Laporan KLP 1 Manajemen Kepemimpinan Siklus 12 RS UNAND
Laporan KLP 1 Manajemen Kepemimpinan Siklus 12 RS UNAND
Oleh:
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Penugasan
Tempat : Rumah Sakit Pendidikan Universitas Andalas Tanggal 19 Oktober
2022
Siklus XII : Praktik Manajemen dan Kepemimpinan Pelayanan Kebidanan
dengan Judul : Menganalisis Perilaku Kepemimpinan, Identifikasi Sistem
Pelayanan Pasien
di Rumah Sakit, Advokasi, Negosiasi, Kolaborasi Interprofesional dalam Tim
Kerja dalam Memberikan Pelayanan
Oleh :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktik Manajemen Dan Kepemimpinan Pelayanan Kebidanan Di Rumah Sakit
Pendidikan Universitas Andalas dengan judul “Menganalisis Perilaku
Kepemimpinan, Identifikasi Sistem Pelayanan Pasien di Rumah Sakit, Advokasi,
Negosiasi, Kolaborasi Interprofesional dalam Tim Kerja dalam Memberikan
Pelayanan”. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW, semoga kita selalu dapat meneladani segala sisi kehidupan beliau. Laporan
ini dibuat sebagai tugas Siklus XII Praktik Manajemen dan Kepemimpinan
Pelayanan Kebidanan Program Studi Pendidikan Profesi Bidan Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis sadar tanpa bantuan dan bimbingan dari banyak pihak akan sangat
sulit untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Fitrayeni, SKM., M. Biomed selaku preseptor akademik yang telah
menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran untuk mengarahkan
penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
2. Rilly Yane Putri, SST., M. Biomed selaku preseptor lapangan yang telah
menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran untuk mengarahkan
penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih ada kekurangan dan
kelemahan karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan............................................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................................ii
Daftar Isi............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Tujuan.......................................................................................................................3
1.3 Manfaat.....................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................5
2.1 Manajemen...............................................................................................................5
2.2 Menganalisis Perilaku Kepemimpinan....................................................................7
2.2.1 Pengertian Kepemimpinan.............................................................................7
2.2.2 Syarat Pemimpin............................................................................................8
2.2.3 Azas–Azas Kepemimpinan............................................................................8
2.2.4 Teori Kepemimpinan.....................................................................................9
2.2.5 Gaya Kepemimpinan...................................................................................10
2.2.6 Pemimpin Yang Efektif...............................................................................11
2.3 Identifikasi Sistem Pelayanan Pasien Di Rumah Sakit..........................................13
2.4 Advokasi, Negosiasi, Kolaborasi Interprofesional dalam Tim Kerja Selama
Memberikan Pelayanan..........................................................................................18
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................27
3.1 Menganalisis Perilaku Kepemimpiman.................................................................27
3.2 Identifikasi Sistem Pelayanan Pasien Di Rumah Sakit..........................................30
3.3 Advokasi, Negosiasi Dan Kolaborasi Interprofesional dalam Tim Kerja
Selama Memberikan Pelayanan Kebidanan...........................................................44
BAB IV PENUTUP..........................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................48
DAFTAR GAMBAR
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan penulis adalah untuk mengetahui pelaksanaan kompetensi praktik
manajemen dan kepemimpinan bidan di Rumah Sakit Universitas Andalas.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Dapat melatih kemampuan dalam menggunakan pengetahuan, metode,
dan teknik untuk melaksanakan tugas-tugas manajer kepemimpinan bidan,
serta kemampuan untuk bekerja dengan baik bersama staf di Rumah Sakit
Universitas Andalas.
1.3.1 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Dapat meningkatkan perencanaan pengorganisasian, penyusunan,
pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Serta mampu menerapkan metode pemecahan
masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosis
kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi di fasilitas pelayanan
kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen
2.1.1 Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan suatu ilmu dan seni dalam pelaksanaan
pengelolaan dimulai dari proses rencana, organisasi, koordinasi, evaluasi,
pengendalian dan peningkatan guna mencapai suatu tujuan bekerja yang
diharapkan.
11
3. Materials terdiri dari bahan setengah jadi (Raw Materials) dan bahan jadi.
Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia
yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan atau
materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidak
dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.
4. Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau
menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi
kerja.
5. Method adalah suatu tata cara kerja yangmemperlancar jalannya pekerjaan
manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara
pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-
pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan
penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun
metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau
tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan.
Dengan demikian, peran utama dalam manajemen tetap manusianya
sendiri.
6. Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan
(memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat
penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses
produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan
berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan
hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar
pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan
selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.
12
mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut
telah diringkas menjadi empat bagian, yaitu:
1. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan
dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan
tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi
tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum
mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih
cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan.
Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen
karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
2. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu
kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.
Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan
dan menentukan orang yang dibutuhkanntuk melaksanakan tugas yang
telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara
menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus
mengerjakannya, bagaimana tugas- tugas tersebut dikelompokkan, siapa
yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, dan pada tingkatan mana
keputusan harus diambil.
3. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar
semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan
perencanaan manajerial dan usaha.
4. Pengawasan, meliputi kegiatan pengawasan yang dilakukan agar kegiatan
dapat sesuai dengan standar yang telah direncanakan sehingga dapat
mencapaitujuan yang diinginkan (Ismail, Jeffrit Kalprianus, 2022).
13
• Kepemimpinan adalah sebuah hubungan dimana satu pihak memiliki
kemampuan yang lebih besar untuk mempengaruhi perilaku pihak lain yang
didasarkan pada perbedaan kekuasaan antara pihak-pihak tersebut
(Mugianti, 2017).
• Kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasi, suatu seni pembinaan
kelompok orangorang tertentu, biasanya melalui 'human relations' dan
motivasi yang tepat, sehingga tanpa adanya rasa takut mereka mau bekerja
sama dan membanting tulang memahami dan mencapai segala apa yang
menjadi tujuan-tujuan organisasi (Thoha, 2012).
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah suatu sifat -
sifat dan perilakunya seseorang yang mempunyai kemampuan untuk
mendorong orang lain untuk berpikir, bersikap, dan ataupun berbuat sesuatu
sesuai dengan apa yang diinginkannya.
14
• Azas Efisiensi adalah pemimpin dapat mengefisienkan kepentingan
kelompok dengan sumber daya yang terbatas
• Azas kesejahteraan yang lebih merata adalah pemimpin berusaha
mengurangi kesenjangan dan konflik yang dapat mengganggu jalnnya
organisasi.
15
2.2.5 Gaya Kepemimpinan
Berbagai gaya kepemimpinan tersebut jika disederhanakan dapat
dibedakan atas empat macam, yaitu (Gary, 2020):
1. Gaya Kepemimpinan Diktator
Pada gaya kepemimpinan diktator (dictatorial leadership style) ini upaya
mencapai tujuan dilakukan dengan menimbulkan ketakutan serta ancaman
hukuman. Tidak ada hubungan dengan bawahan, karena mereka dianggap
hanya sebagai pelaksana dan pekerja saja.
2. Gaya Kepemimpinan Autokratis
Pada gaya kepemimpinan ini (autocratic leadership style) segala keputusan
berada di tangan pemimpin. Pendapat atau kritik dari bawahan tidak pernah
dibenarkan. Pada dasarnya sifat yang dimiliki sama dengan gaya
kepemimpinan dictator tetapi dalam bobot yang agak kurang.
3. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Pada gaya kepemimpinan demokratis (democratic leadership style)
ditemukan peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan yang
dilakukan secara musyawarah. Hubungan dengan bawahan dibangun dengan
baik. Segi positif dari gaya kepemimpinan ini mendatangkan keuntungan
antara lain: keputusan serta tindakan yang lebih obyektif, tumbuhnya rasa
ikut memiliki, serta terbinanya moral yang tinggi. Sedangkan kelemahannya
: keputusan serta tindakan kadang - kadang lamban, rasa tanggung jawab
kurang, serta keputusan yang dibuat terkadang bukan suatu keputusan yang
terbaik.
4. Gaya Kepemimpinan Santai
Pada gaya kepemimpinan santai ( laissez - faire leadership style ) ini
peranan pimpinan hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan
kepada bawahan, jadi setiap anggota organisasi dapat melakukan kegiatan
masing - masing sesuai dengan kehendak masing - masing pula.
5. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Dalam kepemimpinan partisapatif kepala ruangan menyajikan analisa
masalah dan mengusulkan tindakan kepada anggota kelompok, mengundang
masukan dan komentar mereka. Dengan menimbang jawaban anggota
16
kelompok atas usulannya, kepala ruangan selanjutnya membuat akhir bagi
tindakan kelompok tersebut .
17
Kewaspadaan diri berarti menyadari bagaimana seorang pemimpin
mempengaruhi orang lain. Kadang seorang pemimpin merasa ia sudah
membantu orang lain, tetapi sebenarnya justru telah menghambatnya.
• Karakteristik kelompok
Seorang pemimpin harus memahami karakteristik kelompok meliputi:
norma, nilai - nilai kemampuannya, pola komunikasi, tujuan, ekspresi
dan keakraban kelompok.
• Karakteristik individu
Pemahaman tentang karakteristik individu juga sangat penting karena
setiap individu unik dan masing - masing mempunyai kontribusi yang
berbeda.
18
3. Pimpinan puncak (Top Manager)
Pimpinan puncak adalah manajer yang menduduki kewenangan organisasi
tertinggi dan sebagai penanggung jawab utama pelaksanaan administrasi.
Pimpinan ini memiliki proporsi peranan konseptual skill yang terbesar dan
technical skill yang terkecil (Gary,2020).
Tugas-tugas pimpinan :
• Sebagai pengambil keputusan
• Sebagai pemikul tanggung jawab
• Mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sebagai pemikir
konseptual
• Bekerja dengan atau melalui orang lain
• Sebagai mediator, politikus, dan diplomat.
19
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, dan
pelayanan rujukan, serta dimanfaatkan untuk fungsi pendidikan, pelatihan,
dan penelitian bidang kedokteran, kedokteran gigi, dan kesehatan lain.
Pelayanan kesehatan yang diberikan mencakup upaya promotif, pencegahan,
pengobatan, dan rehabilitasi.
20
terkait dengan sumber daya yang Tidak merata maka diperlukan pentahapan
dalam pelaksanaan SPM Oleh masing-masing daerah sejak ditetapkan pada
tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, sesuai dengan kondisi/perkembangan
kapasitas daerah. Mengingat SPM sebagai hak konstitusional maka
seyogyanya SPM menjadi prioritas dalam perencanaan dan penganggaran
daerah
Prinsip utama pengaturan Rumah Sakit pada masa pandemi COVID-19
untuk menyesuaikan layanan rutinnya adalah:
1. Memberikan layanan pada pasien COVID-19 dan non COVID-19 dengan
menerapkan prosedur skrining, triase dan tata laksana kasus.
2. Melakukan antisipasi penularan terhadap tenaga kesehatan dan pengguna
layanan dengan penerapan prosedur Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI), penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di unit kerja dan
pemenuhan Alat Pelindung Diri (APD).
3. Menerapkan protokol pencegahan COVID-19 yaitu: harus mengenakan
masker bagi petugas, pengunjung dan pasien, menjaga jarak antar orang
>1m dan rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 40
s/d 60 detik atau dengan hand sanitizer selama 20 s/d 30 detik.
4. Menyediakan fasilitas perawatan terutama ruang isolasi untuk pasien kasus
COVID-19.
5. Terintegrasi dalam sistem penanganan COVID-19 di daerah masing-
masing sehingga terbentuk sistem pelacakan kasus, penerapan mekanisme
rujukan yang efektif dan pengawasan isolasi mandiri dan berkoordinasi
dengan Dinas Kesehatan setempat.
6. Melaksanakan kembali pelayanan yang tertunda selama masa pandemi
COVID-19Untuk dapat memenuhi prinsip-prinsip tersebut, Rumah Sakit
dianjurkan:
7. Membuat pembagian dan pengaturan zona risiko COVID-19 dan
pembatasan akses masuk di Rumah Sakit.
8. Pemanfaatan teknologi informasi untuk inovasi layanan kesehatan seperti:
• Sistem pendaftaran melalui telepon atau secara online untuk membatasi
jumlah orang yang berada di Rumah Sakit dalam waktu yang
21
bersamaan. Pada aplikasi daftar online pasien juga dapat diminta
mengisi kajian mandiri COVID-19 untuk memudahkan dan
mempersingkat proses skrining ketika mengunjungi Rumah Sakit.
• Layanan telemedicine untuk mengurangi jumlah orang yang berada di
Rumah Sakit.
• Rekam medik elektronik
• Sistem pembayaran secara online / melalui uang elektronik.
22
SKRINING
Skrining merupakan proses penapisan pasien di mana seorang individu
dievaluasi dan disaring menggunakan kriteria gejala dan riwayat
epidemiologis, untuk menentukan pasien tersebut masuk ke dalam kategori
dicurigai COVID-19 atau bukan.
Tujuan skrining :
a. Memisahkan pasien yang dicurigai COVID-19 dengan pasien non
COVID-19.
b. Mengurangi pajanan untuk pasien lain,pengunjung, petugas rumah sakit.
c. Membantu mencegah penyebaran penyakit di dalam fasilitas kesehatan.
d. Memastikan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) digunakan sesuai
pedoman penggunaan APD.
Skrining dilakukan pada semua orang yang mengunjungi Rumah Sakit
(pasien, petugas Rumah Sakit atau pengunjung Rumah Sakit lainnya).
23
sumber terbuka (open source) yang disediakan oleh Kementerian Kesehatan
atau menggunakan aplikasi yang dibuat oleh Rumah Sakit. Aplikasi
penyelenggaraan SIMRS yang dibuat oleh Rumah Sakit, harus memenuhi
persyaratan minimal yang ditetapkan oleh Menteri.
24
3. Advokasi terdiri berbagai strategis ditujukan untuk mempengaruhi
pembuatan keputusan dalam satu organisasi ditingkat lokal, nasional
maupun internasional. Strategis advokasi termasuk lobi, pemasaran sosial,
KIE, pengorganisasian masyarakat maupun berbagai taktik lainya.
Unsur Dasar Advokasi
Sharma menyebutkan ada 8 unsur dasar advokasi yaitu :
1. Penetapan tujuan advokasi
Sering sekali masalah kesehatan masyarakat sangat kompleks, banyak faktor
dan saling berpengaruh. Agar upaya advokasi dapat berhasil tujuan,advokasi
perlu dibuatlebih spesifik berdasarakan pernyataan berikut : Apakah isu atau
masalah itu dapat menyatukan atau membuat berbagai kelompok bersatu
dalam suatu koalisi yang kuat.
2. Pemanfaatan data dan riset untuk advokasi
Adanya data dan riset pendukung sangat penting agar keputusan dibuat
berdasarkan informasi yang tepat dan benar. Oleh karena itu, data dan riset
mungkin diperlukan dalam menentukan masalah yang akan diadvokasi,
identifikasi solusi pemecahaan masalah maupun menentukan tujuan yang
realitis. Selain itu, adanya data atau fakta itu saja sering sekali sudah bisa
menjadi argumen tujuan umum dapat dicapai agar realitis.
3. Identifikasi khalayak sasaran advokasi
Bila isu dan tujuan telah disusun, upaya advokasi harus ditujukan bagi
kelompok yang dapat membuat keputusan dan idealnya ditujukan bagi
orang yang berpengaruh dalam pembuatan keputusan agar tujuan advokasi
dapat dicapai.
4. Pengembangan dan penyampain pesan advokasi
Khalayak sasaran berbeda berekasi tidak sama atas pesan yang berbeda.
Seseorang toko politik mungkin termitifasi kalu dia mengetahui bahwa
banyka dari konstituen yang diwakilinya peduli terhadap masalah tertentu.
Seseorang Menkes mungkin akan mengambil keputusan ketika kepada
yang bersangkutan disajikan data rinci mengenai besarnya masalah
kesehatan tertentu.
25
5. Membangun koalisi
Sering kali kekuatan advokasi dipengaruhi oleh jumlah oarng atau
organisasi yang mendukung advokasi tersebut.hal inisangat penting dimana
situasi dinegara tertentu sedang membangun masyarakat demokratis dan
advokasi merupan suatu hal yang relati baru. Dalam situasi itu melibatkan
orang dalam jumlah besar dan mewakili berbagai kepentingan, sangat
bermanfaat bagi upaya advokasi maupun dukungan politis,bahkan dalam
satu organisasi sendiri, koalisi internal yaitu melibatkan berbgai orang dari
berbagai divisi / depertemen dalam mengembangkan program baru, dapat
membantu konsensus untuk aksi kegiatan.
6. Membuat presentasi yang persuasif
Kesepakatan untuk mempengaruhi khalayak sasaran kunci sekali terbatas
waktunya. Seorang tokoh politik mungkin memberi kesempatan sekali
pertemuan untuk mendiskusikan isu advokasi yang dirancanh atau Menkes
hanya punya waktu 5 menit dalam kongres untuk berbicara kepada
kelompok advokator.
7. Penggalangan dana untuk advokasi
Semua kegiatan termaksud upaya advokasi memerlukan dana.
Mempertahankan upaya advokasi yang berkelanjutan dalam jangka panjang
memerlukan waktu, energi dalam penggalangan dana atau sumber daya lain
untuk menunjang upaya advokasi.
8. Evaluasi upaya advokasi
Bagaiman kelompok advokasi dapat menegtahui bahwa tujuan advoaksi
yang telah ditetapkan dapat dicapai, Bagaiman strategis advokasi dapat
disempurnakan dan diperbaiki untuk menjadi advokator yang tangguh
diperlukan umpan balik berkelanjutan serta evaluasi atau upaya advokasi
Pendekatan Utama Advokasi
Ada 5 pendekatan utama dalam advokasi (UNFPA dan BKKBN 2002) yaitu:
a. Melibatkan para pemimpin
Para pembuat undang-undang,mereka yang terlibatdalam ppenyusunan
hukum, peraturan maupun pemimpin poilitik,yaitu mereka yangmenetapkan
kebijakan publik sangat berpengaruh dalam menciptakan perubahan yang
26
terkait dengan masalah sosial termaksud kesehatan dan kependudukan. Oleh
karena itu, sangat penting melibatkan mereka semaksimum mungkin
dalamisu yang akan diadvokasikan.
b. Bekerja dengan media massa
Media massa sangat penting berperan dalam membentuk oponi publik.
Media juga sangat kiuat dalam mempengaruhi presespsi publik atas isu atau
masalah tertentu. Mengenal, membangun dan menjaga kemitraan dengan
media massasangat penting dalam proses advokasi.
c. Membangun kemtraan
Dalam upaya advokasi sangat penting dilakukan uapaya jaringan, kemtraan
yang brekelanjutan dengan individu, prganisasi-organisasi dan sektor lain
yang bergerak dalam isu yang sama. Kemitraan ini dibentuk oleh individu,
kelompok yang bekerja sama yang nertujuan untuk mencapai tujun umum
yang sama atau hampir sama. Namum membangun pengembangan
kemitraan tidak mudah, memrlukan aktual, perencanaan yang matang serta
memerlukan penilaian kebutuhan serta minat dari calon mitra.
d. Memobilisasi masa
Memobilisasi massa merupaka suatu proses mengorganisasikan individu
yang telah termotivasi kedalam kelompok-kelompok atau
mengorganisasikan kelompok yang sudah ada.dengan mobilisasi
dimaksudkan agar motivasi individu dapat diubah menjadi tindakan
kolektif.
e. Membangun kapasitas
Membangun kapasitas disini dimasudkan melembagakan kemempuan utnuk
mengembangkan dan mengelolah program yang komprehensif dan
membangun critical mass pendukukung yang memiliki ketereampilan
advokasi. Kelompok ini dapat diidentifikasikan dari LSM tertentu,kelompok
profesi serta kelompok lain.
Praktik kolaborasi interprofesi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
personal dan faktor situasional. Faktor personal terdiri dari indikator saling
percaya antar profesi, kepatuhan pada regulasi, tanggung jawab, kerja sama,
dan kemampuan berkomunikasi. Faktor situasional yang terdiri dari indikator
27
kepemimpinan, pemberdayaan, dan dukungan sistem dan struktur. Bilamana
kedua variabel memberi pengaruh positif terhadap kolaborasi interprofesi maka
akan menghasilkan output yang bersifat positif terhadap:
• Dimensi perilaku dan sikap bekerja: personal (kepuasan kerja dan kesetiaan)
dan tim (kerja tim yang efektif dan kurangnya konflik dalam tim);
• Dimensi Organisasi (keamanan pasien dan kualitas pelayanan kesehatan);
• Dimensi pasien (biopsikososial yang positif, kepuasan pasien,
pemberdayaan pasien, dan lama waktu rawat) (Stutsky dan Laschinger,
2014).
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Mosadeghrad (2014), yang
menyatakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh karakter,
kepribadian dari tenaga kesehatan, serta bergantung pada pengetahuan dan
keterampilan dari tenaga kesehatan itu sendiri. Dua faktor ini mempengaruhi
kolaborasi interprofesi sebagaimana dalam teori Sakai yaitu: percaya pada
kolaborasi interprofesi, mengerti peran dalam tim, memiliki tujuan bersama,
totalitas melayani, bergantung satu dengan yang lain, dan peran professional
(Sakai, et al., 2017).
Praktik interdisiplin atau kolaborasi interprofessional merupakan
kerjasama kemitraan dalam tim Kesehatan yang melibatkan profesi kesehatan
dan pasien, melalui koordinasi dan kolaborasi untuk pengambilan keputusan
Sosialisasi Model Praktik Kolaborasi Interprofesional Pelayanan Kesehatan di
Rumah sakit bersama seputar masalah-masalah kesehatan. Pendekatan
interdisiplin sangat bermanfaat untuk menjembatani tumpang tindihnya peran
para praktisi kesehatan dalam menyelesaikan masalah pasien (Bigley, 2006).
Tim pelayanan interdisiplin diperlukan untuk menyelesaikan masalah
pasien yang kompleks, meningkatkan efisiensi dan kontinuitas asuhan pasien.
Proses kerja sama interdisiplin dapat mengurangi duplikasi dan meningkatkan
kualitas asuhan pasien, melalui tugas dan tanggung jawab serta ketrampilan
secara komplementer. Literatur mengidentifikasi 70–80% kesalahan (error)
dalam pelayanan kesehatan disebabkan buruknya komunikasi dan pemahaman
didalam tim, kerjasama tim yang baik dapat membantu mengurangi masalah
patient safety (WHO,2009). Tim pelayanan interdisiplin menekankan
28
penggunaan pendekatan holistik, bekerja secara interdependen, menggunakan
komunikasi secara effektif untuk memastikan bahwa berbagai kebutuhan
pasien akan pelayanan kesehatan diperhatikan dan dilayani secara terintegrasi.
Untuk model kolaborasi interprofessional seperti ini dibutuhkan tatanan dan
kultur yang dapat mengakomodasi agar para profesional kesehatan dapat
tumbuh dan belajar dalam situasi yang memungkinkan untuk saling percaya,
berbagi peran secara kolaboratif dalam pengambilan keputusan, serta saling
melibatkan pasien dan keluarganya. Model Praktik Kolaborasi Interprofesional
Pelayanan kesehatan (MPKIPK) merupakan tatanan pelayanan yang dirancang
untuk menyelaraskan berbagai profesi yang terlibat (antara lain dokter,
perawat, farmasi, dan gizi) dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang
menjalani hospitalisasi (Susilaningsih, 2011).
Model ini terdiri dari 4 komponen yaitu alur klinis pengelolaan pasien
(integrated care pathway), pengelolaan pasien secara tim, dokumentasi asuhan
terpadu dan penyelesaian masalah bersama melalui diskusi kasus secara
interprofesional. Esensi dasar praktik interdisiplin diadopsi dari Sullivan
(1999) yaitu penggunaan informasi secara bersama (informationsharing),
perhatian terhadap tumpang tindihnya peran dan tanggung jawab (attention to
overlapped responsibility), rentang kendali (sense of control) dan kepastian
siapa melakukan apa (structuring intervention). Keempat key elements dari
praktik interdisiplin ini diintegrasikan nilai-nilainya pada empat komponen
model. Kohesifitas kelompok yang kuat akan mendukung fungsi dan performa
kelompok dalam mencapai tujuan bersama. Kohesi adalah suatu tingkatan
kebersamaan dari anggota kelompok sebagai satu kesatuan untuk mencapai
tujuan bersama. Anggota kelompok dari suatu grup yang kohesif akan merasa
sebagai bagian dari keutuhan, bukan hanya bagian dari sekumpulan orang.
Dalam grup yang kohesif, keberadaan anggota direkatkan oleh suatu kultur
kolektif, dimana mereka saling mendengar, saling percaya dan saling
menghargai pandangan meskipun ada perbedaan pendapat. Produktifitas
kelompok berhubungan erat dengan kohesifitas. Kohesifitas kelompok secara
signifikan berkorelasi positif dengan performa kelompok secara keseluruhan
(Wang, Chou, Jiang: 2005).
29
Pendekatan tim dalam pelayanan kesehatan dikenal dengan praktik
kolaborasi interprofessional. Terdapat beberapa definisi tentang praktik
kolaborasi interprofessional diantaranya menurut WHO tahun 2010 yaitu
berbagai jenis tenaga kesehatan dari latar belakang professional berbeda,
bekerjasama dengan pasien, keluarga, pemberi pelayanan dan komunitas untuk
memberikan asuhan kesehatan berkualitas tinggi. Praktik kolaborasi, proses
komunikasi dan pengambilan keputusan interprofessional yang memungkinkan
untuk memilah dan membagi ilmu pengetahuan, keterampilan pemberi
pelayanan sehingga secara sinergis akan mempengaruhi asuhan pasien (Way et
all, 2000)
Praktik kolaborasi interprofessional akan meningkatkan efisiensi serta
pemahaman peran dari masing masing profesi (Weschules et. all, 2006).
Prinsip-prinsip pada praktik kolaborasi interprofessional diadaptasi dari
beberapa Pustaka dan dikembangkan untuk Enhancing Interdisciplinary
Collaboration in Health Care For Health Canadas PHC, 2006 yang
berhubungan dengan semua tatanan pelayanan kesehatan. Salah satu prinsipnya
adalah tanggung jawab secara individual dan kolektif dalam praktik mencakup
individu tenaga professional dengan mengetahui dan respek terhadap lingkup
praktik, kompetensi, kewenangan dan peran dari masing-masing profesi.
Berdasarkan urairan ini peran, fungsi dan tanggung jawab masing-
masing profesi harus jelas dan dipahami. Peran, fungsi dan tanggung jawab
tenaga kesehatan ditetapkan sesuai dengan profesi masing-masing, pada
penelitian ini mencakup perawat, bidan dan dokter. Setiap profesi mempunyai
lingkup praktik yang berbeda berdasarkan tubuh keilmuannya yang berdampak
pada kewenangan yang berbeda dalam praktik memberikan pelayanan
kesehatan kepada kliennya. Peran- peran dan tanggung jawab mempergunakan
pengetahuan dari peran masing-masing profesi untuk mengkaji dengan tepat
dan sesuai kebutuhan pasien serta populasi yang dilayani. Komponen peran,
fungsi dan tanggung jawab tenaga Kesehatan dalam praktik kolaborasi
interprofessional meliputi memahami peran, fungsi dan tanggung jawab yang
berbeda merupakan kerja inter-intra dan trans disiplin yang dilaksanakan
secara sinergi akan memberikan hasil pelayanan efektif dan efisien. Praktik
30
kolaborasi akan mengurangi ketegangan, konflik peran, fungsi dan tugas. Peran
utama tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan yang berfokus pada
klien/keluarga melalui peran fungsi dan tanggung jawab yang dilaksanakan
secara ketat oleh masing masing tenaga kesehatan. Peran, fungsi dan tanggung
jawab berpengaruh signifikan terhadap kerja tim dan dipengaruhi oleh
pengakuan antar tenaga Kesehatan dan keyakinan diri dari masing- masing
tenaga kesehatan dalam melaksanakan praktik kolaborasi. Agar peran, fungsi
dan tanggung jawab dari masing masing tenaga kesehatan dalam praktik
kolaborasi jelas dan dapat dilaksanakan dengan pendekatan kerja tim, perlu
menjabarkan peran, fungsi kedalam uraian tugas masing-masing dalam bentuk
tugas mandiri, kolaborasi dan delegasi. Kepemimpinan Diperlukan kompetensi
yang tinggi dalam memimpin yang diperoleh melalui pengalaman dan ilmu
pengetahuan yang dimiliki. Pemimpin harus dapat mengarahkan pencapaian
kinerja melalui fungsi yang berhubungan dengan tugas atau pemecahan
masalah, dan pemeliharaan kelompok atau social (Brantas dalam Fahmi I,
2016).
Kepemimpinan sebagai aktivitas hubungan yang difasilitasi oleh
perasaan harga diri, harapan dan kemampuan. Individu yang
mengembangkannya dapat membangun hubungan hubungan positive serta
transmisi nilai nilai kepada orang lain (Weiss.D, Tilin.F and Morgan.M, 2014).
Berdasarkan uraian ini diperlukan kepemimpinan relational dimana pemimpin
sebagai pelatih, katalisator dan ologis untuk membangun praktik kolaborasi
interprofessional. Kepemimpinan dalam praktik kolaborasi berpengaruh
signifikan terhadap kerja tim dan kinerja pelayanan kesehatan dirumah.
Kepemimpinan merupakan komponen penting yang memiliki pengaruh pada
kualitas kerja sesuai harapan, diperlukan pemimpin sebagai penghubung untuk
menjembatani perbedaan yang ada, untuk memberdayakan seluruh kekuatan
yang dimiliki melalui adaptasi dari setiap profesi. Kepemimpinan diterima
sebagai kegiatan hubungan antar anggota tim yang difasilitasi oleh kejujuran,
harapan dan kapasitas masing masing. Untuk mencapai kemampuan
potensialnya melalui terbentuk hubungan mendalam pemimpin perlu
melakukan “couch” terhadap seluruh anggota timnya. Setiap tenaga kesehatan
31
mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin dalam praktik
kolaborasi interprofessional. Komunikasi Praktik kolaborasi
interterprofessional akan meningkatkan komunikasi antar pemberi pelayanan,
efisiensi serta pemahaman peran dari masing masing profesi (Barrere and Ellis,
2002 Milden 2005, Weschules et al, 2006).
32
BAB III
PEMBAHASAN
.
3.1 Menganalisis Perilaku Kepemimpiman
Dari wawancara mengenai perilaku kepemimpinan di poli kebidanan
yang dilakukan di Rumah Sakit Universitas Andalas, berjalan lancar. Menurut
kepala ruangan poli kebidanan mengenai arti kepemimpinan, seorang
pemimpin dan seorang atasan itu berbeda. Jika seorang atasan memberikan
suatu perintah/arahan, bawahannya harus menuruti apasaja yang
diperintahkan. Sedangkan seorang pemimpin lebih ke manajerial, yang mana
harus bisa mengayomi semua rekan kerja. Kepala ruangan poli menyatakan
bahwa beliau tidak pernah menganggap rekan kerjanya adalah bawahan.
Beliau lebih menganggap rekan kerjanya sebagai teman sejawat dan partner
kerja. Dan tanpa mereka, Kepala Ruangan poli menyatakan bahwa beliau
tidak bisa melakukan tugasnya sebagai seorang pemimpin sendirian saja.
Seorang pemimpin tidak boleh bersikap arogan/sombong. Ketika bersikap
arogan, nanti pemimpin tersebut lebih cenderung untuk merendahkan orang
lain sehingga akan memerintah bawahan dengan sesuka hati. Inti kata,
seorang pemimpin harus memiliki jiwa manajerial, baik dari segi teknis
maupun emosional.
Kepala Ruangan Poli juga kami tanyakan mengenai sikap yang diambil
ketika ditemukannya konflik, baik itu secara internal maupun eksternal. Dari
segi eksternal jika terjadinya keluhan/ konflik yang melibatkan pasien di
bagian poli, harus dicarikan dulu apa akar masalahnya. Tidak bisa langsung
saja menyalahkan satu pihak. Sama halnya jika terjadi konflik internal misal
nya kekurangan bidan atau perawat yang bertugas dan harus bias
mengendalikan situasi sehingga pelayanan tetap berjalan dengan lancar di
Rumah Sakit Universitas Andalas. Kepala Ruangan Poli memberikan salah
satu contoh seperti konflik yaitu tenaga kerja yang kurang di bagian poli
lantai 1 ada perawat atau bidan yang memegang 2 poli dalam satu orang
sehingga ketika dokter dating secara bersamaan Bidan/Perawat keteteran dan
begitu juga pada bagian poli lantai 2 yang mengeluhkan kurang nya tenaga di
bagian Admin sehingga Bidan atau perawat tidak keteteran dalam mengimput
33
data pasien yang banyak di Rumah Sakit Universitas Andalas. Kepala
Ruangan Poli sudah meminta menambah tenaga kerja baiak itu di Poli lantai
1 dan Poli di lantai 2 sekarang sedang di proses sambil menunggu tambahan
tenaga kerja Kepala Ruangan Poli meminta kepada rekan kera untuk bekerja
sama dan bersabar dalam melakukan pelayanan di bagian Poli. Gaya
kepemimpinan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, menurut (Nursalam,
2009) gaya kepemimpinan seseorang dipengaruhi oleh pengalaman dan
kepribadian dari orang tersebut. Sedangkan menurut Tannenbau dan Warren
H. Schmidt, bahwa gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh faktor manajer,
karyawan dan situasi.
Kepala Ruangan Poli juga mempunyai bawahan yang di bawahi oleh
Kepala Tim (KATIM) yang setiap lantai mempunyai satu orang katim yang
mengatur bagian Poli per lantai. Katim ini lah yang nantinya mengatur,
menerima keluh kesah dari anggota dan membantu anggota tenaga kerja,dll di
bagian Poli perlantai nya, tetapi jika masalah tidak terselesaikan atau tidak
ada jalan keluar maka katim akan membicarakannya pada Bagian Kepala
Ruangan Poli. Sehingga akan mendiskusikan nya bersama dan menemukan
jalan keluar atau keputusan yang telah di sepakati bersama.
Dari hasil yang wawancara yang didapatkan, Kepala Ruangan Poli
rumah sakit Universitas Andalas menganut tipe kepemimpinan demokratis.
Jadi, penerapan gaya kepemimpinan demokratis dapat menunjang kinerja dan
kercapaian program karena rasa tanggungjawab tidak hanya bertumpu pada
kepala ruangan tapi juga pada para staff terkait. Namun, kelemahan dari gaya
kepemimpinan demokratis ini adalah keputusan yang diambil lambat karena
perlu pertimbagan yang banyak dari berbagai pihak terkait dan terkadang
keputusan yang diambil bukan yang terbaik. Gaya kepemimpinan merupakan
pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi
dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan dan gaya tersebut dapat
digunakan oleh pemimpin untuk menilai staf atau bawahannya satu. Gaya
kepemimpinan memiliki keunggulan dan kelemahan. Seorang pemimpin akan
menggunakan gaya kepemimpinan sesuai kemampuan dan kepribadiannya
(Gary, Yulk, 2008).
34
Macam gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu organisasi
dapat membantu menciptakan efektivitas kerja yang positif bagi anggota.
Adanya gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi orgnisasi
maka anggota akan lebih semangat dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya serta harapan terpenuhinya kebutuhan. Setiap pimpinan dalam
memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan
semua potensi bawahan di lingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda
antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu disebabkan oleh gaya
kepemimpinan yang berbeda-beda pula dari setiap pemimpin. Kesesuaian
antara gaya kepemimpinan, norma-norma dan kultur organisasi dipandang
sebagai suatu prasyarat kunci untuk kesuksesan prestasi tujuan organisasi
Menurut Whitaker (1996) dalam Triwibowo (2013), dalam teori perilaku
menyatakan bahwa, seorang pemimpin dapat mempelajari perilaku pemimpin
dan perilaku bawahan supaya dapat menjadi pemimpin yang efektif, ini
berarti bahwa pemimpin dapat dipelajari dan bukan bawaan sejak lahir.
Sedangkan menurut Nursalam (2009), perilaku seseorang dipengruhi oleh
adanya pengalaman bertahun-tahun dalam kehidupannya, sehingga
kepribadian seseorang akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang
digunakan.
Teori situasi (contingency) mengasumsikan bahwa tidak satupun gaya
kepemimpinan yang paling baik, tetapi sangat tergantung pada situasi, bentuk
organisasi, pekerjaan dan tingkat kematangan bawahan. Ditunjang oleh teori
transformasi, bahwa pemimpin mampu melakukan kepemimpinannya dalam
situasi yang sangat cepat berubah atau krisis. Pemimpin (kepala ruangan)
yang menonjolkan otoritasnya dengan memberikan intruksi tanpa
memperhatikan ide dan pendapat bawahan seperti gaya kepemimpinan
otoriter, tidak akan meningkatkan motivasi bawahan, karena cenderung
terlalu mengatur. Demikian halnya bila pemimpin (kepala ruangan) hanya
tergantung pada bawahan, dimana setiap tindakan selalu melibatkan bawahan
seperti pada gaya kepemimpinan demokratis akan menyebabkan proses
pengambilan keputusan menjadi lambat.
Hal ini kurang tepat diterapkan, karena pelimpahan wewenang tanpa
35
ada pengawasan dari pimpinan membuat rasa tanggungjawab bawahan tidak
ada sehingga lambatnya ketercapaian tujuan. Berdasarkan penelitian ini,
bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat memadukan antara
gaya kepemimpinan otoriter dengan demokratis seperti pada gaya
kepemimpinan partisipatif. Bawahan memerlukan pengawasan yang ketat
dengan memberikan intruksi dalam situasi yang darurat dan sangat perlu
dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Situasi yang demikian nampak
meningkatkan kedisiplinan dan motivasi kerja bawahan.
36
Berikut bagian-bagian pelayanan yang disediakan Rumah Sakit Universitas
Andalas:
1. RS UNAND melayani Pasien umum dan BPJS Kesehatan
2. IGD dan PONEK 24 Jam.
3. Pelayanan Rawat Jalan.
• Poli Umum.
• Poli Gigi dan Bedah.
• Poli Spesialis (Bedah, Orthopedi, Kandungan, Anak, Penyakit Dalam,
THT, Mata, Saraf, Paru, Radioterapi, Jantung, Forensik dan
Medikolegal)
4. Pelayanan Rawat Inap
• Rawat Inap VIP
• Rawat Inap Kelas I
• Rawat Inap Kelas II
• Rawat Inap Kelas III
• HCU
• ICU
• PICU
• NICU
5. Pelayanan Penunjang
• Laboratorium 24 Jam
• Radiologi 24 Jam
• Farmasi 24 Jam
• Fisioterapi
• Kemoterapi
• Radioterapi
• MIS
• Cathlab
Pada kegiatan siklus XII : Praktik Manajemen dan Kepemimpinan
Pelayanan Kebidanan, mahasiswa pendidikan profesi bidan angkatan 6
ditempatkan di bagian pelayanan rawat jalan (poliklinik rawat jalan) dan rawat
37
inap (instalasi kebidanan dan anak) untuk mengobservasi dan melakukan
wawancara, salah satunya mengenai sistem pelayanan pasien di rumah sakit.
Berikut penjabaran mengenai sistem pelayanan pasien di Rumah Sakit
Universitas Andalas :
1. Pelayanan Instalasi Rawat Jalan
adalah pelayanan medis kepada seorang pasien untuk tujuan observasi,
diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, dan pelayanan kesehatan lainnya, tanpa
mengharuskan pasien tersebut di rawat inap. Pelayanan ini merupakan
fasilitas yang efisien karena pasien mendapatkan perawatan medis dan
pulang ke rumah pada hari yang sama. Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit
Unand didukung dengan fasilitas yang nyaman dan dokter dan perawat yang
terampil dan profesional. Pelayanan rawat jalan yang disediakan di Rumah
Sakit Unand, meliputi :
• Poliklinik Umum
• Poliklinik Gigi dan Mulut
• Poliklinik Bedah
• Poliklinik Bedah Digestif
• Poliklinik Bedah Onkologi
• Poliklinik Bedah Saraf
• Poliklinik Bedah Urologi
• Poliklinik Bedah Mulut
• Poliklinik Ortopedi/ Bedah Tulang
• Poliklinik Penyakit Dalam
• Poliklinik Mata
• Poliklinik Paru
• Poliklinik Jantung
• Poliklinik Saraf
• Poliklinik THT
• Poliklinik Obgyn/ Kebidanan
• Poliklinik Kulit dan Kelamin
• Poliklinik Psikosomatis dan Paliatif
• Poliklinik Psikologi
38
• Poliklinik Anak
• Poliklinik Jiwa
• Poliklinik Rehabmedik
• Poliklinik Radioterapi
• Poliklinik Hemodialisa
• Poliklinik Kedoteran Olahraga
• Poliklinik BTKV
39
d. Pasien melakukan pemeriksaan penunjang seperti Laboratorium,
Radiodiagnostik (Jika Ada)
e. Pasien di Rawat Inap
40
Berikut ini alur pelayanan pasien rawat jalan Rumah Sakit Universitas Andalas:
Pasien
Baru Lama
No. Antrian
Lantai 1 Lantai 2
Poli Umum Poli Eksekutif
Poli Orthopedi Poli Mata
Poli Bedah Poli Anak
Poli Bedah Digestif
Poli Jiwa
Poli Bedah Onkologi
Poli Gigi dan Mulut
Poli Bedah Saraf
Poli Bedah Urologi Poli THT
Poli Bedah Plastik Poli Obgyn
Poli Kulit dan Kelamin Poli Kedokteran Olahraga
Poli Gizi Poli CCC
Poli Psikosomatis dan Paliatif Poli Psikologi
Konsul Fisioterapi Radioterapi
Poli Penyakit Dalam Apotek Poli Pedodonti
Labor Radiologi Rawat Inap
Intern Poli Paru Poli Vaksin
Poli Saraf Poli BedahBPJS/Asuransi
Mulut
Umum
Poli Jantung
KasirPoli BTKV Pulang
41
Gambar 1. Alur Pelayanan Pasien Rawat jalan Rumah Sakit Universitas Andalas
Sumber: website resmi Rumah Sakit Universitas Andalas
42
berdasarkan evidence base medicine (kedokteran berbasis bukti). Dalam
proses ini, DPJP melakukan pelayanan sesuai dengan keahliannya, bila
kasus Penyakit Dalam maka DPJP yang kompeten untuk kasus Penyakit
Dalam adalah dokter Spesialis Penyakit Dalam begitu juga dengan spesialis
lainnya. Satu pasien memiliki jumlah dokter spesialis yang berbeda-beda
dan jumlah dokter jaga bangsal yang sama. Dokter spesialis memiliki
kewajiban untuk mengunjungi pasien minimal satu kali dalam satu hari.
43
Kriteria Umum :
a. Kersedianya akomodasi dan pelayanan setiap hari selama 24jam secara
terus-menerus dan 7 hari seminggu.
b. Pelayanan harus berorientasi pada pasien (PCC) dan bersifat
komprehensif yang terintegrasi antar disiplin ilmu.
c. Pelayanan harus mengacu pada Panduan Praktik Klinik (PPK),
panduan asuhan keperawatan (PAK), clinical pathway (CP), dan SPO
terkait.
d. Pelayanan harus sesuai dengan standar pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI), mutu dan keselamatan pasien
e. Tersedianya Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang
terinformasi pada pasien-keluarga yang ditangani untuk setiap pasien
rawat inap
f. Pelayanan rawat inap harus dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang
sesuai dengan kompetensinya
g. Dalam memberikan pelayanan rawat inap, RS harus menjaga privasi
dan kerahasiaan informasi pasien
h. Pelayanan rawat inap didukung oleh pelayanan penunjang medik
maupun nonmedik yang tersedia 24 jam
i. Pelayanan rawat inap diberikan kepada pasien sesuai Indikasi medis
rawat inap dan kebutuhan lainnya
Kriteria Ruangan :
a. Suhu ruangan 24±2 ºC
b. Kelembaban ruangan 55±5%
c. Pencahayaan 250 lux untuk penerangan dan50 lux untuk tidur
d. Jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter
e. Ruang perawatan memiliki 6 –12 kali pergantian udara per jam
f. Tirai antar TT yang berbahan non porosif dan mudah di
dekontaminasI, rel tirai harus dibenamkan/ menempel di plafon
g. Dua kotak kontak listrik di setiap tempat tidur dan tidak ada
percabangan/sambungan langsung tanpa pengamanan arus.
44
h. Outlet oksigen di setiap tempat tidur
i. Bukaan jendela yang aman untuk kebutuhan pencahayaan dan ventilasi
alami
j. Nurse call di setiap tempat tidur yang terhubung ke pos perawat(nurse
station)
k. Kamar mandi yang mengikuti persyaratan aksesibilitas.
l. Letak ruang rawat inap harus di lokasi yang tenang, aman, dan
nyaman.
m. Ruang rawat inap harus memiliki akses yang mudah ke ruang
penunjang pelayanan lainnya.
n. Ruangan perawatan pasien di ruang rawat inap harus dipisahkan
berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit
45
dan Free Wifi
c. Rawat inap Eboni (Kelas 2 dan 3)
Kapasitas 4 dan 6 orang dengan fasilitas :
bed site electric, bed site cabinet, over bed table, air conditioner, LED
TV, Kamar mandi (dilengkapi westafel), Nurse Call, Kipas Angin dan
Exhause fan dan Free Wifi.
d. Rawat inap Meranti (Kelas 2 dan 3)
Kapasitas 4 dan 6 orang dengan fasilitas :
bed site electric, bed site cabinet, over bed table, air conditioner, LED
TV, Kamar mandi (dilengkapi westafel), Nurse Call, Kipas Angin dan
Exhause fan dan Free Wifi.
Berikut ini alur masuk pasien rawat inap kebidanan dan anak Rumah Sakit
Universitas Andalas:
Pasien Datang
IGD/PONEK Poliklinik
46
Pasien dirujuk Kamar Bersalin/ Rawat Inap
ke RS lain Kamar Operasi Meranti
Administrasi
Pulang
Gambar 2. Alur masuk pasien rawat inap kebidanan dan anak Rumah Sakit Universitas
Andalas
Sumber : website resmi Rumah Sakit Universitas Andalas
47
poli yang dituju. Selain itu khusus pasien dengan tujuan poli jantung, mata,
dan fisioterapi sat dibagian rekam medis harus melakukan pengambilan
sidik jari terlebih dahulu sebagai syarat klaim BPJS. Hal ini juga berlaku
untuk berbagai jenis pelayanan yang tersedia di Rumah Sakit Unand yang
termasuk pelayanan yang ditanggung oleh BPJS.
Mengakses layanan kesehatan di masa sekarang cukuplah mudah
karena ada layanan BPJS Kesehatan. Namun, untuk menggunakannya di
layanan kesehatan tidaklah bisa secara langsung. Pasien haruslah mencetak
laporan SEP terlebih dulu. Cetak laporan SEP secara langsung dengan
SIMRS Trustmedis bisa mempermudah pasien serta meningkatkan
pelayanan di layanan kesehatan. Selain itu, antrian yang panjang pun tidak
akan terjadi dan membuat suasana layanan kesehatan terasa sangat
menyesakkan. SEP (Surat Eligibilitas Peserta) adalah produk baru dari
BPJS Kesehatan. Diluncurkannya SEP ini ialah untuk memperluas
cakupan dan mempermudah peserta BPJS untuk memperoleh layanan
kesehatan. Layanan kesehatan yang dimaksud ialah layanan kesehatan
tingkat lanjutan, seperti rumah sakit.
Pelaporan yang dilakukan dalam sistem pelayanan pasien di Rumah
Sakit Universitas Andalas untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada
pasien adalah pelaporan indikator mutu. Menurut penuturan pegawai RS
Unand yang menjadi narasumber dalam kegiatan wawancara yang
dilakukan, pelaporan indikator mutu di RS Unand dilakukan setiap bulan,
pada instalasi rawat jalan, pelaporan ini dilakukan oleh masing-masing
penanggung jawab sesuai poli yang dipegangnya. Pelaporan ini juga
dilakukan oleh semua unit pelayanan di RS Unand yang selanjutnya akan
dilaporkan kepada kepala ruangan dari masing-masing instalasi/unit
pelayanan. Output dari kegiatan pelaporan ini adalah evaluasi kinerja
petugas dan kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien sehingga
pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit.
Rumah sakit harus senantiasa meningkatkan mutu pelayanan sesuai
dengan harapan pelanggan untuk meningkatkan kepuasan pemakai jasa.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit,
48
Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa rumah sakit wajib memberikan
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif
dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit, kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib dilakukan
akreditasi secara berkala minimal tiga tahun sekali.
Sesuai dengan standar akreditasi rumah sakit, sebagai bagian
peningkatan kinerja, rumah sakit secara teratur melakukan penilaian
terhadap Indikator mutu area klinik, indicator mutu area manajemen dan
indicator mutu sasaran keselamatan pasien yaitu indicator mutu yang
mngukur kepatuhan staf dalam penerapan sasaran keselamatan pasien dan
budaya keselamatan (KARS, 2017).
Pelaporan indikator mutu dan keselamatan pasien menjadi hal
penting dalam perbaikan mutu pelayanan, sebab data tersebut dapat
dijadikan bahan evaluasi bagi organisasi untuk memperbaiki sistem
pelayanan yang ada di RS (Abdullah, 2020). Pelaporan indikator mutu unit
merupakan upaya untuk mengetahui kinerja masing-masing unit, serta
dapat dijadikan acuan dalam meningkatan kualitas mutu di rumah sakit.
Semakin meningkatnya keadaan sosial ekonomi dan pendidikan
masyarakat maka sistem nilai dalam masyarakat pun mulai berubah.
Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik
dan lebih bermutu sesuai keinginan masyarakat termasuk pada pelayanan
kesehatan. Oleh karena itu, tiap unit di rumah sakit perlu melakukan
pelaporan indikator mutu unit di rumah sakit. Agar mengetahui tercapai
atau tidaknya standar pada indikator mutu unit pada masing-masing unit di
rumah sakit (Anggarwati, 2021).
• Pengertian
1. Indikator Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan adalah tolok ukur
yang digunakan untuk menilai tingkat keberhasilan mutu pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Mutu Pelayanan Kesehatan adalah tingkat layanan kesehatan
untuk individu dan masyarakat yang dapat meningkatkan luaran
49
kesehatan yang optimal, diberikan sesuai dengan standar pelayanan,
dan perkembangan ilmu pengetahuan terkini, serta untuk memenuhi
hak dan kewajiban pasien.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
• Tujuan
Pedoman pengukuran indikator mutu ini digunakan sebagai acuan
bagi Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan dan UTD
dalam melakukan pengukuran dan evaluasi mutu pelayanan kesehatan.
• Kriteria Pemilihan Indikator
Pemilihan indikator dilakukan berdasarkan hasil konsensus dengan
memperhatikan beberapa kriteria berdasarkan Handbook for National
Quality Policy and Strategy (2018) sebagai berikut:
1. Sejalan dengan program prioritas nasional Indikator untuk
mengukur program prioritas nasional tertentu.
2. Besaran dampak Ruang lingkup dampak dari indikator yang diukur.
3. Berbasis buktiAdanya bukti yang kredibel dari indikator yang
dipilih.
4. Defensibility, Indikator yang terpilih dapat dipertanggungjawabkan
secara keilmuan dan juga merupakan indikator yang penting bagi
pemerintah.
5. Feasibilitas, Indikator yang terpilih dapat diakses oleh
seluruh fasilitas pelayanan kesehatan.
6. Akurasi, Data yang dikumpulkan dengan menggunakan indikator
tersebut harus akurat.
7. Actionability, Perubahan perilaku maupun sistem dapat
memperbaiki pencapaian indikator.
8. Dapat diperbandingkan, Indikator harus dapat diperbandingkan
dengan standar atau antar wilayah.
50
9. Kredibel, Indikator harus kredibel bagi pemangku kebijakan
maupun bagi fasilitas yang melakukan pengukuran.
10. Kejelasan indikator, Indikator harus jelas dan mudah dipahami.
• Indikator Mutu di Rumah Sakit terdiri atas :
1. kepatuhan kebersihan tangan
2. kepatuhan penggunaan alat pelindung diri
3. kepatuhan identifikasi pasien
4. waktu tanggap operasi seksio sesarea emergensi
5. waktu tunggu rawat jalan
6. penundaan operasi elektif
7. kepatuhan waktu visite dokter
8. pelaporan hasil kritis laboratorium
9. kepatuhan penggunaan formulariun nasional
10. kepatuhan terhadap alur klinis (clinical pathway)
11. kepatuhan upaya pencegahan resiko pasien jatuh
12. kecepatan waktu tanggap complain
13. kepuasaan pasien
Selain Indikator Mutu pemerintah daerah provinsi, pemerintah
daerah kabupaten/kota, dan/atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat
menetapkan indikator tambahan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
51
Msi, AK.CA selaku Direktur Keuangan dan Perencanaan Rumah Sakit
Universitas Andalas dengan bekerja sama dengan Badan Kependudukan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sumatera Barat. Penyelenggaraan
acara ini dilaksanakan dengan metode ceramah oleh narasumber dokter
kandungan kepada audien yaitu pasien Rumah Sakit Universitas Andalas.
52
ini, belum ada bidan atau perawat yang bekerja diluar RKK tersebut.
Kolaborasi yang dilakukan, mengikuti aturan RKK oleh Komite Rumah Sakit
Universitas Andalas.
53
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa praktik manajemen dan kepemimpinan bidan
di Rumah Sakit Universitas Andalas dilaksanakan dengan baik sesuai dengan
peraturan yang berlaku di lingkungan kerja. Perilaku kepala ruangan dan ketua
tim ruangan berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap
kelancaran kinerja staf-staf pegawai pada Poli Rawat Jalan Rumah Sakit
Universitas Andalas. Hal ini dibuktikan dengan bagaimana kelola alur
pelayanan poli yang berjalan secara teratur, dan jika terdapat masalah,
pemimpin mampu menemukan solusi dengan tetap bersikap demokratis kepada
bawahannya, sehingga staf pegawai bekerja dengan teratur yang bisa
menimbulkan kepuasan kerja, dan akan memberi dampak baik pada
keselamatan pasien rumah sakit.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan dan kesimpulan diatas, maka dapat
disarankan bahwa karena kepuasan kinerja staf pegawai pada Poli Rawat Jalan
Rumah Sakit Universitas Andalas dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan,
maka sudah seharusnya pimpinan memperhatikan kepemimpinannya agar
mampu meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Pemimpin diharapkan dapat
melakukan praktik manajemen yang bersifat modern dan mengikuti
perkembangan waktu.
Kepala Ruangan dan Ketua Tim Ruangan Poli Rawat Jalan Rumah Sakit
Universitas Andalas harus selalu mampu memberikan motivasi kerja terhadap
seluruh staf pegawai bawahannya agar pegawai merasa nyaman dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Mengingat masih besarnya pengaruh
kepemimpinan, direksi pun diharapkan agar tetap selalu memberi perhatian
terhadap pemegang posisi manajerial seperti kepala ruangan dan ketua tim
ruangan, sehingga Rumah Sakit Universitas Andalas dapat selalu
mempertahankan dan menjaga serta meningkatkan agar tujuan dari suatu
organisasi dapat berjalan dengan baik.
54
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, R., Syahrul, S. And Majid, A., 2020. Program Penerapan Pelaporan
Indikator Mutu Dan Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Daerah Tipe C
Provinsi Sulawesi Selatan: Sebuah Pengabdian Masyarakat. J-Dinamika J
Pengabdi Masy, 5(1).
Gary, Yukl. 2020. Kepemimpinan Dalam Organisasi (Edisi 7). Gramedia. Jakarta.
Handoko, T. Hani. 2008. Manajemen. BPFE. Yogyakarta
55
Lestari, M. Dan F. Amal. 2019. Kinerja Bidan Di RSUD Abepura. Gema
Kesehatan (11)2 : 43-47.
Luthra, A. & Dahiya, R. 2015. Effective Leadership Is All About Communicating
Effectively: Connecting Leadership And Communication. IJMBS (5).
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691 Tahun 2011 Tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
56
Sullivan, E.J., 1999, Creating Nursing’s Futures: Issues, Opportunities And
Challenges. Mosby, Inc., St Louis.
57