Anda di halaman 1dari 2

TUGAS 2

NAMA : ROSEU ROSINATI


NIM : 857507019
MATA KULIAH : PDGK4407 / PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS

JAWABAN
1. Definisi anak berbakat versi Amerika menurut Francoya Gagne adalah Giftedness berhubungan
dengan kecakapan yang secara jelas berada di atas rata-rata dalam satu atau lebih ranah (domains)
bakat manusia. Talented berhubungan dengan penampilan (performance) yang secara jelas berbeda di
atas rata-rata dalam satu atau lebih bidang aktivitas manusia" (Gagne dalam Calongelo dan Davis,
1991:65).
Sementara definisi anak berbakat versi Indonesia berdasarkan rumusan hail Seminar dan
Lokakarya "Alternatif Program Pendidikan Anak Berbakat" (Jakarta, 1982) ditegaskan bahwa anak
berbakat ialah mereka yang oleh orang-orang profesional telah diidentifikasikan sebagai anak yang
mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul.
Anak-anak tersebut memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan atau pelayanan di luar
jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat
maupun pengembangan diri sendiri. Kemampuan-kemampuan tersebut baik secara potensial maupun
yang telah nyata, meliputi kemampuan intelektual umum, kemampuan akademik khusus, kemampuan
berpikir kreatif-produktif, kemampuan memimpin, kemampuan dalam salah satu bidang seni, dan
kemampuan psikomotor, seperti dalam olahraga (Utami Munandar, 1995:41).

2. Renzulli mengemukakan bahwa langkah-langkah penting untuk diperhatikan dalam mendesain


pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Seleksi dan latihan guru,
b. pengembangan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan belajar dalam segi akademik maupun seni,
c. prosedur identifikasi jamak,
d. pematokan sasaran program,
e. orientasi kerja sama antarpersonel,
f. rencana evaluasi,
g. dan peningkatan administratif.
Hal-hal tersebut dapat dikelompokkan menjadi karakteristik dan kebutuhan belajar anak,
persiapan tenaga guru, pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan anak, adanya
kerja sama antarpersonel, pola administrasi, dan rencana evaluasi yang digunakan.

3. Dua jenis definisi sehubungan dengan kehilangan penglihatan, yakni berikut ini.
a. Definisi legal (definisi berdasarkan peraturan perundang-undangan).
Definisi legal difokuskan pada dua aspek, yaitu ketajaman penglihatan (visual acuity) dan medan
pandang (visual field ). Seseorang dikatakan “legally blind” menurut undang-undang Amerika
Serikat apabila penglihatan pada mata terbaiknya, setelah menggunakan lensa korektif, adalah
20/200 atau kurang, dengan medan pandang 20 derajat atau kurang.
b. Definisi edukasional (definisi untuk tujuan pendidikan) atau definisi fungsional, yaitu yang
difokuskan pada seberapa banyak sisa penglihatan seseorang dapat bermanfaat untuk
keberfungsiannya sehari-hari.
Secara edukasional, seseorang dikatakan tunanetra apabila untuk kegiatan pembelajarannya dia
memerlukan alat bantu khusus, metode khusus atau teknik-teknik tertentu sehingga dia dapat
belajar tanpa penglihatan atau dengan penglihatan yang terbatas.

4. WHO mempunyai tiga langkah strategi untuk memerangi kebutaan dan kurang awas, yaitu:
a. Memperkuat program kesehatan dasar mata;
b. penanganan secara efektif terhadap gangguan mata yang "dapat disembuhkan";
c. serta mendirikan pusat pelayanan optik dan pelayanan bagi penyandang tunanetra.
Di samping itu, ada strategi untuk mencegah ketunanetraan pada anak, yaitu:
1) Pencegahan berjangkitnya penyakit;
2) pencegahan timbulnya komplikasi yang mengancam penglihatan bila penyakit telah
berjangkit;
3) meminimalisasi ketunanetraan yang diakibatkan oleh penyakit atau cedera yang telah dialami.
Strategi lainnya dikenal dengan "perang modern" melawan faktor penyebab ketunanetraan, yaitu:
 rophylaxis,
 imunisasi,
 perawatan kehamilan yang tepat,
 perawatan neonatal,
 perbaikan gizi,
 pendidikan masyarakat,
 penyuluhan genetika,
 ketentuan-ketentuan yang mengatur produksi dan pengedaran barang-barang mainan yang
berbahaya,
 deteksi dan intervensi dini,
 serta meningkatkan higiene dan perawatan kesehatan.

5. Pendapat Hallahan dan Kauffman (1991:266), yaitu bahwa Tunarungu (hearing impairment)
merupakan satu istilah umum yang menunjukkan ketidakmampuan mendengar dari yang ringan
sampai yang berat sekali yang digolongkan kepada tuli (deaf dan kurang dengar (hard of hearing).
Pendapat Frisina (Moores, 2001:11; Kirk, S. & Gallagher, J., 1989:300) mengemukakan bahwa
orang yang tuli (a deaf person) adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan mendengar
sedemikian besar, yang menghambat pemahaman bicara melalui pendengarannya dengan atau
tanpa menggunakan alat bantu dengar. Sedangkan orang yang kurang dengar (a hard of hearing
person) adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan mendengar sedemikian besar
sehingga mengalami kesulitan, tetapi tidak menghambat pemahaman pembicaraan melalui
pendengarannya, tapa atau dengan menggunakan alat bantu dengar.

Referensi : Modul 3 s.d Modul 5 PDGK4407

Anda mungkin juga menyukai