Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Epidemiologi

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan


kematian bayi dan anak yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang
terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya.
40% - 60% dari kunjungan di puskesmas adalah penyakit ISPA. Dari seluruh
kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20% - 30%. Kematian yang
terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2
bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi
(Purnama, 2016).

Kasus ISPA lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan dengan


Negara maju dengan jumlah persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan
10%-15%. India, Bangladesh, Myanmar dan Indonesia merupakan negara dengan
kasus kematian balita terbanyak yang diakibatkan oleh ISPA. Pada tahun 2004 di
Asia Tenggara jumlah kematian balita akibat ISPA mencapai 2,1 juta jiwa (WHO,
2013).

ISPA selalu menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit dengan jumlah


penderita terbanyak di Indonesia. Berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2013,
prevelensi ISPA sebesar 25,0%. Karakteristik penduduk yang terserang ISPA
terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun yaitu sebesar 25,8%. Pada tahun 2014 kasus
ISPA pada balita meningkat sebesar 657.490 kasus (29,47%) (Kemenkes RI,
2014).

Di Aceh sendiri Perkiraan kasus ISPA pada balita sebesar 10% dari jumlah
balita di wilayah Aceh yaitu sebanyak 45.280 kasus. Pada tahun 2017 jumlah
kasus dengan ISPA menurun yaitu sebesar 2.779 kasus (6%) (Dinkes Aceh 2017).

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit ISPA (definisi, etiologi, manifestasi
klinis, factor-faktor yang mempengaruhi, klasifikasi, patofisiologi,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan penyakit)?
2. Apa saja asuhan keperawatan yang diperlukan pada penyakit ISPA?
3. Bagaimana evidence based practice in nursing pada penyakit ISPA?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan serta penyusunan makalah ini untuk mengetahui:

1. Konsep dasar penyakit ISPA (definisi, etiologi, manifestasi klinis, faktor-


faktor yang mempengaruhi, klasifikasi, patofisiologi, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan penyakit).
2. Asuhan keperawatan yang diperlukan pada penyakit ISPA.
3. Evidence based practice in nursing pada penyakit ISPA.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi ISPA

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI),
(Purnama, 2016). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan
atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluranatas) hingga alveoli
(saluranbawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah
dan pleura. (Purnama, 2016)

ISPA adalah infeksi yang terutama mengena istruktur saluran pernafasan di


atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai saluran atas dan bawah
secara simultan atau berurutan. Gambaran patofisiologinya meliputi infiltrate
peradangan dan edema mukosa, kongestivaskuler, bertambahnya sekresi mucus,
dan perubahan struktur dan fungsi siliare. (Nelson, 2000)

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena
sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk pilek pada
balita di Indonesia diperkirakan sekitar 3 sampai 6 kali pertahunnya, yang artinya
seorang balita rata- rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali
setahun.

B. Etiologi

ISPA kebanyakan disebabkan oleh virus dan mikoplasma, dengan organism


streptococcus dan difteria yang merupakan bakteri utama yang dapat
menyebabkan penyakit faring primer. Walaupun ada banyak hal yang tumpang
tindih, beberapa mikroorganisme lebih mungkin menyebabkan gangguan
pernapasan tertentu dari pada yang lain, dan agen tertentu mempunyai
kecenderungan lebih besar dari pada yang lain untuk menimbulkan penyakit berat
lainnya.

Virus-virus yang dapat menyebabkan ISPA, antara lain:

3
1. Virus Sinsial Pernapasan (VSP)
2. Virus Para influenza
3. Virus Influenza
4. Adenovirus
5. Rhinovirus dan Koronavirus
6. Koksaki Virus A dan B

C. Manifestasi Klinis

Menurut (Kartika Sari, 2013) tanda dan gejala yang ditimbulkan antara lain:
 Pilek biasa
 Keluar secret cair dan jernih dari hidung
 bersin-bersin
 sakit tenggorokan
 batuk
 sakit kepala
 demam yang disertai muntah
 anoreksia

D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi


1. Rumah

Rumah merupakan struktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk


tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang
diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan
keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 2017).
Adanya ventilasi rumah yang tidak sempurna dapat menyebabkan terjadinya
ISPA pada anak.

4
2. Kepadatan penduduk

Kepadatan penduduk seperti jumlah anggota keluarga dan masayarakat


yang bermukim pada suatu daerah diduga merupakan salah satu facor yang
dapat menyebabkan kejadian ISPA.

3. Status sosio-ekonomi

Kepadatan penduduk dan tingkat sosio-ekonomi yang rendah mempunyai


hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat.

4. Kebiasaan merokok

Pada keluarga dengan anggota yang merokok, didapat bahwa anaknya


mempunyai kemungkinan terkena ISPA dua kali lipat lebih besar
dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari
penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat dua kali lipat akibat
orang tua merokok (Koch et al, 2003).

5. Polusi udara

Rendahnya kualitas udara di dalam rumah maupun di luar rumah baik itu
secara biologis maupun kimia dapat menyebabkan kejadian ISPA dangan
gangguan pernafasan lainnya.

E. Klasifikasi
Penyakit ISPA mempunyai beberapa tingkatan, yaitu sebagai berikut:

1. Ringan, yang di tandai dengan batuk, hidung tersumbat atau berair,


tenggorokan merah, dan telinga berair.
2. Sedang, yang ditandai dengan batuk yang disertai nafas cepat, gendang
telinga merah,dan faringitis purulen.
3. Berat, yang ditandai dengan batuk yang disertai nafas cepat dan juga
stridor, kejang, apnea, dan dehidrasi berat.

5
4. Sangat Berat, yang ditandai dengan nafas cepat, stridor, sianosis serta
sulit untuk minum sehingga tubuh mengalami dehidrasi. (Kartika Sari,
2013)

F. Patofisiologi ISPA

Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya bakteri streptokokus,


stafilokokus, pneumokokus, hemofillus, bordetella dan korine bacterium dan
Virus dari golongan mikrovirus (termasuk didalamnya virus para influenza dan
virus campak), adenoveirus, koronavirus, pikornavirus, herpes virus kedalam
tubuh manusia melalui partikel udara (droplet infection). Kuman ini akan melekat
padas elepitel hidung dengan mengikuti proses pernapasan maka kuman tersebut
bisa masuk kesaluran pernapasan, yang mengakibatkan demam, batuk, pilek, sakit
kepala dan sebagainya.

6
G. Pathway ISPA

Virus masuk kerongga pernafasan

Terjadi peradangan/
Inflamasi

Virus melepaskan
Endotoksin

Leukosit & Makrofag


diaktifkan

Frekuensi Lokus menebal

Terjadi peningkatan suhu terjadi peningkatan


Tubuh aliran darah

Hipertermi Pembengkakan pada Saluran


nafas

Nyeri Kurangnya Suplai


O₂ & CO₂

7
H. Pemeriksaan

1. Pemeriksaan penunjang
Lamboratorium dan tes diagnostik ISPA menurut betz dan souwden
(2000):
a. Pemeriksaan radiologi (foto toraks) adalah untuk mengetahui
penyebab dan mendiagnosa secara tepat
b. Pemeriksaan RSV untuk mendiagnosis RSV (Respiratori Sinisial
Virus)
c. Jumlah sel darah putih normal atau meningkat

2. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian terutama pada jalan nafas:
a. Pola nafas cepat (tachynea) atau normal
b. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya
dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan
abdomen
c. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman
pernafasan.

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :

a. Pemeriksaan kultur/biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan


adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman
b. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); lanju endap darah
meningkat disertai dengan adanya lekositosis dan bisa juga desertai
dengan adanya trombositopenia.
c. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

I. Penatalaksanaan

1. Berikan imunisasi lengkap untuk mencegah ISPA


2. Berikan ASI pada anak secara ekslusif selama 6 bulan tanpa tambahan
makanan apapun

8
3. Berikan pendidikan kesehatan kepada orang tua mengenai pencegahan dan
penatalaksanaan ISPA
4. Hindari penggunaan obat nyamuk bakar
5. Jika sudah terindikasi gejala ISPA maka segera periksakan ke klinik
terdekat
6. Segera isolasi pasien ISPA dari pasien lain dan pastikan mereka
mendapatkan perawatan dan terapi yang tepat
7. Lakukan kewaspadaan standar saat memberikan pelayanan kepada pasien
8. Lakukan kewaspadaan transmisi droplet sebagai tambahan kewaspadaan
standar saat memberikan pelayanan kepada pasien ISPA
9. Upayakan ventilasi pada lingkungan pasien untuk mengurangi resiko
penularan penyakit melalui aerosol pernapasan

9
JURNAL I

A. Judul Jurnal

Wood Stove Interventions and Child Respiratory Infections in Rural


Communities: Kids Air Rationale and Methods
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ilmiah jurnal ini untuk mengetahui dalam tiga daerah
pedesaan dan terlayani, dilakukan tiga kontrol acak, pasca-satunya intervensi
pemakaian kayu bakar di rumah di pedesaan yang di dalamnya ada anak berusia
dibawah 5 tahun.
C. Pendahuluan
ISPA ialah salah satu dari sekian banyak jenis penyakit yang paling
banyak menyebabkan kematian (morbiditas) pada anak dibaha 5 tahun. Bronchitis
dan pneumonia sebagai bagian dari penyakit saluran pernafasan bagian atas pada
anak ini memerlukan penanganan khusus yang memiliki biaya pengobatan yang
cukup besar. Asma juga menjadi salah satu akibat dari infeski saluran pernafasan
yang proses penyembuhannya memakan waktu dan biaya yang cukup besar pula.
Sejumlah penelitian di negara-negara industri telah menunjukkan bahwa
asap pembakaran kayu dirumah dikaitkan dengan terjadinya peningkatan risiko
infeksi saluran pernafasan. Asap kayu perumahan menyumbang 34% sampai 90%
dari terjadinya ISPA. Meskipun penggunaan umum dari kayu sebagai sumbr
bahan bakar di perumahan di AS, tetapi beberapa peneelitian ada yang
menyebutkan bahwa kayu bakar efektif untuk mengurangi paparan infeksi pada
saluran pernafasan bagian atas. Dalam penelitian jurnal ini akan dipaparkan
mengenai metedologi yang dapat digunakan sebagai studi kasus KidsAir.
D. Metodologi
Rumah yang memenuhi syarat termasuk setiap rumah di komunitas yang
menggunakan tungku kayu sebagai sumber pemanas utama, dan memiliki
setidaknya satu anak di bawah usia lima tahun. Setiap rumah termasuk orang tua
bersedia untuk mengikuti prosedur yang akan dilakukan selama penelitian
berlangsung. Di tiga wilayah studi, perekrutan sasaran berjumlah 324 total rumah.

10
Di tiap wilayah, peneliti memberikan penjelasan mengenai kesehatan pernafasan
anak, memberikan formulir sebgai dokumen pengambilan data anak dari tiga
wilayah, yaitu Montana, Navajo Nation, dan Alaska. Intervensi dilaksanakan
sebelum masa musim dingin berakhir, dikarenakan pemakaian kayu bakar sebagai
penghangat sangat diminati masyarakat pada musim dingin.
E. Hasil
Pada musim dingin awal, peneliti memberikan intervensi yang pertama
(TX-1) berupa untuk mengajarkan mengenai pembakaran kayu bakar yang baik.
Yang pertama yaitu mengani penyediaan kayu sebelum dibakar, yakni; (a)
memilah kayu yang baik, (b) Benar dalam menutupi dan menyimpan kayu, (c)
kayu dikeringkan selama 6-12 bulan sebelum dibakar, (d) penggunaan moisture
meter untuk menguji kayu, (e) hanya membakar kayu yang benar-benar kering
(kadar air <20%). Untuk bagian yang kedua mengenai teknik pembakaran yang
baik dan sesuai, yaitu; (a) pertahankan tempat tidur berada diatas atau lebih
jauhdari ventilasi dari kompor, (b) ranting kering, pergerakan udara, dan fire
starter membantu memulai panas, (c) dibakar selama 20-30 menit untuk mencapai
suhu optimal, (d) gunakan thermometer ruangan untuk menyesuaikan panas dari
tungku, (e) jangan membakar barang-barang lain selain kayu, (f) buka pintu dan
jendela jika diperlukam saat asap sudah keluar, (f) sesering mungkin memeriksa
cerobong asap.
Intervensi yang kedua (TX-2) yaitu pembuatan filtrasi udara ruangan.
Dalam setiap rumah , dibuat filtrasi berada satu ruangan dengan tungku kayu,
serta beberapa minggu sekali filtrasi tersebut diganti tau dipantau sehingga
bekerja sempurna dalam menetralkan udara dalam rumah yang terdapat tungku
kayu. Intervensi yang ketiga yaitu Control (TX-3), untuk daerah Alaska tidak
diberlakukan placebo filter, sehingga dilakukan konrol terhadap dua wilayah yang
memakai placebo filter dan sau daerah yang tidak menggunakan.
Untuk memfasilitasi pelaporan orangtua jika intervensi ini tidak
berpengaruh terhadap antisipasi ISPA, orangtua diajarkan untuk membuat
pelaporan jika anak batuk dengan jangka dan kapasitas yang cukup lama, napas
cepat, pernapasan tidak teratur, nasal discharge, kehilangan nafsu makan, serta

11
demam. Hal ini berlaku untuk semua anak yang berusia dibawah 5 tahun.
Kunjungan juga dilakukan saat 48 jam dari waktu pelaporan orangtua jika melihat
salah satu indikasi gejala ISPA

F. Kesimpulan
Penelitian terhadap evaluasi hubungan antara perumahan dengan tungku kayu
terhadap risiko infeksi pernafasan terhadap anak sangat jarang trejadi, sehingga
membuat masyarakat menginterpretasikan bahwa tidakbaik dalam memanfaatkan
tungku kayu sebgai pemanas ruangan. Kebanyakan anak yang mengalami ISPA
dikarenakan ia terlahir prematurisasi sehingga tungku kayu bukan menjadi hal
yang terbaik digunakan di dalam rumah. Bahkan data yang didapat, bahwa asap
rokok merupakan pemicu utama anak mengalami ISPA. Tungku kayu sangat
diminati di masyarakat di AS sebagai sumber panas primer maupun sekunder.
Hanya saja harus dilakukan intervensi yang pertama dan kedua dalam
menggunakan dan membakar kayu yang akan digunakan. Dari hasil intervensi
yang telah dilakukan tiap rumah, tidak ada tanda gejala bahwa anak mengalami
risiko infeksi pernafasan. Dikarenakan begitu terdapat tanda gejala kecil, orangtua
langsung membuat laporan.

12
JURNAL II

A. Judul Jurnal
Efficacy of An Exercise Intervention Among Children With Comorbid
Asthma and Obesity.
B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat mengevaluasi ting1kat


ukuran hasil Program (Body Mass Index [BMI] dan konsumsi oksigen
maksimum [VO 2 max]) antara peserta asma dan non-asma.

C. Pendahuluan

Data klinis dikumpulkan dari program penelitian, nutrisi dan program


aktivitas diberi intervensi 12 minggu untuk anak-anak yang kelebihan berat
badan, obesitas, atau berisiko untuk penyakit jantung dan kondisi lain, dan
digunakan untuk penelitian. Obesitas mempengaruhi hampir 13 juta anak-anak
di Amerika Serikat dan merupakan faktor risiko untuk pengembangan asma
dan kontrol asma berkurang bila dibandingkan dengan pasien yang tidak
obesitas.

Kelebihan berat badan di masa kecil dapat menyebabkan obesitas di masa


dewasa dan kondisi kronis seperti penyakit jantung, diabetes tipe II, dan
sindrom metabolik. Selain itu, faktor-faktor risiko tertentu untuk obesitas lebih
mungkin untuk hadir pada anak-anak penderita asma dibandingkan anak non-
asma. Obesitas dapat memperparah gejala asma. Penelitian menunjukkan
bahwa anak obesitas dengan asma memilik i > 50% peningkatan risiko gejala
yang lebih parah daripada non-penderita asma dengan berat badan normal.

D. Metodologi
Data dikumpulkan untuk membuat data dari kelebihan berat badan /
peserta anak obesitas, termasuk anak asma dan kelompok kontrol yang tanpa
asma. Bentuk informasi pasien di catatan medis elektronik (EMRs)
dikumpulkan. Semua anak dalam penelitian ini akan menjumpai ahli diet dan

13
berpartisipasi dalam intervensi 12 minggu. Kegemukan/obesitas dalam
penelitian ini didefinisikan sebagai memiliki BMI diatas normal.
Evaluasi intervensi latihan pediatrik ditargetkan anak-anak beresiko untuk
obesitas. Program ini termasuk Personal Assistant fitness, gizi, dan komponen
kesehatan perilaku atau psikolog. konsumsi oksigen maksimum (VO 2 max)
adalah ukuran yang umum digunakan kardiorespirasi fitness dan diukur saat
olahraga. Sesi latihan 40 menit termasuk pemanasan, instruksi, dan Personal
Assistant. Fisiologi Latihan kegiatan di desain oleh pelatih di salah satu dari
enam latihan setiap minggu. Anak-anak juga bermain game atau berpartisipasi
dalam jenis lain dari personal assistant, yang bervariasi tergantung pada
ukuran dan tubuh dan tenaga dari para peserta. Peserta juga menggunakan
tredmill yang disesuaikan dengan kemampuan mereka dan juga melakukan
terapi agar meningkatkan terapi motivasi mereka oleh psikolog, konseling gizi
dengan ahli diet.

E. Hasil
Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Total populasi terdiri dari 232
anak-anak; 86 memiliki asma, dan 146 non-asma. Usia rata-rata anak hampir
11 tahun dengan kisaran dari sekitar 6,5 tahun sampai 18 tahun. BMI antara
anak dengan asma dan non-asma juga mengalami penurunan secara signifikan.
Ventilasi O₂ pada anak dengan asma juga mengalami peningkatan.
Peningkatan fungsi kardiorespirasi pada anak-anak yang mengalami obesitas
dan asma. secara klinis untuk pasien asma berat badan dapat menyebabkan
gejala asma lebih terkontrol dan kurang parah. Hal ni menunjukkan
keefektifan program dan dapat dilanjutkan.
F. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah anak dengan asma juga
menyelesaikan intervensi sama dengan anak yang non-asma. Anak dengan
asma menunjukkan penurunan BMI dan peningkatan ventilasi O₂. Dari
penelitian ini dapat disimpulkan, program memperhatikan asupan gizi dan diet
yang sehat serta olahraga yang tepat dapat mengurangi gejala asma pada anak
yang obesitas.

14
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan Pada Anak ISPA

Seorang balita umur 3 tahun mengalami demam mendadak sejak 2 hari


lalu, pasien mengeluh sakit kepala, badan lemah, nafsu makan menurun, batuk,
pilek, dan sakit tenggorokan. Setelah dilakukan pengkajian, didapatkan hasil TD
100/80, suhu 39°C, RR 65x/menit, nadi 142x/menit.

1. Pengkajian
a. Identitas diri
1) Nama Pasien
2) Tempat,Tgl Lahir
3) Umur
4) Jenis kelamin
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Klien mengeluh demam, pilek, sakit tenggorokan.
2) Alasan masuk rumah sakit
Pasien masuk rumah sakit dikarenakan keluhan muncul mengeluh
demam, batuk, pilek dan sakit tenggorokan.
3) Riwayat penyakit sekarang
Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala,
badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek,
sakit tenggorokan.
4) Riwayat penyakit dahulu
Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit yang seperti
sekarang.
5) Riwayat penyakit keluarga

15
Adanya riwayat keturunan anggota keluarga yang pernah mengalami
sakit seperti penyakit klien. Salah satu anggota keluarganya menderita
penyakit asma.
6) Riwayat Sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu,
dan padat penduduknya.
7) Riwayat pengobatan
Perawat perlu mengklarifikasi pengobatan masa lalu dan riwayat
alergi, catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Klien
minum jeruk nipis dan kecap saat mengalami batuk dan sakit
tenggorokan.

c. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
a) TD : pada pasien ISPA tekanan darah meningkat
b) Suhu: suhu meningkat 39-40ºC
c) RR : pernapasan meningkat
d) Nadi : nadi teraba cepat
2) Sistem pernafasan
a) Inspeksi
Membran mukosa hidung faring tampak kemerahan. Tonsil tampak
kemerahan dan edema. Tampak batuk tidak produktif. Tidak ada jaringan
parut pada leher. Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan
tambahan, pernafasan cuping hidung.
b) Palpasi
Adanya demam. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada
daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis. Tidak teraba adanya
pembesaran kelenjar tyroid.
c) Perkusi
Suara paru normal (resonance).

16
d) Auskultasi
Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

3) Sistem kardiovaskuler
a) Inspeksi
Di dapatkan adanya kelemahan fisik secara umum.
b) Palpasi
Denyut nadi cepat
c) Perkusi
Batas jantung mengalami pengeseran
d) Auskultasi
Tekanan darah meningkat

4) Sistem pencernaan
Pada sistem pencernaan klien mengalami nyeri tekan pada tenggorokan,
nyeri perut, penurunan nafsu makan.

5) Sistem integument
Mengkaji warna kulit integritas kulit utuh atau tidak,turgor kulit kelihatan
kering, panas dan nyeri saat ditekan.

6) Sistem penginderaan
Pada sistem pengindraan bagian konjungtiva, sclera normal dan pupil
dapat menangkap cahaya dengan baik.

7) Sistem imun
Biasanya gejala terjadi saat kekebalan tubuh menurun.

d. Pemeriksaan penunjang
1) Kultur

17
Pemeriksaan kultur untuk mengidentifikasi mikroganisme yang
menyebabkan infeksi klinis pada system pernafasan.

2) Uji fungsi pulmonal


Pemeriksaan fungsi pulmonal untuk mendapatkan data tentang
pengukuran volume paru, mekanisme pernafasan dan kemampuan difusi
paru.

3) Biopsi
Pengambilan bahan specimen jaringan untuk bahan pemeriksaan.
4) Pemeriksaan gas darah arteri

Pemeriksaan untuk memberikan data objektif tentang oksigenasi darah


arteri, pertukaran gas, ventilasi alveolar dan keseimbangan asam basa.

5) Radiologi dada
Untuk mendeteksi penyakit paru antara lain: TB, Pneumonia, abses paru,
dll.

6) Pemeriksaan sputum
Untuk mengidentifikasi organism patogenik dan untuk menentukan
apakah terdapat sel-sel maligna atau tidak.

7) Pemeriksaan M-PCR
Untuk mendeteksi bakteri atau virus (RSV) yang menyebabkan ISPA,
pengujian M-PCR dilaksanakan dua minggu sekali, frekuensi laboratorium
dianggap terjangkau dalam waktu yang lama dan untuk mencocokan
dengan praktek sehari-hari

18
No Hari/tanggal Diagnosa
.
1. Kamis/ 20-02-2020 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan
nafas
2. Kamis/ 20-02-2020 Hipertermi b.d proses infeksi
3. Kamis/ 20-02-2020 Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antar
suplai dan kebutuhan oksigen

Hari/ Diagnosa Rencana


Tanggal NOC NIC Rasional
Kamis/ 1. Ketidak Setelah dilakukan 1. Monitor Takipnea,
20-02- efektifan intervensi frekuensi atau terjadi karena
2020 bersihan jalan keperawatan dalam kedalaman peningkatan
nafas b.d waktu 3x24 jam pernfasan dan tekanan
obstruksi jalan diharapkan anak gerakan dada dalam paru
nafas memiliki bersihan dan
jalan nafas yang penyempitan
efektif dengan kriteria bronkus
hasil : 2. Auskultasikan Suara mengi
1. Mendemostras area paru, catat mengindikasi
ikan batuk area penurunan kan
efektif, tidak atau tak ada terdapatnya
ada sianosis aliran udara penyimpitan
dan dispneu bronkus oleh
2. Menunjukkan sputum
jalan nafas 3. Lakukan suction Untuk
yang paten sesuai indikasi membantu
( pasien tidak mengeluarka
merasa n sputum
secara

19
tercekik, irama mekanik dan
nafas, mencegah
frekuensi obstruksi
pernapasan jalan nafas
dalam rentang 4. Kolaborasi Memudahkan
normal dan pemberian obat pengenceran
tidak ada suara bronkodilator dan dan
nafas mukolitik melalui pembuangan
abnormal) inhalasi sekret dengan
3. Tanda-tanda ( nebulizer) cepat
vital dalam
rentang normal
Kamis/ 2. Hipertermia Setelah dilakukan 1. Kaji Untuk
20-02- b.d proses intervensi peningkatan mengetahui
2020 inflamasi keperawatan dalam suhu tubuh tingkat
waktu 3x24 jam dan nadi perkembanga
diharapkan anak pasien n pasien
dengan kriteria hasil: Sianosis
1. Suhu tubuh 2. Pantau warna menunjukkan
kembali kulit dan vasokontriksi
normal suhu atau respon
tubuh
terhadap
demam

3. Berikan dan Dengan


anjurkan memberikan
keluarga kompres
untuk maka akan

20
memberikan terjadi proses
kompres konduksi atau
dengan air perpindahan
hangat pada panas dengan
daerah dahi bahan
dan ketiak perantara
4. Kolaborasi Untuk
dengan mempercepat
dokter dalam penurunan
pemberian suhu tubuh
obat
antipeuretik
Kamis/ 3. Intoleransi Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat Untuk
20-02- aktivitas b.d intervensi toleransi menciptakan
2020 ketidak keperawatan dalam anak lingkungan
seimbangan waktu 3x24 jam yang tenang
antara suplai diharapkan anak 2. Bantu anak Untuk
dan kebutuhan mempertahankan dalam mengatur
oksigen tingkat energi aktivitas aktivitas agar
dengankriteria hasil: sehari-hari waktu tidur
1. Anak dapat yang di luar maksimal
beristirahat batas
dengan tenang toleransi
2. Anak tidak
menunjukkan 3. Beri aktivitas untuk
tanda-tanda bermain yang membuat
peningkatan meningkatka anak merasa
gawat nafas n istirahat senang dan
3. Anak dan tidak gelisah
menoleransi ketenangan dengan
peningkatan namun lingkungan

21
aktivitas mencegah Untuk dapat
kebosanan mengatur
dan menarik waktu
diri bermain dan
memaksimal
kan istirahat
yang cukup
4. Seimbangkan Untuk dapat
antara mengatur
istirahat dan waktu
aktivitas jika bermain dan
anak dapat memaksimal
terambulasi kan istirahat
yang cukup

22
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

ISPA merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan


kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang
terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk
pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak
akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik
dapat mengakibat kematian. ISPA menjadi salah satu penyebab utama morbiditas
dan mortalitas penyakit menular di dunia. Adapun diagnosa yang dapat diangkat
dari kasus ISPA dari kasus yaitu: (a) bersihan jalan napas tidak efektif b.d
obstruksi jalan nafas, (b) hipertermi b.d proses infeksi, (c) intoleransi aktivitas b.d
ketidakseimbangan antar suplai dan kebutuhan oksigen.

Dari hasil evidence based practice in nursing pada jurnal satu didapatkan
bahwa, dari hasil intervensi yang telah dilakukan tiap rumah yang menggunakan
tungku kayu sebgai pemanas ruangan, tidak ada tanda gejala bahwa anak
mengalami risiko infeksi pernafasa. Dikarenakan begitu terdapat tanda gejala
kecil, orangtua langsung membuat laporan. Serta pada jurnal kedua didapatkan
bahwa anak dengan asma menunjukkan penurunan BMI dan peningkatan ventilasi
O₂. Dari penelitian pada kasus jurnal dua dapat disimpulkan, program
memperhatikan asupan gizi dan diet yang sehat serta olahraga yang tepat dapat
mengurangi gejala asma pada anak yang obesitas.

23

Anda mungkin juga menyukai