Anda di halaman 1dari 13

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

ANTASARI BANJARMASIN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

______________________________

HADITS-HADITS EKONOMI
(Wasiat dan Pembagian Harta Waris)

Disusun oleh:
Muhammad Rizalun Nashoha,S.E,.M.E.
Kata wasiat diambil dari kata, “ ‫وصيت الشيء أوصيه‬
(aku menyampaikan sesuatu yang dipesankan
kepadaku).” Maka, setelah orang yang berwasiat
wafat, ia telah menyampaikan apa yang dulu akan
disampaikan semasa hidupnya.

Adapun secara syara’ wasiat berarti penyerahan


barang, hutang, atau kemanfaatan kepada orang
lain agar diberikan kepada orang yang diwasiati
setelah orang yang berwasiat meninggal. Hukum
Wasiat Wasiat wajib bagi orang yang memiliki
harta untuk diwasiatkan. Allah berfirman [Al-
Baqarah 180]:
“Diwajibkan atasmu, apabila seorang di antara
kamu mendapatkan (tanda-tanda) kematian, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat
untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara
ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang
yang bertakwa.”
SIAPAKAH YANG BERWENANG MEMBAGI HARTA
WARIS?

Yang berwenang membagi harta waris atau yang


menentukan bagiannya yang berhak mendapatkan dan
yang tidak, bukanlah orang tua anak, keluarga atau
orang lain, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena
Dia-lah yang menciptakan manusia, dan yang berhak
mengatur kebaikan hambaNya. [An-Nisa : 11]

‫ُيوِص يُك ُم ُهَّللا ِفي َأْو اَل ِد ُك ْم ِللَّذ َك ِر ِم ْثُل َح ِّظ اُأْلْنَثَيْيِن‬

“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka


untuk) anak-anakmu. Yaitu, bahagian seorang anak lelaki
sama dengan bahagian dua orang anak perempuan…”
BARANG YANG DIANGGAP SEBAGAI
PENINGGALAN HARTA WARIS

Dalam ilmu fara’idh, terdapat istilah At-Tarikah.


Menurut bahasa, artinya barang peninggalan
mayit.

Adapun menurut istilah, ulama berbeda pendapat.


Sedangkan menurut jumhur ulama ialah, semua
harta atau hak secara umum yang menjadi milik si
mayit. - Fiqhul Islam Wa Adillatih 8/270.
Adapun barang tidak berhak diwaris, diantaranya:
1. Peralatan tidur untuk isteri dan peralatan
yang khusus bagi dirinya, atau pemberian
suami kepada isterinya semasa hidupnya.
2. Harta yang telah diwakafkan oleh mayit,
seperti kitab dan lainnya.
3. Barang yang diperoleh dengan cara haram,
seperti barang curian, hendaknya dikembalikan
kepada pemiliknya, atau diserahkan kepada
yang berwajib.
Semua barang peninggalan mayit bukan berarti
mutlak menjadi milik ahli waris, karena ada hak
lainnya yang harus diselesaikan sebelum harta
peninggalan tersebut dibagi.

Hak-hak yang harus diselesaikan sebelum harta


waris tersebut dibagi ialah sebagai berikut.

1. Mu’nat Tajhiz Atau Perawatan Jenazah


Kebutuhan perawatan jenazah hingga
penguburannya.
2. Al-Huquq Al-Muta’aliqah Bi Ainit Tarikah Atau
Hak-Hak Yang Berhubungan Dengan Harta
Waris.
3. Ad-Duyun Ghairu Al-Muta’aliqah Bit Tarikah
Atau Hutang Si Mayit Apabila si mayit
mempunyai hutang, baik yang behubungan
dengan berhutang kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
4. Tanfidzul Wasiyyah Atau Menunaikan Wasiat
Sebelum harta diwaris
BAGAIMANA MENENTUKAN YANG BERHAK
MENERIMA HARTA WARIS?

Sebelum harta peninggalan si mayit diwaris, hendaknya


diperhatikan perkara-perkara dibawah ini.
1. Al-Muwarrits (orang yang akan mewariskan hartanya)
dinyatakan telah mati, bukan pergi yang mungkin
kembali, atau hilang yang mungkin dicari.
2. Al-Waritsun wal Waritsat (ahli waris), masih hidup
pada saat kematiannya Al-Muwarrits
3. At-Tarikah (barang pusakanya) ada, dan sudah
disisakan untuk kepentingan si mayit.
4. Hendaknya mengerti Ta’silul Mas’alah, yaitu angka
yang paling kecil sebagai dasar untuk pembagian suku-
suku bagian setiap ahli waris dengan hasil angka bulat.
Adapun caranya.
Dan dari ‘Abdillah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma
bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

‫َم ا َح ُّق اْم ِرٍئ ُم ْس ِلٍم َلُه َش ْي ٌء ُيوِص ي ِفيِه َيِبيُت َلْيَلَتْيِن ِإَّال َوَو ِص َّيُتُه َم ْك ُتوَبٌة‬
‫ِع ْنَد ُه‬.

“Seorang muslim tidak layak memiliki sesuatu


yang harus ia wasiatkan, kemudian ia tidur dua
malam, kecuali jika wasiat itu tertulis di
sampingnya.” [Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari
(V/355, no. 2738)
‫‪UKURAN HARTA WASIAT YANG‬‬
‫‪DISUNNAHKAN‬‬

‫‪Dari Sa’d bin Abi Waqqash Radhiyallahu ‘anhu, ia‬‬


‫‪berkata, “Ketika di Makkah Nabi Shallallahu ‘alaihi‬‬
‫‪wa sallam datang menjenggukku sementara beliau‬‬
‫‪enggan wafat di tanah yang beliau hijrah darinya,‬‬
‫‪beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:‬‬

‫َيْر َح ُم ُهللا اْبَن َع ْفَر اَء ُقْلُت ‪َ :‬يا َر ُس ْو َل ِهللا ُأْو ِص ي ِبَم اِلي ُك ِّلِه َقاَل ‪َ :‬ال‪ُ ،‬قْلُت ‪:‬‬
‫َفالَّش ْط ُر؟ َقاَل ‪َ :‬ال‪ُ ،‬قْلُت ‪َ :‬الُّثُلُث ‪َ ،‬قاَل ‪َ :‬فالُّثُلُث ‪َ ،‬و الُّثُلُث َك ِثْيٌر ِإَّنَك َأْن َتَدَع َو َر َثَتَك‬
‫َأْغ ِنَياَء َخ ْيٌر ِم ْن َأْن َتَدَع ُهْم َع اَلًة َيَتَك َّفُفوَن الَّناَس ِفي َأْيِد يِهْم ‪َ ،‬و ِإَّنَك َم ْهَم ا َأْنَفْقَت ِم ْن‬
‫َنَفَقٍة َفِإَّنَها َص َد َقٌة َح َّتى الُّلْقَم ُة اَّلِتي َتْر َفُع َها ِإَلى ِفي اْمَر َأِتَك ‪َ ،‬و َع َس ى ُهللا َأْن َيْر َفَع َك‬
‫‪َ.‬فَيْنَتِفَع ِبَك َناٌس َو ُيَض َّر ِبَك آَخ ُروَن َو َلْم َيُك ْن َلُه َيْو َم ِئٍذ ِإَّال اْبَنٌة‬
‘Semoga Allah merahmati Ibnu ‘Afra (Sa’d).’ Aku katakan,
‘Wahai Rasulullah, aku berwasiat dengan semua hartaku ?’
Beliau bersabda, ‘Tidak boleh.’ Aku katakan, ‘Separuhnya?’
Beliau bersabda, ‘Tidak boleh.’ Aku katakan,
‘Sepertiganya?’ Beliau bersabda, ‘Ya, sepertiga, dan
sepertiga itu banyak, sebab jika engkau meninggalkan ahli
warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada
meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, mereka
meminta-minta pada orang lain. (Selain itu, jika engkau
hidup) walaupun engkau memberikan hartamu pada
keluargamu, akan tetap dihitung sebagai sedekah, sampai
makanan yang engkau suapkan pada mulut isterimu.
Semoga Allah mengangkat derajatmu, memberikan
manfaat kepada sebagian manusia, dan membahayakan
sebagian yang lain.’ Pada saat itu Sa’d tidak mempunyai
pewaris kecuali seorang anak perempuan.” [Muttafaq
‘alaih: Shahiih al-Bukhari (V/363, no. 2742),
TIDAK BOLEH BERWASIAT UNTUK AHLI
WARIS

Dari Abu Umamah al-Bahili Radhiyallahu ‘anhu, ia


berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda dalam khutbahnya pada
tahun Haji Wada’:

‫ِإَّن َهللا َقْد َأْع َطى ُك َّل ِذ ي َح ٍّق َح َّقُه َفَال َو ِص َّيَة ِلَو اِرٍث‬.

“Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada


setiap orang yang memiliki hak akan hartanya.
Maka tidak ada wasiat untuk ahli waris.” [Shahih:
[Shahiih Sunan Ibni Majah no. 2194]

Anda mungkin juga menyukai