KOGAB API
KOGAB API
Konferensi Gabungan
Penyaji
dr. Andharu Primayudha Infantri
Moderator
Dr. dr. Heriyadi Manan, Sp.O.G, Subsp, F.E.R, MARS
Pembimbing
Dr. dr. Kms. Yusuf Effendi, Sp.O.G, Subsp. F.E.R
dr. Ziske Maritska, M.Si., Med
Dr. dr. Nur Rachmat Lubis, Sp.OT (K)
Penilai
Dr. dr. Rizani Amran, Sp.O.G, Subsp. F.E.R
dr. Firmansyah Basir, Sp.O.G, Subsp. Obginsos, MARS
Dr. dr. Peby Maulina Lestari, Sp.O.G, Subsp. K. Fm
Dr. dr. Patiyus Agustiansyah, Sp.O.G, Subsp. Onk, MARS
dr. Ratih Krisna, Sp.O.G, Subsp. Urogin-RE
Pembahas
dr. Dindadikusuma
dr. Devi Silvia
dr. Rizky Agustria
Telah dipresentasikan pada Hari Jumat, 26 Mei 2023, pukul 09.00 WIB
ii
KEPUTUSAN KONFERENSI GABUNGAN
Dilaksanakan pada Hari Jumat, 26 Mei 2023, pukul 09.00 WIB
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................ii
KEPUTUSAN KONFERENSI GABUNGAN...........................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN.....................................................................................1
II. REKAM MEDIS.....................................................................................2
2.1 Rekam Medis...........................................................................................2
2.1.1 Anamnesis Umum.................................................................................2
2.1.2 Anamnesis Khusus................................................................................3
2.1.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................................3
2.1.4 Pemeriksaan Penunjang........................................................................6
2.1.5 Diagnosis Kerja.....................................................................................15
2.1.6 Prognosis...............................................................................................15
2.1.7 Penatalaksanaan....................................................................................16
2.1.8 Follow-up..............................................................................................17
III. PERMASALAHAN...............................................................................33
IV. ANALISIS KASUS................................................................................34
V. SIMPULAN.............................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................70
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
REKAM MEDIS
2
3
PT + INR
Kontrol 13.60
Pasien 14.9 12 – 18
INR 1.05
APTT
Kontrol 31.6
Pasien 33.6 27 – 42
Kimia Klinik
Hati
AST/SGOT (U/L) 46 0-32
ALT/SGPT (U/L) 49 0-31
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa sewaktu (mg/dL) 88 <200
Ginjal
Ureum (mg/dL) 17 16.6-48.5
Asam urat (mg/dL) 4.3 <5.7
Kreatinin (mg/dL) 0.57 0.50-0.90
Imunoserologi
HbsAg Non-Reaktif
Hormon
FSH
Estradiol (pg/mL) 14 Fase folikular : 21-251
Puncak pertengahan
siklus : 38-649
Fase luteal : 21-312
Postmenopause:
Tanpa HRT : <10-28
Dengah HRT : <10-144
Free T4 (ng/dL) 1.05 0.70-1.48
TSHs (uIU/mL) 1.5754 0.3500-4.9400
Petanda Infeksi
TPHA Non-Reaktif
Anti HIV Non-Reaktif
9
Analisis Laboratorium
Jumlah sel yang dihitung : 100 sel
Jumlah sel yang dianalisis : 13 sel
Metode pewarnaan : G-Banding
Resolusi band (ISCN) 475
Kariotipe : mos45,X[98]/46,XY[2]
10
Interpretasi Hasil
Metafase yang dianalisis (13 sel) dan dihitung (100 sel) tidak tampak kelainan
struktur. Kariotipe mayoritas 45,X (98 sel). Perhitungan sel diperbanyak sampai
100 sel terdapat mosaicism dengan ditemukan kariotipe 46,XY pada 2 sel
(hilangnya 1 kromosom X) sesuai dengan varian sindrom Turner mosaicism /
overtestis DSD (OT DSD). Pada sindrom Turner klasik, gejala klinis yang tampak
adalah short stature, gonadal dysgenesis dan tanda kedewasaan yang tidak
berkembang, gangguan reproduksi disertai dengan amenorea primer. Pada kasus
OT DSD mungkin akan terdapat abdominal gonad dengan streak ovarium dan
testicular dysgenesis yang memberikan gambaran mixed gonadal dysgenesis.
Kondisi ini biasanya bukan akibat faktor keturunan, tetapi karena gangguan
pembelahan sel gamet post zygotic. Analisis kromosom tidak dapat
menyingkirkan variasi pathogen DNA.
Saran :
- Evaluasi abdominal gonad
- Konseling genetika
Assessment:
The BMD measured at Pediatric Spine L1-L4 is 0,607 g/cm2 with a Z-score of
-4,7 is significantly lower than normal limits for their age and sex
Assessment:
The BMD measured at Pediatric Femur Neck is 0,527 g/cm2 with a Z-score of
-4,1 is significantly lower than normal limits for their age and sex
The BMD measured at Pediatric Femur Neck Total is 0,543 g/cm2 with a Z-
score
of -4,1 is significantly lower than normal limits for their age and sex
2.1.6 Prognosis
Dubia
16
2.1.7 Penatalaksanaan
- USG lanjutan
- Pemeriksaan laboratorium
- Pasien direncanakan laparoskopi diagnostik
17
2.1.8 Follow-up
23.09.2022 S/ belum pernah haid. Pasien dirujuk oleh dr. Jamatul Firdaus,
Sp.OG dengan dx: Amenorea primer ec. Susp. MRKH. Pasien
OBGYN mengeluh belum pernah mendapatkan haid, keluhan nyeri
perut bagian bawah disangkal. BAB dan BAK biasa. Perut
membesar (-), nafsu makan biasa, berat badan dan nafsu
makan turun (-).
Riw. Keluarga penyakit yang sama disangkal
St. Sos-ek dan gizi baik
St. Reproduksi : amenorea primer
St. Pernikahan : belum menikah
St. Persalinan : P0A0
O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm
Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1
A/
Amenorea primer et causa susp. Sindroma Turner
P/
- USG Ginekologi
- Cek laboratorium
18
27.09.2022 S/ belum pernah haid. Pasien dirujuk oleh dr. Jamatul Firdaus,
Sp.OG dengan dx: Amenorea primer ec. Susp. MRKH. Pasien
OBGYN mengeluh belum pernah mendapatkan haid, keluhan nyeri
perut bagian bawah disangkal. BAB dan BAK biasa. Perut
membesar (-), nafsu makan biasa, berat badan dan nafsu
makan turun (-).
Riw. Keluarga penyakit yang sama disangkal
St. Sos-ek dan gizi baik
St. Reproduksi : amenorea primer
St. Pernikahan : belum menikah
St. Persalinan : P0A0
O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm
Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1
A/
Amenorea primer et causa susp. Sindroma Turner
P/
- USG Ginekologi
- Cek laboratorium
19
28.09.2022 S/ belum pernah haid. Pasien dirujuk oleh dr. Jamatul Firdaus,
Sp.OG dengan dx: Amenorea primer ec. Susp. MRKH. Pasien
OBGYN mengeluh belum pernah mendapatkan haid, keluhan nyeri
perut bagian bawah disangkal. BAB dan BAK biasa. Perut
membesar (-), nafsu makan biasa, berat badan dan nafsu
makan turun (-).
Riw. Keluarga penyakit yang sama disangkal
St. Sos-ek dan gizi baik
St. Reproduksi : amenorea primer
St. Pernikahan : belum menikah
St. Persalinan : P0A0
O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm
Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1
A/
Amenorea primer et causa susp. Sindroma Turner
P/
- USG Ginekologi
- Cek laboratorium
20
O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm
Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1
A/
Amenorea primer et causa susp. Sindroma Turner
P/
- Pro/ Laparoskopi diagnostik
21
O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm
ECG
Sinus, regular, axis normal, HR 89, gel. P normal, interval PR
0.14 sec, gel. QRS kompleks 0.08 sec, segmen ST normal, gel.
T normal, R/S v1 <1, RV6/V5+SV1 <35
Kesan : normal sinus rhytm
Foto thorax
Tidak tampak kelainan radiologis pada foto toraks saat ini
Laboratorium
22
Hb 11,3
WBC 7,31
Ht 36
PLT 301
BSS 88
Ur/Cr 17/0,57
AU 4,3
SGOT/SGPT 46/49
A/
Amenorea primer et causa susp. Sindroma Turner
Cor fungsional kompensata
Pulmo fungsional kompensata
P/
- Tatalaksana sesuai TS obgyn
08.30
Operasi dimulai
- Pasien terlentang dalam narkose, lalu pasien diposisikan
litotomi. Dilakukan aseptik-antiseptik dengan alkohol dan
povidon iodin 10% pada daerah abdomen, vulva, dan
sekitarnya. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril
- Dilakukan pengosongan kandung kemih dengan kateter FR
16
Dilakukan pemasangan teleskop laparoskopi dengan cara:
08.34
- Dilakukan insisi memanjang sepanjang 1 cm di umbilicus
sambal melakukan elevasi dinding abdomen
- Dilakukan insersi trochar dengan Teknik direct trochar
insertion, posisi saluran gas terbuka pada luka insisi sampai
menembus peritoneum
- Memasang teleskop dan memasang saluran gas dan
dilakukan pneumoperitoneum dengan gas CO2 sampai
pekak hati hilang
08.40
23
OBGYN O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm
Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1
Karyotyping kromosom :
45X/46XY
A/
Amenorea primer et causa Sindroma Turner
P/
- pil KB kombinasi 1x1
- Kontrol setiap bulan dengan follow up tanner stage
development score
- MRI pelvisError! Not a valid embedded object.
- Konsul bedah tulang untuk pemeriksaan bone density
26
18.01.2023 S/ kontrol untuk rencana MRI dan konsul bedah tulang untuk
pemeriksaan bone density
OBGYN
O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm
Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1
Karyotyping kromosom :
45X/46XY
A/
Amenorea primer et causa Sindroma Turner
P/
- pil KB kombinasi 1x1
- Kontrol setiap bulan dengan follow up tanner stage
development score
- MRI pelvic hari ini
- Konsul bedah tulang untuk pemeriksaan bone density
27
O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 86 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm
Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1
Karyotyping kromosom :
45X/46XY
A/
Amenorea primer et causa Sindroma Turner
P/
- Cek lab imunologi fungsi tiroid
- Rencana BMD dari bedah ortopedi
P/
- Pemberian Ca + Vit D
- Tidak ada tatalaksana khusus lain
O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm
Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1
Karyotyping kromosom :
45X/46XY
A/
Amenorea primer et causa Sindroma Turner
P/
- Pemberian Ca + Vit D
- Pil kb
29
O/
Sens : CM
TD : 100/70 mmHg
HR : 76 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm
Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M2
Karyotyping kromosom :
45X/46XY
A/
Amenorea primer et causa Sindroma Turner
P/
- Pemberian Ca + Vit D
- Pil kb
31
O/
Sens : CM
TD : 120/70 mmHg
HR : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm
Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M2
Karyotyping kromosom :
45X/46XY
A/
Amenorea primer et causa Sindroma Turner
P/
- Pemberian Ca + Vit D
- Pil kb
BAB III
PERMASALAHAN
33
BAB IV
ANALISIS KASUS
B. ETIOLOGI
Sebagian besar kasus amenorea primer disebabkan oleh defek
anatomi, peningkatan kadar follicle-stimulating horome (FSH),
hiperprolaktinemia, amenorea hipotalamus, atau sindrom ovarium
polikistik (SOPK) atau polycystic ovary syndrome (PCOS). Disgenesis
gonad termasuk sindroma Turner yang paling umum, yang mencapai 43%
dari kasus amenorea primer.1
Defek anatomi
Ketika uterus dan vagina sebagian atau seluruhnya tidak ada pada
karakteristik seksual wanita yang normal, diagnosis biasanya agenesis
34
35
C. EPIDEMIOLOGI
Insiden amenorea primer kurang dari 1% di Amerika Serikat. Tidak
ada variasi yang terlihat pada keseluruhan prevalensi amenorea primer
menurut kelompok etnis atau asal negara.1
Dalam suatu penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa 22,8%
(18/79) pasien dengan amenorea primer adalah dengan kelainan kromosom
baik numerik atau struktural. Dalam studi sebelumnya, kelainan kromosom
di antara pasien amenorea primer dilaporkan sebanyak 20,63% di Mesir,
27,8% di populasi India, 20% pada populasi Iran dan 41% pada populasi
Meksiko. Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan rentang estimasi
kelainan kromosom di seluruh dunia di antara pasien amenorea primer
yaitu antara 15,9% dan 63,3%.2
Semua pasien dengan kelainan kromosom seks dalam penelitian ini
adalah Sindroma Turner baik Sindroma Turner klasik maupun mosaic.
Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa
Sindroma Turner adalah kejadian yang paling umum diamati untuk
kelainan kromosom pada amenorea primer serta memperkuat peran
kromosom seks dalam reproduksi wanita.2
Hasil sebelumnya mengungkapkan bahwa Sindroma Turner klasik
terdeteksi pada 30% (16/52) pasien amenorhea primer pada populasi
Turki, dan 26,9% (7/26) pasien India. Dalam penelitian ini sindroma
Turner terdeteksi pada 17 dari 18 populasi. Tingginya persentase Sindroma
Turner dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh pemilihan pasien dan
kurangnya diagnostik genetik di banyak rumah sakit rujukan di Pulau
Jawa. Jadi, sebagian besar pasien merujuk ke rumah sakit pusat untuk
melakukan analisis sitogenetik.2
37
D. PATOFISIOLOGI
Siklus menstruasi adalah serangkaian perubahan hormonal yang
terkoordinasi yang mengendalikan ovarium dan endometrium yang
merangsang pertumbuhan folikel untuk melepaskan sel telur dan
menyiapkan endometrium untuk implantasi jika terjadi pembuahan.
Sebaliknya, jika sel telur yang dikeluarkan tidak dibuahi, maka menstruasi
terjadi akibat luruhnya lapisan fungsional endometrium. Persyaratan dasar
untuk fungsi menstruasi yang normal mencakup empat komponen
struktural yang berbeda secara anatomis dan fungsional: genital outflow
tract, termasuk rahim, ovarium, kelenjar hipofisis, dan hipotalamus. Jika
salah satu komponen tidak berfungsi, menstruasi tidak dapat terjadi.1
E. DIAGNOSIS
Evaluasi amenorea dimulai dengan riwayat medis menyeluruh dan
pemeriksaan fisik. Pertama, penting untuk mengesampingkan kehamilan
karena pasien berovulasi sebelum siklus menstruasi pertama. Tanyakan
tentang perkembangan pubertas atau nyeri perut siklik, yang mungkin
disebabkan oleh himen imperforata, septum transversal vagina, atau atresia
serviks. Setiap riwayat anosmia, galaktorea, sakit kepala, atau perubahan
visual dapat mengindikasikan gangguan sistem saraf pusat atau hipofisis.
Menanyakan tentang riwayat medis, kesehatan umum, dan gaya hidup,
terutama untuk mengidentifikasi penyakit kronis atau paparan radiasi.
Obat saat ini harus ditinjau. Riwayat penurunan berat badan yang ekstrim
harus dicatat. Menarche tertunda atau sindrom insensitivitas androgen
seringkali bisa bersifat herediter.1
Amenorea primer dapat ditegakkan bila pasien secara karakteristik
memiliki seks sekunder namun belum mengalami menarche sampai
dengan
39
melengkung tinggi atau high arched palate, naevi berpigmen ganda, dan
metakarpal keempat pendek.1
Pemeriksaan abdomen dapat mengungkapkan massa yang mungkin
dihasilkan dari hematometra atau neoplasma ovarium, tapi ini jarang
terjadi. Pemeriksaan menyeluruh terhadap genitalia eksterna harus
dilakukan. Himen imperforata didiagnosis dengan adanya selaput yang
menonjol yang membengkak selama manuver Valsava. Vagina paten dan
serviks normal menyingkirkan agenesis vagina Mullerian, sindrom
insensitivitas androgen, dan penyebab obstruktif amenorea seperti himen
imperforata atau septum vagina transversal. Pemeriksaan rektal dapat
mendeteksi adanya distensi hematocolpos yang mungkin terbentuk di atas
obstruksi saat uterus masih ada dan berfungsi.1
F. TATALAKSANA
Untuk tatalaksana amenorea primer dengan kelainan kongenital:1
1. Perawatan himen imperforata melibatkan pembuatan insisi untuk
membuka orifisium vagina.
2. Jika terdapat septum transversal, operasi pengangkatan diperlukan.
3. Hipoplasia atau tidak adanya serviks dengan adanya rahim yang
berfungsi lebih sulit diobati daripada obstruksi aliran keluar lainnya.
Pembedahan untuk memperbaiki serviks jarang berhasil, dan biasanya
diperlukan histerektomi. Ovarium harus dipertahankan untuk
memberikan manfaat estrogen dan memungkinkan kemungkinan
melahirkan anak di masa depan dengan membuang oosit matang untuk
fertilisasi in vitro dan transfer embrio ke karier kehamilan.
4. Jika vagina tidak ada atau pendek, dilatasi progresif biasanya berhasil.
G. PROGNOSIS
Amenorea primer bukanlah penyakit yang mengancam jiwa tetapi
dapat mengakibatkan komplikasi yang signifikan.1
SINDROMA TURNER
A. DEFINISI
Sindroma Turner, juga disebut sebagai sindrom hipoplasia ovarium
kongenital, merupakan kelainan kromosom seks yang paling umum
ditemukan pada wanita. Hal ini terjadi ketika salah satu kromosom X
hilang, sebagian atau seluruhnya.5
B. ETIOLOGI
Sindroma Turner terjadi akibat delesi atau tidak berfungsinya satu
kromosom X pada wanita. Sekitar setengah dari populasi dengan sindroma
Turner memiliki monosomi X (45,XO). Sisa, 50% populasi lainnya
memiliki komponen kromosom mosaik (45,X dengan mosaikisme).
Beberapa jenis kelainan pada kromosom X yang dapat menyebabkan tidak
berfungsinya kromosom X adalah :5
Isokromosom Xq, dimana terdapat dua salinan lengan panjang
kromosom yang saling terhubung satu sama lain secara head to head.
Cincin kromosom, dimana sebagian ujung lengan pendek dan panjang
kromosom X hilang
Delesi Xp atau Xq, di mana terjadi penghapusan bagian lengan pendek
kromosom X
43
C. EPIDEMIOLOGI
Sindroma Turner terlihat pada sekitar 1 dari 2000 hingga 1 dari 2500
kelahiran perempuan hidup. Namun, prevalensi sebenarnya masih belum
diketahui karena banyak pasien dengan fenotipe ringan mungkin tetap
tidak terdiagnosis atau didiagnosis pada usia lanjut. Terjadinya sindroma
Turner hampir sama pada etnis yang berbeda dan negara yang berbeda.
Dengan meningkatnya kesadaran akan pemeriksaan ultrasonografi
prenatal, prevalensi sindroma Turner saat lahir menurun; Hal ini karena
beberapa ibu yang mengandung janin dengan sindroma Turner memilih
untuk mengakhiri kehamilannya.5
45
D. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar kasus sindroma Turner tidak diwariskan. Ketika
monosomi X adalah penyebabnya, kelainan kromosom adalah kejadian
acak selama pembentukan sel reproduksi pada orang tua pasien tersebut.
Kesalahan dalam pembelahan sel disebut nondisjunction dan dapat
menghasilkan sel reproduksi dengan jumlah kromosom yang tidak normal.
Misalnya, kromosom seks dapat hilang dari sel telur atau sel sperma
karena nondisjunction. Jika sel reproduksi atipikal berkontribusi pada
susunan genetik seorang anak, setiap sel akan memiliki satu kromosom X,
dan kromosom seks lainnya akan hilang.5
Sindroma Mosaic Turner juga bukan kondisi yang diwariskan. Ini
terjadi karena peristiwa acak selama tahap pembelahan sel pada
perkembangan awal janin dari individu yang terkena. Akibatnya, beberapa
sel seseorang memiliki dua kromosom seks biasa, sedangkan sel lainnya
hanya berisi satu salinan kromosom X. Kelainan kromosom seks lainnya
mungkin terjadi pada wanita dengan mosaik kromosom X. Kasus yang
jarang, sindroma Turner dapat terjadi akibat delesi sebagian kromosom X,
dan ini dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.5
sindroma Turner dan kondisi POF lainnya mungkin terlalu rendah untuk
menormalkan sistem kardiovaskular dan untuk pertumbuhan normal
uterus.13
H. DIAGNOSIS
Diagnosis definitif sindroma Turner adalah pemeriksaan analisis
kromosom dengan kariotipe 30 sel standar yang dapat mendeteksi hingga
10% mosaikisme dengan kepercayaan 95%. Sekitar 40-50% individu
dengan sindroma Turner memiliki kariotipe monosomi (45,X), artinya
semua sel hanya memiliki satu kromosom X; 15-25% memiliki
45,X/46,XX mosaikisme dan 10-12% lainnya memiliki 45,X/46,XY
mosaikisme, artinya beberapa sel hanya memiliki satu kromosom X,
sedangkan yang lain memiliki dua kromosom X atau kromosom X dan Y.7
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan analisis
kromosom (kariotipe dengan atau tanpa FISH). Berdasarkan hasil
kromosom, terdapat dua tipe sindroma Turner:8,11
1. Sindroma Turner klasik dengan hasil analisis kromosom 45,X atau
46,XiXq
2. Sindroma Turner mosaik dengan hasil analisis kromosom 45,X
dengan tambahan lini sel lain seperti 45,X/46,XX; 45,X/46,X,i(X) dan
45,X/46,XY. Gambaran klinis pada sindrom Turner mosaik lebih
ringan dari sindrom Turner klasik.
Sindroma Turner dapat diidentifikasi sebelum lahir dengan temuan
ultrasonografi abnormal peningkatan translusensi nukal, higroma kistik
nukal, koarktasio aorta/anomali jantung sisi kiri, brakisefalus, ginjal tapal
kuda (horseshoe kidney) , polihidramnion, oligohidramnion, atau hidrops
53
janin non-imun. Pada bayi perempuan yang baru lahir, sindroma Turner
dapat muncul dengan limfedema kongenital pada tangan dan kaki, webbed
neck, displasia kuku, langit-langit yang sempit dan melengkung tinggi, dan
metakarpal atau metatarsal keempat yang pendek. Saat setelah tumbuh
dewasa, anak perempuan akan tampak perawakan pendek, dada "shield"
dengan jarak puting yang lebar, webbed neck, garis rambut rendah di
pangkal leher, valgus cubitus, dan deformitas bentuk lengan bawah dan
pergelangan tangan Madelung.5,11
pendengaran konduktif, atau karena defek pada sel rambut luar koklea
yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural. Anomali ginjal
sering terjadi pada sindrom Turner dan termasuk malformasi sistem
pengumpulan, kelainan posisi, dan ginjal tapal kuda.5
Abnormalitas okular dapat muncul dengan sindrom Turner, seperti
rabun dekat atau rabun jauh, strabismus, ambliopia, lipatan epicanthic,
ptosis, hipertelorisme, dan buta warna merah-hijau. Sindroma Turner
meningkatkan risiko gangguan autoimun, termasuk hipotiroidisme,
penyakit celiac, dan penyakit radang usus. Karena adanya gonad disgenik,
wanita dengan sindroma Turner berisiko lebih tinggi terkena
gonadoblastoma.5
Berdasarkan temuan kasus, manifestasi tipikal pada pasien
adalah amenorea primer, tidak adanya pertumbuhan seks sekunder,
dan perawakan pendek. Karakteristik gambaran dismorfik berupa dada
"shield" dengan jarak puting yang lebar, webbed neck, garis rambut rendah
di pangkal leher, valgus cubitus, dan deformitas bentuk lengan bawah.
Serta tanner stage yaitu P1M1 (rambut pubis tidak ada, payudara tidak
berkembang). Pada pemeriksaan USG didapatkan tidak tervisualisasi
uterus dan ovarium karena defisiensi stimulus hormone gonadal. Pasien
belum melewati masa pubertas dan tidak bisa mengandung. Pada hasil
analisis kromosom menunjukkan 45,X/46,XY. Berdasarkan temuan ini,
pasien mengalami sindroma Turner mosaik.
2. Jantung
Kelainan jantung sering dikaitkan dengan sindroma Turner. Pada
saat diagnosis, pasien harus dievaluasi dengan EKG untuk
mengevaluasi interval QT yang panjang. Tekanan darah harus diukur
pada ekstremitas atas dan bawah, dan pasien harus mendapatkan
ekokardiogram atau MRI jantung untuk mencari anomali jantung.5
Untuk interval QT yang panjang, obat yang memperpanjang QT
(antiaritmia, makrolida dan fluoroquinolones, metronidazole,
58
4. Gangguan pendengaran
Pemantauan pendengaran secara teratur, termasuk evaluasi
audiologi serial, direkomendasikan sepanjang hidup, dengan evaluasi
audiologi setiap 3 tahun pada anak-anak dan setiap lima tahun pada orang
dewasa.5
5. Ginjal
Ultrasonografi ginjal diperlukan pada saat diagnosis. Abnormalitas
ginjal sering muncul dengan sindroma Turner, termasuk collecting
system malformations, ginjal posisi/tapal kuda, dan ginjal yang tidak
berotasi. Obstruksi akibat kelainan ureteropelvic junction dapat
menyebabkan hidronefrosis dan meningkatkan risiko pielonefritis. Jika
ada kelainan, pasien harus dirujuk ke nefrologi.5
6. Kegagalan ovarium
Anak perempuan dengan sindroma Turner biasanya datang dengan
amenorea primer atau pubertas tertunda akibat kegagalan ovarium
59
prematur. Serum FSH dan AMH harus diukur pada usia sekitar 10
sampai 11 tahun. Serum AMH dapat membantu memprediksi fungsi
ovarium, dan pasien dengan tingkat terdeteksi cenderung mengalami
pubertas spontan. Terapi penggantian estrogen harus dimulai jika
tidak ada perkembangan payudara yang dimulai sekitar usia 11
hingga 12 tahun.
Terapi estrogen - Hampir semua anak perempuan dengan sindroma
Turner membutuhkan estrogen, bahkan jika mereka mengalami
pubertas spontan, yang dapat bertahan selama beberapa waktu tetapi
biasanya diikuti dengan insufisiensi ovarium primer. Kemudian,
progestin siklik ditambahkan ke rejimen untuk menginduksi
perdarahan uterus siklik dan mencegah hiperplasia endometrium.
Terapi estrogen harus dimulai sekitar usia 11 hingga 12 tahun jika
gonadotropin meningkat atau kadar AMH rendah. Pengobatan dapat
dimulai dengan dosis antara 1/10 sampai 1/8 dosis pengganti dewasa
dan secara bertahap ditingkatkan setiap enam bulan untuk
mensimulasikan perkembangan pubertas normal hingga mencapai
dosis dewasa.
Pertumbuhan remaja yang terhambat berhubungan dengan defisiensi
estrogen pada pasien dengan sindroma Turner, sehingga estrogen
harus diberikan. Dahulu, terapi penggantian estrogen dimulai saat
pasien berusia 15 tahun untuk menghindari penutupan dini epifisis,
sehingga memengaruhi tinggi badan seumur hidup pasien.
Rekomendasi umum adalah bahwa pasien dimulai dengan dosis kecil
estrogen pada usia 12, memungkinkan pasien untuk mulai
mengembangkan karakteristik seksual sekunder dan uterus dan untuk
meningkatkan fungsi hati, fungsi kognitif, dan kualitas hidup.
Percobaan baru-baru ini memberikan r-hGH dan estrogen dosis
rendah kepada pasien dengan sindroma Turner selama 20 tahun,
menunjukkan bahwa pemberian estradiol dan r-hGH dosis sangat
rendah pada masa remaja menghasilkan kadar estrogen yang
60
7. Terapi Oxandrolone
Percobaan memberikan r-hGH sendiri atau dalam kombinasi
dengan androgen untuk pertama kalinya; setelah percobaan selesai dan
pasien dengan sindroma Turner mencapai tinggi akhir mereka, terapi
kombinasi ini secara signifikan meningkatkan pertumbuhan dan tinggi
dewasa akhir. Namun, kemungkinan reaksi yang merugikan (seperti
maskulinisasi (misalnya klitoris yang membesar, suara yang lebih dalam,
hirsutisme, dan jerawat), keterlambatan perkembangan payudara, dan
kadar kolesterol HDL yang lebih rendah) telah mendorong kehati-hatian
dalam penggunaan klinis androgen. Saat ini, oksitosin jarang digunakan
karena
61
9. Lainnya
Adapun pengaturan pola makan dan hidup, diluar pengobatan
medis dan non-bedah. Hal-hal berikut perlu diperhatikan:22
Rekomendasi diet dan gaya hidup (diet seimbang, dengan kadar gula
rendah jika pasien memiliki intoleransi karbohidrat atau diabetes).
Pengobatan diabetes (obat antidiabetik oral dan/atau insulin,
tergantung pada apakah mekanisme yang mendasarinya adalah
autoimun).
62
imun dan perawakan pendek, dapat memberikan petunjuk untuk terapi masa
depan, baik dalam sindroma Turner maupun dalam kondisi lain.10
dari penggunaan oosit autologous atau donasi. Kejadian diseksi aorta pada
wanita dengan sindroma Turner setelah kehamilan dapat setinggi 2,0%∼4,8
dan risiko berkembangnya preeklampsia sekitar 21%. Oleh karena itu,
penilaian jantung prakehamilan dengan pengukuran aortic size index (ASI)
sangat diperlukan untuk wanita dengan sindroma Turner yang sedang
mempertimbangkan kehamilan. Indeks ASI >2 cm/m2 dianggap sebagai
kontraindikasi kehamilan. Selain itu, karena disproporsi sefalopelvik pada
wanita sindroma Turner, tingkat operasi caesar lebih tinggi, diikuti dengan
peningkatan risiko yang terkait dengan operasi caesar. Singkatnya, semua
wanita dengan TS yang berniat untuk hamil harus diberi tahu tentang
kemungkinan risiko ini sebelumnya, harus dievaluasi sebelum kehamilan dan
dipantau secara ketat selama kehamilan dan pascapersalinan.14
dan komplikasi lain selama kehamilan pada wanita dengan sindroma Turner,
surrogacy gestasional adalah alternatif untuk kehamilan di beberapa negara
yang melegalkan surrogacy. Namun, ibu surrogacy gestasional tidak
diperbolehkan karena kurangnya undang-undang yang relevan di banyak
negara, misalnya banyak negara Asia, terutama China, tetapi diperbolehkan di
Amerika Serikat, Rusia, Ukraina, dan sebagainya. Adopsi layak untuk semua
wanita dengan sindroma Turner, dan metode ini juga sepenuhnya
menghindari risiko komplikasi utama yang terkait dengan kehamilan TS.14
BAB V
SIMPULAN
69
DAFTAR PUSTAKA
70
11. Mahdi FA, Alanazi ME, Alanazi NE, et al. An Overview on Turner Syndrome:
Literature Review. International Journal of Pharmaceutical and
Phytopharmacological Research (eIJPPR), December 2020, Volume 10, Issue
6,
Page 78-81
12. National Organization for Rare Disorders (NORD); Turner Syndrome:
https://rarediseases.org/rare-diseases/turner-syndrome/
13. Hjerrild BE, Mortensen KH, Gravholt CH. Turner syndrome and clinical
treatment. Br Med Bull. 2008;86:77-93. doi: 10.1093/bmb/ldn015. Epub 2008
Apr 9. PMID: 18400842.
14. Ye M, Yeh J, Kosteria I, Li L. Progress in Fertility Preservation Strategies in
Turner Syndrome. Front Med (Lausanne). 2020 Jan 24;7:3. doi:
10.3389/fmed.2020.00003. PMID: 32039223; PMCID: PMC6993200.
15. Farhud D, Asgarian R, Seifalian A, Mostafaeinejad P, Eslami M. Genetic
Investigation of 261 Cases of Turner Syndrome Patients Referred to the
Genetic Clinic. Iran J Public Health. 2021 Oct;50(10):2065-2075. doi:
10.18502/ijph.v50i10.7507. PMID: 35223574; PMCID: PMC8819239.
16. Cui X, Cui Y, Shi L, Luan J, Zhou X, Han J. A basic understanding of Turner
syndrome: Incidence, complications, diagnosis, and treatment. Intractable Rare
Dis Res. 2018 Nov;7(4):223-228. doi: 10.5582/irdr.2017.01056. PMID:
30560013; PMCID: PMC6290843.
17. Huang AC, Olson SB, Maslen CL. A Review of Recent Developments in
Turner Syndrome Research. J Cardiovasc Dev Dis. 2021 Oct 23;8(11):138.
doi: 10.3390/jcdd8110138. PMID: 34821691; PMCID: PMC8623498.
18. Abir R, Oron G, Shufaro Y. Fertility in patients with Turner syndrome. Fertil
Steril. 2020 Jul;114(1):73-74. doi: 10.1016/j.fertnstert.2020.04.009. PMID:
32622415.
19. Stanhope R, Fry V, Skuse D, et al. Hormon dan Aku Sindrom Turner [dalam
Bahasa Indonesia]. 2012. Australian Pediatric Endocrine Group; Ikatan Dokter
Anak Indonesia
71
20. Ibarra-Ramírez, M.; Martínez-de-Villarreal, L.E. (2016). Clinical and
genetic aspects of Turner's syndrome. Medicina Universitaria, 18(70), 42-48.
doi:10.1016/j.rmu.2016.03.003
21. Arsana W, Retno P. Sindroma Turner. Maj. Kedok. Unibraw Vol. XIX, No.3,
Desember 2022
22. Fiot E, Alauze B, Donadille B, Samara-Boustani D, et al. Turner syndrome:
French National Diagnosis and Care Protocol (NDCP; National Diagnosis and
Care Protocol). Orphanet J Rare Dis. 2022 Jul 12;17(Suppl 1):261. doi:
10.1186/s13023-022-02423-5. PMID: 35821070; PMCID: PMC9277788.
72
DEPARTEMEN/BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN/FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Jalan Jenderal Sudirman Palembang 30126
Telp. : (0711) 354088 , 311466 Ext. (522,523,526,527)
(0711) 315233 , 4234954 Fax. : (0711) 355550
E-Mail :obgynrsmh@yahoo.com
I. PENDAHULUAN
A. Kasus dipresentasikan dan tanya jawab dalam bahasa Indonesia.
B. Mempersiapkan 3 oponen 3 hari sebelum jadwal presentasi ilmiah.
C. Kasus yang dipresentasikan merupakan kasus yang diputuskan dalam acara ilmiah
(morning report, konferensi klinik, chief report, ronde kepala departemen/KPS)
untuk dianalisis dan dibahas di forum ilmiah.
D. Kasus dipresentasikan maksimal 2 minggu (14 hari) setelah diputuskan dalam acara
ilmiah.
E. Bila residen mengalami kesulitan mendapatkan kasus untuk dipresentasikan, dapat
menghadap kepada seksi ilmiah PPDS Obstetri dan Ginekologi.
F. Seluruh residen/tim jaga yang terlibat dalam kasus tersebut diwajibkan hadir dalam
presentasi kasus.
G. Dalam konferensi gabungan dimuat permasalahan dan analisis kasus. Di dalam
konferensi gabungan dibahas mengenai tatalaksana dan prognosis pasien berikutnya.
L. Residen harus mengkonfirmasi kepada medical record bila terjadi perubahan jadwal
dengan persetujuan tertulis dari konsulen moderator.
M. Mendokumentasikan makalah kasus, lembar pengajuan ilmiah, lembar konsultasi
ilmiah, dan lembar pengesahan ilmiah kepada TU Pendidikan PPDS Obgin.