Anda di halaman 1dari 84

i

Konferensi Gabungan

AMENOREA PRIMER ET CAUSA SINDROMA


TURNER

Penyaji
dr. Andharu Primayudha Infantri

Moderator
Dr. dr. Heriyadi Manan, Sp.O.G, Subsp, F.E.R, MARS

Pembimbing
Dr. dr. Kms. Yusuf Effendi, Sp.O.G, Subsp. F.E.R
dr. Ziske Maritska, M.Si., Med
Dr. dr. Nur Rachmat Lubis, Sp.OT (K)

Penilai
Dr. dr. Rizani Amran, Sp.O.G, Subsp. F.E.R
dr. Firmansyah Basir, Sp.O.G, Subsp. Obginsos, MARS
Dr. dr. Peby Maulina Lestari, Sp.O.G, Subsp. K. Fm
Dr. dr. Patiyus Agustiansyah, Sp.O.G, Subsp. Onk, MARS
dr. Ratih Krisna, Sp.O.G, Subsp. Urogin-RE

Pembahas
dr. Dindadikusuma
dr. Devi Silvia
dr. Rizky Agustria

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1 OBSTETRI DAN


GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2023

Dipresentasikan pada Hari Jumat, 26 Mei 2023, pukul 09.00 WIB


LEMBAR PENGESAHAN

AMENOREA PRIMER ET CAUSA SINDROMA


TURNER

Telah dipresentasikan pada Hari Jumat, 26 Mei 2023, pukul 09.00 WIB

Pembimbing : Dr. dr. Kms. Yusuf Effendi, Sp.O.G, Subsp. F.E.R


dr. Ziske Maritska, M.Si., Med
Dr. dr. Nur Rachmat Lubis, Sp.OT (K)

Moderator : Dr. dr. Heriyadi Manan, Sp.O.G, Subsp, F.E.R,

MARS Penyaji : dr. Andharu Primayudha Infantri

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1 OBSTETRI


DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA RSUP DR. MOHAMMAD
HOESIN PALEMBANG
2022

Dilaksanakan pada Hari Jumat, 26 Mei 2023, pukul 09.00 WIB

ii
KEPUTUSAN KONFERENSI GABUNGAN
Dilaksanakan pada Hari Jumat, 26 Mei 2023, pukul 09.00 WIB

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................ii
KEPUTUSAN KONFERENSI GABUNGAN...........................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN.....................................................................................1
II. REKAM MEDIS.....................................................................................2
2.1 Rekam Medis...........................................................................................2
2.1.1 Anamnesis Umum.................................................................................2
2.1.2 Anamnesis Khusus................................................................................3
2.1.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................................3
2.1.4 Pemeriksaan Penunjang........................................................................6
2.1.5 Diagnosis Kerja.....................................................................................15
2.1.6 Prognosis...............................................................................................15
2.1.7 Penatalaksanaan....................................................................................16
2.1.8 Follow-up..............................................................................................17
III. PERMASALAHAN...............................................................................33
IV. ANALISIS KASUS................................................................................34
V. SIMPULAN.............................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................70

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Amenorea didefinisikan sebagai tidak adanya menarche pada wanita usia


reproduksi. Amenorea primer didefinisikan sebagai kegagalan untuk mencapai
menarche. Sebaliknya, amenorea sekunder didefinisikan sebagai berhentinya
menstruasi sebelumnya selama lebih dari 6 bulan.1 Sebagian besar kasus amenorea
primer disebabkan oleh defek anatomi, peningkatan kadar follicle-stimulating
hormone (FSH), hiperprolaktinemia, amenorea hipotalamus, atau sindrom
ovarium polikistik (SOPK). Disgenesis gonad termasuk sindrom Turner yang
paling umum, yang mencapai 43% dari kasus amenorea primer.1
Sindroma Turner, juga disebut sebagai sindrom hipoplasia ovarium
kongenital, merupakan kelainan kromosom seks yang paling umum ditemukan
pada wanita. Hal ini terjadi ketika salah satu kromosom X hilang, sebagian atau
seluruhnya.5 Sindroma Turner adalah jenis kelainan kromosom manusia yang
relatif umum yang terjadi pada 1:2.500 kelahiran hidup perempuan. Monosomi
45,X hadir pada sekitar 45% kasus, pasien sindroma Turner yang tersisa
menunjukkan berbagai chimera dan kelainan struktural. Karakteristik fenotipik
utama pasien dengan TS adalah perawakan pendek, yang umum terjadi pada
semua pasien. Ciri lainnya termasuk leher pendek, dada bidang, genu valgum, dan
displasia kuku.6,8
Tingkat kematian keseluruhan untuk pasien dengan sindroma Turner lebih
tinggi daripada orang normal karena insiden penyakit kardiovaskular dan penyakit
autoimun yang lebih tinggi.6,7 Sindrom ini hanya memengaruhi wanita dan
penatalaksanaan harus mencakup kolaborasi erat dari beberapa spesialisasi seperti
genetika, embriologi, pediatri, ginekologi dan kebidanan, endokrinologi,
kardiologi, gastroenterologi, oto-rinonologi, oftalmologi, dan lain-lain. Maka dari
itu, laporan kasus amenorea primer et causa sindroma Turner ini diangkat untuk
membahas lebih lanjut bagaimana mendiganosa, tatalaksana yang tepat dan
prognosis dari pasien tersebut.

1
BAB II
REKAM MEDIS

2.1 REKAM MEDIS


2.1.1 Anamnesis Umum
1. Identifikasi
a. Nama : Nn. SS
b. Med.Rec 1290825
c. Umur : 19 tahun
d. Suku bangsa : Sumatera Selatan
e. Pendidikan : SLTA
f. Agama : Islam
g. Pekerjaan : Pegawai
h. Alamat : Talang Bungin, Kab. Banyuasin
i. MRS : 23 September 2022
2. Riwayat perkawinan
Belum menikah
3. Riwayat reproduksi
Belum menarche
4. Riwayat kehamilan/melahirkan
Belum hamil
5. Riwayat sosial ekonomi
Baik

2
3

2.1.2 Anamnesis Khusus (23 September 2022)


1. Keluhan utama
Pasien belum pernah haid

2. Riwayat perjalanan penyakit


Pasien dirujuk dari dr. Jamatul Firdaus, SpOG dengan pasien belum
pernah haid, diagnose amenorea primer et causa suspek
Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser (MRKH) syndrome. Pasien mengeluh
belum pernah haid. Perut membesar tidak ada. Keluhan nyeri perut
bagian bawah tidak ada. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Nafsu makan
biasa, berat badan dan nafsu makan turun tidak ada.

3. Riwayat penyakit sebelumnya


Tidak ada
4. Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
- Riwayat keluarga dengan penyakit darah tinggi disangkal
- Riwayat keluarga dengan penyakit diabetes disangkal

2.1.3 Pemeriksaan Fisik


1. Status generalisata
Keadaan umum
Kesadaran : CM
Kondisi umum : Baik
Berat badan : 35 kg
Tinggi badan : 132 cm
IMT : 20,1 kg/m2
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5°C
4

2. Pemeriksaan fisik khusus


Kepala : Normosefali, konjungtiva anemis(-/-),sklera
ikterik(-/-) Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-/-)
Toraks :
Jantung : BJ I-II normal, murmur dan gallop tidak ada
Paru-paru : Sonor, vesikuler normal, ronkhi (-/-), wheezing ( /-)
Abdomen : Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
(-),
BU (+) normal
Ekstremitas : Edema pretibial (-/-), palmar pucat (-), akral hangat
(+) Tanner stage : P1M1
5
6

3. Pemeriksaan obstetri (23 September 2022)


Pemeriksaan obstetri luar :
Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), BU (+) normal
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm

2.1.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan ultrasonografi (27 September 2022)
Pada pemeriksaan USG didapatkan :
- Tidak tervisualisasi adanya uterus dan ovarium
- Tampak pita vagina
Kesimpulan :
- Agenesis uterus dan agenesis gonad, suspek Swyer syndrome
dd/ MRKH syndrome
- Rencana MRI pelvis dan karyotyping genetik
7

2. Pemeriksaan laboratorium (26 September 2022, 09.47 WIB)


Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi
RDW-SD (fL) 38.3
Hemoglobin (g/dL) 11.3 11.40 – 15.00
Eritrosit (103/mm3) 5.19 4.00 – 5.70
Leukosit (103/mm3) 7.31 4.73 – 10.89
Hematokrit (%) 36 35-45
Trombosit (103/µL) 301 189 - 436
MCV (fL) 69.2 85 – 95
MCH (pg) 22 28 – 32
MCHC (g/dL) 32 33 – 35
RDW-CV (%) 15.60 11 – 15
Hitung jenis (%)
Basofil 0 0–1
Eosinofil 5 1–6
Neutrofil 56 50 – 70
Limfosit 30 20 – 40
Monosit 9 2–8
Faal hemostasis (detik)
8

PT + INR
Kontrol 13.60
Pasien 14.9 12 – 18
INR 1.05
APTT
Kontrol 31.6
Pasien 33.6 27 – 42
Kimia Klinik
Hati
AST/SGOT (U/L) 46 0-32
ALT/SGPT (U/L) 49 0-31
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa sewaktu (mg/dL) 88 <200
Ginjal
Ureum (mg/dL) 17 16.6-48.5
Asam urat (mg/dL) 4.3 <5.7
Kreatinin (mg/dL) 0.57 0.50-0.90
Imunoserologi
HbsAg Non-Reaktif
Hormon
FSH
Estradiol (pg/mL) 14 Fase folikular : 21-251
Puncak pertengahan
siklus : 38-649
Fase luteal : 21-312
Postmenopause:
Tanpa HRT : <10-28
Dengah HRT : <10-144
Free T4 (ng/dL) 1.05 0.70-1.48
TSHs (uIU/mL) 1.5754 0.3500-4.9400
Petanda Infeksi
TPHA Non-Reaktif
Anti HIV Non-Reaktif
9

3. Pemeriksaan Radiologi (28 September 2022)


Dilakukan pemeriksaan radiografi toraks AP dengan hasil sebagai berikut:
Jantung kesan tidak membesar
Aorta baik. Mediastinum superior tidak melebar
Trakea di tengah
Hilus kanan kiri tidak menebal
Corakan bronkovaskular kedua paru tidak meningkat
Tidak tampak infiltrate maupun nodul di kedua paru
Diafragma licin. Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
Tulang-tulang dan jaringan lunak dinding dada baik
Kesan:
Tidak tampak kelainan radiologis saat ini.

4. Pemeriksaan karyotyping (2 Desember 2022)


Hasil pemeriksaan : mos 45,X[98]/46,XY[2]

Analisis Laboratorium
Jumlah sel yang dihitung : 100 sel
Jumlah sel yang dianalisis : 13 sel
Metode pewarnaan : G-Banding
Resolusi band (ISCN) 475
Kariotipe : mos45,X[98]/46,XY[2]
10

Interpretasi Hasil
Metafase yang dianalisis (13 sel) dan dihitung (100 sel) tidak tampak kelainan
struktur. Kariotipe mayoritas 45,X (98 sel). Perhitungan sel diperbanyak sampai
100 sel terdapat mosaicism dengan ditemukan kariotipe 46,XY pada 2 sel
(hilangnya 1 kromosom X) sesuai dengan varian sindrom Turner mosaicism /
overtestis DSD (OT DSD). Pada sindrom Turner klasik, gejala klinis yang tampak
adalah short stature, gonadal dysgenesis dan tanda kedewasaan yang tidak
berkembang, gangguan reproduksi disertai dengan amenorea primer. Pada kasus
OT DSD mungkin akan terdapat abdominal gonad dengan streak ovarium dan
testicular dysgenesis yang memberikan gambaran mixed gonadal dysgenesis.
Kondisi ini biasanya bukan akibat faktor keturunan, tetapi karena gangguan
pembelahan sel gamet post zygotic. Analisis kromosom tidak dapat
menyingkirkan variasi pathogen DNA.
Saran :
- Evaluasi abdominal gonad
- Konseling genetika

5. Pemeriksaan MRI Pelvis tanpa kontras (18 Januari 2023)


Pada pemeriksaan MRI pelvis tanpa kontras:
Uterus : tervisualisasi gambaran uterus, ukuran uterus kesan lebih kecil
dibandingkan dengan ukuran normalnya
Ovarium : sulit dievaluasi
Testis : tidak tervisualisasi
Buli : kesan normal
Schmorl nodes pada superior endplate L4-L5
Bowel yang tervisualisasi kesan normal
Kesan :
- Tervisualisasi gambaran uterus, ukuran uterus kesan lebih kecil
dibandingkan dengan ukuran normalnya
- Ovarium sulit dievaluasi
- Testis tidak tervisualisai
11

- Schmorl nodes pada superior endplate L4-L5


Saran:
Fistulografi/USG Genitalia Interna
12
13

6. Pemeriksaan laboratorium (25 Januari 2023, 13.40 WIB)


Pemeriksaan Hasil Rujukan
Imunoserologi
Hormon
Free T4 (ng/dL) 1.10 0.70-1.48
TSHs (uIU/mL) 1.2942 0.3500-4.9400
Prolaktin (ng/mL) 14.21 5.18-26.53
14

7. Pemeriksaan Bone Densitometry (25 Januari 2023)

Assessment:
The BMD measured at Pediatric Spine L1-L4 is 0,607 g/cm2 with a Z-score of
-4,7 is significantly lower than normal limits for their age and sex

World Health Organization (WHO) criterian for post-menopausal,


Caucasian Women:
Normal T-score at or above -1 SD
Low Bone Mass T-score between -1 and -2,5 SD
Osteoporosis T-score at ot below -2,5 SD
15

Assessment:
The BMD measured at Pediatric Femur Neck is 0,527 g/cm2 with a Z-score of
-4,1 is significantly lower than normal limits for their age and sex

The BMD measured at Pediatric Femur Neck Total is 0,543 g/cm2 with a Z-
score
of -4,1 is significantly lower than normal limits for their age and sex

World Health Organization (WHO) criterian for post-menopausal,


Caucasian Women:
Normal T-score at or above -1 SD
Low Bone Mass T-score between -1 and -2,5 SD
Osteoporosis T-score at ot below -2,5 SD

2.1.5 Diagnosis Kerja


Amenorea primer et causa Sindroma Turner

2.1.6 Prognosis
Dubia
16

2.1.7 Penatalaksanaan
- USG lanjutan
- Pemeriksaan laboratorium
- Pasien direncanakan laparoskopi diagnostik
17

2.1.8 Follow-up
23.09.2022 S/ belum pernah haid. Pasien dirujuk oleh dr. Jamatul Firdaus,
Sp.OG dengan dx: Amenorea primer ec. Susp. MRKH. Pasien
OBGYN mengeluh belum pernah mendapatkan haid, keluhan nyeri
perut bagian bawah disangkal. BAB dan BAK biasa. Perut
membesar (-), nafsu makan biasa, berat badan dan nafsu
makan turun (-).
Riw. Keluarga penyakit yang sama disangkal
St. Sos-ek dan gizi baik
St. Reproduksi : amenorea primer
St. Pernikahan : belum menikah
St. Persalinan : P0A0

O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm

Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1

A/
Amenorea primer et causa susp. Sindroma Turner

P/
- USG Ginekologi
- Cek laboratorium
18

27.09.2022 S/ belum pernah haid. Pasien dirujuk oleh dr. Jamatul Firdaus,
Sp.OG dengan dx: Amenorea primer ec. Susp. MRKH. Pasien
OBGYN mengeluh belum pernah mendapatkan haid, keluhan nyeri
perut bagian bawah disangkal. BAB dan BAK biasa. Perut
membesar (-), nafsu makan biasa, berat badan dan nafsu
makan turun (-).
Riw. Keluarga penyakit yang sama disangkal
St. Sos-ek dan gizi baik
St. Reproduksi : amenorea primer
St. Pernikahan : belum menikah
St. Persalinan : P0A0

O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm

Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1

A/
Amenorea primer et causa susp. Sindroma Turner

P/
- USG Ginekologi
- Cek laboratorium
19

28.09.2022 S/ belum pernah haid. Pasien dirujuk oleh dr. Jamatul Firdaus,
Sp.OG dengan dx: Amenorea primer ec. Susp. MRKH. Pasien
OBGYN mengeluh belum pernah mendapatkan haid, keluhan nyeri
perut bagian bawah disangkal. BAB dan BAK biasa. Perut
membesar (-), nafsu makan biasa, berat badan dan nafsu
makan turun (-).
Riw. Keluarga penyakit yang sama disangkal
St. Sos-ek dan gizi baik
St. Reproduksi : amenorea primer
St. Pernikahan : belum menikah
St. Persalinan : P0A0

O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm

Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1

A/
Amenorea primer et causa susp. Sindroma Turner

P/
- USG Ginekologi
- Cek laboratorium
20

03.10.2022 S/ belum pernah haid. Pasien dirujuk dengan dx: Amenorea


primer ec. Susp. MRKH. Pasien mengeluh belum pernah
OBGYN mendapatkan haid, keluhan nyeri perut bagian bawah
disangkal. BAB dan BAK biasa. Perut membesar (-), nafsu
makan biasa, berat badan dan nafsu makan turun (-).
Riw. Keluarga penyakit yang sama disangkal
St. Sos-ek dan gizi baik
St. Reproduksi : amenorea primer
St. Pernikahan : belum menikah
St. Persalinan : P0A0

O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm

Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1

A/
Amenorea primer et causa susp. Sindroma Turner

P/
- Pro/ Laparoskopi diagnostik
21

03.10.2022 S/ Konsultasi ke penyakit dalam untuk evaluasi cor dan pulmo


didapatkan dari pemeriksaan :
PDL Pasien belum pernah haid. Pasien dirujuk oleh dr. Jamatul
Firdaus, Sp.OG dengan dx: Amenorea primer ec. Susp.
MRKH. Pasien mengeluh belum pernah mendapatkan haid,
keluhan nyeri perut bagian bawah disangkal. BAB dan BAK
biasa. Perut membesar (-), nafsu makan biasa, berat badan dan
nafsu makan turun (-).
Riw. Keluarga penyakit yang sama disangkal
St. Sos-ek dan gizi baik
St. Reproduksi : amenorea primer
St. Pernikahan : belum menikah
St. Persalinan : P0A0

O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm

Kepala : Normosefali, konjungtiva anemis (-/-), sklera


ikterik (-/-)
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-/-)
Toraks
Jantung : BJ I-II normal, murmur dan gallop tidak ada
Paru : Sonor, vesikuler normal, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen : Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba,
nyeri tekan (-), BU (+) normal
Ekstremitas : Edema pretibial (-/-), palmar pucat (-), akral
hangat (+)

ECG
Sinus, regular, axis normal, HR 89, gel. P normal, interval PR
0.14 sec, gel. QRS kompleks 0.08 sec, segmen ST normal, gel.
T normal, R/S v1 <1, RV6/V5+SV1 <35
Kesan : normal sinus rhytm

Foto thorax
Tidak tampak kelainan radiologis pada foto toraks saat ini

Laboratorium
22

Hb 11,3
WBC 7,31
Ht 36
PLT 301
BSS 88
Ur/Cr 17/0,57
AU 4,3
SGOT/SGPT 46/49

A/
Amenorea primer et causa susp. Sindroma Turner
Cor fungsional kompensata
Pulmo fungsional kompensata

P/
- Tatalaksana sesuai TS obgyn

07.10.2022 Diagnosis pra bedah :


Laporan Amenorea primer et causa susp. Sindroma Turner
Operasi Indikasi operasi :
Diagnostik dan terapeutik
Jenis tindakan :
Laparoskopi diagnostic
Diagnosis pasca bedah :
 Suspek Sindroma Turner
 Post Laparoskopi diagnostik

08.30
Operasi dimulai
- Pasien terlentang dalam narkose, lalu pasien diposisikan
litotomi. Dilakukan aseptik-antiseptik dengan alkohol dan
povidon iodin 10% pada daerah abdomen, vulva, dan
sekitarnya. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril
- Dilakukan pengosongan kandung kemih dengan kateter FR
16
Dilakukan pemasangan teleskop laparoskopi dengan cara:
08.34
- Dilakukan insisi memanjang sepanjang 1 cm di umbilicus
sambal melakukan elevasi dinding abdomen
- Dilakukan insersi trochar dengan Teknik direct trochar
insertion, posisi saluran gas terbuka pada luka insisi sampai
menembus peritoneum
- Memasang teleskop dan memasang saluran gas dan
dilakukan pneumoperitoneum dengan gas CO2 sampai
pekak hati hilang
08.40
23

- Dimasukkan teleskop laparoskopi, dan setelah diyakinkan


masuk kavum abdomen, dilakukan eksplorasi lapangan
pandang laparoskopik
- Selanjutnya dengan bantuan transiluminasi dari teleskop
laparoskopi intraabdomen dilakukan insersi trocar kerja ke-2
dengan ukuran 5 mm
- Dilakukan eksplorasi pada rongga abdomen, pada lapangan
pandang laparoksopi didapatkan:
 Tampak uterus band
 Tampak kedua tuba falopii
 Tampak gonad streak
- Dilanjutkan eksplorasi ulang pada daerah abdomen. Setelah
diyakinkan tidak ada perdarahan aktif, alat laparoskopi
dilepaskan
- Saluran gas dilepaskan dengan mematikan insuflator gas
terlebih dahulu
- Pneumoperitoneum dihilangkan, teleskop dan trocar utama
dilepaskan
- Luka insisi pada dinding abdomen dijahit secara terputus
dengan PGA no.3.0
- Luka operasi ditutup dengan sofratule dan opsite
09.30
Operasi selesai

Cairan masuk: Cairan keluar:


RL : 300 cc Darah : 10 cc
Darah : - cc Urine : 50 cc
Jumlah : 300 cc Jumlah : 60 cc

Instruksi Pasca Bedah :


- Observasi TTV (TD, N, RR, T, perdarahan)
- IVFD RL gtt xx/menit
- Kateter menetap
- Diet lunak bila bising usus (+) normal dan pasien sadar penuh
- Mobilisasi bertahap setelah pasien sadar penuh
- Cek Hb post operasi, jika Hb ≤ 8 gr/dL  transfuse PRC
- Rencana cek kromosom karyotyping
- Pemberian pil KB kombinasi 1x1
- Follow up tanner stage selama terapi hormonal
- Inj. Ketorolac 1 amp/8jam IV
24
25

09.12.2022 S/ kontrol untuk konsul ke bedah tulang

OBGYN O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm

Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1
Karyotyping kromosom :
45X/46XY

A/
Amenorea primer et causa Sindroma Turner

P/
- pil KB kombinasi 1x1
- Kontrol setiap bulan dengan follow up tanner stage
development score
- MRI pelvisError! Not a valid embedded object.
- Konsul bedah tulang untuk pemeriksaan bone density
26

18.01.2023 S/ kontrol untuk rencana MRI dan konsul bedah tulang untuk
pemeriksaan bone density
OBGYN
O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm

Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1
Karyotyping kromosom :
45X/46XY

A/
Amenorea primer et causa Sindroma Turner

P/
- pil KB kombinasi 1x1
- Kontrol setiap bulan dengan follow up tanner stage
development score
- MRI pelvic hari ini
- Konsul bedah tulang untuk pemeriksaan bone density
27

25.01.2023 S/ kontrol rencana pemeriksaan BMD dari bedah ortopedi

O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 86 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm

Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1
Karyotyping kromosom :
45X/46XY

A/
Amenorea primer et causa Sindroma Turner

P/
- Cek lab imunologi fungsi tiroid
- Rencana BMD dari bedah ortopedi

25.01.2023 S/ evaluasi sindroma Turner


ORTOPEDI
O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 86 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm
Tampak perawakan pendek dengan gait normal
A/
Amenorea primer et causa Sindroma Turner
28

P/
- Pemberian Ca + Vit D
- Tidak ada tatalaksana khusus lain

26.01.2023 S/ evaluasi sindroma Turner

O/
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm

Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M1
Karyotyping kromosom :
45X/46XY

Tampak perawakan pendek dengan gait normal

A/
Amenorea primer et causa Sindroma Turner

P/
- Pemberian Ca + Vit D
- Pil kb
29

09.02.2023 S/ evaluasi sindroma Turner

O/
Sens : CM
TD : 100/70 mmHg
HR : 76 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm

Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M2
Karyotyping kromosom :
45X/46XY

Tampak perawakan pendek dengan gait normal


30

A/
Amenorea primer et causa Sindroma Turner

P/
- Pemberian Ca + Vit D
- Pil kb
31

10.04.2023 S/ evaluasi sindroma Turner

O/
Sens : CM
TD : 120/70 mmHg
HR : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5oC
SpO2 : 99%
BB : 35 kg
TB : 132 cm

Pemeriksaan abdomen :
Perut datar, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-)
Insepksi genitalia :
Vulva tidak ada kelainan, himen intak, introitus vagina (+)
Sonde :
Kanalis vagina (+) 7 cm
Tanner stage :
P1M2
Karyotyping kromosom :
45X/46XY

Tampak perawakan pendek dengan gait normal


32

A/
Amenorea primer et causa Sindroma Turner

P/
- Pemberian Ca + Vit D
- Pil kb
BAB III
PERMASALAHAN

1. Bagaimana penegakan diagnosis pada pasien ini?


2. Bagaimana tatalaksana yang tepat pada pasien ini?
3. Bagaimana prognosis pada kasus ini?

33
BAB IV
ANALISIS KASUS

1. Bagaimana penegakan diagnosis pada pasien ini?


AMENOREA PRIMER
A. DEFINISI
Amenorea didefinisikan sebagai tidak adanya menarche pada wanita
usia reproduksi. Amenorea primer didefinisikan sebagai kegagalan untuk
mencapai menarche. Evaluasi harus dilakukan jika tidak ada karakteristik
seks sekunder pada usia 13 tahun, jika menarche belum terjadi lima tahun
setelah perkembangan payudara awal, atau jika pasien berusia 15 tahun
atau lebih. Sebaliknya, amenorea sekunder didefinisikan sebagai
berhentinya menstruasi sebelumnya selama lebih dari 6 bulan.1
Adanya menarche penting untuk kepercayaan diri perempuan dan
feminisme. Amenorea primer dapat menjadi penyebab trauma psikologis
pada wanita mana pun kelompok usia reproduksi. World Health
Organization (WHO) mengurutkan kejadian amenorea primer sebagai
penyebab paling umum keenam infertilitas, dengan sebanyak 20% dari
semua pasien infertilitas.2

B. ETIOLOGI
Sebagian besar kasus amenorea primer disebabkan oleh defek
anatomi, peningkatan kadar follicle-stimulating horome (FSH),
hiperprolaktinemia, amenorea hipotalamus, atau sindrom ovarium
polikistik (SOPK) atau polycystic ovary syndrome (PCOS). Disgenesis
gonad termasuk sindroma Turner yang paling umum, yang mencapai 43%
dari kasus amenorea primer.1
Defek anatomi
Ketika uterus dan vagina sebagian atau seluruhnya tidak ada pada
karakteristik seksual wanita yang normal, diagnosis biasanya agenesis

34
35

Mullerian, menyumbang sekitar 10% dari kasus amenorea primer.


Cacat anatomi lainnya termasuk himen imperforata atau septum vagina
transversal, yang keduanya menyebabkan penyumbatan vagina sebagian
atau seluruhnya, dan tidak adanya vagina atau serviks secara terisolasi.1
Peningkatan kadar FSH
Peningkatan kadar follicle-stimulating hormone (FSH) dapat
mengindikasikan disfungsi gonad. Pada individu dengan kromosom XX,
kegagalan gonad mengacu pada kegagalan ovarium.1
Hiperprolaktinemia
Prolaktin adalah hormon hipofisis yang terlibat dalam banyak fungsi
reproduksi. Sekresi prolaktin menyebabkan penghambatan sekresi
gonadotropin-releasing hormone (GnRH), yang secara negatif
memodulasi sekresi hormon hipofisis yang bertanggung jawab atas fungsi
gonad.1 Amenorea hipotalamus
Kondisi ini menyebabkan berhentinya atau tidak adanya menstruasi
karena gangguan fungsional hipotalamus.1
Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK)
SOPK adalah penyebab paling umum dari amenorea pada wanita
dengan bukti kelebihan androgen. Hal ini merupakan gangguan reproduksi
dan endokrinologi yang umum. Tiga karakteristik utama dari sindrom ini
adalah hiperandrogenisme, ovarium polikistik, dan disfungsi ovulasi.1

Hipopituitarisme, penurunan berat badan, anoreksia nervosa, dan


defisiensi hormon pelepas gonadotropin (GnRH) terisolasi juga dapat
menyebabkan amenorea.Keterlambatan konstitusional pubertas dan
penyakit sistemik kronis atau penyakit akut juga dapat menyebabkan
amenorea.1
World Health Organization (WHO) mengkategorikan amenore
menjadi tiga kelompok. Kelompok I WHO mencakup wanita tanpa bukti
produksi estrogen endogen, kadar follicle-stimulating hormone (FSH)
normal atau rendah, kadar prolaktin normal, dan tidak ada bukti
lesi di daerah
36

hipotalamus-hipofisis. Kelompok II WHO termasuk wanita yang dapat


menghasilkan estrogen dan memiliki kadar prolaktin dan FSH yang
normal. Kelompok III WHO termasuk wanita dengan FSH serum yang
meningkat, yang menunjukkan insufisiensi atau kegagalan gonad.1

C. EPIDEMIOLOGI
Insiden amenorea primer kurang dari 1% di Amerika Serikat. Tidak
ada variasi yang terlihat pada keseluruhan prevalensi amenorea primer
menurut kelompok etnis atau asal negara.1
Dalam suatu penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa 22,8%
(18/79) pasien dengan amenorea primer adalah dengan kelainan kromosom
baik numerik atau struktural. Dalam studi sebelumnya, kelainan kromosom
di antara pasien amenorea primer dilaporkan sebanyak 20,63% di Mesir,
27,8% di populasi India, 20% pada populasi Iran dan 41% pada populasi
Meksiko. Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan rentang estimasi
kelainan kromosom di seluruh dunia di antara pasien amenorea primer
yaitu antara 15,9% dan 63,3%.2
Semua pasien dengan kelainan kromosom seks dalam penelitian ini
adalah Sindroma Turner baik Sindroma Turner klasik maupun mosaic.
Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa
Sindroma Turner adalah kejadian yang paling umum diamati untuk
kelainan kromosom pada amenorea primer serta memperkuat peran
kromosom seks dalam reproduksi wanita.2
Hasil sebelumnya mengungkapkan bahwa Sindroma Turner klasik
terdeteksi pada 30% (16/52) pasien amenorhea primer pada populasi
Turki, dan 26,9% (7/26) pasien India. Dalam penelitian ini sindroma
Turner terdeteksi pada 17 dari 18 populasi. Tingginya persentase Sindroma
Turner dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh pemilihan pasien dan
kurangnya diagnostik genetik di banyak rumah sakit rujukan di Pulau
Jawa. Jadi, sebagian besar pasien merujuk ke rumah sakit pusat untuk
melakukan analisis sitogenetik.2
37

D. PATOFISIOLOGI
Siklus menstruasi adalah serangkaian perubahan hormonal yang
terkoordinasi yang mengendalikan ovarium dan endometrium yang
merangsang pertumbuhan folikel untuk melepaskan sel telur dan
menyiapkan endometrium untuk implantasi jika terjadi pembuahan.
Sebaliknya, jika sel telur yang dikeluarkan tidak dibuahi, maka menstruasi
terjadi akibat luruhnya lapisan fungsional endometrium. Persyaratan dasar
untuk fungsi menstruasi yang normal mencakup empat komponen
struktural yang berbeda secara anatomis dan fungsional: genital outflow
tract, termasuk rahim, ovarium, kelenjar hipofisis, dan hipotalamus. Jika
salah satu komponen tidak berfungsi, menstruasi tidak dapat terjadi.1

Gambar 1. Kompartemen amenorrhea primer.3


38

Gambar 2. Aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium dan


karakteristik seksual sekunder. FSH, hormon perangsang
folikel; GnRH, hormon perangsang gonadotropin; LH,
hormon luteinizing.9

E. DIAGNOSIS
Evaluasi amenorea dimulai dengan riwayat medis menyeluruh dan
pemeriksaan fisik. Pertama, penting untuk mengesampingkan kehamilan
karena pasien berovulasi sebelum siklus menstruasi pertama. Tanyakan
tentang perkembangan pubertas atau nyeri perut siklik, yang mungkin
disebabkan oleh himen imperforata, septum transversal vagina, atau atresia
serviks. Setiap riwayat anosmia, galaktorea, sakit kepala, atau perubahan
visual dapat mengindikasikan gangguan sistem saraf pusat atau hipofisis.
Menanyakan tentang riwayat medis, kesehatan umum, dan gaya hidup,
terutama untuk mengidentifikasi penyakit kronis atau paparan radiasi.
Obat saat ini harus ditinjau. Riwayat penurunan berat badan yang ekstrim
harus dicatat. Menarche tertunda atau sindrom insensitivitas androgen
seringkali bisa bersifat herediter.1
Amenorea primer dapat ditegakkan bila pasien secara karakteristik
memiliki seks sekunder namun belum mengalami menarche sampai
dengan
39

usia 16 tahun. Pertumbuhan dan tanda-tanda seks sekunder tersebut dinilai


dengan Tanner Staging atau Sexual Maturation Rating (SMR). Penilaian
ini berdasarkan karakteristik organ seksual sekunder, yaitu: penampakan
rambut pubis, perkembangan payudara dan mulainya menstruasi (pada
wanita).2

Gambar 3. Tanner stage.4

Pemeriksaan fisik meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, dan


BMI. Perawakan pendek dan sexual infantilism adalah ciri khas disgenesis
gonad. Berat badan rendah dikaitkan dengan amenorea hipotalamus akibat
malnutrisi berat atau stres fisik, psikologis, atau emosional. Breast tanner
staging adalah indikator produksi estrogen atau paparan estrogen eksogen.
Goiter atau nodul tiroid menunjukkan gangguan tiroid; hipotiroidisme dan
hipertiroidisme dapat dikaitkan dengan amenorea. Stigmata sindroma
Turner harus dieksplorasi, termasuk webbed neck, puting dengan jarak
lebar, valgus cubitus, garis rambut rendah atau low hairline, langit-langit
40

melengkung tinggi atau high arched palate, naevi berpigmen ganda, dan
metakarpal keempat pendek.1
Pemeriksaan abdomen dapat mengungkapkan massa yang mungkin
dihasilkan dari hematometra atau neoplasma ovarium, tapi ini jarang
terjadi. Pemeriksaan menyeluruh terhadap genitalia eksterna harus
dilakukan. Himen imperforata didiagnosis dengan adanya selaput yang
menonjol yang membengkak selama manuver Valsava. Vagina paten dan
serviks normal menyingkirkan agenesis vagina Mullerian, sindrom
insensitivitas androgen, dan penyebab obstruktif amenorea seperti himen
imperforata atau septum vagina transversal. Pemeriksaan rektal dapat
mendeteksi adanya distensi hematocolpos yang mungkin terbentuk di atas
obstruksi saat uterus masih ada dan berfungsi.1

F. TATALAKSANA
Untuk tatalaksana amenorea primer dengan kelainan kongenital:1
1. Perawatan himen imperforata melibatkan pembuatan insisi untuk
membuka orifisium vagina.
2. Jika terdapat septum transversal, operasi pengangkatan diperlukan.
3. Hipoplasia atau tidak adanya serviks dengan adanya rahim yang
berfungsi lebih sulit diobati daripada obstruksi aliran keluar lainnya.
Pembedahan untuk memperbaiki serviks jarang berhasil, dan biasanya
diperlukan histerektomi. Ovarium harus dipertahankan untuk
memberikan manfaat estrogen dan memungkinkan kemungkinan
melahirkan anak di masa depan dengan membuang oosit matang untuk
fertilisasi in vitro dan transfer embrio ke karier kehamilan.
4. Jika vagina tidak ada atau pendek, dilatasi progresif biasanya berhasil.

Wanita yang didiagnosis dengan amenorea primer terkait dengan


semua bentuk kegagalan gonad dan hipogonadisme hipergonadotropik
memerlukan terapi estrogen dan progestogen siklik untuk inisiasi,
maturitas, dan pemeliharaan karakteristik seksual sekunder:1
41

1. Terapi dapat dimulai dengan estrogen terkonjugasi per hari atau


estradiol per hari.
2. Wanita dengan perawakan pendek tidak boleh menerima estrogen
dosis tinggi karena hal ini dapat menyebabkan epifisis menutup
sebelum waktunya.
3. Hiperplasia dapat terjadi karena stimulasi estrogen yang tidak dilawan
pada endometrium. Untuk mencegah hiperplasia, estrogen dapat
diberikan setiap hari dalam kombinasi dengan progestogen.
4. Pasien dengan gonadal streaks dan mosaik mungkin dapat berovulasi
dan hamil baik setelah inisiasi terapi estrogen atau secara spontan.
5. Jika diagnosis defisiensi 17 alfa-hidroksilase ditegakkan, pengobatan
dapat dimulai dengan terapi penggantian kortikosteroid eksogen
dengan hidrokortison atau deksametason.

Langkah-langkah terapi harus bertujuan untuk menargetkan penyebab


yang mendasari amenorea primer:1
1. Craniopharyngiomas dapat direseksi baik selama kraniotomi atau
dengan pendekatan transsphenoidal.
2. Germinoma sangat radiosensitif; dengan demikian, pembedahan
jarang diindikasikan.
3. Hiperprolaktinemia dan prolaktinoma dapat merespons agonis
dopamin.
4. Terapi khusus dapat menargetkan penyebab yang mendasari seperti
anoreksia nervosa atau malnutrisi.
5. Individu yang didiagnosis dengan sindrom Kallman atau etiologi lain
untuk amenorea hipotalamus dapat diobati dengan terapi penggantian
hormon.
Jika kariotipe wanita mengandung kromosom Y, seperti disgenesis
gonad, pengangkatan gonad harus dilakukan untuk mencegah tumor.1
42

G. PROGNOSIS
Amenorea primer bukanlah penyakit yang mengancam jiwa tetapi
dapat mengakibatkan komplikasi yang signifikan.1
SINDROMA TURNER
A. DEFINISI
Sindroma Turner, juga disebut sebagai sindrom hipoplasia ovarium
kongenital, merupakan kelainan kromosom seks yang paling umum
ditemukan pada wanita. Hal ini terjadi ketika salah satu kromosom X
hilang, sebagian atau seluruhnya.5

B. ETIOLOGI
Sindroma Turner terjadi akibat delesi atau tidak berfungsinya satu
kromosom X pada wanita. Sekitar setengah dari populasi dengan sindroma
Turner memiliki monosomi X (45,XO). Sisa, 50% populasi lainnya
memiliki komponen kromosom mosaik (45,X dengan mosaikisme).
Beberapa jenis kelainan pada kromosom X yang dapat menyebabkan tidak
berfungsinya kromosom X adalah :5
 Isokromosom Xq, dimana terdapat dua salinan lengan panjang
kromosom yang saling terhubung satu sama lain secara head to head.
 Cincin kromosom, dimana sebagian ujung lengan pendek dan panjang
kromosom X hilang
 Delesi Xp atau Xq, di mana terjadi penghapusan bagian lengan pendek
kromosom X
43

Gambar 4. Contoh perubahan struktural kromosom X. (A)


Isochromosome of the long arm of X. (B) Chromosomal mark and a ring.
(C) Deletion of the short arm of the X chromosome. (D) Deletion of the
long arm of X chromosome.20

Beberapa pasien dengan sindroma Turner dapat memiliki mosaik


kromosom Y. Meskipun bukan penyebab sindroma Turner, short stature
homeobox-containing gene on the X- chromosome (SHOX) dikaitkan
dengan perawakan pendek yang ditemukan pada sindroma Turner.5
Dasar genetik untuk temuan di sindroma Turner semakin terurai
karena fungsi gen SHOX menjadi lebih jelas. Haploinsufisiensi SHOX
menjelaskan pengurangan tinggi akhir, perubahan morfologi tulang, tuli
sensorineural dan fitur lainnya. Pengurangan tinggi akhir berkaitan dengan
aksi gen SHOX yang terletak pada wilayah PAR1 kromosom X dan Y,
karena haploinsufisiensi gen SHOX, seperti yang terlihat pada
dischondrosteosis Leri-Weill, menyebabkan berkurangnya tinggi akhir.
Namun, perbedaan tinggi hanya sekitar 50-75% dari apa yang terlihat di
sindroma Turner, mengarah pada kesimpulan bahwa SHOX hanya dapat
menjelaskan sebagian dari defisit tinggi di sindroma Turner. Brain
natriuretic peptide (BNP) adalah target transkripsional SHOX dan hadir
bersama pada lempeng pertumbuhan dalam kondrosit proliferatif.13
44

Tabel 1. Dampak haploinsufisiensi dari SHOX.13

 Proporsi yang lebih besar dari defisit tinggi, yaitu perawakan


pendek
 Metakarpal ke-4 pendek
 Cubitus valgus
 Deformitas Madelung
 Pertumbuhan mesomelik
 Langit-langit melengkung tinggi
 Mikrognatia
 Tuli sensorineural
 Disproporsionalitas ukuran rangka

Gambar 5. Kariotipe kromosom seks pada sindroma Turner.17

C. EPIDEMIOLOGI
Sindroma Turner terlihat pada sekitar 1 dari 2000 hingga 1 dari 2500
kelahiran perempuan hidup. Namun, prevalensi sebenarnya masih belum
diketahui karena banyak pasien dengan fenotipe ringan mungkin tetap
tidak terdiagnosis atau didiagnosis pada usia lanjut. Terjadinya sindroma
Turner hampir sama pada etnis yang berbeda dan negara yang berbeda.
Dengan meningkatnya kesadaran akan pemeriksaan ultrasonografi
prenatal, prevalensi sindroma Turner saat lahir menurun; Hal ini karena
beberapa ibu yang mengandung janin dengan sindroma Turner memilih
untuk mengakhiri kehamilannya.5
45

D. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar kasus sindroma Turner tidak diwariskan. Ketika
monosomi X adalah penyebabnya, kelainan kromosom adalah kejadian
acak selama pembentukan sel reproduksi pada orang tua pasien tersebut.
Kesalahan dalam pembelahan sel disebut nondisjunction dan dapat
menghasilkan sel reproduksi dengan jumlah kromosom yang tidak normal.
Misalnya, kromosom seks dapat hilang dari sel telur atau sel sperma
karena nondisjunction. Jika sel reproduksi atipikal berkontribusi pada
susunan genetik seorang anak, setiap sel akan memiliki satu kromosom X,
dan kromosom seks lainnya akan hilang.5
Sindroma Mosaic Turner juga bukan kondisi yang diwariskan. Ini
terjadi karena peristiwa acak selama tahap pembelahan sel pada
perkembangan awal janin dari individu yang terkena. Akibatnya, beberapa
sel seseorang memiliki dua kromosom seks biasa, sedangkan sel lainnya
hanya berisi satu salinan kromosom X. Kelainan kromosom seks lainnya
mungkin terjadi pada wanita dengan mosaik kromosom X. Kasus yang
jarang, sindroma Turner dapat terjadi akibat delesi sebagian kromosom X,
dan ini dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.5

E. GENETIK DAN INFERTILITAS PADA SINDROMA TURNER


Monosomi kromosom X dan infertilitas saling terkait, dan delesi
kromosom X dan translokasi seimbang autosom X telah dikaitkan dengan
primary ovarian insufficiency (POI). Sehingga memberikan batasan
wilayah kritis POI dari Xq13-Xq21 (POI2) menjadi Xq23-q27 (POI1).
Beberapa kandidat gen pada kromosom X telah diperkirakan berkontribusi
pada fungsi ovarium pada sindroma Turner. Khususnya KDM6A, USP9X,
ZFX, BMP15.6
Histone demethylase (KDM6A) terlibat dalam disgenesis gonad,
pembentukan kembali pluripotensi dan perkembangan sel germinal. Gen
tersebut diekspresikan secara berbeda dan dimetilasi pada sindroma
Turner. Haploinsufisiensi dikaitkan dengan perubahan modifikasi
histone yang
46

berpotensi mempengaruhi regulasi transkripsi gen sentral untuk


reproduksi. USP9X lolos dari inaktivasi X dan merupakan protease khusus
ubiquitin. Gangguan ubiquitin dianggap sebagai mekanisme yang masuk
akal karena ortolog Drosophila dari USP9X diperlukan untuk
perkembangan mata dan oogenesis. USP9X dimetilasi secara berbeda pada
sindroma Turner. ZFX adalah gen pengikat DNA, yang bertindak sebagai
faktor transkripsional, dan gugurnya ZFX berhubungan dengan penurunan
jumlah sel germ pada pria dan wanita. ZFX diekspresikan secara berbeda
dalam sindroma Turner. BMP15 mengkode protein morfogenetik tulang,
yang merangsang sintesis anti-mullerian hormone (AMH) dan merangsang
folikulogenesis dan diekspresikan dalam oosit. BMP15 merupakan bagian
besar protein yang memainkan peran pengaturan dalam fungsi ovarium.
Modifikasi epigenetik itu sendiri menyebabkan kegagalan ovarium. Oleh
karena itu XIST, melalui inaktivasi X, memainkan peran penting dalam
pengaturan fungsi ovarium pada kromosom X. Namun, sebagian besar
analisis sampai saat ini dilakukan pada darah dari orang dewasa sindroma
Turner. Ekspresi gen dari jaringan ovarium sindroma Turner masih harus
diselidiki untuk membangun patofisiologi infertilitas yang dapat
diandalkan pada sindroma Turner.6
47

Gambar 6. Beberapa gen kromosom X diusulkan terlibat dalam


infertilitas sindroma Turner dan lokasi pada kromosom X. KDM6A
adalah demethylase histone yang mungkin mempengaruhi modifikasi
histone berpotensi mempengaruhi transkripsi gen sentral untuk
reproduksi. USP 9X adalah protease spesifik ubiquitin, dan gangguan
ubiquitin dapat memengaruhi oogenesis. ZFX adalah gen pengikat
DNA, yang bertindak sebagai faktor transkripsi, dan ZFX pada tikus
terkait dengan penurunan jumlah sel germinal pada pria dan wanita.
BMP15 mengkode protein morfogenetik tulang 15, yang merangsang
sintesis AMH dan folikulogenesis.6

F. INSUFISIENSI OVARIUM DAN TERAPI PENGGANGIAN


HORMON
Sebagian besar wanita dengan sindroma Turner (95%-98%) infertil
karena disgenesis gonad yang disebabkan oleh hilangnya oosit sejak
minggu ke-18 kehamilan dan seterusnya atau terkonsentrasi selama
beberapa bulan dan tahun pascakelahiran pertama. Pada sebagian besar
pasien 45X0, ini menghasilkan streaks ovarium. Namun, pada masa
pubertas, sebagian kecil, kebanyakan dengan kariotipe mosaik, memiliki
ovarium dengan jumlah folikel yang relatif sedikit, yang memungkinkan
pubertas spontan: breast budding dan rambut kemaluan dan ketiak (5-25%
pasien) dan siklus menstruasi (2-5%). Namun, kehamilan alami dan
kelahiran hidup jarang terjadi.18
48

Sindroma Turner memiliki suatu kondisi ovarium, yang disebut "


premature ovarian failure" (POF) dan kematian ovarium dini terjadi pada
sebagian besar pasien sindroma Turner dengan insufisiensi estrogen.
Jumlah sel germinal (45X) normal hingga minggu ke-18 kehamilan,
setelah itu terjadi degenerasi yang dipercepat. Follicle-stimulating
hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) terdapat pada anak usia dini
(2-5 tahun) dan setelah masa pubertas normal (11 tahun). Pada masa
dewasa, kadar FSH dan LH meningkat menjadi kadar menopause.
Memahami proses apoptosis folikel dini pada sindroma Turner di
masa depan mengarah pada pengobatan yang menyelamatkan folikel
dan mempertahankan kesuburan.13 Idealnya waktu terapi endokrin
harus memungkinkan timbulnya pubertas pada waktu yang sama
dengan teman sebaya pasien untuk menghindari masalah sosial
di sekolah, karena keterlambatan
perkembangan fisik dan psikologis. Ini juga akan memungkinkan
terjadinya mineralisasi tulang yang optimal. Pada kebanyakan gadis
normal, pubertas dimulai sekitar usia 12 tahun. Karena 30% anak
perempuan dengan sindroma Turner mengalami perkembangan pubertas
spontan dan 2-5% mengalami menstruasi spontan dan dapat hamil
tanpa intervensi medis, tanda-tanda pubertas harus dicari sebelum
memulai terapi estrogen. Ketika FSH dan LH jelas meningkat, dan
dengan tanda klinis pubertas yang kurang, induksi pubertas harus
dimulai meskipun selalu mempertimbangkan keadaan
individu. Untuk menginduksi perkembangan pubertas, dosis dan waktu
terapi estrogen harus bertujuan meniru perkembangan pubertas
normal. Dosis bersifat individual dimulai dengan dosis estrogen yang
sangat rendah sebagai monoterapi, yang dapat dipantau dalam hal
perkembangan karakteristik seks sekunder (stadium Tanner), serum LH
dan FSH, maturasi tulang atau volume uterus. Sebuah gestagen
ditambahkan ketika perdarahan pertama terjadi. Saat ini, tidak jelas
gestagen mana yang paling menguntungkan. Terapi estrogen harus
dikoordinasikan dengan penggunaan growth hormone (GH). Ini harus
disesuaikan untuk setiap pasien, sehingga dapat mengoptimalkan
49

pertumbuhan dan perkembangan pubertas. Ketika pertumbuhan menjadi


prioritas utama, menunda terapi estrogen merupakan pilihan untuk
menghindari pembatasan tinggi badan; namun, bahwa beberapa penelitian
menunjukka waktu fisiologis terapi estrogen tidak mengganggu tinggi
badan orang dewasa, ketika terapi GH dimulai lebih awal dan dosis
ditingkatkan secara bertahap. Penggantian estrogen yang tepat selama
pubertas memiliki efek positif pada kecepatan motorik, dan pada memori
dan pemrosesan verbal dan non-verbal. Wanita dengan sindroma Turner
hadir dengan profil neurokognitif tertentu, dengan gangguan kinerja pada
tugas motorik, gangguan kemampuan visual-spasial, tetapi keterampilan
verbal normal. Defisit dalam kognisi kemungkinan disebabkan oleh
haploinsufisiensi X-linked genes yang biasanya lolos dari inaktivasi
kromosom-X.13
Infertilitas, selama masa dewasa, dinilai sebagai masalah sindrom
yang paling prominen. Donasi oosit merupakan pilihan di banyak negara.
Studi terbaru menunjukkan hasil yang baik sebanding dengan donasi oosit
pada kelompok pasien lain, meskipun persiapan uterus yang lebih baik
untuk implantasi (ukuran uterus dan ketebalan endometrium) dengan
pengobatan jangka panjang dengan estradiol dosis tinggi harian (4-6 mg
atau hingga 8 mg 17B-estradiol) dapat meningkatkan hasil. Ini adalah
upaya berisiko tinggi bagi wanita sindroma Turner untuk menjalani
kehamilan, dengan risiko tinggi masalah terkait sistem kardiovaskular.13
Insufisiensi androgen bisa hadir, dan perlunya mengevaluasi
kemungkinan manfaat substitusi androgen pada sindroma Turner. Selama
masa dewasa penting untuk melanjutkan terapi penggantian hormon seks
wanita atau female sex hormone replacement therapy (HRT), meskipun
sejumlah masalah, seperti dosis pada usia yang berbeda, cara pemberian,
jenis estrogen, jenis gestagen, dll., Masih belum terselesaikan.
Hipogonadisme wanita terkait dengan sejumlah kondisi lain dan HRT
dapat mengurangi atau sepenuhnya menghilangkan risiko ini. Saat ini,
studi baru menunjukkan bahwa dosis tradisional estradiol 2 mg yang
digunakan pada
50

sindroma Turner dan kondisi POF lainnya mungkin terlalu rendah untuk
menormalkan sistem kardiovaskular dan untuk pertumbuhan normal
uterus.13

Gambar 7. Efek serius dari haploinsufisiensi gen pada kromosom X


dan/atau premature ovarian failure (POF) dan dengan demikian
hipogonadisme wanita diilustrasikan dalam gambar ini.
Hipogonadisme memiliki efek luas, memengaruhi (1) kadar hormon
yang berbeda, (2) ciri CV, (3) ciri metabolik, dan (4) ciri yang
berkaitan dengan hormon seks, seperti infertilitas. Selain itu, semakin
banyak bukti menunjukkan bahwa hipogonadisme pada sindroma
Turner mengarah baik secara langsung maupun tidak langsung pada
penurunan kualitas hidup. Haploinsufisiensi gen pada kromosom X
telah terlibat dengan adanya peningkatan risiko malformasi
kongenital, meskipun sejauh ini tidak ada gen spesifik yang telah
diidentifikasi. Panah menunjukkan konsekuensi yang mungkin
terjadi—tidak semua interaksi ditunjukkan dalam studi ilmiah. Tidak
diilustrasikan pada gambar ini adalah efek pada sistem saraf pusat.
VO2max, kapasitas maksimum untuk mengangkut dan
memanfaatkan oksigen selama latihan bertahap; IL-6, interleukin 6;
IL-8, interleukin 8; TNF-a, tumor necrosis factor-a; PTH, hormon
paratiroid.13
51

G. PERUBAHAN RESPON IMUN PADA SINDROMA TURNER


Gen penting lainnya pada kromosom X yang terlibat dalam regulasi
epigenetik adalah gen UTX (ubiquitously transscribed tetratricopeptide
repeat on Xchromosome). Sindroma Turner juga dikaitkan dengan
perubahan respon imun. Perubahan imun sel T dan hubungannya dengan
haploinsufisiensi gen UTX dalam konteks regulasi epigenetik telah
dilaporkan pada subjek sindroma Turner. Analisis microarray ekspresi gen
dilakukan pada peripheral blood mononuclear cells (PBMC) dilakukan
untuk mengidentifikasi potensi gen terkait-X pseudoautosomal yang
berkontribusi terhadap perubahan imun pada sindroma Turner dan untuk
menentukan apakah ekspresi gen dalam sel imun diubah pada subjek
sindroma Turner. Sebanyak 1169 gen ‘unik’ menunjukkan perbedaan
ekspresi antara sindroma Turner dan kontrol PBMC wanita, termasuk 35
gen pada kromosom X. UTX atau KDM6A yang terletak di Xp11.3
ditemukan sebagai salah satu dari 10 gen tertaut kromosom X dengan
penurunan ekspresi terbesar. Menariknya, UTX adalah satu-satunya gen di
antara kandidat ini yang lolos dari inaktivasi X dan merupakan histone H3
lysine 27 (H3K27) demethylase yang secara epigenetik mengatur ekspresi
gen.10
Selain itu, dengan penghapusan UTX spesifik sel T memiliki
peningkatan metilasi H3K27 dan penurunan ekspresi pada Il6ra dan lokus
genetik terkait Tfh (T follicular helper) lainnya. Knockout defisiensi UTX
spesifik sel T juga memiliki gangguan clearance infeksi virus kronis
karena penurunan frekuensi sel Tfh, yang sangat penting untuk pembuatan
antibodi oleh sel B. Dengan demikian, UTX diperlukan untuk diferensiasi
sel T CD4+ yang optimal menjadi sel Tfh selama infeksi virus kronis,
tetapi tidak akut. Secara paralel, jumlah sel T CD4 CXCR5+ yang
bersirkulasi berkurang (pengganti produksi antibodi yang dapat diukur dari
sel Tfh) telah ditunjukkan pada subjek sindroma Turner dengan penurunan
ekspresi UTX dalam sel imun dibandingkan dengan kontrol wanita.
Dengan
52

demikian, penurunan ekspresi UTX pada subjek sindroma Turner dapat


meningkatkan kecenderungan mereka terhadap infeksi virus karena
defisiensi sel Tfh dengan tingkat antibodi yang berkurang. Meskipun
semua data ini menunjukkan bahwa haploinsufisiensi UTX pada sel imun
individu sindroma Turner memiliki konsekuensi fungsional, tidak jelas
apakah pasien sindroma Turner juga memiliki kecenderungan yang
meningkat terhadap infeksi kronis, misalnya, otitis media kronis, karena
penurunan sel jumlah Tfh.10

H. DIAGNOSIS
Diagnosis definitif sindroma Turner adalah pemeriksaan analisis
kromosom dengan kariotipe 30 sel standar yang dapat mendeteksi hingga
10% mosaikisme dengan kepercayaan 95%. Sekitar 40-50% individu
dengan sindroma Turner memiliki kariotipe monosomi (45,X), artinya
semua sel hanya memiliki satu kromosom X; 15-25% memiliki
45,X/46,XX mosaikisme dan 10-12% lainnya memiliki 45,X/46,XY
mosaikisme, artinya beberapa sel hanya memiliki satu kromosom X,
sedangkan yang lain memiliki dua kromosom X atau kromosom X dan Y.7
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan analisis
kromosom (kariotipe dengan atau tanpa FISH). Berdasarkan hasil
kromosom, terdapat dua tipe sindroma Turner:8,11
1. Sindroma Turner klasik dengan hasil analisis kromosom 45,X atau
46,XiXq
2. Sindroma Turner mosaik dengan hasil analisis kromosom 45,X
dengan tambahan lini sel lain seperti 45,X/46,XX; 45,X/46,X,i(X) dan
45,X/46,XY. Gambaran klinis pada sindrom Turner mosaik lebih
ringan dari sindrom Turner klasik.
Sindroma Turner dapat diidentifikasi sebelum lahir dengan temuan
ultrasonografi abnormal peningkatan translusensi nukal, higroma kistik
nukal, koarktasio aorta/anomali jantung sisi kiri, brakisefalus, ginjal tapal
kuda (horseshoe kidney) , polihidramnion, oligohidramnion, atau hidrops
53

janin non-imun. Pada bayi perempuan yang baru lahir, sindroma Turner
dapat muncul dengan limfedema kongenital pada tangan dan kaki, webbed
neck, displasia kuku, langit-langit yang sempit dan melengkung tinggi, dan
metakarpal atau metatarsal keempat yang pendek. Saat setelah tumbuh
dewasa, anak perempuan akan tampak perawakan pendek, dada "shield"
dengan jarak puting yang lebar, webbed neck, garis rambut rendah di
pangkal leher, valgus cubitus, dan deformitas bentuk lengan bawah dan
pergelangan tangan Madelung.5,11

Tabel 2. Temuan pemeriksaan fisis pada sindroma Turner.11


Lokasi Klinis
Mata Inner canthal folds, ptosis, sklera biru
Telinga, hidung, Aurikula yang prominen, low-set ear, palatum yang
mulut tinggi dan sempit
Leher Garis rambut belakang yang rendah, webbed neck
Dada Dada seperti perisai dengan jarak puting yang jauh,
pektus ekskavatum
Tulang Cubitus valgus, short fourth metacarpal dan/atau
metatarsal, Madelung deformity scoliosis
54

Gambar 8. Gambaran klinis sindroma Turner.12

Pasien dengan sindroma Turner biasanya memiliki kecerdasan normal


tetapi mungkin memiliki defisit neurokognitif spesifik, misalnya masalah
dengan organisasi visuospasial. Situasi ini dapat menyebabkan
peningkatan risiko ketidakmampuan belajar, terutama yang melibatkan
perhitungan, ingatan, dan perhatian. Pada masa remaja, wanita sering
datang dengan keterlambatan pubertas atau amenorea primer, akibat
kegagalan ovarium prematur. "Streak gonads" adalah karakteristik
sindroma Turner yang ditandai dengan ovarium, yang terdiri dari jaringan
ikat dan tidak ada folikel atau hanya beberapa folikel atretik.5,15
Pasien dengan sindroma Turner juga memiliki peningkatan risiko
malformasi kardiovaskular, yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan
risiko kematian pada individu tersebut. Beberapa malformasi jantung
adalah kelainan katup aorta (terutama katup aorta bikuspid), arkus aorta
transversal memanjang, anomali vena pulmonal. Diseksi aorta semakin
meningkatkan risiko kematian pada pasien ini. Gangguan pendengaran
umum terjadi karena otitis media berulang yang menyebabkan gangguan
55

pendengaran konduktif, atau karena defek pada sel rambut luar koklea
yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural. Anomali ginjal
sering terjadi pada sindrom Turner dan termasuk malformasi sistem
pengumpulan, kelainan posisi, dan ginjal tapal kuda.5
Abnormalitas okular dapat muncul dengan sindrom Turner, seperti
rabun dekat atau rabun jauh, strabismus, ambliopia, lipatan epicanthic,
ptosis, hipertelorisme, dan buta warna merah-hijau. Sindroma Turner
meningkatkan risiko gangguan autoimun, termasuk hipotiroidisme,
penyakit celiac, dan penyakit radang usus. Karena adanya gonad disgenik,
wanita dengan sindroma Turner berisiko lebih tinggi terkena
gonadoblastoma.5
Berdasarkan temuan kasus, manifestasi tipikal pada pasien
adalah amenorea primer, tidak adanya pertumbuhan seks sekunder,
dan perawakan pendek. Karakteristik gambaran dismorfik berupa dada
"shield" dengan jarak puting yang lebar, webbed neck, garis rambut rendah
di pangkal leher, valgus cubitus, dan deformitas bentuk lengan bawah.
Serta tanner stage yaitu P1M1 (rambut pubis tidak ada, payudara tidak
berkembang). Pada pemeriksaan USG didapatkan tidak tervisualisasi
uterus dan ovarium karena defisiensi stimulus hormone gonadal. Pasien
belum melewati masa pubertas dan tidak bisa mengandung. Pada hasil
analisis kromosom menunjukkan 45,X/46,XY. Berdasarkan temuan ini,
pasien mengalami sindroma Turner mosaik.

2. Bagaimana tatalaksana yang tepat pada pasien ini?


1. Perawakan pendek
Anak perempuan dengan sindroma Turner umumnya memiliki
perawakan pendek, dan pertumbuhannya memerlukan pemantauan ketat.
Sindroma Turner tidak menyebabkan defisiensi hormon pertumbuhan.
Tapi, pasien merespon dengan baik terhadap terapi hormon pertumbuhan
dan harus memulai pengobatan dengan hormon pertumbuhan atau growth
hormone setelah tinggi badan mereka turun di bawah 5% untuk usia. Jika
56

tidak dirawat dengan baik, diperkirakan tinggi badan dewasa akan


menjadi 20 cm di bawah rata-rata tinggi badan wanita dewasa. Terapi
hormon pertumbuhan harus dilanjutkan sampai pasien mencapai tinggi
dewasa dan tidak lagi memiliki potensi pertumbuhan. Setelah pasien
menjalani terapi hormon pertumbuhan, terkadang dapat terlihat skoliosis
yang mendasarinya. Oleh karena itu, tulang belakang pasien harus
dipantau secara ketat selama perawatan. Jika pasien mengalami skoliosis,
maka mereka harus dirujuk sebagai bedah ortopedi untuk kemungkinan
pembedahan penguat atau korektif. Beberapa kemungkinan efek samping
lain dari pengobatan hormon pertumbuhan adalah hipertensi intrakranial,
slipped capital femoral epiphyses, dan pankreatitis. Jika pasien
memerlukan bantuan lebih lanjut untuk pertumbuhan selain hormon
pertumbuhan, oksandrolon, atau induksi pubertas dapat ditawarkan.5
Pemberian dosis tinggi hormon pertumbuhan manusia
biosintetik atau biosynthetic human growth hormone dapat secara
signifikan meningkatkan tinggi anak-anak dengan sindroma Turner,
sehingga terapi growth hormone saat ini merupakan pilihan
pengobatan. Sensitivitas individu terhadap recombinant human growth
hormone (r-hGH) diketahui bervariasi; itu menyebabkan
pertumbuhan yang dipercepat secara signifikan pada tahun pertama,
tetapi responsnya secara bertahap berkurang seiring waktu.
Pencapaian tinggi akhir pasien berkaitan dengan usia saat pengobatan,
waktu, dan dosis dan pemberian growth hormone. Berbagai terapi
kombinasi lebih baik daripada terapi dengan growth hormone saja.
Terapi growth hormone jangka panjang memiliki efek positif pada
perkembangan kraniofasial pada anak perempuan dengan sindroma
Turner, dan dampak terbesarnya adalah pada tinggi wajah posterior
dan tinggi ramus mandibula.16
Pemberian tatalaksana dengan rhGH direkomendasikan, untuk
meningkatkan prognosis tinggi badan spontan dan karenanya, tinggi
dewasa pasien. Harus diresepkan oleh dokter rumah sakit dengan izin
57

yang diperlukan, bila tinggi pasien ≤ -2 SD atau bila terjadi penurunan


kecepatan tinggi yang signifikan tanpa memandang usia, setelah
diagnosis ditegakkan. Usia termuda di mana pengobatan dapat dimulai
masih menjadi bahan perdebatan. Dalam kasus diagnosis dini, pada
usia muda, pengobatan dapat dimulai segera setelah keterlambatan
pertumbuhan terlihat. Namun, penelitian yang diterbitkan telah
menghasilkan hasil yang bertentangan mengenai efek pada tinggi
badan orang dewasa yang memulai pengobatan sebelum dan sesudah
usia empat sampai enam tahun.22
Skema dosis yang direkomendasikan untuk rhGH adalah 0,045–
0,050 mg/kg/hari, sebagai injeksi subkutan harian yang diberikan pada
malam hari. Informasi tentang efek samping pengobatan dengan rhGH
harus diberikan: nyeri di tempat suntikan, sakit kepala dengan
hipertensi intrakranial transien jinak, edema perifer, nyeri sendi,
intoleransi karbohidrat atau bahkan diabetes, manifestasi ortopedi
(epifisiolisis pinggul, memburuknya skoliosis). Tidak ada peningkatan
risiko tumor otak pada pengobatan hormon pertumbuhan. Selama
pengobatan rhGH, kadar IGF-1 setiap 12 bulan, HbA1c ± glukosa
darah per tahun; usia tulang setiap dua sampai tiga tahun.22
Growth hormone diberikan dengan dosis 0,05 mg/kgBB/hari
atau 0,35 mg/kgBB/minggu, injeksi subkutan setiap hari. Maksimal
dosis 0,07 mg/kgBB/hari tergantung respons terapi.8

2. Jantung
 Kelainan jantung sering dikaitkan dengan sindroma Turner. Pada
saat diagnosis, pasien harus dievaluasi dengan EKG untuk
mengevaluasi interval QT yang panjang. Tekanan darah harus diukur
pada ekstremitas atas dan bawah, dan pasien harus mendapatkan
ekokardiogram atau MRI jantung untuk mencari anomali jantung.5
 Untuk interval QT yang panjang, obat yang memperpanjang QT
(antiaritmia, makrolida dan fluoroquinolones, metronidazole,
58

beberapa antijamur, dan antiretroviral, obat psikiatris) harus


dihindari. Jika ada koarktasio aorta, diperlukan pembedahan korektif.
Sepanjang hidup, pasien memerlukan pemantauan untuk dilatasi
aorta dengan ekokardiogram atau MRI jantung. Tekanan darah harus
dipertahankan dalam kisaran normal untuk membantu mengurangi
risiko dilatasi dan diseksi aorta. Tekanan darah harus dikontrol
menggunakan beta-blocker sebagai pengobatan lini pertama, diikuti
oleh penghambat ACE.5

3. Fungsi kognitif atau disabilitas dalam belajar


Anak perempuan dengan sindroma Turner seringkali memiliki
ketidakmampuan belajar meskipun memiliki kecerdasan normal, yang
mungkin memerlukan pendidikan dan penilaian khusus di sekolah.5

4. Gangguan pendengaran
Pemantauan pendengaran secara teratur, termasuk evaluasi
audiologi serial, direkomendasikan sepanjang hidup, dengan evaluasi
audiologi setiap 3 tahun pada anak-anak dan setiap lima tahun pada orang
dewasa.5

5. Ginjal
Ultrasonografi ginjal diperlukan pada saat diagnosis. Abnormalitas
ginjal sering muncul dengan sindroma Turner, termasuk collecting
system malformations, ginjal posisi/tapal kuda, dan ginjal yang tidak
berotasi. Obstruksi akibat kelainan ureteropelvic junction dapat
menyebabkan hidronefrosis dan meningkatkan risiko pielonefritis. Jika
ada kelainan, pasien harus dirujuk ke nefrologi.5

6. Kegagalan ovarium
 Anak perempuan dengan sindroma Turner biasanya datang dengan
amenorea primer atau pubertas tertunda akibat kegagalan ovarium
59

prematur. Serum FSH dan AMH harus diukur pada usia sekitar 10
sampai 11 tahun. Serum AMH dapat membantu memprediksi fungsi
ovarium, dan pasien dengan tingkat terdeteksi cenderung mengalami
pubertas spontan. Terapi penggantian estrogen harus dimulai jika
tidak ada perkembangan payudara yang dimulai sekitar usia 11
hingga 12 tahun.
 Terapi estrogen - Hampir semua anak perempuan dengan sindroma
Turner membutuhkan estrogen, bahkan jika mereka mengalami
pubertas spontan, yang dapat bertahan selama beberapa waktu tetapi
biasanya diikuti dengan insufisiensi ovarium primer. Kemudian,
progestin siklik ditambahkan ke rejimen untuk menginduksi
perdarahan uterus siklik dan mencegah hiperplasia endometrium.
Terapi estrogen harus dimulai sekitar usia 11 hingga 12 tahun jika
gonadotropin meningkat atau kadar AMH rendah. Pengobatan dapat
dimulai dengan dosis antara 1/10 sampai 1/8 dosis pengganti dewasa
dan secara bertahap ditingkatkan setiap enam bulan untuk
mensimulasikan perkembangan pubertas normal hingga mencapai
dosis dewasa.
 Pertumbuhan remaja yang terhambat berhubungan dengan defisiensi
estrogen pada pasien dengan sindroma Turner, sehingga estrogen
harus diberikan. Dahulu, terapi penggantian estrogen dimulai saat
pasien berusia 15 tahun untuk menghindari penutupan dini epifisis,
sehingga memengaruhi tinggi badan seumur hidup pasien.
Rekomendasi umum adalah bahwa pasien dimulai dengan dosis kecil
estrogen pada usia 12, memungkinkan pasien untuk mulai
mengembangkan karakteristik seksual sekunder dan uterus dan untuk
meningkatkan fungsi hati, fungsi kognitif, dan kualitas hidup.
Percobaan baru-baru ini memberikan r-hGH dan estrogen dosis
rendah kepada pasien dengan sindroma Turner selama 20 tahun,
menunjukkan bahwa pemberian estradiol dan r-hGH dosis sangat
rendah pada masa remaja menghasilkan kadar estrogen yang
60

mendekati kadar estrogen pada gadis sehat pada masa pubertas;


sebagai gadis remaja dengan sindroma Turner dewasa, meningkatkan
dosis estradiol sangat meningkatkan tinggi akhir dewasa mereka.
Banyak bentuk estrogen yang dapat digunakan untuk merawat
pasien, yang paling umum adalah estrogen oral yang diikuti oleh
transdermal patches.16
 Pasien sindroma Turner seringkali memiliki pilihan untuk
kriopreservasi jaringan ovarium atau oosit. Pilihan ini hanya tersedia
bagi mereka yang memiliki bukti fungsi ovarium dan tidak
dianjurkan sebelum usia 12 tahun.5
 Karena penipisan folikel ovarium, kebanyakan wanita dengan
sindroma Turner dalam kondisi infertil. Fertilisasi in vitro dengan
donor, oosit adalah pilihan untuk hamil.5
 Induksi pubertas: terapi sulih hormon dengan pemberian estradiol
dosis rendah dimulai sesudah usia 12 tahun. Dosis awal dapat
dimulai dengan 0,05-0,07 mcg dan dapat meningkat bertahap sampai
0,08- 0,12 mcg/kgBB untuk memaksimalkan perkembangan
payudara. Siklik progesteron ditambahkan paling tidak 2 tahun
setelah terapi estrogen atau saat menarche.8.

7. Terapi Oxandrolone
Percobaan memberikan r-hGH sendiri atau dalam kombinasi
dengan androgen untuk pertama kalinya; setelah percobaan selesai dan
pasien dengan sindroma Turner mencapai tinggi akhir mereka, terapi
kombinasi ini secara signifikan meningkatkan pertumbuhan dan tinggi
dewasa akhir. Namun, kemungkinan reaksi yang merugikan (seperti
maskulinisasi (misalnya klitoris yang membesar, suara yang lebih dalam,
hirsutisme, dan jerawat), keterlambatan perkembangan payudara, dan
kadar kolesterol HDL yang lebih rendah) telah mendorong kehati-hatian
dalam penggunaan klinis androgen. Saat ini, oksitosin jarang digunakan
karena
61

penggantian hormon terbukti menjadi pengobatan yang lebih efektif bila


menggunakan estradiol yang dikombinasikan dengan r-hGH.16
Penambahan oksandrolone 0,03-0,05 mg/kgBB/hari (maksimal
dosis 2,5 mg) dapat diberikan bila terapi hormon pertumbuhan dimulai
pada usia 8-10 tahun dan anak sangat pendek. Oksandrolone dapat
diberikan sampai usia tulang 14 tahun. Pemberian oksandrolone dapat
menambah tinggi dewasa penderita sampai 2,3-4,6 cm.8

8. Osteoporosis atau kesehatan tulang


Pasien dengan sindroma Turner memiliki peningkatan risiko
penurunan densitas mineral tulang dan fraktur. Risiko ini dapat dikurangi
dengan terapi estrogen dan suplemen vitamin D dan kalsium. Sindroma
Turner juga meningkatkan risiko skoliosis, dan pasien harus melakukan
skrining setiap tahun dan setiap enam bulan saat menerima terapi hormon
pertumbuhan.5
Perawakan pendek dan kegagalan ovarium merupakan faktor risiko
terjadinya osteoporosis, sehingga diperlukan suplementasi kalsium
(800-1000 mg) dan vitamin D (minimal 400 IU) setiap hari, sesuai
dengan rekomendasi harian. Penderita juga perlu melakukan aktifitas
fisik untuk menghindari obesitas dan osteoporosis dengan terpajan
matahari minimal 30 menit per hari.8

9. Lainnya
Adapun pengaturan pola makan dan hidup, diluar pengobatan
medis dan non-bedah. Hal-hal berikut perlu diperhatikan:22
 Rekomendasi diet dan gaya hidup (diet seimbang, dengan kadar gula
rendah jika pasien memiliki intoleransi karbohidrat atau diabetes).
 Pengobatan diabetes (obat antidiabetik oral dan/atau insulin,
tergantung pada apakah mekanisme yang mendasarinya adalah
autoimun).
62

 Pengobatan distiroidisme (levothyroxine, obat anti-tiroid jika


diperlukan).
 Pengobatan antihipertensi, dengan penyekat beta jika pasien
mengalami dilatasi aorta.
 Diet bebas gluten untuk penyakit celiac.
 Diet rendah lemak pada kasus dislipidemia, dengan pemberian
obat-obatan.
 Pengobatan yang tepat bila terjadi penyakit liver.
 Fisioterapi, pelatihan keterampilan psikomotor, terapi bicara
 Perawatan ortodontik.
 Alat bantu dengar dan kacamata.
 Drainase limfatik, dengan pemakaian kompres stoking sion, bungkus
kompresi malam.
 Vitamin D dan suplemen kalsium.
 Konseling pola makan dan gaya hidup (diet seimbang, latihan fisik
yang besar).
 Perawatan yang tepat jika terjadi masalah kulit.

10. Skrining untuk komorbiditas


 Celiac disease – Antibodi imunoglobulin A transglutaminase
jaringan harus diukur pada usia sekitar dua tahun dan diulangi
setiap dua tahun selama masa kanak-kanak.
 Tiroiditis autoimun – TSH dan T4 bebas atau total harus diukur
setiap tahun, dimulai sekitar empat tahun.
 Penyakit hati – ALT, AST, GGT, dan alkaline phosphatase harus
diukur setiap tahun setelah usia sepuluh tahun. Lab ini biasanya
meningkat pada sindroma Turner, tetapi jika terus-menerus dan
lebih besar dari dua kali normal, memerlukan evaluasi lebih lanjut
oleh ahli hepatologi.
63

 Sindrom metabolik – Hemoglobin A1c harus diukur setiap tahun,


dimulai pada usia sepuluh tahun untuk menyaring hiperglikemia.
Pasien juga harus melakukan skrining untuk dislipidemia dengan
mengukur panel lipid setiap tahun jika setidaknya ada satu faktor
risiko penyakit kardiovaskular.
 Kekurangan Vit D – Serum 25-hidroksivitamin D harus diukur
antara usia 9 hingga 11 tahun dan setiap 2 hingga 3 tahun
sesudahnya.
 Gonadoblastoma – Pasien dengan sindroma Turner yang memiliki
elemen kromosom penanda pada kariotipe atau pasien yang
mengalami virilisasi, harus diskrining untuk kromosom Y. Jika
kromosom Y ada, gonad harus diangkat; jika tidak, hal itu
meningkatkan risiko gonadoblastoma.5

Berdasarkan temuan pada kasus, pasien di usia 19 tahun belum


mengalami menarche dan belum disertai dengan tanda pubertas. Maka dari itu,
terapi farmakologi yang diberikan ada terapi pengganti hormone berupa pil
KB I kombinasi yang berisi levonergester (progesterone) 0,15 mg dan ethinyl
estradiol (estrogen) 0,03 mg. Estrogen biasanya diberikan dalam bentuk tablet
pada awal masa remaja untuk memicu dimulainya pubertas. Namun, estrogen
saja tanpa progestogen tidak aman bila sudah terjadi menstruasi. Terapi
dengan estrogen saja dapat menstimulasi penebalan dinding uterus dan tidak
akan meluruh tanpa pemberian progestogen. Perdarahan setiap bulan pada
menstruasi distimulasi oleh progesteron dan dibutuhkan untuk menjaga uterus
tetap sehat. Terapi tanpa progestogen dalam jangka waktu yang panjang dapat
menyebabkan munculnya kanker. Risiko ini dihentikan jika menggunakan
progesteron secara rutin. Perlu diingat bahwa perdarahan bulanan ini
bergantung pada terapi estrogen dan progesteron dan tidak berkaitan dengan
fertilitas, karena ovarium tidak menghasilkan sel telur.19
Terkadang lebih baik memberi estrogen tidak melalui mulut. Bila
estrogen diberikan melalui patch di kulit, atau dalam bentuk gel yang
64

digosokkan di kulit setiap hari, ataupun dengan menggunakan implan kecil


subkutan (diletakan di bawah kulit sehingga estrogen akan dilepaskan secara
perlahan) efek sampingnya akan lebih kecil pada tekanan darah dan
pembekuan darah. Penggunaan estrogen/progesteron non oral dapat
dipertimbangkan untuk diberikan pada perempuan yang mengalami tekanan
darah tinggi, migrain, atau riwayat pembekuan darah atau thrombosis selama
terapi estrogen oral.19

Implikasi masa depan terapi epigenetik pada gambaran klinis dan


komplikasi terkait pada sindroma Turner
Dengan adanya kemungkinan dampak perubahan epigenetik pada
fenotipe sindroma Turner, yang dihasilkan dari monosomi kromosom X, peran
potensial pengobatan epigenetik untuk perawatan dan pengelolaan sindroma
Turner harus dipertimbangkan. Pertama, agen hypomethylating seperti 5-
azacytidine, meskipun berguna sebagai epidrug antikanker, bersifat mutagenik
dan, oleh karena itu, tidak sesuai untuk digunakan dalam kondisi klinis lain
seperti sindroma Turner. Pendekatan pengobatan berdasarkan manajemen diet
juga dapat mempengaruhi pola metilasi DNA, dan diketahui tidak beracun dan
aman, dengan demikian, dapat digunakan sebagai agen terapi potensial dalam
mencegah atau memperbaiki komplikasi metabolik terkait yang sering terlihat
pada pasien dewasa dengan sindroma Turner. Contoh klasik donor metil
adalah suplementasi dengan asam folat dan vitamin B12. Meskipun tidak
diharapkan untuk mengurangi metilasi pada lokus hipermetilasi, namun dapat
mencegah hilangnya metilasi pada lokus hipometilasi, oleh karena itu
membantu mempertahankan tingkat metilasi di seluruh genom. Namun, sejauh
ini belum ada penelitian yang meneliti jenis terapi ini pada individu dengan
sindroma Turner dalam uji coba terkontrol. Pendekatan terapeutik ini,
berdasarkan manipulasi diet, telah terbukti memiliki efek variabel dan
sebagian menjanjikan pada dampak kesehatan secara keseluruhan pada
gangguan lain. Di sisi lain, identifikasi target master regulator genes yang
dapat memainkan peran kunci dalam pengembangan fitur klinis dan
komplikasi terkait, seperti deregulasi
65

imun dan perawakan pendek, dapat memberikan petunjuk untuk terapi masa
depan, baik dalam sindroma Turner maupun dalam kondisi lain.10

Potensi kehamilan dan penanda prediktif


Mengenai bagaimana memprediksi wanita sindroma Turner yang
memenuhi syarat untuk perawatan fertilitas menggunakan oosit sendiri dan
mana yang harus segera dianjurkan ke opsi lain seperti adopsi atau donasi
oosit. Pada wanita eukariotik, anti-mullerian hormone (AMH) dan jumlah
folikel antral, dinilai dengan ultrasonografi vagina, digunakan sebagai
penanda prediktif fertilitas. AMH diproduksi oleh sel-sel granulosa, sehingga
kadar serum setara dengan ukuran kumpulan folikel yang sedang tumbuh, dan,
secara tidak langsung, juga kumpulan folikel primordial, yang mencerminkan
cadangan ovarium. FSH dan BMP adalah stimulator utama dari sintesis,
sedangkan estrogen menghambat ekspresi reseptor AMH dan AMHR2. Cairan
folikel dari perempuan muda sindroma Turner memiliki konsentrasi AMH
yang tinggi bersama dengan konsentrasi estrogen dan testosteron yang lebih
rendah, yang mencerminkan fungsi abnormal sel folikel, atau mungkin karena
efek penyelamatan, karena AMH telah terbukti mencegah folikel atresia.6
Pengukuran AMH juga telah diterapkan pada wanita sindroma Turner
dan berkorelasi secara signifikan dengan fungsi ovarium pada gadis pubertas
sindroma Turner (12-25 tahun). Tingkat AMH berhubungan dengan kariotipe,
perkembangan pubertas spontan, nilai LH/FSH dan adanya folikel. Oleh
karena itu tampaknya berguna sebagai alat untuk menilai cadangan ovarium
pada anak perempuan sindroma Turner pubertas.6
Sejauh ini belum ada bukti mengenai penggunaan AMH pada anak
perempuan pra-pubertas yang lebih muda, dan karena kematian ovarium
dimulai pada usia dini, peneliti membutuhkan penanda prediktif yang berguna
pada anak sindroma Turner yang lebih muda.6
Karena inhibin B disekresikan dari folikel yang sedang berkembang
selama masa kanak-kanak, telah disarankan sebagai prediktor fungsi ovarium
pada anak prapubertas dengan sindroma Turner. Dipercayai bahwa kadar
serum
66

AMH dan inhibin B mencerminkan cadangan ovarium yang independen dari


aksis hipotalamus-hipofisis-gonad. Pubertas spontan berkorelasi dengan kadar
AMH dan inhibin B yang lebih tinggi, namun inhibin B terbukti dapat
dideteksi tanpa adanya tanda pubertas spontan pada wanita sindroma Turner.6

3. Bagaimana prognosis pada kasus ini?


Pasien dengan sindroma Turner memiliki angka kematian yang
meningkat, tiga kali lebih besar dari populasi umum. Penyakit kardiovaskular
akibat penyakit jantung koroner dan stroke pada pasien yang lebih tua
merupakan faktor yang signifikan. Dari penyakit kardiovaskular bawaan,
aneurisma aorta adalah penyebab terbesar. Pasien juga menunjukkan
peningkatan kematian karena pneumonia, diabetes, epilepsi, penyakit hati, dan
penyakit ginjal.5
Pada wanita dengan sindroma Turner yang merencanakan kehamilan
risiko aborsi spontan lebih tinggi, terutama karena kelainan genetik janin.
Intrauterine growth retardation, berat badan lahir rendah, persalinan
prematur, dan lahir mati, dapat terjadi karena lingkungan uterus yang buruk.
Wanita dengan sindroma Turner yang berencana melanjutkan kehamilan
memerlukan skrining dan konseling komprehensif sebelum konsepsi,
termasuk penilaian fungsi jantung, pemantauan tekanan darah, ekokardiografi,
MRI toraks, USG abdomen, dll untuk sepenuhnya memahami dan menilai
risiko kehamilan. Dua poin terpenting adalah skrining genetik prenatal untuk
menghindari kelainan kromosom embrio, dan penilaian jantung pra-
kehamilan. Mengingat bahwa curah jantung wanita hamil sekitar 50% lebih
tinggi daripada wanita tidak hamil dan 23-50% wanita dengan sindroma
Turner memiliki penyakit jantung bawaan, tipe yang paling umum adalah two-
leaf aortic valve. Karena kontraksi dan dilatasi aorta, kehamilan secara
signifikan meningkatkan risiko komplikasi kardiovaskular yang berhubungan
dengan sindroma Turner. Kehamilan pada wanita dengan sindroma Turner
memiliki risiko kematian ibu yang lebih tinggi akibat diseksi aorta atau ruptur
atau robekan diseksi pada akar aorta dan juga berisiko tinggi mengalami
gangguan hipertensi serius terlepas
67

dari penggunaan oosit autologous atau donasi. Kejadian diseksi aorta pada
wanita dengan sindroma Turner setelah kehamilan dapat setinggi 2,0%∼4,8
dan risiko berkembangnya preeklampsia sekitar 21%. Oleh karena itu,
penilaian jantung prakehamilan dengan pengukuran aortic size index (ASI)
sangat diperlukan untuk wanita dengan sindroma Turner yang sedang
mempertimbangkan kehamilan. Indeks ASI >2 cm/m2 dianggap sebagai
kontraindikasi kehamilan. Selain itu, karena disproporsi sefalopelvik pada
wanita sindroma Turner, tingkat operasi caesar lebih tinggi, diikuti dengan
peningkatan risiko yang terkait dengan operasi caesar. Singkatnya, semua
wanita dengan TS yang berniat untuk hamil harus diberi tahu tentang
kemungkinan risiko ini sebelumnya, harus dievaluasi sebelum kehamilan dan
dipantau secara ketat selama kehamilan dan pascapersalinan.14

Gambar 9. Rekonstruksi tiga dimensi diseksi aorta yang terjadi


pada wanita muda dengan sindroma Turner.17

SURROGACY DAN ADOPSI


Surrogacy gestasional mengacu pada prosedur yang menerima untuk
hamil dan melahirkan anak yang tidak memiliki hubungan biologis
dengannya untuk wanita / pasangan yang dituju. Sumber oosit bisa
autologous atau disumbangkan. Karena tingginya risiko penyakit
kardiovaskular yang serius
68

dan komplikasi lain selama kehamilan pada wanita dengan sindroma Turner,
surrogacy gestasional adalah alternatif untuk kehamilan di beberapa negara
yang melegalkan surrogacy. Namun, ibu surrogacy gestasional tidak
diperbolehkan karena kurangnya undang-undang yang relevan di banyak
negara, misalnya banyak negara Asia, terutama China, tetapi diperbolehkan di
Amerika Serikat, Rusia, Ukraina, dan sebagainya. Adopsi layak untuk semua
wanita dengan sindroma Turner, dan metode ini juga sepenuhnya
menghindari risiko komplikasi utama yang terkait dengan kehamilan TS.14
BAB V
SIMPULAN

1. Amenorea didefinisikan sebagai tidak adanya menarche pada wanita usia


reproduksi. Amenorea primer didefinisikan sebagai kegagalan untuk mencapai
menarche. Sindroma Turner yang paling umum, yang mencapai 43% dari
kasus amenorea primer.
2. Sindroma Turner, juga disebut sebagai sindrom hipoplasia ovarium
kongenital, merupakan kelainan kromosom seks yang paling umum ditemukan
pada wanita. Hal ini terjadi ketika salah satu kromosom X hilang, sebagian
atau seluruhnya.
3. Diagnosis definitif sindroma Turner adalah pemeriksaan analisis kromosom
dengan kariotipe 30 sel standar yang dapat mendeteksi hingga 10%
mosaikisme.
4. Penatalaksanaan harus mencakup kolaborasi erat dari beberapa spesialisasi
seperti genetika, embriologi, pediatri, ginekologi dan kebidanan,
endokrinologi, kardiologi, gastroenterologi, oto-rinonologi, oftalmologi, dan
lain-lain.

69
DAFTAR PUSTAKA

1. Gasner A, Rehman A. Primary Amenorea. [Updated 2022 Sep 5]. In:


StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554469/
2. Ali A, Indriyati R, Winarni TI, et al. Cytogenetic Analysis and Clinical
Phenotype of Primary Amenorea in Indonesian Patients. Journal of
Biomedicine and Translational Research 01 (2018) 22 - 27
3. Tudhur NS, Paramitha AD, Islamy N, et al. Laporan Kasus: Amenorea Primer.
Medula, Volume 11, Nomor 1, April 2021, 91
4. The American College of Obstetricians and Gynecologist. Tanner Staging.
Tool Kit for Teen Care, second edition
5. Shankar Kikkeri N, Nagalli S. Turner Syndrome. [Updated 2022 Aug 8]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554621/
6. Viuff M, Gravholt CH. Turner Syndrome and Fertility. Ann Endocrinol (Paris).
2022 Aug;83(4):244-249. doi: 10.1016/j.ando.2022.06.001. Epub 2022 Jun 18.
PMID: 35728697.
7. Gosal AA, Artati RD. Late Diagnosis of Turner Syndrome-Rare Genetic
Disease: A Case Report. Green Medical Journal Vol.4 Issue: 2 (August, 2022)
e-ISSN: 2686-6668
8. Pulungan AB, Aditiawati, Tjahjono HA. Sindroma Turner. Dalam Panduan
Praktik Klinis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2017
9. Seppä S, Kuiri-Hänninen T, Holopainen E, Voutilainen R.
MANAGEMENT OF ENDOCRINE DISEASE: Diagnosis and management of
primary amenorea and female delayed puberty. Eur J Endocrinol. 2021 May
4;184(6):R225-R242. doi: 10.1530/EJE-20-1487. PMID: 33687345.
10. Álvarez-Nava F, Lanes R. Epigenetics in Turner syndrome. Clin Epigenetics.
2018 Apr 6;10:45. doi: 10.1186/s13148-018-0477-0. PMID: 29636833;
PMCID: PMC5889574.

70
11. Mahdi FA, Alanazi ME, Alanazi NE, et al. An Overview on Turner Syndrome:
Literature Review. International Journal of Pharmaceutical and
Phytopharmacological Research (eIJPPR), December 2020, Volume 10, Issue
6,
Page 78-81
12. National Organization for Rare Disorders (NORD); Turner Syndrome:
https://rarediseases.org/rare-diseases/turner-syndrome/
13. Hjerrild BE, Mortensen KH, Gravholt CH. Turner syndrome and clinical
treatment. Br Med Bull. 2008;86:77-93. doi: 10.1093/bmb/ldn015. Epub 2008
Apr 9. PMID: 18400842.
14. Ye M, Yeh J, Kosteria I, Li L. Progress in Fertility Preservation Strategies in
Turner Syndrome. Front Med (Lausanne). 2020 Jan 24;7:3. doi:
10.3389/fmed.2020.00003. PMID: 32039223; PMCID: PMC6993200.
15. Farhud D, Asgarian R, Seifalian A, Mostafaeinejad P, Eslami M. Genetic
Investigation of 261 Cases of Turner Syndrome Patients Referred to the
Genetic Clinic. Iran J Public Health. 2021 Oct;50(10):2065-2075. doi:
10.18502/ijph.v50i10.7507. PMID: 35223574; PMCID: PMC8819239.
16. Cui X, Cui Y, Shi L, Luan J, Zhou X, Han J. A basic understanding of Turner
syndrome: Incidence, complications, diagnosis, and treatment. Intractable Rare
Dis Res. 2018 Nov;7(4):223-228. doi: 10.5582/irdr.2017.01056. PMID:
30560013; PMCID: PMC6290843.
17. Huang AC, Olson SB, Maslen CL. A Review of Recent Developments in
Turner Syndrome Research. J Cardiovasc Dev Dis. 2021 Oct 23;8(11):138.
doi: 10.3390/jcdd8110138. PMID: 34821691; PMCID: PMC8623498.
18. Abir R, Oron G, Shufaro Y. Fertility in patients with Turner syndrome. Fertil
Steril. 2020 Jul;114(1):73-74. doi: 10.1016/j.fertnstert.2020.04.009. PMID:
32622415.
19. Stanhope R, Fry V, Skuse D, et al. Hormon dan Aku Sindrom Turner [dalam
Bahasa Indonesia]. 2012. Australian Pediatric Endocrine Group; Ikatan Dokter
Anak Indonesia

71
20. Ibarra-Ramírez, M.; Martínez-de-Villarreal, L.E. (2016). Clinical and
genetic aspects of Turner's syndrome. Medicina Universitaria, 18(70), 42-48.
doi:10.1016/j.rmu.2016.03.003
21. Arsana W, Retno P. Sindroma Turner. Maj. Kedok. Unibraw Vol. XIX, No.3,
Desember 2022
22. Fiot E, Alauze B, Donadille B, Samara-Boustani D, et al. Turner syndrome:
French National Diagnosis and Care Protocol (NDCP; National Diagnosis and
Care Protocol). Orphanet J Rare Dis. 2022 Jul 12;17(Suppl 1):261. doi:
10.1186/s13023-022-02423-5. PMID: 35821070; PMCID: PMC9277788.

72
DEPARTEMEN/BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN/FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Jalan Jenderal Sudirman Palembang 30126
Telp. : (0711) 354088 , 311466 Ext. (522,523,526,527)
(0711) 315233 , 4234954 Fax. : (0711) 355550
E-Mail :obgynrsmh@yahoo.com

PANDUAN KONFERENSI GABUNGAN

I. PENDAHULUAN
A. Kasus dipresentasikan dan tanya jawab dalam bahasa Indonesia.
B. Mempersiapkan 3 oponen 3 hari sebelum jadwal presentasi ilmiah.
C. Kasus yang dipresentasikan merupakan kasus yang diputuskan dalam acara ilmiah
(morning report, konferensi klinik, chief report, ronde kepala departemen/KPS)
untuk dianalisis dan dibahas di forum ilmiah.
D. Kasus dipresentasikan maksimal 2 minggu (14 hari) setelah diputuskan dalam acara
ilmiah.
E. Bila residen mengalami kesulitan mendapatkan kasus untuk dipresentasikan, dapat
menghadap kepada seksi ilmiah PPDS Obstetri dan Ginekologi.
F. Seluruh residen/tim jaga yang terlibat dalam kasus tersebut diwajibkan hadir dalam
presentasi kasus.
G. Dalam konferensi gabungan dimuat permasalahan dan analisis kasus. Di dalam
konferensi gabungan dibahas mengenai tatalaksana dan prognosis pasien berikutnya.

II. TATA CARA PENGAJUAN ILMIAH


A. Mengajukan 1 (satu) kasus kepada seksi ilmiah PPDS Obstetri dan Ginekologi
minimal 2 minggu (14 hari) sebelum jadwal presentasi.
B. Mengisi lembar pengajuan ilmiah.
C. Seksi ilmiah PPDS Obstetri dan Ginekologi akan memutuskan satu kasus untuk
dipresentasikan dan menunjuk pembimbing dan moderator ilmiah, serta memutuskan
Departemen lain yang ikut dalam konferensi gabungan.
D. Mengisi buku kegiatan ilmiah yang terdapat di meja seksi ilmiah PPDS Obgin.
E. Menghadap TU untuk meminta surat resmi dari Departemen Obgin ke Departemen
lain.
F. Residen harus berkonsultasi dengan pembimbing ilmiah minimal 4 kali (H-14, H-7,
H-3, H-1).
G. Residen harus berkonsultasi dengan moderator ilmiah minimal 1 kali.
H. Mengisi lembar konsultasi ilmiah setiap berkonsultasi dengan pembimbing dan
moderator ilmiah.
I. Melampirkan fotocopy lembar pengajuan ilmiah dan lembar konsultasi ilmiah yang
telah ditandatangani oleh seksi ilmiah PPDS Obgin dan pembimbing ilmiah di bagian
belakang konferensi gabungan.
J. Salinan presentasi kasus harus diberikan kepada medical record minimal 2 hari
sebelum presentasi dan distribusi salinan tersebut menjadi tanggungjawab residen
yang bersangkutan.
K. Residen wajib mengirimkan softcopy presentasi kasus ke mailing list PPDS Obgin:
obginunsri@googlegroup.com.
DEPARTEMEN/BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN/FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Jalan Jenderal Sudirman Palembang 30126
Telp. : (0711) 354088 , 311466 Ext. (522,523,526,527)
(0711) 315233 , 4234954 Fax. : (0711) 355550
E-Mail :obgynrsmh@yahoo.com

L. Residen harus mengkonfirmasi kepada medical record bila terjadi perubahan jadwal
dengan persetujuan tertulis dari konsulen moderator.
M. Mendokumentasikan makalah kasus, lembar pengajuan ilmiah, lembar konsultasi
ilmiah, dan lembar pengesahan ilmiah kepada TU Pendidikan PPDS Obgin.

II. TATA CARA PENULISAN MAKALAH ILMIAH


A. Font yang digunakan Times New Roman (TNR)
B. Pada halaman depan (cover) :
1. Pojok kiri atas ditulis jenis ilmiah ‘Konferensi Gabungan’ dgn Font TNR 12 dan
TIDAK dicetak tebal (no bold).
2. Judul ilmiah ditulis seperti piramid terbalik dengan Font TNR 16, dicetak tebal
(bold), paragraph 1. Judul kasus ditulis dalam huruf balok.
3. Identitas ‘Penyaji, pembimbing, pemandu’ ditulis dengan Font TNR 12 tidak
dicetak tebal (no bold). Nama ditulis dengan Font TNR 12, dicetak tebal (bold).
4. Tempat presentasi ditulis dengan Font TNR 14, huruf balok, cetak tebal, bentuk
piramid.
5. Waktu presentasi ditulis dengan Font TNR 12, tidak dicetak tebal (no bold).
“Dipresentasikan pada hari Senin, 31 Oktober 2011 pukul 12.30 WIB”
6. Di dalam referat, dicantumkan daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, dan daftar
singkatan.
7. Bab ditulis dengan angka Romawi (I, II, III, IV, dst..), sub bab ditulis dengan huruf
balok (A, B, C, D, dst..). Bila ada sub bab lagi, dapat ditulis dengan angka 1,2,3,4,
dst.
8. Untuk judul bab, tidak semua ditulis dengan huruf balok (hanya awal kata, kecuali
kata sambung), FontTNR 12.
9. Isi bab ditulis dengan Font TNR 12, Paragraf 1,5.
10. Huruf pertamapada paragraf awal tiap bab sejajar dengan huruf pertama dari judul
bab atau sub bab. Paragraf selanjutnya menjorok kedalam 5 ketuk.
11. Halaman ditulis di pojok kiri atas (kec. halaman 1, tidak dicantumkan). Daftar isi,
daftar tabel dan daftar gambar menggunakan huruf i, ii, iii, dst.
12. Penulisan keterangan gambar, Font TNR 11, dicetak tebal, ditulis di bawah gambar,
13. Penulisan keterangan tabel, Font TNR 11, dicetak tebal, ditulis di atas tabel, dan
tabel TIDAK menggunakan garis vertikal (tegak). Di bagian bawah tabel, ditulis
kutipan dari mana.
14. Setiap kata yang belum diadaptasi sesuai EYD, dicetak miring.
15. Simpulan sebaiknya dalam bentuk paragraf. Untuk presentasi kasus, ditulis
“simpulan”.
16. Presentasi kasus sebaiknya dibuat 10-15 halaman, tergantung kasus.
17. Rujukan minimal 15, ditulis dengan Font TNR 10, tidak ditulis nomor bab, dalam
bentuk Vancouver. Contoh :
DEPARTEMEN/BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN/FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Jalan Jenderal Sudirman Palembang 30126
Telp. : (0711) 354088 , 311466 Ext. (522,523,526,527)
(0711) 315233 , 4234954 Fax. : (0711) 355550
E-Mail :obgynrsmh@yahoo.com

 Hernandez-Rey AE, Weiss G. Advanced extrauterine pregnancy. In: Apuzzio


JJ, Vintzileos AM, Iffy L. Operative obstetris. 3rd ed. London: Taylor &
Francis, 2006;173-80.
 Corpa JM. Ectopic pregnancy in animals and human. Rep J. 2006;131:631-40.
 Mulianto TE. Manfaat pemberian Tramadol pada nyeri persalinan. Palembang:
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,
1995. (tesis)
18. Margin : kiri dan atas 4 cm, kanan dan bawah 3 cm.
19. Pemeriksaan penunjang yang mendukung kasus harus dilampirkan, seperti
pemeriksaan ultrasonografi, EKG, rontgen thorak, laporan operasi, dan
sebagainya.
20. Daftar tim jaga yang berkaitan dengan kasus harus dilampirkan di bagian
belakang presentasi kasus.
C. Lembar pengesahan
1. Pada bagian tengah atas ditulis “Lembar Pengesahan”dgn Font TNR 12 dan
dicetak tebal (bold).
2. Judul ilmiah ditulis di bagian tengah, seperti piramid terbalik dengan Font TNR
16, dicetak tebal (bold), paragraph 1.
3. Di bawah judul ditulis dengan Font TNR 12, tidak dicetak tebal (no bold).
“Telah dipresentasikan pada hari Senin, 31 Oktober 2012 pukul 12.30 WIB”
4. Lambang UNSRI dicantumkan pada bagian tengah.
5. Tanda tangan pembimbing ilmiah pada sebelah kiri dan tanda tangan presentan
pada sebelah kanan.
6. Tempat presentasi ditulis dengan Font TNR 14, huruf balok, cetak tebal, bentuk
piramid.

III.TATA CARA PRESENTASI ILMIAH


A. Presentasi kasus dilakukan dalam bahasa Indonesia yang baku.
B. Waktu presentasi kasus sekitar 15 menit.
C. Sebaiknya slide tidak menggunakan warna-warna dan animasi yang berlebihan,
dianjurkan menggunakan background warna hitam, putih atau biru.
D. Kasus dipresentasikan dalam 20-25 slide.
E. Dalam 1 slide, maksimal 8-10 baris kalimat baku.
F. Huruf yang digunakan dalam slide harus jelas, font Arial, kontras dan besarnya
sesuai agar dapat dibaca dengan jelas.
G. Tabel harus diketik ulang agar terbaca jelas.
H. Gambar dimuat dalam 1 slide penuh.
I. Laporan operasi dan daftar tim jaga harus dilampirkan.
J. Slide harus sesuai dengan isi pelaporan kasus.

Anda mungkin juga menyukai