Makalah Ispa
Makalah Ispa
PENDAHULUAN
A. Epidemiologi
Di Aceh sendiri Perkiraan kasus ISPA pada balita sebesar 10% dari jumlah
balita di wilayah Aceh yaitu sebanyak 45.280 kasus. Pada tahun 2017 jumlah
kasus dengan ISPA menurun yaitu sebesar 2.779 kasus (6%) (Dinkes Aceh 2017).
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit ISPA (definisi, etiologi, manifestasi
klinis, factor-faktor yang mempengaruhi, klasifikasi, patofisiologi,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan penyakit)?
2. Apa saja asuhan keperawatan yang diperlukan pada penyakit ISPA?
3. Bagaimana evidence based practice in nursing pada penyakit ISPA?
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi ISPA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI),
(Purnama, 2016). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan
atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluranatas) hingga alveoli
(saluranbawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah
dan pleura. (Purnama, 2016)
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena
sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk pilek pada
balita di Indonesia diperkirakan sekitar 3 sampai 6 kali pertahunnya, yang artinya
seorang balita rata- rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali
setahun.
B. Etiologi
3
1. Virus Sinsial Pernapasan (VSP)
2. Virus Para influenza
3. Virus Influenza
4. Adenovirus
5. Rhinovirus dan Koronavirus
6. Koksaki Virus A dan B
C. Manifestasi Klinis
Menurut (Kartika Sari, 2013) tanda dan gejala yang ditimbulkan antara lain:
Pilek biasa
Keluar secret cair dan jernih dari hidung
bersin-bersin
sakit tenggorokan
batuk
sakit kepala
demam yang disertai muntah
anoreksia
4
2. Kepadatan penduduk
3. Status sosio-ekonomi
4. Kebiasaan merokok
5. Polusi udara
Rendahnya kualitas udara di dalam rumah maupun di luar rumah baik itu
secara biologis maupun kimia dapat menyebabkan kejadian ISPA dangan
gangguan pernafasan lainnya.
E. Klasifikasi
Penyakit ISPA mempunyai beberapa tingkatan, yaitu sebagai berikut:
5
4. Sangat Berat, yang ditandai dengan nafas cepat, stridor, sianosis serta
sulit untuk minum sehingga tubuh mengalami dehidrasi. (Kartika Sari,
2013)
F. Patofisiologi ISPA
6
G. Pathway ISPA
Terjadi peradangan/
Inflamasi
Virus melepaskan
Endotoksin
7
H. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan penunjang
Lamboratorium dan tes diagnostik ISPA menurut betz dan souwden
(2000):
a. Pemeriksaan radiologi (foto toraks) adalah untuk mengetahui
penyebab dan mendiagnosa secara tepat
b. Pemeriksaan RSV untuk mendiagnosis RSV (Respiratori Sinisial
Virus)
c. Jumlah sel darah putih normal atau meningkat
2. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian terutama pada jalan nafas:
a. Pola nafas cepat (tachynea) atau normal
b. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya
dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan
abdomen
c. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman
pernafasan.
I. Penatalaksanaan
8
3. Berikan pendidikan kesehatan kepada orang tua mengenai pencegahan dan
penatalaksanaan ISPA
4. Hindari penggunaan obat nyamuk bakar
5. Jika sudah terindikasi gejala ISPA maka segera periksakan ke klinik
terdekat
6. Segera isolasi pasien ISPA dari pasien lain dan pastikan mereka
mendapatkan perawatan dan terapi yang tepat
7. Lakukan kewaspadaan standar saat memberikan pelayanan kepada pasien
8. Lakukan kewaspadaan transmisi droplet sebagai tambahan kewaspadaan
standar saat memberikan pelayanan kepada pasien ISPA
9. Upayakan ventilasi pada lingkungan pasien untuk mengurangi resiko
penularan penyakit melalui aerosol pernapasan
9
JURNAL I
A. Judul Jurnal
10
Di tiap wilayah, peneliti memberikan penjelasan mengenai kesehatan pernafasan
anak, memberikan formulir sebgai dokumen pengambilan data anak dari tiga
wilayah, yaitu Montana, Navajo Nation, dan Alaska. Intervensi dilaksanakan
sebelum masa musim dingin berakhir, dikarenakan pemakaian kayu bakar sebagai
penghangat sangat diminati masyarakat pada musim dingin.
E. Hasil
Pada musim dingin awal, peneliti memberikan intervensi yang pertama
(TX-1) berupa untuk mengajarkan mengenai pembakaran kayu bakar yang baik.
Yang pertama yaitu mengani penyediaan kayu sebelum dibakar, yakni; (a)
memilah kayu yang baik, (b) Benar dalam menutupi dan menyimpan kayu, (c)
kayu dikeringkan selama 6-12 bulan sebelum dibakar, (d) penggunaan moisture
meter untuk menguji kayu, (e) hanya membakar kayu yang benar-benar kering
(kadar air <20%). Untuk bagian yang kedua mengenai teknik pembakaran yang
baik dan sesuai, yaitu; (a) pertahankan tempat tidur berada diatas atau lebih
jauhdari ventilasi dari kompor, (b) ranting kering, pergerakan udara, dan fire
starter membantu memulai panas, (c) dibakar selama 20-30 menit untuk mencapai
suhu optimal, (d) gunakan thermometer ruangan untuk menyesuaikan panas dari
tungku, (e) jangan membakar barang-barang lain selain kayu, (f) buka pintu dan
jendela jika diperlukam saat asap sudah keluar, (f) sesering mungkin memeriksa
cerobong asap.
Intervensi yang kedua (TX-2) yaitu pembuatan filtrasi udara ruangan.
Dalam setiap rumah , dibuat filtrasi berada satu ruangan dengan tungku kayu,
serta beberapa minggu sekali filtrasi tersebut diganti tau dipantau sehingga
bekerja sempurna dalam menetralkan udara dalam rumah yang terdapat tungku
kayu. Intervensi yang ketiga yaitu Control (TX-3), untuk daerah Alaska tidak
diberlakukan placebo filter, sehingga dilakukan konrol terhadap dua wilayah yang
memakai placebo filter dan sau daerah yang tidak menggunakan.
Untuk memfasilitasi pelaporan orangtua jika intervensi ini tidak
berpengaruh terhadap antisipasi ISPA, orangtua diajarkan untuk membuat
pelaporan jika anak batuk dengan jangka dan kapasitas yang cukup lama, napas
cepat, pernapasan tidak teratur, nasal discharge, kehilangan nafsu makan, serta
11
demam. Hal ini berlaku untuk semua anak yang berusia dibawah 5 tahun.
Kunjungan juga dilakukan saat 48 jam dari waktu pelaporan orangtua jika melihat
salah satu indikasi gejala ISPA
F. Kesimpulan
Penelitian terhadap evaluasi hubungan antara perumahan dengan tungku kayu
terhadap risiko infeksi pernafasan terhadap anak sangat jarang trejadi, sehingga
membuat masyarakat menginterpretasikan bahwa tidakbaik dalam memanfaatkan
tungku kayu sebgai pemanas ruangan. Kebanyakan anak yang mengalami ISPA
dikarenakan ia terlahir prematurisasi sehingga tungku kayu bukan menjadi hal
yang terbaik digunakan di dalam rumah. Bahkan data yang didapat, bahwa asap
rokok merupakan pemicu utama anak mengalami ISPA. Tungku kayu sangat
diminati di masyarakat di AS sebagai sumber panas primer maupun sekunder.
Hanya saja harus dilakukan intervensi yang pertama dan kedua dalam
menggunakan dan membakar kayu yang akan digunakan. Dari hasil intervensi
yang telah dilakukan tiap rumah, tidak ada tanda gejala bahwa anak mengalami
risiko infeksi pernafasan. Dikarenakan begitu terdapat tanda gejala kecil, orangtua
langsung membuat laporan.
12
JURNAL II
A. Judul Jurnal
Efficacy of An Exercise Intervention Among Children With Comorbid
Asthma and Obesity.
B. Tujuan Penelitian
C. Pendahuluan
D. Metodologi
Data dikumpulkan untuk membuat data dari kelebihan berat badan /
peserta anak obesitas, termasuk anak asma dan kelompok kontrol yang tanpa
asma. Bentuk informasi pasien di catatan medis elektronik (EMRs)
dikumpulkan. Semua anak dalam penelitian ini akan menjumpai ahli diet dan
13
berpartisipasi dalam intervensi 12 minggu. Kegemukan/obesitas dalam
penelitian ini didefinisikan sebagai memiliki BMI diatas normal.
Evaluasi intervensi latihan pediatrik ditargetkan anak-anak beresiko untuk
obesitas. Program ini termasuk Personal Assistant fitness, gizi, dan komponen
kesehatan perilaku atau psikolog. konsumsi oksigen maksimum (VO 2 max)
adalah ukuran yang umum digunakan kardiorespirasi fitness dan diukur saat
olahraga. Sesi latihan 40 menit termasuk pemanasan, instruksi, dan Personal
Assistant. Fisiologi Latihan kegiatan di desain oleh pelatih di salah satu dari
enam latihan setiap minggu. Anak-anak juga bermain game atau berpartisipasi
dalam jenis lain dari personal assistant, yang bervariasi tergantung pada
ukuran dan tubuh dan tenaga dari para peserta. Peserta juga menggunakan
tredmill yang disesuaikan dengan kemampuan mereka dan juga melakukan
terapi agar meningkatkan terapi motivasi mereka oleh psikolog, konseling gizi
dengan ahli diet.
E. Hasil
Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Total populasi terdiri dari 232
anak-anak; 86 memiliki asma, dan 146 non-asma. Usia rata-rata anak hampir
11 tahun dengan kisaran dari sekitar 6,5 tahun sampai 18 tahun. BMI antara
anak dengan asma dan non-asma juga mengalami penurunan secara signifikan.
Ventilasi O₂ pada anak dengan asma juga mengalami peningkatan.
Peningkatan fungsi kardiorespirasi pada anak-anak yang mengalami obesitas
dan asma. secara klinis untuk pasien asma berat badan dapat menyebabkan
gejala asma lebih terkontrol dan kurang parah. Hal ni menunjukkan
keefektifan program dan dapat dilanjutkan.
F. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah anak dengan asma juga
menyelesaikan intervensi sama dengan anak yang non-asma. Anak dengan
asma menunjukkan penurunan BMI dan peningkatan ventilasi O₂. Dari
penelitian ini dapat disimpulkan, program memperhatikan asupan gizi dan diet
yang sehat serta olahraga yang tepat dapat mengurangi gejala asma pada anak
yang obesitas.
14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas diri
1) Nama Pasien
2) Tempat,Tgl Lahir
3) Umur
4) Jenis kelamin
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Klien mengeluh demam, pilek, sakit tenggorokan.
2) Alasan masuk rumah sakit
Pasien masuk rumah sakit dikarenakan keluhan muncul mengeluh
demam, batuk, pilek dan sakit tenggorokan.
3) Riwayat penyakit sekarang
Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala,
badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek,
sakit tenggorokan.
4) Riwayat penyakit dahulu
Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit yang seperti
sekarang.
5) Riwayat penyakit keluarga
15
Adanya riwayat keturunan anggota keluarga yang pernah mengalami
sakit seperti penyakit klien. Salah satu anggota keluarganya menderita
penyakit asma.
6) Riwayat Sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu,
dan padat penduduknya.
7) Riwayat pengobatan
Perawat perlu mengklarifikasi pengobatan masa lalu dan riwayat
alergi, catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Klien
minum jeruk nipis dan kecap saat mengalami batuk dan sakit
tenggorokan.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
a) TD : pada pasien ISPA tekanan darah meningkat
b) Suhu: suhu meningkat 39-40ºC
c) RR : pernapasan meningkat
d) Nadi : nadi teraba cepat
2) Sistem pernafasan
a) Inspeksi
Membran mukosa hidung faring tampak kemerahan. Tonsil tampak
kemerahan dan edema. Tampak batuk tidak produktif. Tidak ada jaringan
parut pada leher. Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan
tambahan, pernafasan cuping hidung.
b) Palpasi
Adanya demam. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada
daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis. Tidak teraba adanya
pembesaran kelenjar tyroid.
c) Perkusi
Suara paru normal (resonance).
16
d) Auskultasi
Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
3) Sistem kardiovaskuler
a) Inspeksi
Di dapatkan adanya kelemahan fisik secara umum.
b) Palpasi
Denyut nadi cepat
c) Perkusi
Batas jantung mengalami pengeseran
d) Auskultasi
Tekanan darah meningkat
4) Sistem pencernaan
Pada sistem pencernaan klien mengalami nyeri tekan pada tenggorokan,
nyeri perut, penurunan nafsu makan.
5) Sistem integument
Mengkaji warna kulit integritas kulit utuh atau tidak,turgor kulit kelihatan
kering, panas dan nyeri saat ditekan.
6) Sistem penginderaan
Pada sistem pengindraan bagian konjungtiva, sclera normal dan pupil
dapat menangkap cahaya dengan baik.
7) Sistem imun
Biasanya gejala terjadi saat kekebalan tubuh menurun.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Kultur
17
Pemeriksaan kultur untuk mengidentifikasi mikroganisme yang
menyebabkan infeksi klinis pada system pernafasan.
3) Biopsi
Pengambilan bahan specimen jaringan untuk bahan pemeriksaan.
4) Pemeriksaan gas darah arteri
5) Radiologi dada
Untuk mendeteksi penyakit paru antara lain: TB, Pneumonia, abses paru,
dll.
6) Pemeriksaan sputum
Untuk mengidentifikasi organism patogenik dan untuk menentukan
apakah terdapat sel-sel maligna atau tidak.
7) Pemeriksaan M-PCR
Untuk mendeteksi bakteri atau virus (RSV) yang menyebabkan ISPA,
pengujian M-PCR dilaksanakan dua minggu sekali, frekuensi laboratorium
dianggap terjangkau dalam waktu yang lama dan untuk mencocokan
dengan praktek sehari-hari
18
No Hari/tanggal Diagnosa
.
1. Kamis/ 20-02-2020 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan
nafas
2. Kamis/ 20-02-2020 Hipertermi b.d proses infeksi
3. Kamis/ 20-02-2020 Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antar
suplai dan kebutuhan oksigen
19
tercekik, irama mekanik dan
nafas, mencegah
frekuensi obstruksi
pernapasan jalan nafas
dalam rentang 4. Kolaborasi Memudahkan
normal dan pemberian obat pengenceran
tidak ada suara bronkodilator dan dan
nafas mukolitik melalui pembuangan
abnormal) inhalasi sekret dengan
3. Tanda-tanda ( nebulizer) cepat
vital dalam
rentang normal
Kamis/ 2. Hipertermia Setelah dilakukan 1. Kaji Untuk
20-02- b.d proses intervensi peningkatan mengetahui
2020 inflamasi keperawatan dalam suhu tubuh tingkat
waktu 3x24 jam dan nadi perkembanga
diharapkan anak pasien n pasien
dengan kriteria hasil: Sianosis
1. Suhu tubuh 2. Pantau warna menunjukkan
kembali kulit dan vasokontriksi
normal suhu atau respon
tubuh
terhadap
demam
20
memberikan terjadi proses
kompres konduksi atau
dengan air perpindahan
hangat pada panas dengan
daerah dahi bahan
dan ketiak perantara
4. Kolaborasi Untuk
dengan mempercepat
dokter dalam penurunan
pemberian suhu tubuh
obat
antipeuretik
Kamis/ 3. Intoleransi Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat Untuk
20-02- aktivitas b.d intervensi toleransi menciptakan
2020 ketidak keperawatan dalam anak lingkungan
seimbangan waktu 3x24 jam yang tenang
antara suplai diharapkan anak 2. Bantu anak Untuk
dan kebutuhan mempertahankan dalam mengatur
oksigen tingkat energi aktivitas aktivitas agar
dengankriteria hasil: sehari-hari waktu tidur
1. Anak dapat yang di luar maksimal
beristirahat batas
dengan tenang toleransi
2. Anak tidak
menunjukkan 3. Beri aktivitas untuk
tanda-tanda bermain yang membuat
peningkatan meningkatka anak merasa
gawat nafas n istirahat senang dan
3. Anak dan tidak gelisah
menoleransi ketenangan dengan
peningkatan namun lingkungan
21
aktivitas mencegah Untuk dapat
kebosanan mengatur
dan menarik waktu
diri bermain dan
memaksimal
kan istirahat
yang cukup
4. Seimbangkan Untuk dapat
antara mengatur
istirahat dan waktu
aktivitas jika bermain dan
anak dapat memaksimal
terambulasi kan istirahat
yang cukup
22
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil evidence based practice in nursing pada jurnal satu didapatkan
bahwa, dari hasil intervensi yang telah dilakukan tiap rumah yang menggunakan
tungku kayu sebgai pemanas ruangan, tidak ada tanda gejala bahwa anak
mengalami risiko infeksi pernafasa. Dikarenakan begitu terdapat tanda gejala
kecil, orangtua langsung membuat laporan. Serta pada jurnal kedua didapatkan
bahwa anak dengan asma menunjukkan penurunan BMI dan peningkatan ventilasi
O₂. Dari penelitian pada kasus jurnal dua dapat disimpulkan, program
memperhatikan asupan gizi dan diet yang sehat serta olahraga yang tepat dapat
mengurangi gejala asma pada anak yang obesitas.
23