Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN SIKLUS XII

PRAKTIK MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN PELAYANAN


KEBIDANAN DI RUMAH SAKIT PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ANDALAS

Oleh:

Hadrah Alfina (2140322001)

Fannysia Halim (2140322003)

Ovella April Rieza (2140322005)

Naomi Sondang (2140322007)

Monica Lailatul Murarah (2140322009)

Fira Rahmaditha (2140322010)

Vivin Adelia (2140322015)

Trifia Rahmawati (2140322016)

Preseptor Lapangan : Rilly Yane Putri, SST., M. Biomed


Preseptor Akademik : Fitrayeni, SKM.. M. Biomed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Penugasan
Tempat : Rumah Sakit Pendidikan Universitas Andalas Tanggal 19 Oktober
2022
Siklus XII : Praktik Manajemen dan Kepemimpinan Pelayanan Kebidanan
dengan Judul : Menganalisis Perilaku Kepemimpinan, Identifikasi Sistem
Pelayanan Pasien
di Rumah Sakit, Advokasi, Negosiasi, Kolaborasi Interprofesional dalam Tim
Kerja dalam Memberikan Pelayanan

Oleh :

Hadrah Alfina (2140322001)

Fannysia Halim (2140322003)

Ovella April Rieza (2140322005)

Naomi Sondang (2140322007)

Monica Lailatul Murarah (2140322009)

Fira Rahmaditha (2140322010)

Vivin Adelia (2140322015)

Trifia Rahmawati (2140322016)

Padang, 19 Oktober 2022

Telah disetujui dan disahkan oleh :

Preseptor Lapangan Preseptor Akademik


Rilly Yane Putri, SST., M. Biomed Fitrayeni, SKM., M. Biomed
NIP. 197310021993022002

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktik Manajemen Dan Kepemimpinan Pelayanan Kebidanan Di Rumah Sakit
Pendidikan Universitas Andalas dengan judul “Menganalisis Perilaku
Kepemimpinan, Identifikasi Sistem Pelayanan Pasien di Rumah Sakit, Advokasi,
Negosiasi, Kolaborasi Interprofesional dalam Tim Kerja dalam Memberikan
Pelayanan”. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW, semoga kita selalu dapat meneladani segala sisi kehidupan beliau. Laporan
ini dibuat sebagai tugas Siklus XII Praktik Manajemen dan Kepemimpinan
Pelayanan Kebidanan Program Studi Pendidikan Profesi Bidan Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis sadar tanpa bantuan dan bimbingan dari banyak pihak akan sangat
sulit untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Fitrayeni, SKM., M. Biomed selaku preseptor akademik yang telah
menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran untuk mengarahkan
penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
2. Rilly Yane Putri, SST., M. Biomed selaku preseptor lapangan yang telah
menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran untuk mengarahkan
penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih ada kekurangan dan
kelemahan karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

Padang, Oktober 2022


Penulis

DAFTAR ISI

Cover
Lembar Pengesahan............................................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................................ii
Daftar Isi............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Tujuan.......................................................................................................................3
1.3 Manfaat.....................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................5
2.1 Manajemen...............................................................................................................5
2.2 Menganalisis Perilaku Kepemimpinan....................................................................7
2.2.1 Pengertian Kepemimpinan.............................................................................7
2.2.2 Syarat Pemimpin............................................................................................8
2.2.3 Azas–Azas Kepemimpinan............................................................................8
2.2.4 Teori Kepemimpinan.....................................................................................9
2.2.5 Gaya Kepemimpinan...................................................................................10
2.2.6 Pemimpin Yang Efektif...............................................................................11
2.3 Identifikasi Sistem Pelayanan Pasien Di Rumah Sakit..........................................13
2.4 Advokasi, Negosiasi, Kolaborasi Interprofesional dalam Tim Kerja Selama
Memberikan Pelayanan..........................................................................................18
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................27
3.1 Menganalisis Perilaku Kepemimpiman.................................................................27
3.2 Identifikasi Sistem Pelayanan Pasien Di Rumah Sakit..........................................30
3.3 Advokasi, Negosiasi Dan Kolaborasi Interprofesional dalam Tim Kerja
Selama Memberikan Pelayanan Kebidanan...........................................................44
BAB IV PENUTUP..........................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................48

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur pelayanan pasien rawat jalan Rumah Sakit Universitas


Andalas………………………………………………………………………….
Gambar 2. Alur masuk pasien rawat inap kebidanan dan anak Rumah Sakit
Universitas Andalas…………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tenaga kesehatan sebagai sumber daya manusia dalam menjalankan
pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan sumber daya yang penting
dan sangat di butuhkan untuk mencapai kinerja yang optimal. Berhasil
tidaknya suatu bidang jasa pelayanan kesehatan seperti rumah sakit
tergantung pada kemampuan sumber daya manusia dalam menjalankan
aktivitasnya. Pelayanan kesehatan di Indonesia, khususnya pelayanan
kesehatan di rumah sakit saat ini sedang mendapat perhatian dari masyarakat.
Rumah sakit sebagai sebuah organisasi kerja yang bergerak di bidang
pelayanan kesehatan, di dalamnya terdapat berbagai profesi sebagai media
kerja dari karyawan dalam menjalankan fungsinya. Rumah sakit sebagai
sebuah organisasi kerja yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan, di
dalamnya terdapat berbagai profesi sebagai media kerja dari karyawan dalam
menjalankan fungsinya (Lestari dan Amal, 2019).

Kepemimpinan di rumah sakit diselenggarakan dengan pendelegasian


wewenang kepada para karyawan dan mendukung berbagai macam upaya dan
kreatifitas para karyawan, serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
dalam setiap pengambilan keputusan termasuk pembagian intensif. Namun
demikian masih dirasakan adanya kekurangan didalam penyelenggaraan
tersebut. Seorang pemimpin menyadari bahwa organisasi harus disusun
sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka tugas dan
kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan organisasi.
Perilaku dari gaya kepemimpinan ini selalu mendorong bawahannya untuk
menumbuh kembangkan daya inovasi dan kreatifitasnya serta memberikan
penghargaan kepada bawahan yang berprestasi tinggi. Pada pelaksanaan kerja
antara pemimpin dan karyawan dalam suatu organisasi sangat menentukan
keberhasilan untuk mencapai tujuan (Mulyatiningsih dan Sasyari, 2021).

Kepemimpinan menurut Permenkes (2011) berperan dalam


meningkatkan keselamatan pasien yaitu mendorong dan menjamin
implementasi program keselamatan pasien, menjamin berlangsungnya
program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program
menekan atau mengurangi insiden, mendorong dan menumbuhkan
komunikasi dan koordinasi, mengalokasikan sumber daya yang adekuat,
mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan
kinerja rumah sakit dan keselamatan. Kepemimpinan yang baik ditunjukkan
pulaoleh komunikasi yang baik, mentoring, dan kemampuan untuk maju.

Bidan sebagai seorang pemberi layanan kesehatan (health provider)


harus dapat melaksanakan pelayanan kebidanan dengan melaksanakan
manajemen yang baik. Dalam hal ini bidan berperan sebagai seorang manajer,
yaitu mengelola atau me-manage segala sesuatu tentang kliennya sehingga
tercapai tujuan yang di harapkan. Dalam mempelajari manajemen kebidanan
diperlukan pemahaman mengenai dasar-dasar manajemen sehingga konsep
dasar manajemen merupakan bagian penting sebelum kita mempelajari lebih
lanjut tentang manajemen kebidanan. Akar atau dasar manajemen kebidanan,
adalah ilmu manajemen secara umum. Dengan mempelajari teori manajemen,
maka diharapkan bidan dapat menjadi manajer ketika mendapat kedudukan
sebagai seorang pimpinan, dan sebaliknya dapat melakukan pekerjaan yang
baik pula ketika bawahan dalam suatu sistem organisasi kebidanan.

Manajer kebidanan harus menggunakan metode manajemen modern


untuk mengatasi tantangan yang dihadapi dalam sistem perawatan dan budaya
keselamatan. Upaya peningkatan keselamatan pasien merupakan proses
dinamis yang terus berubah, dan itu tergantung pada keadaan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkait keselamatan pasien,
yang didukung oleh gaya kepemimpinan yang sesuai dengan kondisi tersebut.
Gaya kepemimpinan dan kecenderungannya, yang harus diperhatikan adalah
bagaimana seorang manajer keperawatan harus dapat memiliki inisiatif,
mampu mengembangkan dan memahami perubahan-perubahan yang terjadi,
yang berhubungan langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan
keselamatan pasien. Perubahan pola kepemimpinan terjadi karena kondisi
yang terus bergerak dinamis, struktur kelembagaan yang terus mengalami
perubahan secara sistemik dan budaya masyarakat yang berkembang dalam
kebutuhan keamanan dan keselamatan pasien (Mulyatiningsih dan Sasyari,
2021).

Manajemen kebidanan tidak hanya diimplementasikan pada asuhan


kebidanan pada individu akan tetapi dapat juga diterapkan di dalam
pelaksanaan pelayaanan kebidanan yang ditujukan kepada keluarga dan
masyarakat. Manajemen kebidanan mendorong para bidan menggunakan cara
yang teratur dan rasional sehingga mempermudah pelaksanaan yang tepat
dalam mencagahkan masalah klien dan akhirnya tujuan mewujudkan kondisi
ibu dan anak yang sehat dapat tercapai (Sudiartini, 2017).

Di Rumah Sakit Universitas Andalas, bidan telah menempati beberapa


titik posisi manajerial kepemimpinan, seperti sebagai Kepala Ruangan Rawat
Inap, Kepala Ruangan Rawat Jalan (Poli), dan Ketua Tim Ruangan Rawat
Jalan (Poli). Manajer kebidanan harus mempunyai kompetensi kepemimpinan
yang efektif sesuai dengan perkembangan dan tuntutan tugas untuk
meningkatkan keselamatan pasien. Dalam penugasan siklus 12 praktik
manajemen dan kepemimpinan pelayanan kebidanan, penulis tertarik untuk
mengkaji proses kegiatan manajerial kepemimpinan seorang bidan di Poli
Rawat Jalan di Rumah Sakit Universitas Andalas.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan penulis adalah untuk mengetahui pelaksanaan kompetensi praktik
manajemen dan kepemimpinan bidan di Rumah Sakit Universitas Andalas.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui pelaksanaan kompetensi praktik kepala ruangan Poli
Rawat Jalan bidan di Rumah Sakit Universitas Andalas.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan kompetensi praktik ketua tim ruangan Poli
Rawat Jalan bidan di Rumah Sakit Universitas Andalas.

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Dapat melatih kemampuan dalam menggunakan pengetahuan, metode,
dan teknik untuk melaksanakan tugas-tugas manajer kepemimpinan bidan,
serta kemampuan untuk bekerja dengan baik bersama staf di Rumah Sakit
Universitas Andalas.
1.3.1 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Dapat meningkatkan perencanaan pengorganisasian, penyusunan,
pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Serta mampu menerapkan metode pemecahan
masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosis
kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi di fasilitas pelayanan
kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen
2.1.1 Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan suatu ilmu dan seni dalam pelaksanaan
pengelolaan dimulai dari proses rencana, organisasi, koordinasi, evaluasi,
pengendalian dan peningkatan guna mencapai suatu tujuan bekerja yang
diharapkan.

2.1.2 Unsur Manajemen


Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana
(Tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang
ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu: Man, Money, Materials,
Machines, Method, dan Market. Keenam unsur ini memiliki fungsi masing -
masing dan saling berinteraksi atau mempengaruhi dalam mencapai tujuan
organisasi terutama proses pencapaian tujuan secara efektif dan efesien.
Penjelasan tentang enam tools manajemen sebagai berikut:
1. Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi.
Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan.
Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses
untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab
pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen
timbul karena adanya orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai
tujuan.
2. Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan.
Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil
kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan.
Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai
tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini
akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk
membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli
serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.

11
3. Materials terdiri dari bahan setengah jadi (Raw Materials) dan bahan jadi.
Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia
yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan atau
materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidak
dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.
4. Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau
menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi
kerja.
5. Method adalah suatu tata cara kerja yangmemperlancar jalannya pekerjaan
manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara
pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-
pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan
penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun
metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau
tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan.
Dengan demikian, peran utama dalam manajemen tetap manusianya
sendiri.
6. Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan
(memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat
penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses
produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan
berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan
hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar
pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan
selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.

2.1.3 Fungsi Manajemen


Fungsi manajemen sebagai elemen-elemen dasar yang akan selalu ada
dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh
manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi
manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis
bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu ia menyebutkan lima
fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah,

12
mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut
telah diringkas menjadi empat bagian, yaitu:
1. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan
dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan
tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi
tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum
mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih
cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan.
Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen
karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
2. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu
kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.
Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan
dan menentukan orang yang dibutuhkanntuk melaksanakan tugas yang
telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara
menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus
mengerjakannya, bagaimana tugas- tugas tersebut dikelompokkan, siapa
yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, dan pada tingkatan mana
keputusan harus diambil.
3. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar
semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan
perencanaan manajerial dan usaha.
4. Pengawasan, meliputi kegiatan pengawasan yang dilakukan agar kegiatan
dapat sesuai dengan standar yang telah direncanakan sehingga dapat
mencapaitujuan yang diinginkan (Ismail, Jeffrit Kalprianus, 2022).

2.2 Menganalisis Perilaku Kepemimpinan


2.2.1 Pengertian Kepemimpinan
Adapun pengertian kepemimpinan menurut para ahli, meliputi :
• Kepemimpinan adalah kemampuan membuat seseorang mengerjakan apa
yang tidak ingin mereka lakukan dan menyukainya (Mugianti, 2017).
• Kepemimpinan merupakan keterampilan yang mempengaruhi orang lain
untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya (Mugianti, 2017).

13
• Kepemimpinan adalah sebuah hubungan dimana satu pihak memiliki
kemampuan yang lebih besar untuk mempengaruhi perilaku pihak lain yang
didasarkan pada perbedaan kekuasaan antara pihak-pihak tersebut
(Mugianti, 2017).
• Kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasi, suatu seni pembinaan
kelompok orangorang tertentu, biasanya melalui 'human relations' dan
motivasi yang tepat, sehingga tanpa adanya rasa takut mereka mau bekerja
sama dan membanting tulang memahami dan mencapai segala apa yang
menjadi tujuan-tujuan organisasi (Thoha, 2012).
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah suatu sifat -
sifat dan perilakunya seseorang yang mempunyai kemampuan untuk
mendorong orang lain untuk berpikir, bersikap, dan ataupun berbuat sesuatu
sesuai dengan apa yang diinginkannya.

2.2.2 Syarat Pemimpin


Adapun 3 syarat pemimpin, meliputi (Gary, 2020):
• Kekuasaan adalah legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin
untuk memimpin suatu kelompok.
• Kewibawaan adalah kelebihan, keunggulan, yang dimiliki seseorang yang
mana membuat orang lain bersedia melakukan perbuatan tertentu.
• Kemampuan adalah segala kesanggupan, kecakapan yang dianggap
melebihi kemampuan anggota kelompok lainnya.
Adapun peran pemimpin, meliputi :
• Interpersonalrole adalah peran yang berkaitan dengan hubungan antar
pribadi
• Informational role adalah peranan yang berhubungan dengan informasi, baik
informasi yang diterima maupun yang harus disampaikan
• Decisional role adalah peran terkait dengan pembuatan keputusan

2.2.3 Azas–Azas Kepemimpinan


Adapun azas – azas kepemimpinan, meliputi (Gary,2020):
• Azas Kemanusiaan adalah memperhatikan bawahan dan memandang
sebagai manusia

14
• Azas Efisiensi adalah pemimpin dapat mengefisienkan kepentingan
kelompok dengan sumber daya yang terbatas
• Azas kesejahteraan yang lebih merata adalah pemimpin berusaha
mengurangi kesenjangan dan konflik yang dapat mengganggu jalnnya
organisasi.

2.2.4 Teori Kepemimpinan


Ada beberapa yang pernah dikemukakan, antara lain (Gary, 2020):
1. Teori orang besar atau teori bakat
Teori orang besar (the great men theory) atau teori bakat (Trait theory)
ini adalah teori klasik dari kepemimpinan. Di sini disebutkan bahwa seorang
pemimpin dilahirkan, artinya bakat-bakat tertentu yang diperlukan oleh
seseorang untuk menjadi pemimpin diperolehnya sejak lahir.
2. Teori situasi
Bertolak belakang dengan teori bakat ialah teori situasi (situasional
theory). Teori ini muncul sebagai hasil pengamatan, dimana seseorang
sekalipun bukan keturunan pemimpin, ternyata dapat pula menjadi
pemimpin yang baik. Hasil pengamatan tersebut menyimpulkan bahwa
orang biasa yang jadi pemimpin tersebut adalah karena adanya situasi yang
menguntungkan dirinya, sehingga ia memiliki kesempatan untuk muncul
sebagai pemimpin.
3. Teori Ekologi
Sekalipun teori situasi kini banyak dianut, dan karena itu masalah
kepemimpinan banyak menjadi bahan studi, namun dalam kehidupan sehari
- hari sering ditemukan adanya seorang yang setelah berhasil dibentuk
menjadi pemimpin, ternyata tidak memiliki kepemimpinan yang baik. Hasil
pengamatan yang seperti ini melahirkan teori ekologi, yang menyebutkan
bahwa seseorang memang dapat dibentuk untuk menjadi pemimpin, tetapi
untuk menjadi pemimpin yang baik memang ada bakat - bakat tertentu yang
terdapat pada diri seseorang yang diperoleh dari alam.

15
2.2.5 Gaya Kepemimpinan
Berbagai gaya kepemimpinan tersebut jika disederhanakan dapat
dibedakan atas empat macam, yaitu (Gary, 2020):
1. Gaya Kepemimpinan Diktator
Pada gaya kepemimpinan diktator (dictatorial leadership style) ini upaya
mencapai tujuan dilakukan dengan menimbulkan ketakutan serta ancaman
hukuman. Tidak ada hubungan dengan bawahan, karena mereka dianggap
hanya sebagai pelaksana dan pekerja saja.
2. Gaya Kepemimpinan Autokratis
Pada gaya kepemimpinan ini (autocratic leadership style) segala keputusan
berada di tangan pemimpin. Pendapat atau kritik dari bawahan tidak pernah
dibenarkan. Pada dasarnya sifat yang dimiliki sama dengan gaya
kepemimpinan dictator tetapi dalam bobot yang agak kurang.
3. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Pada gaya kepemimpinan demokratis (democratic leadership style)
ditemukan peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan yang
dilakukan secara musyawarah. Hubungan dengan bawahan dibangun dengan
baik. Segi positif dari gaya kepemimpinan ini mendatangkan keuntungan
antara lain: keputusan serta tindakan yang lebih obyektif, tumbuhnya rasa
ikut memiliki, serta terbinanya moral yang tinggi. Sedangkan kelemahannya
: keputusan serta tindakan kadang - kadang lamban, rasa tanggung jawab
kurang, serta keputusan yang dibuat terkadang bukan suatu keputusan yang
terbaik.
4. Gaya Kepemimpinan Santai
Pada gaya kepemimpinan santai ( laissez - faire leadership style ) ini
peranan pimpinan hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan
kepada bawahan, jadi setiap anggota organisasi dapat melakukan kegiatan
masing - masing sesuai dengan kehendak masing - masing pula.
5. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Dalam kepemimpinan partisapatif kepala ruangan menyajikan analisa
masalah dan mengusulkan tindakan kepada anggota kelompok, mengundang
masukan dan komentar mereka. Dengan menimbang jawaban anggota

16
kelompok atas usulannya, kepala ruangan selanjutnya membuat akhir bagi
tindakan kelompok tersebut .

2.2.6 Pemimpin Yang Efektif


Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pemimpin yang dapat
mempengaruhi orang lain agar dapat bekerja sama untuk mencapai hasil yang
memuaskan bagi terjadinya perubahan yang bermanfaat (Nursalam, 2017). Ada
beberapa kepemimpinan yang efektif antara lain menurut (Gary, 2020) :
1. Ruth M. Trapper, membagi menjadi 6 komponen :
• Menentukan tujuan yang jelas, cocok, dan bermakna bagi kelompok.
Memilih pengetahuan dan ketrampilan kepemimpinan dan dalam bidang
profesinya.
• Memiliki kesadaran diri dan menggunakannya untuk memahami
kebutuhan sendiri serta kebutuhan orang lain.
• Berkomunikasi dengan jelas dan efektif.
• Mengerahkan energi yang cukup untuk kegiatan kepemimpinan.
• Mengambil tindakan.
2. Hellander
Dikatakan efektif bila pengikutnya melihat pemimpin sebagai
seorang yang bersama - sama mengidentifikasi tujuan dan menentukan
alternatif kegiatan.
3. Bennis
Mengidentifikasi empat kemampuan penting bagi seorang pemimpin, yaitu :
• Mempunyai pengetahuan yang luas dan kompleks tentang sistem
manusia ( hubungan antar manusia ).
• Menerapkan pengetahuan tentang pengembangan dan pembinaan
bawahan.
• Mempunyai kemampuan hubungan antar manusia, terutama dalam
mempengaruhi orang lain.
• Mempunyai sekelompok nilai dan kemampuan yang memungkinkan
seseorang mengenal orang lain dengan baik.
4. Gibson Seorang pemimpin harus mempertimbangkan :
• Kewaspadaan diri ( self awareness )

17
Kewaspadaan diri berarti menyadari bagaimana seorang pemimpin
mempengaruhi orang lain. Kadang seorang pemimpin merasa ia sudah
membantu orang lain, tetapi sebenarnya justru telah menghambatnya.
• Karakteristik kelompok
Seorang pemimpin harus memahami karakteristik kelompok meliputi:
norma, nilai - nilai kemampuannya, pola komunikasi, tujuan, ekspresi
dan keakraban kelompok.
• Karakteristik individu
Pemahaman tentang karakteristik individu juga sangat penting karena
setiap individu unik dan masing - masing mempunyai kontribusi yang
berbeda.

2.2.7 Pimpinan Dan Kepemimpinan


Manajer atau kepemimpinan adalah orang yang bertugas melakukan
proses atau fungsi manajemen (Handoko, 2018). Berdasarkan hierarki tugasnya
pimpinan dikelompokkan sebagai berikut :
1. Pimpinan tingkat pertama ( Lower Manager )
Pimpinan yang langsung berhubungan dengan para pekerja yang
menjalankan mesin peralatan atau memberikan pelayanan langsung pada
konsumen. Pimpinan ini diutamakan memiliki proporsi peranan technical
skill yang terbesar dan konseptual skill yang terkecil (Gary,2020).
2. Pimpinan tingkat menengah ( Middle Manager )
Pimpinan yang berada satu tingkat di atas Lower Manager. Pimpinan ini
menjadi saluran informasi dan komunikasi timbal balik antara Lower
Manager dan Top Manager , yakni pimpinan puncak (di atas Middle
Manager) sehingga pimpinan ini diutamakan memiliki kemampuan
mengadakan hubungan antara keduanya. Konseptual skill adalah
ketrampilan dalam penyusunan konsep - konsep, identifikasi, dan
penggambaran hal - hal yang abstrak. Sedangkan techmnical skill adalah
ketrampilan dalam melakukan pekerjaan secara teknik. Hubungan antara
manusia merupakan ketrampilan dalam melakukan komunikasi dengan
sesama manusia lain (Gary,2020).

18
3. Pimpinan puncak (Top Manager)
Pimpinan puncak adalah manajer yang menduduki kewenangan organisasi
tertinggi dan sebagai penanggung jawab utama pelaksanaan administrasi.
Pimpinan ini memiliki proporsi peranan konseptual skill yang terbesar dan
technical skill yang terkecil (Gary,2020).
Tugas-tugas pimpinan :
• Sebagai pengambil keputusan
• Sebagai pemikul tanggung jawab
• Mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sebagai pemikir
konseptual
• Bekerja dengan atau melalui orang lain
• Sebagai mediator, politikus, dan diplomat.

2.2.8 Peranan Pemimpin Terhadap Kelompok


1. Sebagai inovator atau pembaharu
Sebagai pemberi informasi, yaitu memonitor informasi yang ada di
lingkungan organisasi, menyebarluaskan informasi dari luar kepada
bawahan dan mewakilikelompok sebagai pembicara (Wals, 2018).
2. Menghimpun kekuatan
• Merangsang perdebatan masyarakat
• Membuat kedudukan perawat di media massa
• Memilih suatu strategi utama yang paling efektif, bertindak di saat yang
tepat
• Mempertahankan kegiatan
• Memelihara formaf desentralisasi organisasi
• Mendapatkan dan mengembangkan data penelitian yang terbaik
• Mempelajari pengalaman
• Jangan menyerah tanpa mencoba.

2.3 Identifikasi Sistem Pelayanan Pasien Di Rumah Sakit


2.3.1 Sistem Pelayanan Pasien Di Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan fungsi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

19
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, dan
pelayanan rujukan, serta dimanfaatkan untuk fungsi pendidikan, pelatihan,
dan penelitian bidang kedokteran, kedokteran gigi, dan kesehatan lain.
Pelayanan kesehatan yang diberikan mencakup upaya promotif, pencegahan,
pengobatan, dan rehabilitasi.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


menetapkan bahwa rumah sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit
Pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar Rumah Sakit
Pendidikan. Rumah Sakit Pendidikan merupakan rumah sakit yang
menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan secara
terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran dan/atau kedokteran
gigi, pendidikan berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya.
Dalam melaksanakan fungsi ini, sebuah Rumah Sakit Pendidikan harus
mampu menjalankan peran menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
berkualitas, pendidikan yang inovatif, dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Dalam menjalankan fungsi tersebut, Rumah Sakit Pendidikan
juga bertugas untuk melaksanakan pendidikan tenaga kesehatan yang berbasis
pada pelayanan, membentuk karakter profesional bagi tenaga kesehatan,
mengembangkan kompetensi interprofesional, dan melaksanakan riset yang
bersifat translasional (PP No. 93 tahun 2015).
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Mengeluarkan Peraturan
Nomor:129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit bahwa kewenangan yang telah diserahkan kepada Pemerintah
Kabupaten/kota serta pelayanan minimal yang sesuai standar dalam
bidang-bidangnya. Pelayanan Minimal yang dilaksanakan ini harus
disesuaikan dengan standar yang ditentukan oleh Bahwa pedoman
Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Dalam Bidang Kesehatan yang
wajib dilaksanakan di Kabupaten/Kota.
Standar pelayanan minimal rumah sakit pada hakekatnya merupakan
jenis-jenis pelayanan rumah sakit yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah/
pemerintah provinsi/pemerintah kabupaten/kota dengan standar kinerja yang
ditetapkan. Namun demikian mengingat kondisi masing-masing daerah yang

20
terkait dengan sumber daya yang Tidak merata maka diperlukan pentahapan
dalam pelaksanaan SPM Oleh masing-masing daerah sejak ditetapkan pada
tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, sesuai dengan kondisi/perkembangan
kapasitas daerah. Mengingat SPM sebagai hak konstitusional maka
seyogyanya SPM menjadi prioritas dalam perencanaan dan penganggaran
daerah
Prinsip utama pengaturan Rumah Sakit pada masa pandemi COVID-19
untuk menyesuaikan layanan rutinnya adalah:
1. Memberikan layanan pada pasien COVID-19 dan non COVID-19 dengan
menerapkan prosedur skrining, triase dan tata laksana kasus.
2. Melakukan antisipasi penularan terhadap tenaga kesehatan dan pengguna
layanan dengan penerapan prosedur Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI), penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di unit kerja dan
pemenuhan Alat Pelindung Diri (APD).
3. Menerapkan protokol pencegahan COVID-19 yaitu: harus mengenakan
masker bagi petugas, pengunjung dan pasien, menjaga jarak antar orang
>1m dan rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 40
s/d 60 detik atau dengan hand sanitizer selama 20 s/d 30 detik.
4. Menyediakan fasilitas perawatan terutama ruang isolasi untuk pasien kasus
COVID-19.
5. Terintegrasi dalam sistem penanganan COVID-19 di daerah masing-
masing sehingga terbentuk sistem pelacakan kasus, penerapan mekanisme
rujukan yang efektif dan pengawasan isolasi mandiri dan berkoordinasi
dengan Dinas Kesehatan setempat.
6. Melaksanakan kembali pelayanan yang tertunda selama masa pandemi
COVID-19Untuk dapat memenuhi prinsip-prinsip tersebut, Rumah Sakit
dianjurkan:
7. Membuat pembagian dan pengaturan zona risiko COVID-19 dan
pembatasan akses masuk di Rumah Sakit.
8. Pemanfaatan teknologi informasi untuk inovasi layanan kesehatan seperti:
• Sistem pendaftaran melalui telepon atau secara online untuk membatasi
jumlah orang yang berada di Rumah Sakit dalam waktu yang

21
bersamaan. Pada aplikasi daftar online pasien juga dapat diminta
mengisi kajian mandiri COVID-19 untuk memudahkan dan
mempersingkat proses skrining ketika mengunjungi Rumah Sakit.
• Layanan telemedicine untuk mengurangi jumlah orang yang berada di
Rumah Sakit.
• Rekam medik elektronik
• Sistem pembayaran secara online / melalui uang elektronik.

2.3.2 Alur Pelayanan


Pasien masuk ke Rumah Sakit melalui pintu utama yakni dapat melalui
IGD atau melalui area rawat jalan. Proses masuknya pasien melalui pintu
utama tersebut dapat melalui tiga cara yaitu :
1. Langsung ke Rumah Sakit (atas permintaan pasien sendiri dan tanpa
perjanjian). Pasien yang masuk ke Rumah Sakit melalui mekanisme ini
harus melalui proses skrining. Bila dari hasil skrining dicurigai COVID-19
maka pasien diarahkan menuju triase IGD atau rawat jalan khusus
COVID-19. Sebaliknya bila dari skrining tidak dicurigai COVID-19 maka
pasien diarahkan menuju triase IGD atau rawat jalan non COVID-19
sesuai kebutuhan pasien.
2. Melalui rujukan (dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atau
(Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) ).
a. Rujukan pasien suspek atau konfirmasi COVID-19 tidak perlu
dilakukan skrining dan langsung diarahkan ke triase COVID-19.
b. Rujukan pasien kasus non COVID-19 yang dengan hasil pemeriksaan
COVID-19 negatif atau yang belum dilakukan pemeriksaan COVID-19
tetap harus melewati proses skrining.
3. Melalui registrasi online.
Pasien yang masuk melalui registrasi online diharuskan mengisi kajian
mandiri terkait COVID-19, bila terindikasi gejala COVID-19 langsung
diarahkan ke triase rawat jalan COVID-19. Sedangkan pasien dengan hasil
assessment tidak terkait COVID-19 tetap melalui proses skrining.

22
SKRINING
Skrining merupakan proses penapisan pasien di mana seorang individu
dievaluasi dan disaring menggunakan kriteria gejala dan riwayat
epidemiologis, untuk menentukan pasien tersebut masuk ke dalam kategori
dicurigai COVID-19 atau bukan.
Tujuan skrining :
a. Memisahkan pasien yang dicurigai COVID-19 dengan pasien non
COVID-19.
b. Mengurangi pajanan untuk pasien lain,pengunjung, petugas rumah sakit.
c. Membantu mencegah penyebaran penyakit di dalam fasilitas kesehatan.
d. Memastikan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) digunakan sesuai
pedoman penggunaan APD.
Skrining dilakukan pada semua orang yang mengunjungi Rumah Sakit
(pasien, petugas Rumah Sakit atau pengunjung Rumah Sakit lainnya).

2.3.3 Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit


Sesuai ketentuan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, setiap rumah sakit wajib melakukan pencatatan
dan pelaporan semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit dalam bentuk
sistem informasi manajemen rumah sakit.
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat
SIMRS adalah suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang memproses
dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan Rumah Sakit dalam
bentuk jaringan koordinasi, pelaporan dan prosedur administrasi untuk
memperoleh informasi secara tepat dan akurat, dan merupakan bagian dari
Sistem Informasi Kesehatan.
Sistem Informasi Kesehatan adalah seperangkat tatanan yang meliputi
data, informasi, indikator, prosedur, teknologi, perangkat, dan sumber daya
manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk
mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam mendukung
pembangunan kesehatan.
Setiap Rumah Sakit wajib menyelenggarakan yang diamakan dengan
SIMRS. Penyelenggaraan SIMRS. dapat menggunakan aplikasi dengan kode

23
sumber terbuka (open source) yang disediakan oleh Kementerian Kesehatan
atau menggunakan aplikasi yang dibuat oleh Rumah Sakit. Aplikasi
penyelenggaraan SIMRS yang dibuat oleh Rumah Sakit, harus memenuhi
persyaratan minimal yang ditetapkan oleh Menteri.

2.4 Advokasi, Negosiasi, Kolaborasi Interprofesional dalam Tim Kerja


Selama Memberikan Pelayanan
Advokasi secara harfiah berarti pembelaan , sokongan atau bantuan
terhadap seseorang yang mempunyai permasalahan . Istilah advokasi mula –
mula digunakan dibidang hokum atau pengadilan . Advokasi dalam kesehatan
diartikan upaya untuk memperoleh pembelaan , bantuan , atau dukungan
terhadap program kesehatan .
Menurut Johns Hopkins (1990) Advokasi adalah usaha untuk
mempengaruhi kabijakan publik melalui bermacam – macam bentuk
komunikasi persuasip . Dari beberapa catatan tersebut , dapat disimpulkan
secara ringkas , bahwa advokasi adalah upaya atau proses untuk memperoleh
komitmen, yang dilakukan secara persuasip dengan menggunakan informasi
yang akurat dan tepat sehingga advokasi dapat diilustrasikan sebagai berikut
Advokasi adalah kombinasi kegiatan individu dan sosial yang dirancang
untuk memperoleh komitmen politis, dukungan kebijakan, penerimaan sosial
dan sisitem yang mendukung tujuan atau program kesehatan tertentu (BKKBN,
2002)
Definisi Chapela 1994 yang dikutip WISE (2001) secara harfiah:”
melakakukan advokasi berarti mempertahankan, berbicara mendukung
seseorang atau sesuatu atau mempertahankan ide. Sedangkan advokator adalah
seseorang yang melakukan kegiatan atau negosiasi yang ditujukan untuk
mencapai sesuatu untuk seseorang, kelompok, masyarakt tertentu atau secara
keseluruhan.
Dalam tulisan Sharma dikutip pengertian yang berkait dengan advokasi :
1. Advokasi adalah bekerja dengan orang dan organisasi untuk membuat
sesuatu perubahan (CEDPA).
2. Advokasi adalah proses dimana orang terlibat dalam proses pembuatan
keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

24
3. Advokasi terdiri berbagai strategis ditujukan untuk mempengaruhi
pembuatan keputusan dalam satu organisasi ditingkat lokal, nasional
maupun internasional. Strategis advokasi termasuk lobi, pemasaran sosial,
KIE, pengorganisasian masyarakat maupun berbagai taktik lainya.
Unsur Dasar Advokasi
Sharma menyebutkan ada 8 unsur dasar advokasi yaitu :
1. Penetapan tujuan advokasi
Sering sekali masalah kesehatan masyarakat sangat kompleks, banyak faktor
dan saling berpengaruh. Agar upaya advokasi dapat berhasil tujuan,advokasi
perlu dibuatlebih spesifik berdasarakan pernyataan berikut : Apakah isu atau
masalah itu dapat menyatukan atau membuat berbagai kelompok bersatu
dalam suatu koalisi yang kuat.
2. Pemanfaatan data dan riset untuk advokasi
Adanya data dan riset pendukung sangat penting agar keputusan dibuat
berdasarkan informasi yang tepat dan benar. Oleh karena itu, data dan riset
mungkin diperlukan dalam menentukan masalah yang akan diadvokasi,
identifikasi solusi pemecahaan masalah maupun menentukan tujuan yang
realitis. Selain itu, adanya data atau fakta itu saja sering sekali sudah bisa
menjadi argumen tujuan umum dapat dicapai agar realitis.
3. Identifikasi khalayak sasaran advokasi
Bila isu dan tujuan telah disusun, upaya advokasi harus ditujukan bagi
kelompok yang dapat membuat keputusan dan idealnya ditujukan bagi
orang yang berpengaruh dalam pembuatan keputusan agar tujuan advokasi
dapat dicapai.
4. Pengembangan dan penyampain pesan advokasi
Khalayak sasaran berbeda berekasi tidak sama atas pesan yang berbeda.
Seseorang toko politik mungkin termitifasi kalu dia mengetahui bahwa
banyka dari konstituen yang diwakilinya peduli terhadap masalah tertentu.
Seseorang Menkes mungkin akan mengambil keputusan ketika kepada
yang bersangkutan disajikan data rinci mengenai besarnya masalah
kesehatan tertentu.

25
5. Membangun koalisi
Sering kali kekuatan advokasi dipengaruhi oleh jumlah oarng atau
organisasi yang mendukung advokasi tersebut.hal inisangat penting dimana
situasi dinegara tertentu sedang membangun masyarakat demokratis dan
advokasi merupan suatu hal yang relati baru. Dalam situasi itu melibatkan
orang dalam jumlah besar dan mewakili berbagai kepentingan, sangat
bermanfaat bagi upaya advokasi maupun dukungan politis,bahkan dalam
satu organisasi sendiri, koalisi internal yaitu melibatkan berbgai orang dari
berbagai divisi / depertemen dalam mengembangkan program baru, dapat
membantu konsensus untuk aksi kegiatan.
6. Membuat presentasi yang persuasif
Kesepakatan untuk mempengaruhi khalayak sasaran kunci sekali terbatas
waktunya. Seorang tokoh politik mungkin memberi kesempatan sekali
pertemuan untuk mendiskusikan isu advokasi yang dirancanh atau Menkes
hanya punya waktu 5 menit dalam kongres untuk berbicara kepada
kelompok advokator.
7. Penggalangan dana untuk advokasi
Semua kegiatan termaksud upaya advokasi memerlukan dana.
Mempertahankan upaya advokasi yang berkelanjutan dalam jangka panjang
memerlukan waktu, energi dalam penggalangan dana atau sumber daya lain
untuk menunjang upaya advokasi.
8. Evaluasi upaya advokasi
Bagaiman kelompok advokasi dapat menegtahui bahwa tujuan advoaksi
yang telah ditetapkan dapat dicapai, Bagaiman strategis advokasi dapat
disempurnakan dan diperbaiki untuk menjadi advokator yang tangguh
diperlukan umpan balik berkelanjutan serta evaluasi atau upaya advokasi
Pendekatan Utama Advokasi
Ada 5 pendekatan utama dalam advokasi (UNFPA dan BKKBN 2002) yaitu:
a. Melibatkan para pemimpin
Para pembuat undang-undang,mereka yang terlibatdalam ppenyusunan
hukum, peraturan maupun pemimpin poilitik,yaitu mereka yangmenetapkan
kebijakan publik sangat berpengaruh dalam menciptakan perubahan yang

26
terkait dengan masalah sosial termaksud kesehatan dan kependudukan. Oleh
karena itu, sangat penting melibatkan mereka semaksimum mungkin
dalamisu yang akan diadvokasikan.
b. Bekerja dengan media massa
Media massa sangat penting berperan dalam membentuk oponi publik.
Media juga sangat kiuat dalam mempengaruhi presespsi publik atas isu atau
masalah tertentu. Mengenal, membangun dan menjaga kemitraan dengan
media massasangat penting dalam proses advokasi.
c. Membangun kemtraan
Dalam upaya advokasi sangat penting dilakukan uapaya jaringan, kemtraan
yang brekelanjutan dengan individu, prganisasi-organisasi dan sektor lain
yang bergerak dalam isu yang sama. Kemitraan ini dibentuk oleh individu,
kelompok yang bekerja sama yang nertujuan untuk mencapai tujun umum
yang sama atau hampir sama. Namum membangun pengembangan
kemitraan tidak mudah, memrlukan aktual, perencanaan yang matang serta
memerlukan penilaian kebutuhan serta minat dari calon mitra.
d. Memobilisasi masa
Memobilisasi massa merupaka suatu proses mengorganisasikan individu
yang telah termotivasi kedalam kelompok-kelompok atau
mengorganisasikan kelompok yang sudah ada.dengan mobilisasi
dimaksudkan agar motivasi individu dapat diubah menjadi tindakan
kolektif.
e. Membangun kapasitas
Membangun kapasitas disini dimasudkan melembagakan kemempuan utnuk
mengembangkan dan mengelolah program yang komprehensif dan
membangun critical mass pendukukung yang memiliki ketereampilan
advokasi. Kelompok ini dapat diidentifikasikan dari LSM tertentu,kelompok
profesi serta kelompok lain.
Praktik kolaborasi interprofesi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
personal dan faktor situasional. Faktor personal terdiri dari indikator saling
percaya antar profesi, kepatuhan pada regulasi, tanggung jawab, kerja sama,
dan kemampuan berkomunikasi. Faktor situasional yang terdiri dari indikator

27
kepemimpinan, pemberdayaan, dan dukungan sistem dan struktur. Bilamana
kedua variabel memberi pengaruh positif terhadap kolaborasi interprofesi maka
akan menghasilkan output yang bersifat positif terhadap:
• Dimensi perilaku dan sikap bekerja: personal (kepuasan kerja dan kesetiaan)
dan tim (kerja tim yang efektif dan kurangnya konflik dalam tim);
• Dimensi Organisasi (keamanan pasien dan kualitas pelayanan kesehatan);
• Dimensi pasien (biopsikososial yang positif, kepuasan pasien,
pemberdayaan pasien, dan lama waktu rawat) (Stutsky dan Laschinger,
2014).
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Mosadeghrad (2014), yang
menyatakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh karakter,
kepribadian dari tenaga kesehatan, serta bergantung pada pengetahuan dan
keterampilan dari tenaga kesehatan itu sendiri. Dua faktor ini mempengaruhi
kolaborasi interprofesi sebagaimana dalam teori Sakai yaitu: percaya pada
kolaborasi interprofesi, mengerti peran dalam tim, memiliki tujuan bersama,
totalitas melayani, bergantung satu dengan yang lain, dan peran professional
(Sakai, et al., 2017).
Praktik interdisiplin atau kolaborasi interprofessional merupakan
kerjasama kemitraan dalam tim Kesehatan yang melibatkan profesi kesehatan
dan pasien, melalui koordinasi dan kolaborasi untuk pengambilan keputusan
Sosialisasi Model Praktik Kolaborasi Interprofesional Pelayanan Kesehatan di
Rumah sakit bersama seputar masalah-masalah kesehatan. Pendekatan
interdisiplin sangat bermanfaat untuk menjembatani tumpang tindihnya peran
para praktisi kesehatan dalam menyelesaikan masalah pasien (Bigley, 2006).
Tim pelayanan interdisiplin diperlukan untuk menyelesaikan masalah
pasien yang kompleks, meningkatkan efisiensi dan kontinuitas asuhan pasien.
Proses kerja sama interdisiplin dapat mengurangi duplikasi dan meningkatkan
kualitas asuhan pasien, melalui tugas dan tanggung jawab serta ketrampilan
secara komplementer. Literatur mengidentifikasi 70–80% kesalahan (error)
dalam pelayanan kesehatan disebabkan buruknya komunikasi dan pemahaman
didalam tim, kerjasama tim yang baik dapat membantu mengurangi masalah
patient safety (WHO,2009). Tim pelayanan interdisiplin menekankan

28
penggunaan pendekatan holistik, bekerja secara interdependen, menggunakan
komunikasi secara effektif untuk memastikan bahwa berbagai kebutuhan
pasien akan pelayanan kesehatan diperhatikan dan dilayani secara terintegrasi.
Untuk model kolaborasi interprofessional seperti ini dibutuhkan tatanan dan
kultur yang dapat mengakomodasi agar para profesional kesehatan dapat
tumbuh dan belajar dalam situasi yang memungkinkan untuk saling percaya,
berbagi peran secara kolaboratif dalam pengambilan keputusan, serta saling
melibatkan pasien dan keluarganya. Model Praktik Kolaborasi Interprofesional
Pelayanan kesehatan (MPKIPK) merupakan tatanan pelayanan yang dirancang
untuk menyelaraskan berbagai profesi yang terlibat (antara lain dokter,
perawat, farmasi, dan gizi) dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang
menjalani hospitalisasi (Susilaningsih, 2011).
Model ini terdiri dari 4 komponen yaitu alur klinis pengelolaan pasien
(integrated care pathway), pengelolaan pasien secara tim, dokumentasi asuhan
terpadu dan penyelesaian masalah bersama melalui diskusi kasus secara
interprofesional. Esensi dasar praktik interdisiplin diadopsi dari Sullivan
(1999) yaitu penggunaan informasi secara bersama (informationsharing),
perhatian terhadap tumpang tindihnya peran dan tanggung jawab (attention to
overlapped responsibility), rentang kendali (sense of control) dan kepastian
siapa melakukan apa (structuring intervention). Keempat key elements dari
praktik interdisiplin ini diintegrasikan nilai-nilainya pada empat komponen
model. Kohesifitas kelompok yang kuat akan mendukung fungsi dan performa
kelompok dalam mencapai tujuan bersama. Kohesi adalah suatu tingkatan
kebersamaan dari anggota kelompok sebagai satu kesatuan untuk mencapai
tujuan bersama. Anggota kelompok dari suatu grup yang kohesif akan merasa
sebagai bagian dari keutuhan, bukan hanya bagian dari sekumpulan orang.
Dalam grup yang kohesif, keberadaan anggota direkatkan oleh suatu kultur
kolektif, dimana mereka saling mendengar, saling percaya dan saling
menghargai pandangan meskipun ada perbedaan pendapat. Produktifitas
kelompok berhubungan erat dengan kohesifitas. Kohesifitas kelompok secara
signifikan berkorelasi positif dengan performa kelompok secara keseluruhan
(Wang, Chou, Jiang: 2005).

29
Pendekatan tim dalam pelayanan kesehatan dikenal dengan praktik
kolaborasi interprofessional. Terdapat beberapa definisi tentang praktik
kolaborasi interprofessional diantaranya menurut WHO tahun 2010 yaitu
berbagai jenis tenaga kesehatan dari latar belakang professional berbeda,
bekerjasama dengan pasien, keluarga, pemberi pelayanan dan komunitas untuk
memberikan asuhan kesehatan berkualitas tinggi. Praktik kolaborasi, proses
komunikasi dan pengambilan keputusan interprofessional yang memungkinkan
untuk memilah dan membagi ilmu pengetahuan, keterampilan pemberi
pelayanan sehingga secara sinergis akan mempengaruhi asuhan pasien (Way et
all, 2000)
Praktik kolaborasi interprofessional akan meningkatkan efisiensi serta
pemahaman peran dari masing masing profesi (Weschules et. all, 2006).
Prinsip-prinsip pada praktik kolaborasi interprofessional diadaptasi dari
beberapa Pustaka dan dikembangkan untuk Enhancing Interdisciplinary
Collaboration in Health Care For Health Canadas PHC, 2006 yang
berhubungan dengan semua tatanan pelayanan kesehatan. Salah satu prinsipnya
adalah tanggung jawab secara individual dan kolektif dalam praktik mencakup
individu tenaga professional dengan mengetahui dan respek terhadap lingkup
praktik, kompetensi, kewenangan dan peran dari masing-masing profesi.
Berdasarkan urairan ini peran, fungsi dan tanggung jawab masing-
masing profesi harus jelas dan dipahami. Peran, fungsi dan tanggung jawab
tenaga kesehatan ditetapkan sesuai dengan profesi masing-masing, pada
penelitian ini mencakup perawat, bidan dan dokter. Setiap profesi mempunyai
lingkup praktik yang berbeda berdasarkan tubuh keilmuannya yang berdampak
pada kewenangan yang berbeda dalam praktik memberikan pelayanan
kesehatan kepada kliennya. Peran- peran dan tanggung jawab mempergunakan
pengetahuan dari peran masing-masing profesi untuk mengkaji dengan tepat
dan sesuai kebutuhan pasien serta populasi yang dilayani. Komponen peran,
fungsi dan tanggung jawab tenaga Kesehatan dalam praktik kolaborasi
interprofessional meliputi memahami peran, fungsi dan tanggung jawab yang
berbeda merupakan kerja inter-intra dan trans disiplin yang dilaksanakan
secara sinergi akan memberikan hasil pelayanan efektif dan efisien. Praktik

30
kolaborasi akan mengurangi ketegangan, konflik peran, fungsi dan tugas. Peran
utama tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan yang berfokus pada
klien/keluarga melalui peran fungsi dan tanggung jawab yang dilaksanakan
secara ketat oleh masing masing tenaga kesehatan. Peran, fungsi dan tanggung
jawab berpengaruh signifikan terhadap kerja tim dan dipengaruhi oleh
pengakuan antar tenaga Kesehatan dan keyakinan diri dari masing- masing
tenaga kesehatan dalam melaksanakan praktik kolaborasi. Agar peran, fungsi
dan tanggung jawab dari masing masing tenaga kesehatan dalam praktik
kolaborasi jelas dan dapat dilaksanakan dengan pendekatan kerja tim, perlu
menjabarkan peran, fungsi kedalam uraian tugas masing-masing dalam bentuk
tugas mandiri, kolaborasi dan delegasi. Kepemimpinan Diperlukan kompetensi
yang tinggi dalam memimpin yang diperoleh melalui pengalaman dan ilmu
pengetahuan yang dimiliki. Pemimpin harus dapat mengarahkan pencapaian
kinerja melalui fungsi yang berhubungan dengan tugas atau pemecahan
masalah, dan pemeliharaan kelompok atau social (Brantas dalam Fahmi I,
2016).
Kepemimpinan sebagai aktivitas hubungan yang difasilitasi oleh
perasaan harga diri, harapan dan kemampuan. Individu yang
mengembangkannya dapat membangun hubungan hubungan positive serta
transmisi nilai nilai kepada orang lain (Weiss.D, Tilin.F and Morgan.M, 2014).
Berdasarkan uraian ini diperlukan kepemimpinan relational dimana pemimpin
sebagai pelatih, katalisator dan ologis untuk membangun praktik kolaborasi
interprofessional. Kepemimpinan dalam praktik kolaborasi berpengaruh
signifikan terhadap kerja tim dan kinerja pelayanan kesehatan dirumah.
Kepemimpinan merupakan komponen penting yang memiliki pengaruh pada
kualitas kerja sesuai harapan, diperlukan pemimpin sebagai penghubung untuk
menjembatani perbedaan yang ada, untuk memberdayakan seluruh kekuatan
yang dimiliki melalui adaptasi dari setiap profesi. Kepemimpinan diterima
sebagai kegiatan hubungan antar anggota tim yang difasilitasi oleh kejujuran,
harapan dan kapasitas masing masing. Untuk mencapai kemampuan
potensialnya melalui terbentuk hubungan mendalam pemimpin perlu
melakukan “couch” terhadap seluruh anggota timnya. Setiap tenaga kesehatan

31
mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin dalam praktik
kolaborasi interprofessional. Komunikasi Praktik kolaborasi
interterprofessional akan meningkatkan komunikasi antar pemberi pelayanan,
efisiensi serta pemahaman peran dari masing masing profesi (Barrere and Ellis,
2002 Milden 2005, Weschules et al, 2006).

32
BAB III
PEMBAHASAN
.
3.1 Menganalisis Perilaku Kepemimpiman
Dari wawancara mengenai perilaku kepemimpinan di poli kebidanan
yang dilakukan di Rumah Sakit Universitas Andalas, berjalan lancar. Menurut
kepala ruangan poli kebidanan mengenai arti kepemimpinan, seorang
pemimpin dan seorang atasan itu berbeda. Jika seorang atasan memberikan
suatu perintah/arahan, bawahannya harus menuruti apasaja yang
diperintahkan. Sedangkan seorang pemimpin lebih ke manajerial, yang mana
harus bisa mengayomi semua rekan kerja. Kepala ruangan poli menyatakan
bahwa beliau tidak pernah menganggap rekan kerjanya adalah bawahan.
Beliau lebih menganggap rekan kerjanya sebagai teman sejawat dan partner
kerja. Dan tanpa mereka, Kepala Ruangan poli menyatakan bahwa beliau
tidak bisa melakukan tugasnya sebagai seorang pemimpin sendirian saja.
Seorang pemimpin tidak boleh bersikap arogan/sombong. Ketika bersikap
arogan, nanti pemimpin tersebut lebih cenderung untuk merendahkan orang
lain sehingga akan memerintah bawahan dengan sesuka hati. Inti kata,
seorang pemimpin harus memiliki jiwa manajerial, baik dari segi teknis
maupun emosional.
Kepala Ruangan Poli juga kami tanyakan mengenai sikap yang diambil
ketika ditemukannya konflik, baik itu secara internal maupun eksternal. Dari
segi eksternal jika terjadinya keluhan/ konflik yang melibatkan pasien di
bagian poli, harus dicarikan dulu apa akar masalahnya. Tidak bisa langsung
saja menyalahkan satu pihak. Sama halnya jika terjadi konflik internal misal
nya kekurangan bidan atau perawat yang bertugas dan harus bias
mengendalikan situasi sehingga pelayanan tetap berjalan dengan lancar di
Rumah Sakit Universitas Andalas. Kepala Ruangan Poli memberikan salah
satu contoh seperti konflik yaitu tenaga kerja yang kurang di bagian poli
lantai 1 ada perawat atau bidan yang memegang 2 poli dalam satu orang
sehingga ketika dokter dating secara bersamaan Bidan/Perawat keteteran dan
begitu juga pada bagian poli lantai 2 yang mengeluhkan kurang nya tenaga di
bagian Admin sehingga Bidan atau perawat tidak keteteran dalam mengimput

33
data pasien yang banyak di Rumah Sakit Universitas Andalas. Kepala
Ruangan Poli sudah meminta menambah tenaga kerja baiak itu di Poli lantai
1 dan Poli di lantai 2 sekarang sedang di proses sambil menunggu tambahan
tenaga kerja Kepala Ruangan Poli meminta kepada rekan kera untuk bekerja
sama dan bersabar dalam melakukan pelayanan di bagian Poli. Gaya
kepemimpinan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, menurut (Nursalam,
2009) gaya kepemimpinan seseorang dipengaruhi oleh pengalaman dan
kepribadian dari orang tersebut. Sedangkan menurut Tannenbau dan Warren
H. Schmidt, bahwa gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh faktor manajer,
karyawan dan situasi.
Kepala Ruangan Poli juga mempunyai bawahan yang di bawahi oleh
Kepala Tim (KATIM) yang setiap lantai mempunyai satu orang katim yang
mengatur bagian Poli per lantai. Katim ini lah yang nantinya mengatur,
menerima keluh kesah dari anggota dan membantu anggota tenaga kerja,dll di
bagian Poli perlantai nya, tetapi jika masalah tidak terselesaikan atau tidak
ada jalan keluar maka katim akan membicarakannya pada Bagian Kepala
Ruangan Poli. Sehingga akan mendiskusikan nya bersama dan menemukan
jalan keluar atau keputusan yang telah di sepakati bersama.
Dari hasil yang wawancara yang didapatkan, Kepala Ruangan Poli
rumah sakit Universitas Andalas menganut tipe kepemimpinan demokratis.
Jadi, penerapan gaya kepemimpinan demokratis dapat menunjang kinerja dan
kercapaian program karena rasa tanggungjawab tidak hanya bertumpu pada
kepala ruangan tapi juga pada para staff terkait. Namun, kelemahan dari gaya
kepemimpinan demokratis ini adalah keputusan yang diambil lambat karena
perlu pertimbagan yang banyak dari berbagai pihak terkait dan terkadang
keputusan yang diambil bukan yang terbaik. Gaya kepemimpinan merupakan
pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi
dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan dan gaya tersebut dapat
digunakan oleh pemimpin untuk menilai staf atau bawahannya satu. Gaya
kepemimpinan memiliki keunggulan dan kelemahan. Seorang pemimpin akan
menggunakan gaya kepemimpinan sesuai kemampuan dan kepribadiannya
(Gary, Yulk, 2008).

34
Macam gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu organisasi
dapat membantu menciptakan efektivitas kerja yang positif bagi anggota.
Adanya gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi orgnisasi
maka anggota akan lebih semangat dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya serta harapan terpenuhinya kebutuhan. Setiap pimpinan dalam
memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan
semua potensi bawahan di lingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda
antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu disebabkan oleh gaya
kepemimpinan yang berbeda-beda pula dari setiap pemimpin. Kesesuaian
antara gaya kepemimpinan, norma-norma dan kultur organisasi dipandang
sebagai suatu prasyarat kunci untuk kesuksesan prestasi tujuan organisasi
Menurut Whitaker (1996) dalam Triwibowo (2013), dalam teori perilaku
menyatakan bahwa, seorang pemimpin dapat mempelajari perilaku pemimpin
dan perilaku bawahan supaya dapat menjadi pemimpin yang efektif, ini
berarti bahwa pemimpin dapat dipelajari dan bukan bawaan sejak lahir.
Sedangkan menurut Nursalam (2009), perilaku seseorang dipengruhi oleh
adanya pengalaman bertahun-tahun dalam kehidupannya, sehingga
kepribadian seseorang akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang
digunakan.
Teori situasi (contingency) mengasumsikan bahwa tidak satupun gaya
kepemimpinan yang paling baik, tetapi sangat tergantung pada situasi, bentuk
organisasi, pekerjaan dan tingkat kematangan bawahan. Ditunjang oleh teori
transformasi, bahwa pemimpin mampu melakukan kepemimpinannya dalam
situasi yang sangat cepat berubah atau krisis. Pemimpin (kepala ruangan)
yang menonjolkan otoritasnya dengan memberikan intruksi tanpa
memperhatikan ide dan pendapat bawahan seperti gaya kepemimpinan
otoriter, tidak akan meningkatkan motivasi bawahan, karena cenderung
terlalu mengatur. Demikian halnya bila pemimpin (kepala ruangan) hanya
tergantung pada bawahan, dimana setiap tindakan selalu melibatkan bawahan
seperti pada gaya kepemimpinan demokratis akan menyebabkan proses
pengambilan keputusan menjadi lambat.
Hal ini kurang tepat diterapkan, karena pelimpahan wewenang tanpa

35
ada pengawasan dari pimpinan membuat rasa tanggungjawab bawahan tidak
ada sehingga lambatnya ketercapaian tujuan. Berdasarkan penelitian ini,
bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat memadukan antara
gaya kepemimpinan otoriter dengan demokratis seperti pada gaya
kepemimpinan partisipatif. Bawahan memerlukan pengawasan yang ketat
dengan memberikan intruksi dalam situasi yang darurat dan sangat perlu
dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Situasi yang demikian nampak
meningkatkan kedisiplinan dan motivasi kerja bawahan.

3.2 Identifikasi Sistem Pelayanan Pasien Di Rumah Sakit Universitas


Andalas Tahun 2022
Rumah Sakit Universitas Andalas merupakan Rumah Sakit Perguruan
Tinggi Negeri (RSPTN) yang berada dibawah pengelolaan Universitas
Andalas. Rumah sakit yang berada di kompleks kampus Unand Limau Manis,
kecamatan Pauh, kota Padang, Sumatera Barat. Rumah sakit ini berdiri di atas
tanah seluas 3.5 Ha dengan luas bangunan 21.306 m 2 didirikan dengan dana
dari Islamic Development Bank (IDB). Perencanaan rumah sakit ini telah
dimulai sejak tahun 2006 yang berkaitan dengan adanya kebijakan untuk
pendirian rumah sakit perguruan tinggi dan terbatasnya fasilitas pendidikan di
rumah sakit pendidikan utama di RS. M. Djamil, Padang. Melalui berbagai
proses dan tahapan, peletakan batu pertama rumah sakit dilakukan 29 Maret
2014 oleh Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr.Ir. Musliar Kasim, MS
yang juga mantan Rektor Universitas Andalas. Rumah sakit ini dibangun
dengan 200 tempat tidur serta difasilitasi dengan sarana dan prasana yang
cukup lengkap yang telah disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Fasilitas yang ada di rumah sakit ini sangat lengkap, dengan
program unggulan pada penyakit keganasan dan gastrointestinal. Pelayanan
meliputi pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan kamar
operasi, pelayanan UGD, instalasi farmasi, pelayanan pasien rujukan,
pelayanan ICU, ambulance, pelayanan penunjang (radiologi, laboratorium dan
gizi) serta dilengkapi fasilitas radioterapi yang sangat modern.

36
Berikut bagian-bagian pelayanan yang disediakan Rumah Sakit Universitas
Andalas:
1. RS UNAND melayani Pasien umum dan BPJS Kesehatan
2. IGD dan PONEK 24 Jam.
3. Pelayanan Rawat Jalan.
• Poli Umum.
• Poli Gigi dan Bedah.
• Poli Spesialis (Bedah, Orthopedi, Kandungan, Anak, Penyakit Dalam,
THT, Mata, Saraf, Paru, Radioterapi, Jantung, Forensik dan
Medikolegal)
4. Pelayanan Rawat Inap
• Rawat Inap VIP
• Rawat Inap Kelas I
• Rawat Inap Kelas II
• Rawat Inap Kelas III
• HCU
• ICU
• PICU
• NICU
5. Pelayanan Penunjang
• Laboratorium 24 Jam
• Radiologi 24 Jam
• Farmasi 24 Jam
• Fisioterapi
• Kemoterapi
• Radioterapi
• MIS
• Cathlab
Pada kegiatan siklus XII : Praktik Manajemen dan Kepemimpinan
Pelayanan Kebidanan, mahasiswa pendidikan profesi bidan angkatan 6
ditempatkan di bagian pelayanan rawat jalan (poliklinik rawat jalan) dan rawat

37
inap (instalasi kebidanan dan anak) untuk mengobservasi dan melakukan
wawancara, salah satunya mengenai sistem pelayanan pasien di rumah sakit.
Berikut penjabaran mengenai sistem pelayanan pasien di Rumah Sakit
Universitas Andalas :
1. Pelayanan Instalasi Rawat Jalan
adalah pelayanan medis kepada seorang pasien untuk tujuan observasi,
diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, dan pelayanan kesehatan lainnya, tanpa
mengharuskan pasien tersebut di rawat inap. Pelayanan ini merupakan
fasilitas yang efisien karena pasien mendapatkan perawatan medis dan
pulang ke rumah pada hari yang sama. Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit
Unand didukung dengan fasilitas yang nyaman dan dokter dan perawat yang
terampil dan profesional. Pelayanan rawat jalan yang disediakan di Rumah
Sakit Unand, meliputi :
• Poliklinik Umum
• Poliklinik Gigi dan Mulut
• Poliklinik Bedah
• Poliklinik Bedah Digestif
• Poliklinik Bedah Onkologi
• Poliklinik Bedah Saraf
• Poliklinik Bedah Urologi
• Poliklinik Bedah Mulut
• Poliklinik Ortopedi/ Bedah Tulang
• Poliklinik Penyakit Dalam
• Poliklinik Mata
• Poliklinik Paru
• Poliklinik Jantung
• Poliklinik Saraf
• Poliklinik THT
• Poliklinik Obgyn/ Kebidanan
• Poliklinik Kulit dan Kelamin
• Poliklinik Psikosomatis dan Paliatif
• Poliklinik Psikologi

38
• Poliklinik Anak
• Poliklinik Jiwa
• Poliklinik Rehabmedik
• Poliklinik Radioterapi
• Poliklinik Hemodialisa
• Poliklinik Kedoteran Olahraga
• Poliklinik BTKV

Alur Pelayanan Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Universitas Andalas :


1. Pasien Baru
a. Pasien datang dan mengambil no. antrian di security pintu masuk
poliklinik.
b. Pasien mengisi data sosial di information center
c. Pasien mendaftar sesuai antrian di Rekam medik (Menunjukkan
Rujukan (pasien BPJS) dan Kartu Identitas)
d. Pasien dilayani di poliklinik
e. Pasien melakukan pemeriksaan penunjang seperti Labortorium,
Radiodiagnostik (Jika Ada)
f. Pasien di Rawat Inap
Jika pasien pulang
g. Pasien mengambil obat di farmasi
h. Pasien melakukan pembayaran di kasir (Pasien Umum), sedangkan
pasien BPJS dan Asuransi lainnya dapat langsung pulang
2. Pasien Lama
a. Pasien datang dan mengambil no. antrian di security pintu masuk
poliklinik.
b. Pasien mendaftar sesuai antrian di Rekam medik (Menunjukkan
Rujukan/Surat Kontrol (pasien BPJS))
c. Pasien dilayani di poliklinik

39
d. Pasien melakukan pemeriksaan penunjang seperti Laboratorium,
Radiodiagnostik (Jika Ada)
e. Pasien di Rawat Inap

Jika pasien pulang


f. Pasien mengambil obat di farmasi
g. Pasien melakukan pembayaran di kasir (Pasien Umum), sedangkan
pasien BPJS dan Asuransi lainnya dapat langsung pulang
3. Pasien Booking
Pasien dapat melakukan booking melalui beberapa cara, yaitu:
a. Melalui aplikasi JKN Mobile (pasien BPJS yang baru mendapat
rujukan)
b. Melapor ke information center
c. Menghubungi Call Center 0751 8465000 (08.00-14.00 WIB)
d. Mengirim Whatsapp ke No. 0821 9623 1123
e. Sebelum melakukan booking, pasien diminta untuk melapor ke bagian
Rekam Medik untuk mendapatkan Surat Rencana Kontrol
f. Pasien dapat melakukan booking, Jika sudah memiliki Nomor Rekam
Medik di Rumah Sakit Universitas Andalas.

40
Berikut ini alur pelayanan pasien rawat jalan Rumah Sakit Universitas Andalas:

Pasien

Baru Lama

Informasi Center Reguler Online Fast Track

No. Antrian

Loket 2-5 Loket 1


Poliklinik

Lantai 1 Lantai 2
Poli Umum Poli Eksekutif
Poli Orthopedi Poli Mata
Poli Bedah Poli Anak
Poli Bedah Digestif
Poli Jiwa
Poli Bedah Onkologi
Poli Gigi dan Mulut
Poli Bedah Saraf
Poli Bedah Urologi Poli THT
Poli Bedah Plastik Poli Obgyn
Poli Kulit dan Kelamin Poli Kedokteran Olahraga
Poli Gizi Poli CCC
Poli Psikosomatis dan Paliatif Poli Psikologi
Konsul Fisioterapi Radioterapi
Poli Penyakit Dalam Apotek Poli Pedodonti
Labor Radiologi Rawat Inap
Intern Poli Paru Poli Vaksin
Poli Saraf Poli BedahBPJS/Asuransi
Mulut
Umum
Poli Jantung
KasirPoli BTKV Pulang
41
Gambar 1. Alur Pelayanan Pasien Rawat jalan Rumah Sakit Universitas Andalas
Sumber: website resmi Rumah Sakit Universitas Andalas

2. Pelayanan Instalasi Rawat Inap


Rawat Inap adalah salah satu bentuk layanan perawatan kesehatan
rumah sakit dimana penderita tinggal atau menginap sedikitnya satu hari.
Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan, yang meliputi
observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan, rahabilitasi medik, dengan
menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit dimana
dengan alasan medik penderita harus menginap. Pelayanan rawat inap
adalah pelayanan rumah sakit yang diberikan tirah baring di rumah sakit.
Ruangan rawat inap berupa ruangan atau bangsal (ward room) yang berisi
tempat tidur dan di huni oleh beberapa pasien sekaligus. Namun pada
beberapa rumah sakit juga menyediakan kategori kelas tertentu seperti
Rawat Inap VIP, Rawat Inap VVIP, Eksekutif untuk mengakomodasi
kebutuhan pasien akan pelayan dan fasilitas yang lebih dari standar.
Semakin tinggi kelas tersebut maka ruangan rawat inap akan memiliki
fasilitas dan pelayanan yang melebihi standar fasilitas dan pelayanan kelas
biasa.
Pasien rawat inap di rumah sakit secara umum berawal dari IGD,
Rawat Jalan atau Poliklinik, serta rujukan. Pada pasien rawat inap ditangani
oleh dokter spesialis dan dokter jaga bangsal (ward room doctor). Dokter
spesialis menangani pasien berdasarkan penyakit yang diderita pasien.
Dokter jaga bangsal merupakan dokter umum yang menangani pasien
berdasarkan letak bangsal.
Setiap pasien rawat inap akan memilki DPJP (Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan)bertanggung jawab terhadap pelayanan dan
pengelolaan asuhan medis seorang pasien, sesuai dengan Undang-Undang
RI nomor 39 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang RI nomor
44 tentang Rumah Sakit. Pelayanan medis merupakan inti kinerja

42
berdasarkan evidence base medicine (kedokteran berbasis bukti). Dalam
proses ini, DPJP melakukan pelayanan sesuai dengan keahliannya, bila
kasus Penyakit Dalam maka DPJP yang kompeten untuk kasus Penyakit
Dalam adalah dokter Spesialis Penyakit Dalam begitu juga dengan spesialis
lainnya. Satu pasien memiliki jumlah dokter spesialis yang berbeda-beda
dan jumlah dokter jaga bangsal yang sama. Dokter spesialis memiliki
kewajiban untuk mengunjungi pasien minimal satu kali dalam satu hari.

Jenis Urgensi Pasien :


a. Pasien yang tidak urgen, artinya penundaan perawatan pasien tersebut
tidak akan mempengaruhi penyakitnya.
b. Pasien yang urgen, tetapi tidak darurat gawat, dapat dimasukkan
kedalam daftar tunggu.
c. Pasien gawat darurat (emergency), maka harus langsung dirawat.

Jenis Kelompok Pasien :


a. Usia; Neonatus, Anak, Dewasa.
b. Jenis Penyakit; Infeksi, Non Infeksi
c. Jenis Kelamin; Laki-laki, Perempuan
d. Tingkat Keparahan; Ranap Reguler, Intensive

Konsep Kelas Standar :


a. Kebutuhan standar minimal sarana prasarana dan alat kesehatan yang
harus terpenuhi disetiap ruang rawat inap
b. Memenuhi standar PPI dan keselamatan pasien
c. SDM sesuai dengan ratio kebutuhan (ratio perawat: pasien sesuai
dengan jenis pelayanan rawat inap)
d. Akses dan mutu sesuai standar pelayanan

43
Kriteria Umum :
a. Kersedianya akomodasi dan pelayanan setiap hari selama 24jam secara
terus-menerus dan 7 hari seminggu.
b. Pelayanan harus berorientasi pada pasien (PCC) dan bersifat
komprehensif yang terintegrasi antar disiplin ilmu.
c. Pelayanan harus mengacu pada Panduan Praktik Klinik (PPK),
panduan asuhan keperawatan (PAK), clinical pathway (CP), dan SPO
terkait.
d. Pelayanan harus sesuai dengan standar pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI), mutu dan keselamatan pasien
e. Tersedianya Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang
terinformasi pada pasien-keluarga yang ditangani untuk setiap pasien
rawat inap
f. Pelayanan rawat inap harus dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang
sesuai dengan kompetensinya
g. Dalam memberikan pelayanan rawat inap, RS harus menjaga privasi
dan kerahasiaan informasi pasien
h. Pelayanan rawat inap didukung oleh pelayanan penunjang medik
maupun nonmedik yang tersedia 24 jam
i. Pelayanan rawat inap diberikan kepada pasien sesuai Indikasi medis
rawat inap dan kebutuhan lainnya

Kriteria Ruangan :
a. Suhu ruangan 24±2 ºC
b. Kelembaban ruangan 55±5%
c. Pencahayaan 250 lux untuk penerangan dan50 lux untuk tidur
d. Jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter
e. Ruang perawatan memiliki 6 –12 kali pergantian udara per jam
f. Tirai antar TT yang berbahan non porosif dan mudah di
dekontaminasI, rel tirai harus dibenamkan/ menempel di plafon
g. Dua kotak kontak listrik di setiap tempat tidur dan tidak ada
percabangan/sambungan langsung tanpa pengamanan arus.

44
h. Outlet oksigen di setiap tempat tidur
i. Bukaan jendela yang aman untuk kebutuhan pencahayaan dan ventilasi
alami
j. Nurse call di setiap tempat tidur yang terhubung ke pos perawat(nurse
station)
k. Kamar mandi yang mengikuti persyaratan aksesibilitas.
l. Letak ruang rawat inap harus di lokasi yang tenang, aman, dan
nyaman.
m. Ruang rawat inap harus memiliki akses yang mudah ke ruang
penunjang pelayanan lainnya.
n. Ruangan perawatan pasien di ruang rawat inap harus dipisahkan
berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit

Pelayanan pada instalasi rawat inap Rumah Sakit Universitas


Andalas, berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan
dengan berbagai pihak yang terkait dengan pelayanan rawat inap,
diketahui bahwa sudah cukup baik dan telah memenuhi standar
berdasarkan pada pemaparan diatas yang bersumber dari Permenkes No
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit,
Standar Kelas Rawat Inap di Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh
Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Permenkes No 24 Tahun
2016 tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
Rumah Sakit Universitas Andalas memiliki 4 jenis ruang
pelayanan rawat inap, yang meliputi :
a. Rawat inap Andalas (VIP)
Kapasitas 1 orang, dengan fasilitas :
bed site electric, sofa bed, bed site cabinet, over bed table, dispenser,
Kulkas mini bar, air conditioner, LED TV, Kamar mandi (dilengkapi
westafel), Nurse Call dan Free Wifi
b. Rawat inap Sakura (Kelas 1)
Kapasitas 2 orang, dengan fasilitas :
bed site electric, bed site cabinet, over bed table, air conditioner, LED
TV, Kamar mandi (dilengkapi dengan shower air panas), Nurse Call

45
dan Free Wifi
c. Rawat inap Eboni (Kelas 2 dan 3)
Kapasitas 4 dan 6 orang dengan fasilitas :
bed site electric, bed site cabinet, over bed table, air conditioner, LED
TV, Kamar mandi (dilengkapi westafel), Nurse Call, Kipas Angin dan
Exhause fan dan Free Wifi.
d. Rawat inap Meranti (Kelas 2 dan 3)
Kapasitas 4 dan 6 orang dengan fasilitas :
bed site electric, bed site cabinet, over bed table, air conditioner, LED
TV, Kamar mandi (dilengkapi westafel), Nurse Call, Kipas Angin dan
Exhause fan dan Free Wifi.

Pada pelayanan rawat inap kebidanan dan anak berada di Instalasi


Meranti yang memberikan perawatan pada pasien obstetri, ginekologi dan
anak yang memerlukan observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan,
rahabilitasi medik, dengan menginap di ruang rawat inap meranti. Selain
itu Instalasi Meranti juga menyediakan pelayanan persalinan normal yang
didukung dengan peralatan dan fasilitas yang sangat memadai.

Berikut ini alur masuk pasien rawat inap kebidanan dan anak Rumah Sakit
Universitas Andalas:

Pasien Datang

IGD/PONEK Poliklinik

46
Pasien dirujuk Kamar Bersalin/ Rawat Inap
ke RS lain Kamar Operasi Meranti

Instalasi Forensik Sembuh Kondisi Menurun

Ruang Intensif Rujuk RS Lain

Administrasi

Pulang

Gambar 2. Alur masuk pasien rawat inap kebidanan dan anak Rumah Sakit Universitas
Andalas
Sumber : website resmi Rumah Sakit Universitas Andalas

Dalam rangka mengoptimalkan jangkauan penerimaan pelayanan


bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan, Rumah Sakit
Universitas Andalas dalam sistem pelayanan pasiennya telah bekerja sama
dengan Badan Penyelenggara Jaminan Jaminan Sosial (BPJS) sejak tahun
2017 hal ini juga bentuk dukungan terhadap BPJS, agar peserta BPJS
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Berdasarkan kegiatan wawncara
yang telah dilakukan, bentuk kerjasama RS Unand dengan BPJS terlihat
dari mulai proses pendaftaran pasien yaitu, jika pasien baru setelah
mengisi biodata di bagian informasi center, pasien akan melapor ke bagian
pendaftaran (rekam medis) yang selanjutnya oleh bagian rekam medis
pasien BPJS akan dibuatkan SEP (Surat Eligibilitas Peserta) sesuai dengan

47
poli yang dituju. Selain itu khusus pasien dengan tujuan poli jantung, mata,
dan fisioterapi sat dibagian rekam medis harus melakukan pengambilan
sidik jari terlebih dahulu sebagai syarat klaim BPJS. Hal ini juga berlaku
untuk berbagai jenis pelayanan yang tersedia di Rumah Sakit Unand yang
termasuk pelayanan yang ditanggung oleh BPJS.
Mengakses layanan kesehatan di masa sekarang cukuplah mudah
karena ada layanan BPJS Kesehatan. Namun, untuk menggunakannya di
layanan kesehatan tidaklah bisa secara langsung. Pasien haruslah mencetak
laporan SEP terlebih dulu. Cetak laporan SEP secara langsung dengan
SIMRS Trustmedis bisa mempermudah pasien serta meningkatkan
pelayanan di layanan kesehatan. Selain itu, antrian yang panjang pun tidak
akan terjadi dan membuat suasana layanan kesehatan terasa sangat
menyesakkan. SEP (Surat Eligibilitas Peserta) adalah produk baru dari
BPJS Kesehatan. Diluncurkannya SEP ini ialah untuk memperluas
cakupan dan mempermudah peserta BPJS untuk memperoleh layanan
kesehatan. Layanan kesehatan yang dimaksud ialah layanan kesehatan
tingkat lanjutan, seperti rumah sakit.
Pelaporan yang dilakukan dalam sistem pelayanan pasien di Rumah
Sakit Universitas Andalas untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada
pasien adalah pelaporan indikator mutu. Menurut penuturan pegawai RS
Unand yang menjadi narasumber dalam kegiatan wawancara yang
dilakukan, pelaporan indikator mutu di RS Unand dilakukan setiap bulan,
pada instalasi rawat jalan, pelaporan ini dilakukan oleh masing-masing
penanggung jawab sesuai poli yang dipegangnya. Pelaporan ini juga
dilakukan oleh semua unit pelayanan di RS Unand yang selanjutnya akan
dilaporkan kepada kepala ruangan dari masing-masing instalasi/unit
pelayanan. Output dari kegiatan pelaporan ini adalah evaluasi kinerja
petugas dan kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien sehingga
pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit.
Rumah sakit harus senantiasa meningkatkan mutu pelayanan sesuai
dengan harapan pelanggan untuk meningkatkan kepuasan pemakai jasa.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit,

48
Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa rumah sakit wajib memberikan
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif
dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit, kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib dilakukan
akreditasi secara berkala minimal tiga tahun sekali.
Sesuai dengan standar akreditasi rumah sakit, sebagai bagian
peningkatan kinerja, rumah sakit secara teratur melakukan penilaian
terhadap Indikator mutu area klinik, indicator mutu area manajemen dan
indicator mutu sasaran keselamatan pasien yaitu indicator mutu yang
mngukur kepatuhan staf dalam penerapan sasaran keselamatan pasien dan
budaya keselamatan (KARS, 2017).
Pelaporan indikator mutu dan keselamatan pasien menjadi hal
penting dalam perbaikan mutu pelayanan, sebab data tersebut dapat
dijadikan bahan evaluasi bagi organisasi untuk memperbaiki sistem
pelayanan yang ada di RS (Abdullah, 2020). Pelaporan indikator mutu unit
merupakan upaya untuk mengetahui kinerja masing-masing unit, serta
dapat dijadikan acuan dalam meningkatan kualitas mutu di rumah sakit.
Semakin meningkatnya keadaan sosial ekonomi dan pendidikan
masyarakat maka sistem nilai dalam masyarakat pun mulai berubah.
Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik
dan lebih bermutu sesuai keinginan masyarakat termasuk pada pelayanan
kesehatan. Oleh karena itu, tiap unit di rumah sakit perlu melakukan
pelaporan indikator mutu unit di rumah sakit. Agar mengetahui tercapai
atau tidaknya standar pada indikator mutu unit pada masing-masing unit di
rumah sakit (Anggarwati, 2021).
• Pengertian
1. Indikator Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan adalah tolok ukur
yang digunakan untuk menilai tingkat keberhasilan mutu pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Mutu Pelayanan Kesehatan adalah tingkat layanan kesehatan
untuk individu dan masyarakat yang dapat meningkatkan luaran

49
kesehatan yang optimal, diberikan sesuai dengan standar pelayanan,
dan perkembangan ilmu pengetahuan terkini, serta untuk memenuhi
hak dan kewajiban pasien.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
• Tujuan
Pedoman pengukuran indikator mutu ini digunakan sebagai acuan
bagi Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan dan UTD
dalam melakukan pengukuran dan evaluasi mutu pelayanan kesehatan.
• Kriteria Pemilihan Indikator
Pemilihan indikator dilakukan berdasarkan hasil konsensus dengan
memperhatikan beberapa kriteria berdasarkan Handbook for National
Quality Policy and Strategy (2018) sebagai berikut:
1. Sejalan dengan program prioritas nasional Indikator untuk
mengukur program prioritas nasional tertentu.
2. Besaran dampak Ruang lingkup dampak dari indikator yang diukur.
3. Berbasis buktiAdanya bukti yang kredibel dari indikator yang
dipilih.
4. Defensibility, Indikator yang terpilih dapat dipertanggungjawabkan
secara keilmuan dan juga merupakan indikator yang penting bagi
pemerintah.
5. Feasibilitas, Indikator yang terpilih dapat diakses oleh
seluruh fasilitas pelayanan kesehatan.
6. Akurasi, Data yang dikumpulkan dengan menggunakan indikator
tersebut harus akurat.
7. Actionability, Perubahan perilaku maupun sistem dapat
memperbaiki pencapaian indikator.
8. Dapat diperbandingkan, Indikator harus dapat diperbandingkan
dengan standar atau antar wilayah.

50
9. Kredibel, Indikator harus kredibel bagi pemangku kebijakan
maupun bagi fasilitas yang melakukan pengukuran.
10. Kejelasan indikator, Indikator harus jelas dan mudah dipahami.
• Indikator Mutu di Rumah Sakit terdiri atas :
1. kepatuhan kebersihan tangan
2. kepatuhan penggunaan alat pelindung diri
3. kepatuhan identifikasi pasien
4. waktu tanggap operasi seksio sesarea emergensi
5. waktu tunggu rawat jalan
6. penundaan operasi elektif
7. kepatuhan waktu visite dokter
8. pelaporan hasil kritis laboratorium
9. kepatuhan penggunaan formulariun nasional
10. kepatuhan terhadap alur klinis (clinical pathway)
11. kepatuhan upaya pencegahan resiko pasien jatuh
12. kecepatan waktu tanggap complain
13. kepuasaan pasien
Selain Indikator Mutu pemerintah daerah provinsi, pemerintah
daerah kabupaten/kota, dan/atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat
menetapkan indikator tambahan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

3.3 Advokasi, Negosiasi Dan Kolaborasi Interprofesional dalam Tim Kerja


Selama Memberikan Pelayanan Kebidanan
Advokasi merupakan suatu usaha sistematis dan terorganisasi untuk
mempengaruhi terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap
maju (Sriono, 2017). Pelaku advokasi dalam Pelayanan Kebidanan di Rumah
Sakit Universitas Andalas adalah bidan sebagai pelaksana yang
mengupayakan promosi kesehatan seperti acara KB yang diselenggarakan
tanggal 19 Oktober 2022 dengan mengusung tema Fasilitasi dukungan
Operasional pelayanan keluarga berencana rumah sakit. Kegiatan ini
dilakukan oleh bidan, perawat dan dokter dengan sasaran kepada pasien yang
berada di rumah sakit universitas andalas. Sumber uang untuk
menyelenggarakan kegiatan ini di inisiasi oleh ibu Sri Dewi Edmawati, SE,

51
Msi, AK.CA selaku Direktur Keuangan dan Perencanaan Rumah Sakit
Universitas Andalas dengan bekerja sama dengan Badan Kependudukan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sumatera Barat. Penyelenggaraan
acara ini dilaksanakan dengan metode ceramah oleh narasumber dokter
kandungan kepada audien yaitu pasien Rumah Sakit Universitas Andalas.

Negosiasi merupakan teknik advokasi yang dimaksudkan untuk


menghasilkan kesepakatan. Dalam hal ini semua pihak menyadari bahwa
masing-masing pihak mempunyai kepentingan yang sama yang perlu
diamankan sekaligus kepentingan yang berbeda yang perlu dipertautkan
(Rizal, 2021). Negosiasi dalam pelayanan kebidanan di rumah sakit
universitas andalas dilakukan oleh bidan untuk kesejahteraan ibu dan anak.
Negosiasi yang dilakukan oleh bidan di rumah sakit andalas sebagai contoh
kegiatan KB yang diselenggarakan tanggal 19 Oktober 2022 dengan
mengusung tema Fasilitasi dukungan Operasional pelayanan keluarga
berencana rumah sakit. Disini bidan, perawat, dokter bekerjasama
melaksanakan program KB untuk kepentingan bersama.

Kolaborasi Interprofesional dalam tim kerja selama memberikan


pelayanan kebidanan dikerjakan berdasarkan Rincian Kewenangan Klinis
(RKK) yang dibentuk oleh komite keperawatan yang telah melakukan proses
kredensial terhadap Tenaga Keperawayan dan Kebidanan Rumah Sakit
Universitas Andalas. RKK ini terlampir pada surat Keputusan Direktur
Rumah Sakit Universitas Andalas no. 193/XIII/UN16.36/KPT/2018 dengan
jabatan kompetensi BP/Bidan Praktisi 1 General, BP 2, BP 3 dsn BP 4.
Penentuan tingkat BP ini didasarkan pada pengalaman kerja dan tingkat
sekolah. Selain itu, naiknya tingkat BP ini ada ujiannya masing-masing.
Untuk lulusan freshgraduate, belum didapatkan tingkat BP. Mereka setelah
melalui ujian kredensial oleh komite etik dan dinyatakan lulus, memasuki Pra
BP dahulu. Setelah ada pengalaman kerja nantinya baru bisa menjadi tingkat
BP 1 dan ujian tingkat BP. Ujian ini dilaksanakan oleh assesor yang telah
berkompetensi. Dalam pelaksanaan kolaborasi interprofesional bidan,
perawat dan dokter bekerja sesuai dengan RKK yang telah ditetapkan. Selama

52
ini, belum ada bidan atau perawat yang bekerja diluar RKK tersebut.
Kolaborasi yang dilakukan, mengikuti aturan RKK oleh Komite Rumah Sakit
Universitas Andalas.

Dalam Pelaksanaan Advokasi Negosiasi dan Kolaborasi


Interprofesional Pelayanan Kebidanan di Rumah Sakit Universitas andalas
sudah terlaksana dengan baik. Dimana jika ada kegiatan yang perlu diangkat,
bidan, perawat dan dokter sudah melakukan advokasi, negosiasi, dan
kolaborasi interprofesional dengan sesama rekan sejawat dan dilakukan
berjenjang seperti dari anggota ke kepala tim ruangan dan kepala ruangan
nantinya yang menyampaikan ke tingkat yang berkaitan seperti kepala
keuangan maupun lainnya.

53
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa praktik manajemen dan kepemimpinan bidan
di Rumah Sakit Universitas Andalas dilaksanakan dengan baik sesuai dengan
peraturan yang berlaku di lingkungan kerja. Perilaku kepala ruangan dan ketua
tim ruangan berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap
kelancaran kinerja staf-staf pegawai pada Poli Rawat Jalan Rumah Sakit
Universitas Andalas. Hal ini dibuktikan dengan bagaimana kelola alur
pelayanan poli yang berjalan secara teratur, dan jika terdapat masalah,
pemimpin mampu menemukan solusi dengan tetap bersikap demokratis kepada
bawahannya, sehingga staf pegawai bekerja dengan teratur yang bisa
menimbulkan kepuasan kerja, dan akan memberi dampak baik pada
keselamatan pasien rumah sakit.

4.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan dan kesimpulan diatas, maka dapat
disarankan bahwa karena kepuasan kinerja staf pegawai pada Poli Rawat Jalan
Rumah Sakit Universitas Andalas dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan,
maka sudah seharusnya pimpinan memperhatikan kepemimpinannya agar
mampu meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Pemimpin diharapkan dapat
melakukan praktik manajemen yang bersifat modern dan mengikuti
perkembangan waktu.

Kepala Ruangan dan Ketua Tim Ruangan Poli Rawat Jalan Rumah Sakit
Universitas Andalas harus selalu mampu memberikan motivasi kerja terhadap
seluruh staf pegawai bawahannya agar pegawai merasa nyaman dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Mengingat masih besarnya pengaruh
kepemimpinan, direksi pun diharapkan agar tetap selalu memberi perhatian
terhadap pemegang posisi manajerial seperti kepala ruangan dan ketua tim
ruangan, sehingga Rumah Sakit Universitas Andalas dapat selalu
mempertahankan dan menjaga serta meningkatkan agar tujuan dari suatu
organisasi dapat berjalan dengan baik.

54
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, R., Syahrul, S. And Majid, A., 2020. Program Penerapan Pelaporan
Indikator Mutu Dan Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Daerah Tipe C
Provinsi Sulawesi Selatan: Sebuah Pengabdian Masyarakat. J-Dinamika J
Pengabdi Masy, 5(1).

Anggarwati, F.R. And Adriansyah, A.A., 2021. Analisis Pelaporan Profil


Indikator Mutu Instansi Pelayanan Kesehatan: Studi Kasus Di Rumah Sakit
Islam Jemursari Surabaya. Motorik Jurnal Ilmu Kesehatan, 16(2), Pp.56-62.

Anon., 2015. Peraturan Pemerintah No 93 Tahun 2015 Tentang Rumah Sakit


Pendidikan. Jakarta.

Bigley, M.B., 2006, Interdisciplinary Health Care Teams: Organizational Context,


Team Performance, Team Development And Team Goals.
[Dissertation].School Of Public Health And Health Services, The George
Washington University.

Gary, Yukl. 2020. Kepemimpinan Dalam Organisasi (Edisi 7). Gramedia. Jakarta.
Handoko, T. Hani. 2008. Manajemen. BPFE. Yogyakarta

Ismail, Jeffrit Kalprianus Dkk. 2022. Pengantar Manajemen. Bandung: CV Media


Sains Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit. Jakarta : Pemerintah. 2008.

Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Rumah Sakit Pada Masa


Pandemi COVID-19. Revisi Ke-1. 2021. Available At
Https://Www.Kemkes.Go.Id/Downloads/Resources/Download/Infoterkini/
COVID19/Pedoman-Pelayanan-Rumah-Sakit-Pada-Masa-Pandemi-COVID-
19_Edisi-Revisi-1.Pdf.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2017). Standar Nasional Akreditasi Rumah


Sakit. Edisi 1

55
Lestari, M. Dan F. Amal. 2019. Kinerja Bidan Di RSUD Abepura. Gema
Kesehatan (11)2 : 43-47.
Luthra, A. & Dahiya, R. 2015. Effective Leadership Is All About Communicating
Effectively: Connecting Leadership And Communication. IJMBS (5).

Mugianti, S. 2017. Managemen Dan Kepemimpinan Dalam Praktik Keperawatan,


Pusdik SDM Kemenkes. Jakarta.

Mulyatiningsih, S. Dan U. Sasyari. 2021. Gaya Kepemimpinan Yang Efektif


Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien. Healthcare Nursing Journal
(3)1: 59-64.

Nursalam. 2017. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional Edisi 4. Salemba Medika. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691 Tahun 2011 Tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.

Permenkes No 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal


Rumah Sakit

Permenkes No 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan Dan


Prasarana Rumah Sakit

Permenkes 80/2020 Tentang Komite Mutu RS

Rizal, M. C. (2021). Negosiasi Dan Lobi: Catatan Singkat Pelatihan Advokasi.


Opini Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 1, 37-40.

Sriono, S. (2017). Sistem Pewarisan Pada Warga Negara Indonesia Keturunan


Tionghoa (Cina) Muslim. Jurnal Ilmiah Advokasi, 5(2), 110-122.

Standar Kelas Rawat Inap Di Rumah Sakit: Direktorat Pelayanan Kesehatan


Rujukan: Yankes

Stutsky BJ, Laschinger HKS. Development And Testing Of A Conceptual


Framework For Interprofessional Collaborative Practice. Health And
Interprofessional Practice. 2014;2(2):1-13

Sudiartini, N. W. A. 2017. Pengaruh Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja


Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada Instalasi Rawat Inap Kebidanan
RSUD Kabupaten Karangasem. Piramida (8)2 : 69 - 76.

56
Sullivan, E.J., 1999, Creating Nursing’s Futures: Issues, Opportunities And
Challenges. Mosby, Inc., St Louis.

Susilaningsih, F.S.,2011, Model Pelayanan Rawat Inap Terpadu (MPRIT) Sebagai


Basis Integrasi Antar Profesi Dalam Pelayanan Kesehatan Di RS Pendidikan
Dr Hasan Sadikin. [Disertasi]. Universitas Gajah Mada

Thoha. M. 2012. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Cetakan


Ke- 18 , PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta: 2009.

Walsh VL. 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. EGC. Jakarta.

Wang, E.,Chou, HW.,Jiang, J.,(2005), The Impacts Of Charismatic Leadership


Style On Team Cohessiveness And Overall Performance During ERP
Implementation. International Journal Of Project Management.23(3): 173-
180 World Health Organization [WHO], 2009, Human Factors In Patient
Safety: Review Of Topics And Tools.

WHO. 2010. Frame Work For Action On Interprofesional: Education And


Collaborative Practice. Ganewa Swiss

57

Anda mungkin juga menyukai