapi secara nyata.Peranan
sosiodrama dapat digunakan apabila :
a. Pelajaran dimaksudkan untuk melatih dan menanamkan pengertian dan
perasaan seseorang.
b. Pelajaran dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial
dan rasa tanggung jawab dalam memikul amanah yang telah
dipercayakan.

9
c. Jika mengharapkan partisipasi kolektif dalam mengambil suatu
keputusan.
d. Apabila dimaksudkan untuk mendapatkan ketrampilan tertentu sehingga
diharapkan siswa mendapatkan bekal pengalaman yang berharga, setelah
mereka terjun dalam masyarakat kelak.
e. Dapat menghilangkan malu, dimana bagi siswa yang tadinya mempunyai
sifat malu dan takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan
masyarakat dapat berangsur-angsur hilang, menjadi terbiasa dan terbuka
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya/
f. Untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa
sehingga amat berguna bagi kehidupannya dan masa depannya kelak,
terutama yag berbakat bermain drama, lakon film dan sebagainya.
2. Memberi
Mendidik anak jadi dermawan bukan soal mudah. Terutama untuk membuat

mereka benar-benar paham bahwa memberi lebih baik dari menerima. Untuk itu,

diperlukan pemahaman komprehensif untuk mulai mengajarkan anak memberi

dan menerima. Mengucap terima kasih dan tersenyum Anak hanyalah mencontoh.

Tidak mungkin mereka berbuat baik jika lingkungan dan keluarganya berlaku

buruk. Membesarkan anak berarti mengubah sebagian besar tindakan. Anda bisa

memulainya dengan membiasakan mengucap terima kasih sambil

tersenyum ketika menerima sesuatu dari orang lain. Ini memperkenalkan anak

pada dua hal, yaitu sopan santun dan memberikan kebaikan sehingga orang lain

merasa dihargai.

Memupuk perilaku memberi sejak dini, Dimulai dari orang tua dengan

sebuah tindakan kecil, ajarkan anak sejak dini untuk segera memberi setelah

mereka menerima hadiah dalam momen apa pun. Ini akan mengajarkan mereka

lebih baik memberi daripada menerima. Tidak perlu hal besar, menyiapkan hadiah

10
berupa makanan dari rumah untuk tetangga di sekitar juga bisa mengajar anak

lebih dermawan. Ungkapan mengatakan, "Seberapa banyak Anda memberi,

sebanyak itulah Anda menerima." Sebaliknya, ketika Anda menerima, saat itulah

Anda perlu memberi. Memang, memberi dan menerima merupakan dua hal yang

perlu diajarkan pada anak secara seimbang. Bukan sekadar mengisi momen

tertentu, tetapi menjadikannya kebiasaan dalam berperilaku.

Vicki Hoefle, seorang ibu sekaligus penulis buku Duct Tape Parenting: A

Less is More Approach to Raising Respectful, Responsible, and Resilient

Kids mengatakan, memperkenalkan anak dengan kebaikan kecil yang

berhubungan dengan perilaku memberi sesuai ketertarikan anak dapat membuat

perbedaan besar yang membuat anak lebih dermawan. Ia sendiri mengajarkan

anaknya untuk menyisihkan sedikit uang untuk beramal tiap minggu, yang secara

mengejutkan dibayarkan sang anak pada sebuah penampungan setelah uang

terkumpul selama tiga tahun. Bicarakan pada anak untuk memberi bantuan

Sebuah studi tahun 2013 untuk PBB di Indiana University Lilly Family School of

Philantrophy menemukan, anak yang orangtuanya berbicara mengenai memberi

bantuan (dalam hal apapun --uang, energi, atau waktu--pada siapa pun) ternyata

20 persen lebih dermawan dibanding anak dengan orangtua yang tidak pernah

membahas hal tersebut.

Peneliti juga mengatakan, sekadar memberi contoh belumlah cukup jika

tidak disertai bicara dan menjelaskan mengenai pentingnya apa yang kita berikan

bagi kebutuhan orang lain. Misalnya menyumbang baju, membantu tetangga,

menyumbang darah, termasuk membantu orang tua, dan merawat hewan. Hoefle

11
juga menyarankan pada orangtua untuk tidak memutuskan sendiri apa yang

sebaiknya anak lakukan agar lebih dermawan. Paksaan hanya membuat mereka

malas. Sebaliknya, libatkan anak dalam percakapan untuk memutuskan sendiri

apa yang bisa mereka berikan untuk membantu orang lain.

3. Menolong Orang Lain


Ajarkan tolong menolong pada anak itu penting. Sebab, sebagai mahluk

sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri. Selalu butuh bantuan dalam bentuk

tolong menolong dengan orang lain. Keterampilan sosial ini terkait dengan

keterampilan sosial lain seperti simpati dan empati. Menolong menumbuhkan

kesadaran diri pada anak untuk membantu orang lain dan dapat mengembangkan

sikap kepedulian sosialnya, sehingga ia diterima di lingkungan kelompok

pertemanan maupun lingkungan sosial lain yang lebih luas. Meski terlahir sebagai

mahluk sosial, bukan berarti kemampuan tolong menolong ini serta-merta

dikuasai anak. Tanpa diajarkan dan latihan, bukan mustahil anak akan tumbuh

menjadi pribadi egois, tak mudah mengulurkan tangan, sedikit teman, dan pada

tingkatan parah akhirnya akan dijauhi lingkungan. Tanamkan pada anak, tidak ada

ruginya saling tolong menolong, karena setiap kebaikan akan berbalas dengan

kebaikan. Ulurkan tangan atau tolong menolong setiap saat pada siapa saja yang

membutuhkan.

Tapi tentu saja harapan akan jauh panggang dari api kalau orangtua hanya

memberikan penjelasan tanpa contoh langsung tentang tolong menolong. Ingatlah,

contoh konkret lebih mudah diserap anak. Selain itu orangtua juga diharapkan

menciptakan kondisi yang merangsang semangat tolong menolong anak, semisal

dengan mengajak anak ke panti asuhan, memberikan bantuan ke tempat-tempat

12
bencana alam atau mengunjungi saudara-saudaranya yang kurang beruntung.

Gunakan kata-kata positif saat memintanya melakukan sesuatu. Contoh, “Sayang,

tolong ambilkan botol susu Adek di meja ya.” Setelah dilakukan jangan lupa

mengucapkan terima kasih. Berikan penguatan berupa pujian sederhana, misalnya,

“Terima kasih. Anak Mama memang pinter, mau menolong mengambilkan botol

susu Adek.” Dengan demikian anak tahu, perbuatannya itu adalah sesuatu yang

diharapkan orangtua, sehingga besok-besok ia akan mengulangi perilaku tolong

menolong tersebut.

D. Latihan Berdialog
Pengertian Umum, dialog adalah proses komunikasi antara 2 atau lebih.

Dalam pembelajaran untuk anak usia dini latihan berdialog sangat penting karena

berdialog melatih anak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan bersosialisasi

yang sempurna. Latihan dialog ini dalam pembelajaran anak usia dini dapat kita

lakukan dengan bentuk kegiatan sosiodrama, bermain peran atau bisa Tanya

jawab lagsung atau diskusi baik antara anak dengan anak- antara anak dengan

guru, dimana antara kedua responden tersebut terjadi feedback atau saling

mengasih idea tau gagasan tentang apa yang sedang dipermasalahkan.

E. Latihan Kompromi
Kompromi atau kerjasama bisa kita latih pada anak sejak dini, hal ini akan
membentuk kepribadian anak kearah yang positif, melalui kerja sama ini nantinya
anak akan terbiasa untuk hidup tolong menolong antara sesamanya, dan bisa
diajak untuk kerjasama. Selain itu, social anak akan berkembang dengan
sempurna. Adapun bentuk kegiatan yang dapat kita lakukan untuk anak dalam
bentuk kompromi ini adalah dalam hal bermain peran atau dalam proses belajar

13
kita ajak anak bekerja sama untuk terbentuknya suatu pembelajaran yang
sempurna dan tujuan pembelajaran tercapai.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak-anak selalu mengamati bagaimana orang tua mereka, saudara-
saudarinya, keluarga atau lingkungannya berbicara dan berkomunikasi. Dalam
banyak kasus, seni komunikasi datang secara alami kepada anak-anak dengan
proses pengulangan. Komukasi dengan intensi adanya pencapaian pengertian
yang sama antara kedua belah pihak terhadap peasan yang disampaikan dengan
tetap melakukan respectk dalam prosesnya kalau tidak ada kompenan dari yang
diatas maka larinya komunikasi tersebut adalah negative.
Sosiodrama adalah suatu cara mengajar dengan cara mengajar dengan
jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial, pada
permainan ini titik tekan ada pada keterlibatan emosional dan pengamatan
indera kedalam suatu situasi masalah yang di hadapi secara nyata.Berdialog
melatih anak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan bersosialisasi yang
sempurna.Kompromi atau kerjasama bisa kita latih pada anak sejak dini, hal ini
akan membentuk kepribadian anak kearah yang positif.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca lebih memahami
mengenai Pengembangan Kemampuan Membina Hubungan dengan Orang
Lain sehingga pembaca mampu menambah wawasannya. Tentunya dalam
pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan. Oleh
sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat bagi
perbaikan makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah,Syaiful Bahri.2004.Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam
Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.
Slamet, Suyanto. 2005. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sofia, Hartati. 2005. Perkembangan Belajar pada Anak Usia Dini. Jakarta:
Depdiknas.

16

Anda mungkin juga menyukai