Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Latar belakang munculnya revolusi Hijau adalah karena munculnya
masalah kemiskinan yang disebabkan karena pertumbuhan jumlah penduduk
yang sangat pesat tidak sebanding dengan peningkatan produksi pangan.
Sehingga dilakukan pengontrolan jumlah kelahiran dan meningkatkan usaha
pencarian dan penelitian binit unggul dalam bidang Pertanian. Upaya ini terjadi
didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Thomas Robert Malthus.
Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas
(bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan
produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut
dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau
dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen
pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani,
penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan
kredit dan infrastruktur. Grakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada
swasembada beras.
Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang
dan Indonesia dijalankan sejak rejim Orde Baru berkuasa. Revolusi hijau
mendasarkan diri pada empat pilar penting: penyediaan air melalui sistem
irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida sesuai
dengan tingkat serangan organisme pengganggu, dan penggunaan varietas
unggul sebagai bahan tanam berkualitas. Melalui penerapan teknologi non-
tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman pangan berlipat ganda dan
memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada tempat-
tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Revolusi Hijau?
2. Bagaimana perkembangan Revolusi Hijau, Teknologi dan Industrialisasi?

1
3. Bagaimana Penerapan Revolusi Hijau?
4. Apakah dampak revolusi hijau bagi masyarakat Indonesia?

C. Tujuan Masalah
1. Mengerti tentang pengertian dari Revolusi Hijau
2. Mengetahui Perkembangan Revolusi Hijau, Teknologi dan Industrialisasi
3. Memahami Penerapan dari Revolusi Hijau
4. Mengenal akan dampak revolusi hijau bagi masyarakat Indonesia

2
BAB II
LANDASAN TEORITIS

Green Revolution atau Revolusi Hijau adalah perubahan secara cepat


menyangkut masalah pembaruan teknologi pentanian dan peningkatan
produksi ertanian secara kuantitatif. Revolusi Hijau merupakan bagian dari
perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pertanian pada masa itu.
Revolusi Hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting,yaitu penyediaan
air melalui system irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal, dan
pemakaian pestisida sesuai dengan serangan tamanan, dan penggunaan varietas
unggul sebagai bahan tanam berkualitas guna meningkatkan produktivitas
pertanian. Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan
hasil tanaman pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali
dalam setahun untuk padi pada tempat-tempat tertentu, suatu hal yang
sebelumnya tidak mungkin terjadi. Diakses pada 07/09/2018 pukul 17:52 WIB
(https://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Hijau), Revolusi Hijau memang sukses
dengan produktivitas hasil biji-bijian yang menakjubkan (miracle seeds) namun
ternyata Revolusi Hijau juga memiliki sisi buruk atau eksternalitas negatif,
misalnya erosi tanah yang berat, punahnya keanekaragaman hayati, pencemaran
air, bahaya residu bahan kimia pada hasil- hasil pertanian, dan lain-lain (Salikin,
2003:3).
Pada aspek sosiologis dan ekonomi, revolusi hjau berdampak buruk
terhadap kehidupan petani yakni petani menjadi terperangkap dan
ketergantungan terhadap bahan-bahan kimia dan teknologi yang tidak dapat
diciptakan oleh petani sendiri, mereka harus mengeluarkan modal yang banyak
dalam pertaniannya. Dengan berbagai dampak buruk yang ditimbulkan oleh
revolusi hijau terutama dampak buruk terhadap lingkungan membuat banyak
pihak sadar untuk menyelamatkan lingkungan guna keberlangsungan kehidupan
manusia.
Masalah lingkungan menjadi perhatian saat ini, sebagaimana telah diketahui
pemanasan global dapat mengakibakan kenaikan suhu permukaan bumi yang
disebabkan oleh peningkatan keluaran (emisi) gas rumah kaca, seperti;

3
karbondioksida, metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon dan
sulfur heksafluorokrida di atmosfer dan hal tersebut dapat berdampak pada
lapisan ozon kini semakin menipis. Dengan terus menipisnya lapisan itu, sangat
dikhawatirkan bila lapisan ini tidak ada atau menghilang sama sekali dari alam
semesta ini. Tanpa lapisan ozon sangat banyak akibat negatif yang akan menimpa
makhluk hidup di muka bumi ini, antara lain: penyakit-penyakit akan menyebar
secara menjadi-jadi, cuaca tidak menentu, pemanasan global, bahkan hilangnya
suatu daerah karena akan mencairnya es yang ada di Kutub Utara dan Selatan.
Hal yang dapat dipilih untuk mengatasi masalah inisalah satunya dengan menjaga
fungsi hutan dengan mempertahankan tanaman hutan. Ketika menggarap lahan
dengan tanaman hutan yang memiliki nilai ekonomis dapat menambah sumber
ekonomi. (Sylviani, Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol 5).
Salah satu yang termasuk kedalam upaya penyelamatan lingkungan adalah
dengan menerapkan sistem pertanian berkelanjutan,menurut Nasution (1995)
pertanian berkelanjutan adalah kegiatan pertanian yang memaksimalkan
manfaat sosial dan syarat memelihara produktivitas dan efisiensi kualitas
lingkungan hidup, dan produktivitas sumber daya sepanjang masa. Sedangkan
menurut Reintjes (1999), pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber
daya pertanian untuk memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil
mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan
sumber daya alam. (https://www.anakagronomy.com)
Menurut Salikin (2003:6) Pertanian berkelanjutan berisi ajakan moral untuk
berbuat kebijakan pada sumber daya dengan mempertimbangkan tiga aspek, yaitu
pertama kesadaran lingkungan yaitu dimana sistem budidaya pertanian tidak
boleh menyimpang dari sistem ekologis yang ada. Keseimbangan adalah indikator
adanya harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismenya dikendalikan oleh
sistem alam. Kedua, bernilai ekonomis yaitu dimana sistem budidaya pertanian
harus mengacu pada pertimbangan untung rugi, baik bagi diri sendiri dan orang
lain, untuk jangka pendek dan jangka panjang, serta bagi organisme dalam
sistem ekologi maupun di luar sistem ekologi. Motif-motif ekonomi saja tidak
cukup menjadi alasan pembenar (justifikasi) untuk mengeksploitasi sumberdaya
pertanian secara tidak bertanggung jawab. Ketiga, berwatak sosial atau

4
kemasyarakatan dimana sistem pertanian harus selaras dengan norma-norma
sosial dengan budaya yang di anut dan dijunjung tinggi oleh masyarakat di
sekitarnya.
Pada intinya pertanian berkelanjutan yang terangkum dalam Undang-
Undang No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian selaras dengan
alam yakni pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah dan seimbang dengan
lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah
ilmiah.
Mekanisme pertanian yang mengingkari kaidah-kaidah ekosistem dalam
jangka pendek memang sesuai dengan produktivitas lahan dan hasil, tetapi dalam
jangka panjang dapat mengakibatkan kehancuran lingkungan, sehingga terjadi
degradasi yang mengancam lahan pertanian masyarakat itu sendiri.
Kopi adalah salah satu jenis tanaman berbentuk pohon yang memiliki akar
tunggang, dengan kata lain tanaman kopi adalah tanaman yang tidak mudah
tumbang, sehingga cukup berguna menjaga agar tidak terjadi erosi tanah dan kopi
sangat cocok dalam menyangga daerah ketinggian. Kopi adalah tanaman yang
dapat tumbuh pada ketinggian 1300 Mdpl, dengan demikian kopi cocok ditanam
pada daerah ketinggian (perkebunan.litbang.pertanian.go.id/?p=6151).
Pada awalnya kopi masuk ke Sumatera Barat pada zaman penjajahan
Belanda, terbukti dengan banyaknya daerah-daerah yang terdapat tanaman kopi
hasil dari peninggalan penjajahan Belanda. Pada zaman penjajahan Belanda,
Belanda membawa bibit kopi ke negara Indonesia untuk dikembangkan dan dijual
oleh Belanda. Pernyataan kopi masuk ke Sumatera Barat dibawa oleh Belanda ini
didukung oleh pernyataan informan Masril Katik Bandaro ada wawancara
tanggal 2 Ferbruari 2018 yang sudah di terjemahkan berikut :

“Karena cocok untuk Nagari Lasi, karena pada zaman penjajahan belanda
menanam kopi. Jadi tanaman yang di tanam oleh Belanda samapi ssekarang
masih ada sisa satu atau dua batang. Karena ada sejarah yang mengatakan
seperti itu maka itu saja yang di tanam karena cocok untuk Nagari Lasi”

Dari sekian banyak petani kopi di Sumatera Barat seperti di Kabupaten


Solok, Kabupaten Solok Selatan, Kota Payakumbuh, Kabupaten Pasaman, dan
lain-lain, terdapat komunitas yang memilih kopi sebagai komoditi pertaniannya.

5
Komunitas tersebut adalah Komunitas Selaras Alam. Komunitas Selaras Alam
adalah sebuah wadah perkumpulan bagi berbagai kalangan yang bergerak di
bidang lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat dan pendidikan. Komunitas
ini muncul karena adanya keresahaan atas kondisi lingkungan hidup, lingkungan
sosial, dan hilangnya tempat bagi masyarakat untuk bertukar informasi dan
berkumpul. Komunitas Selaras Alam yang ada di Nagari Lasi, Komunitas
Selaras Alam terdiri dari anggota sekitar 150 anggota mengembangkan
perkebunan kopi ditengah domiasi perkebunan palawija yang ada di
Nagari Lasi.
Nagari Lasi yang berpotensi untuk bercocok tanam tanaman palawija
ditanami tanaman kopi oleh Komunitas Selaras Alam merupakan hal yang
menarik yang akan peneliti jabarkan pada bab pembahasan. Penilitian ini
berfokus kepada penyebab-penyebab komunitas desa hutan dan juga bagaimana
mempertahankan fungsi hutan namun dibalik sebagai mempertahankan fungsi
hutan hal tersebut juga bisa menjadi sumber pendapatan. Sehingga hal tersebut
membuat penelitian ini menjadi menarik dikarenakan belum ada penelitian
mengenai hal ini oleh mahasiswa jurusan Sosiologi sebelumnya.

6
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Revolusi Hijau


Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk
menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya
pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara
berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya
swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa
negara yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti
India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta Indonesia, untuk
menyebut beberapa negara. Norman Borlaug, penerima penghargaan Nobel
Perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sebagai konseptor utama
gerakan ini. Revolusi hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation,
yang mengembangkan gandum di Meksiko (1950) dan padi di Filipina (1960).
Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas
(bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan
produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut
dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau
dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen
pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani,
penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan
kredit dan infrastruktur. Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada
swasembada beras.

B. Perkembangan Revolusi Hijau, Teknologi Dan Industrialisasi


Kebijakan modernisasi pertanian pada masa Orde baru dikenal dengan
sebutan Revolusi Hijau. Revolusi Hijau merupakan perubahan cara bercocok
tanam dari cara tradisional ke cara modern. Revolusi Hijau (Green Revolution)
merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian dari hasil penemuan-penemuan
ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai varietas, gandum, padi, dan

7
jagung yang mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas tersebut.
Tujuan Revolusi hijau adalah mengubah petani-petani gaya lama (peasant)
menjadi petani-petani gaya baru (farmers), memodernisasikan pertanian gaya
lama guna memenuhi industrialisasi ekonomi nasional. Revolusi hijau ditandai
dengan semakin berkurangnya ketergantungan para petani pada cuaca dan alam
karena peningkatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam peningkatan
produksi bahan makanan.
Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakan revolusi
hijau ditempuh dengan cara :
1. Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama Panca Usaha
Tani yang meliputi :
a. Pemilihan Bibit Unggul
b. Pengolahan Tanah yang baik
c. Pemupukan
d. Irigasi
e. Pemberantasan Hama

2. Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan tanah yang dapat
ditanami dengan pembukaan lahan-lahan baru (misal mengubah lahan
tandus menjadi lahan yang dapat ditanami, membuka hutan, dsb).

3. Diversifikasi Pertanian
Usaha penganekaragaman jenis tanaman pada suatu lahan pertanian
melalui sistem tumpang sari. Usaha ini menguntungkan karena dapat
mencegah kegagalan panen pokok, memperluas sumber devisa,
mencegah penurunan pendapatan para petani.

4. Rehabilitasi Pertanian
Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya pertanian
yang kritis, yang membahayakan kondisi lingkungan, serta daerah rawan

8
dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah
tersebut. Usaha pertanian tersebut akan menghasilkan bahan makanan
dan sekaligus sebagai stabilisator lingkungan.

C. Penerapan Revolusi Hijau di Indonesia


Sejak orde baru berkuasa telah banyak perubahan yang dicapai oleh
bangsa indonesia melalui tahap-tahap pembangunan di segala bidang.
Pemerintah orde baru berusaha meningkatkan peran negara dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, langkah yang dilakukan oleh
pemerinth Orde Baru adalah menciptakan stabilitas ekonomi politik. Tujuan
perjuangan Orde Baaru adalah menegakkan tata kehidupan bernegara yang
didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Pada Sidang
Umum IV MPRS diambil suatu keputusan untuk menugaskan Jenderal
Soeharto selaku pengemban Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar,
yang sudah ditingkatkan menjadi ketetapan MPRS No.IX/MPRS 1996 untuk
membentuk kabinet baru.
Pembentukan kabinet baru ini dinamakan Kabinet Ampera. Kabinet
Ampera ditugaskan untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan politik sebagai
persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Salah satu program
yang dibebankan kepada Kabinet Ampera adalah untuk memperbaiki
kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan. Atas program
tersebut maka dilaksanakanlah berbagai upaya untuk meningkatkan
ketersediaan pangan atau jumlah produksi pangan melalui gerakan revolusi
hijau.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh pemerintah Orde Baru adalah
produksi pangan yang tidak seimbang dengan kepadatan penduduk yang terus
meningkat. Oleh karena itu pemerintah Orde Baru memasukkan Revolusi Hijau
dalam program Pelita Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal
sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk
meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut
dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau
dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen

9
pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani,
penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan
kredit dan infrastruktur. Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada
swasembada beras.
Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia
tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang
berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima
tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989.
Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting :
1. Penyediaan air melalui sistem irigasi,
2. Pemakaian pupuk kimia secara optimal,
3. Penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme
pengganggu, dan
4. Penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas.

Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil


tanaman pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam
setahun untuk padi pada tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya
tidak mungkin terjadi.
Kebijakan modernisasi pertanian pada masa Orde baru atau Revolusi
Hijau merupakan perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional ke cara
modern. Revolusi Hijau (Green Revolution) merupakan suatu revolusi
produksi biji-bijian dari hasil penemuan-penemuan ilmiah berupa benih unggul
baru dari berbagai varietas, gandum, padi, dan jagung yang mengakibatkan
tingginya hasil panen komoditas tersebut. Tujuan Revolusi hijau adalah
mengubah petani-petani gaya lama (peasant) menjadi petani-petani gaya baru
(farmers), memodernisasikan pertanian gaya lama guna memenuhi
industrialisasi ekonomi nasional. Revolusi hijau ditandai dengan semakin
berkurangnya ketergantungan para petani pada cuaca dan alam karena
peningkatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam peningkatan
produksi bahan makanan.

10
Sedangkan proses penerapan revolusi hijau di Indonesia dilakukan
dengan berbagai upaya yang diatur oleh pemerintah diantaranya :
1. Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada petani.
2. Kegiatan pemasaran hasil produksi pertanian berjalan lancar sering
perkembangan teknologi dan komunikasi.
3. Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi atau yang dikenal dengan
monokultur, yaitu menanami lahan dengan satu jenis tumbuhan saja.
4. Pengembangan teknik kultur jaringan untuk memperoleh bibit unggul yang
diharapkan yang tahan terhadap serangan penyakit dan hanya cocok ditanam
di lahan tertentu.
5. Petani menggunakan bibit padi hasil pengembagan Institut Penelitian Padi
Internasional (IRRI=International Rice Research Institute) yang
bekerjasama dengan pemerintah, bibit padi unggul tersebut lebih dikenal
dengan bibit IR.
6. Pola pertanian berubah dari pola subsistensi menjadi pola kapital dan
komersialisasi.
7. Negara membuka investasi melalui pembangunan irigasi modern dan
pembagunan industri pupuk nasional.
8. Pemerintah mendirikan koperasi-koperasi yang dikenal dengan KUD
(Koperasi Unit Desa).

Selain usaha-usaha pertanian diatas, pemerintah juga melakukan berbagai


macam penelitian benih tanaman. Maka berbagai macam penelitian yang
dilakukan di Indonesia bertujuan untuk mendapatkan varietas tanaman
pertanian yang unggul yang sesuai dengan kondisi alam Indonesia. Disamping
melakukan penelitian dengancara menanam varietas-varietas unggul, penelitian
juga diikuti pengolahan lahan-lahan pertnian atau perluasan lahan pertanian
yang disusul dengan program transmigrasi dari daerah daerah yang padat ke
daerah-daerah yang masih jarang penduduknya.
Sejak tahun 1950, pemerintah Indonesia berupaya untuk memindahkan
penduduk dari pulau Jawa ke daerah-daerah yang masih jarang penduduknya
seperti ke pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Pemindahan

11
penduduk ini masih tetap berlanjut sampai sekarang dan merupakan suatu
upaya pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, selain untuk
meningkatkan produksi pertanian.
Dengan menggunakan varietas-varietas unggul dan melaksanakan
program transmigrasi, harapan masyarakat dan bangsa indonesia dalam
peningkatan produksi pertanian semakin cerah. Penghasilan petani mulai
mengalami peningkatan dibandingkan dengan ahun0tahun sebelumnya. Oleh
karena itu revolusi hijau sangat besar peran serta manfaatnya dalam mencapai
peningkatan hasil produksi pertanian.

D. Dampak Revolusi Hijau Di Indonesia


Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran
akan kelestarian lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang
parah. Oleh para pendukungnya, kerusakan dipandang bukan karena Revolusi
Hijau tetapi karena ekses dalam penggunaan teknologi yang tidak memandang
kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Kritik lain yang muncul adalah bahwa
Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang
karena ia tidak memberi dampak nyata di Afrika.
Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya
kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau
hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah
hektar, dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat
pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan
dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari gagalnya
pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun
1960 sampai dengan tahun 1965.
Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena
produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem
lingkungan dan kesuburan tanah. Sebagaimana kita ketahui diatas bahwa salah
satu upaya untuk meningkatkan hasil pertanian adalah dengan penggunaan
pestisida untuk membunuh hama dan gulma.

12
Pestisida telah lama diketahui menyebabkan iritasi mata dan kulit,
gangguan pernapasan, penurunan daya ingat, dan pada jangka panjang
menyebabkan kanker. Bahkan jika ibu hamil mengkonsumsi makanan dan
minuman yang mengandung residu pestisida, maka janin yang dikandungnya
mempunyai risiko dilahirkan dalam keadaan cacat. Penggunaan pestisida juga
menyebabkan terjadinya peledakan hama —suatu keadaan yang kontradiktif
dengan tujuan pembuatan pestisida— karena pestisida dalam dosis berlebihan
menyebabkan hama kebal dan mengakibatkan kematian musuh alami hama
yang bersangkutan.
Penyuluh pertanian tidak pernah menyampaikan informasi secara utuh
bahwa pupuk kimia sebenarnya tidak dapat memperbaiki sifat-sifat fisika
tanah, sehingga tanah menghadapi bahaya erosi. Penggunaan pupuk buatan
secara terus-menerus juga akan mempercepat habisnya zat-zat organik,
merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga
menimbulkan berbagai penyakit tanaman. Akibatnya, kesuburan tanah di
lahan-lahan yang menggunakan pupuk buatan dari tahun ke tahun terus
menurun.

1. Dampak Positif Revolusi Hijau di Indonesia


Disamping berbagai hal buruk seiring penerapan revolusi hijau kita
tidak boleh melupakan bahwa pada masa itu Indonesia juga mampu
menjadikan produksi padi meningkat sehingga pemenuhan pangan
(karbohidrat) meningkat. Sebagai contoh: Indonesia dari pengimpor beras
mampu swasembada.
Keberhasilan pelaksanaan revolusi hijau sangat menggembirakan
kehidupan para petani. Para petani dapat meningkatkan produksi
pertaniannya. Daerah-daerah yang sebelumnya memproduksi hasil tanaman
secara terbatas dan hanya untuk memenuhi kebutuhan minimum
masyarakat, kini dapat menikmati hasil yang lebih baik berkat revolusi
hijau. Kekurangan bahan pangan yang selama ini dialami telah berhasil
diatasi. Bahkan ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi, semua sektor
ekonomi dihantam krisis, tetapi sektor pertanian dapat bertahan dan menjadi

13
pilar penyangga pertumbuhan ekonomi sehingga cukup banyak orang
beralih ke sektor agribisnis.
Maka keberhasilan revolusi hijau dapat dirangkum dalam beberapa
poin berikut :
a. Memberikan lapangan kerja bagi para petani maupun buruh pertanian.
b. Daerah yang tadinya hanya dapat memproduksi secara terbatas dan hanya
untuk memenuhi kebutuhan minimal masyarakatnya dapat menikmati
hasil yang lebih baik karena revolusi hijau.
c. Kekurangan bahan pangan dapat teratasi.
d. Sektor pertanian mampu menjadi pilar penyangga perekonomian
Indonesia terutama terlihat ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi
sehingga orang beralih usaha ke sektor agrobisnis.

2. Permasalahan dan Dampak Negatif Revolusi Hijau di Indonesia


Memang Revolusi Hijau telah menjawab satu tantangan ketersediaan
kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat. Namun keberhasilan itu
bukan tanpa dampak dan efek samping yang jika tanpa pengendalian, dalam
jangka panjang justru mengancam kehidupan dunia pertanian.
Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade
1980-an. Saat itu, pemerintah mengkomando penanaman padi, pemaksaan
pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya,
Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-
an, petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah
merosot, ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan
pestisida tidak manjur lagi, dan harga gabah dikontrol pemerintah
Bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk
misalnya telah merusak struktur, kimia dan biologi tanah. Bahan pestisida
diyakini telah merusak ekosistem dan habitat beberapa binatang yang justru
menguntungkan petani sebagai predator hama tertentu. Disamping itu
pestisida telah menyebabkan imunitas pada beberapa hama. Lebih lanjut
resiko kerusakan ekologi menjadi tak terhindarkan dan terjadinya penurunan

14
produksi membuat ongkos produksi pertanian cenderung meningkat.
Akhirnya terjadi inefisensi produksi dan melemahkan kegairahan bertani.
Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi gabah. Namun
berakibat:
a. Berbagai organisme penyubur tanah musnah
b. Kesuburan tanah merosot / tandus
c. Tanah mengandung residu (endapan pestisida)
d. Hasil pertanian mengandung residu pestisida
e. Keseimbangan ekosistem rusak
f. Terjadi peledakan serangan dan jumlah hama.

Revolusi Hijau bahkan telah mengubah secara drastis hakekat petani.


Dalam sejarah peradaban manusia, petani bekerja mengembangkan budaya
tanam dengan memanfaatkan potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan
hidup manusia. Petani merupakan komunitas mandiri. Namun dalam
revolusi hijau, petani tidak boleh mem-biakkan benih sendiri. Bibit yang
telah disediakan merupakan hasil rekayasa genetika, dan sangat tergantung
pada pupuk dan pestisida kimia —yang membuat banyak petani terlilit
hutang. Akibat terlalu menjagokan bibit padi unggul, sekitar 1.500 varietas
padi lokal telah punah dalam 15 tahun terakhir ini.
Meskipun dalam Undang-Undang No. 12/1992 telah disebutkan
bahwa “petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman
dan pembudi-dayaannya”, tetapi ayat tersebut dimentahkan lagi oleh ayat
berikutnya, yakni “petani berkewajiban berperan serta dalam mewujudkan
rencana pengembangan dan produksi budidaya tanam” (program
pemerintah). Dengan begitu, kebebasan petani tetap dikebiri oleh rezim
pemerintah.
Dapat dipastikan bahwa Revolusi Hijau hanya menguntungkan para
produsen pupuk, pestisida, benih, serta petani bermodal kuat. Revolusi
Hijau memang membuat hasil produksi pertanian meningkat, yang dijadikan
tolak ukur sebagai salah satu keberhasilan Orde Baru. Namun, di balik itu

15
semua, ada penderitaan kaum petani. Belum lagi kerusakan sistem ekologi
pertanian yang kerugiannya tidak dapat dinilai dengan uang.

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk


menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya
pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara
berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada
(kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang
sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India,
Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta Indonesia, untuk menyebut
beberapa negara. Revolusi hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation,
yang mengembangkan gandum di Meksiko (1950) dan padi di Filipina (1960).
Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas
(bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi
pangan, khususnya swasembada beras.
Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas
strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas
berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut
Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta
adanya dukungan kredit dan infrastruktur.Gerakan ini berhasil menghantarkan
Indonesia pada swasembada beras.
Namun keberhasilan revolusi hijau di Indonesia dapat dikatakan semu,
sebab berbagai akibat negatif telah ditimbulkan karena revolusi hijau seperti
polusi tanah yang mengakibatkan rusaknya lahan subur, timbulnya penyakit yang
kebal pestisida dan komersialisasi pupuk oleh pemerintah yang menekan
kehidupan para petani yang harus membeli dengan harga yang tidak sesuai bahkan

16
tanpa memberikan penjelasan mengenai bahaya yang ditimbulkan akibat
penggunaan bahan kimia secara terus-menerus.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :
Sumodiningrat, 1950. Menuju Swasembada Pangan. Jakarta

Sumber Internet :

http://herydotus.wordpress.com/2012/01/25/revolusi-hijau-revolusi-agraria.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=394786&val=6422&titl=
Teknologi%20Revolusi%20Hijau%20Lestari%20untuk%20Ketahanan%20
Pangan%20Nasional%20di%20Masa%20Depan
http://mujtahid269.blogspot.co.id/2013/07/revolusi-hijau-di-indonesia.html
http://www.materisma.com/2014/08/dampak-revolusi-hijau-dan.html

17

Anda mungkin juga menyukai