Anda di halaman 1dari 98

ISLAMIC BUSINESS LAW

STATE ISLAMIC UNIVERSITY


BANDUNG

ELIF PARDIANSYAH
Silabi Matakuliah
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
MATERI KULIAH:
1. Pendahuluan
2. Perekonomian dalam Lintasan Sejarah (Peta besar sejarah Ekonomi sejak
zaman filsuf [Hellenisme] sampai sekarang);
3. Ekonomi Arab pra Islam
4. Islam dan perkembangan pemikiran Ekonomi (Bisnis);
5. Sistem Aktivitas Ekonomi dan Bisnis Masa Rasulullah;
6. Sistem Aktivitas Ekonomi dan Bisnis Masa Khulafa Ar-Rasyidun;
7. Sejarah Peradaban dan Pemikiran Ekonomi (Bisnis): Periode Awal (Klasik);
8. Sejarah Peradaban dan Pemikiran Ekonomi (Bisnis): Periode Kedua;
9. Sejarah Peradaban dan Pemikiran Ekonomi (Bisnis): Periode Ketiga;
10. Sejarah Peradaban dan Pemikiran Ekonomi (Bisnis): Periode Kontemporer;
11. Pemikiran Hukum Ekonomi dan Bisnis Syariah di Indonesia

REFERENSI
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Klasik hingga
Kontemporer
Adiwarman A. Karim, Sejerah Pemikiran Ekonomi Islam Islam,
MB Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islam
AA. Islahi, The History of Islamic Economic Thought: Subjective Survey
KRONOLOGI PEMIKIRAN
EKONOMI DI DUNIA
GREAT GAP
Josep Schumpeter:
Terjadi Great Gap dalam sejarah pemikiran ekonomi
selama 500 tahun, yaitu masa yang dikenal sebagai the
dark ages
Pemikir ekonomi pertama kali timbul di Yunani Kuno
(abad 4 SM) dan bangkit kembali pada abad 13 M di
tangan pemikir skolastik Thomas Aquinas
Masa kegelapan di Barat, terjadi masa keemasan Islam
Alur sejarah dapat digambarkan sebagai berikut:
Perkembangan Ekonomi Islam

Garis Besar Periodisasi Sejarah Pemikiran Ekonomi

SM 1M 13 M 18 M

The Wealth
Adam Smith
Pemikiran Dark Age
Yunani Tak Ada Karya Pemikiian Ekonomi? Pemikiran
Thomas Aquinas,dll
Bibel
Perkembangan Ekonomi Islam

PERIODISASI PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

7M 11M 13 M 19 M 22M

Al-Ghazali, Waliullah
QURAN Ibn Rushd, M Iqbal Zarqa
& Rasul Hanifa, SyafiI Ibn Taymiyah M Abduh Baqr ashadr
Abu Yusuf, Ibn Khaldun Siddiqie
Hanbali, Mawardi, Khursyid ahmad
Farabi Umer Chapra
KRONOLOGI SEJARAH EKONOMI ISLAM
Konvensional Periodisasi Islam
Filsof: Sebelum Masehi
Hammurabi (1700 SM)
Xenophone (440-355
SM)
Plato (427 357 SM)
Aristoteles (350 SM)
Bible Abad ke-1 s/d 5 tidak Al-Quran dan Sunnah
ditemukan penulisan Fase Pertama:
tentang ekonomi peletakan dasasr
Abad ke 5 s/d 11 tidak pemikiran (s/d
ditemukan penulisan 450H/1058M), di
tentang ekonomi dari antara: Zaid bin Husen
pemikir konvensional, bin Ali; Abu Yusuf; Abu
tetapi ditemukan lebih Ubayd al-Qasim;
dari 15 penulisan Ahmad bin Hanbal; Abu
tentang ekonomi dari Jafar al-Dawudi; Ibn
pemikir Islam Maskawih
KRONOLOGI SEJARAH EKONOMI ISLAM
Konvensional Periodisasi Islam

Skolastik Abad ke-11 s/d 15 Fase Kedua (1058-1446M)


St. Thomas Aquinas Al-Ghazali; Al-Mawardi; Ibn
St. Albertus Magnus Hazm; Al-Tusi; al-Kasani; al-
Razi; Ibn Qayim; Ibn
Taymiyah; Ibn Khaldun; Al-
Maqrizi
Era Merkantilisme: Abad ke 15 20 Fase Ketiga (1446 1932 M)
Jean Bodin; Thomas Mun; Tidak ditemukan
David Hume penulisan tentang
ekonomi dari pemikir
Islam
Paham Fisiokratis: Tidak ditemukan
Francis Quesnay penulisan tentang
ekonomi dari pemikir
Islam

Paham Klasik Ditemukan penulisan Shah Wali Allah (1703


Adam Smith (1723 1790) ekonomi dari 1762)
seorang penulis
Islam
KRONOLOGI SEJARAH EKONOMI ISLAM

Konvensional Periodisasi Islam

Neo Klasik/Kapitalisme
Thomas R Malthus
David Ricardo
Jean Batiste Say
John S. Mill
Sosialisme
Robert Owen
Komusnisme:
Karl Marx
Frederich Engels
Neo Kapitalisme: Ditemukan penulisan Jamaluddin al-Afghani (1897)
Alfred W. Marshal tentang ekonomi dari
Irving Fisher seorang pemikir
Islam
John M. Keynes
Alvin H Hasen
KRONOLOGI SEJARAH EKONOMI ISLAM

Konvensional Periodisasi Islam


Simon Kuznet Abad ke-20 Muhammad Iqbal
John R. Hick Yusuf Qardawi
John K. Galbrait Khurshid Ahmad
V. Lenin M. Omer Chapra
Paul Samuelson Dll.
Walt W. Rostow
Milton Freidman
MELACAK PEMIKIRAN EKONOMI

Berangkat dari Plato, Socrates, Aristoteles, kita


mengenai ekonomi perubahan masyarakat
tradisional ke modern

Instrumen ekonomi adalah produksi, bukan uang.


Uang = ayam betina yang tidak bertelur, sehingga
dalam ekonomi tidak perlu adanya bunga

Setelah revolusi industri, mualailah


masuknya ahli ilmu eksakta ke dalam
disiplin ilmu ekonomi
Perekonomian Arab pra Islam
Bangsa Arab adalah bangsa dengan kehidupan
berdagang
Suku Quraisy adalah suku asal Nabi Muhammad
dan pemegang otoritas penjaga Kabah dan suku
yang paling dominan dan berpengaruh, termasuk
dalam kegiatan perniagaan, mereka sangat piawai
dalam melakukan syirkah maupun mudharabah
Ekspansi dagang dilakukan sangat luas, dan
mereka menggunakan alat pembayaran kredit.
Mereka terbiasa menggunakan transaksi ribawi
Terlihat tiga model praktek niaga mereka:
Seorang menjual sesuatu kepada orang lain dengan
perjanjian bahwa pembayarannya akan dilakukan
pada suatu tanggal yang telah disetujui bersama.
Apabila pembeli tidak dapat membayar tepat pada
waktunya, suatu tenggang waktu akan diberikan
dengan syarat membayar dengan jumlah yang lebih
besar daripada harga awal
Seseorang meminjamkan sejumlah uang selama
jangka waktu tertentu dengan syarat pada saat jatuh
tempo, peminjam membayar pokok modal bersama
dengan suatu jumlah tetap riba atau tambahan
Antara peminjam dengan pemberi pinjaman
melakukan kesepakatan terhadap suatu tingkat riba
selama jangka waktu tertentu
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA
NABI MUHAMMAD SAW

Sistem Ekonomi Nabi Muhammad SAW


Untuk memahami sistem ekonomi Nabi Muhammad
SAW praktek ekonomi yang dilakukan beliau
Ada dua periode:
Masa sebelum kenabian
Setelah kenabian
Masa sebelum kenabian
Muhammad SAW sebagai pedagang

Masa setelah kenabian: sebagai kepala negara membuat


kebijakan kenegaraan
Muhammad SAW sebagai Pedagang
Muhammad SAW sebagai pedagang yang terpercaya (al-Amin) dan jujur (ash-
shiddiq)
Implikasi al-Amin & ash-Shiddiq:
Semakin banyaknya para pemilik modal memberi kesempatan berdagang kepada beliau
dengan memodalinya Khadijah binti Khuwailid
Setelah menikah dengan Khadijah, Muhammad SAW tetap menjalankan usaha
perdagangannya. Ia menjadi manajer sekaligus mitra dalam usaha dagang
isterinya.
Melakukan perjalanan dagang di semenanjung Arab dan negeri-negeri
perbatasan Yaman, Bahrain, Irak, dan Syiria.
Terlibat dalam urusan dagang besar di fistival dagang Ukaz dan Dzul Majaz
selama musim haji,
Pada musim lain sibuk mengurus perdagangan grosir di pasar-pasar kota
Mekah
Muhammad SAW melakukan hampir semua urusan dagang melalui agen-
agennya dan hanya sedikit sekali bertindak sebagai agen untk para pedagang
lain.
Kadang ia mengambil pinjaman berdasarkan gadai, membeli barang dengan
tunai, dan dengan pinjaman
Transaksi dagang banyak dilakukan sebelum diangkat sebagai Nabi
Muhammad SAW sebagai Kepala Negara
Ketika Nabi hijrah ke Madinah, penduduk Madinah
kemudian mengangkatnya sebagai kepala negara dan
sekaligus sebagai pemimpin agama
Sebagai kepala negara ia membuat kebijakan tentang:
Membangun masjid sebagai Islamic Centre
Menjalin ukhuwah islamiyah antara kaum Muhajirin dengan kaum
Anshar
Menjalin kedamaian dalam negara
Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya
Membuat konstitusi negara
Menyusun sistem pertahanan negara
Meletakkan dasar-dasar keuangan negara mendirikan Baitul Mal
Prinsip-prinsip kebijakan ekonomi Nabi Muhammad
SAW
Allah SWT adalah penguasa tertinggi sekaligus pemlik
absolut seluruh alam semesta
Manusia hanyalah khalifah Allah SWT di muka bumi,
bukan pemilik yang sebenarnya
Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah seizin
Allah SWT. Oleh karena itu, manusia yang kurang
beruntung mempunyai hak atas sebagian kekayaan yang
dimiliki manusia lain yang lebih beruntung
Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun
Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya termasuk riba
harus dihilangkan
Menerapkan sistem warisan sebagai media redistribusi
kekayaan
Menetapkan kewajiban bagi seluruh individu, termasuk
orang-orang miskin.
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA NABI
MUHAMMAD SAW

Baitul Mal: Bendahara Negara mengatur


pemasukan dan pengeluaran negara kebijakan
fiskal
Pemasukan negara:
Kharaj pajak terhadap tanah: ditentukan berdasarkan tingkat
produktivitas, jenis tanaman, jenis irigasi
Zakat dalam bentuk uang tunai, hasil peternakan, hasil
pertanian
Khums pajak proporsional sebesar 20%; Syiah: semua
pendapatan; Sunni: hasil rampasan perang (kecuali Imam Abu
Ubaid: barang temuan dan barang tambang
Jizyah pajak bagi orang non muslim sebagai ganti layanan sosial-
ekonomi, perlindungan keamanan dari negara Islam
Penerimaan lain: kafarat dan harta waris dari orang yang tidak
memiliki ahli waris
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA NABI
MUHAMMAD SAW

Pengeluaran negara
Penyebaran Islam
Pertahanan dan keamanan
Pembangunan infrastruktur
Pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Penyediaan fasilitas/layanan kesejahteraan sosial

Dampak ekonominya:
Penyebaran Islam kenaikan agregat demand dan supply.
Selain itu juga meningkatkan pendapatan Baitul Mal
pendapatan masyarakat meningkat
Pendapatan meningkat meningkatkan MPC (Marginal
Propensity to Consume) MPS (Marginal Propensity to
Save) juga meningkat meningkatkan tingkat investasi
(dalam jangka panjang) Pendapatan Nasional
meningkat secara keseluruhan
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA
NABI MUHAMMAD SAW
Kebijakan Fiskal dan Menoter pada masa Nabi
Muhammad
Kebijakan Fiskal
Peningkatan pendapatan nasional dan tingkat partisipasi kerja,
melalui: muzaraah, musaqat & mudharabah
Kebijakan pajak: kharaj, khums, zakat
Anggaran: pengaturan APBN (cermat, efektif, dan efisien)
Kebijakan fiskal khusus: minta bantuan kepada muslim kaya secara
sukarela
Kebijakan Moneter
Penetapan uang dinar dan dirham sebagai mata uang sah negara
face value
Fungsi uang untuk transaksi, kemudian untuk precautionary (jaga-
jaga)
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA
KHULAFA AL RASYIDIN
Masa pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq
Pembagian tanah taklukan
Mengambil alih tanah orang yang murtad untuk
kepentingan umat Islam
Pembagian harta Baitul Mal dengan prinsip kesamarataan
Implikasi ekonomi kebijakan: peningkatan agregate
demand dan agregate supply :
meningkatkan total pendapatan nasional
Memperkecil jurang pemisah antara orang yang kaya dengan
yang miskin
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA
KHULAFA AL RASYIDIN
Masa pemerintahan Umar ibn al-Khatab
Pendirian Lembaga Baitul Mal, diikuti dengan pendirian
beberapa departemen:
Departemen pelayanan Militer
Departemen Kehakiman dan Eksekutif
Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam
Departemen Jaminan Sosial
Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara:
Pendapatan zakat dan ushr (pajak tanah) dibagi ke 8 ashnaf
Pendapatan khums dan sedekah dibagi kepada mereka yang
mencari kesejahteraan
Pendapatan kharaj, fai, jizyah, ushr (pajak perdagangan) dan sewa
tanah untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan serta
menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer
Pendapatan lain untuk membayar para pekerja, pemeliharaan
anak terlantar
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA
KHULAFA AL RASYIDIN
Masa pemerintahan Umar ibn al-Khatab
Kebijakan lainnya:
Kepemilikan tanah tanah taklukan tidak dibagi kepada kaum
muslimin, tetapi membiarkan tanah tersebut tetap berada pada
pemiliknya dengan syarat membayar kharaj dan jizyah
Zakat zakat dari kuda, karet, dan madu
Ushr pajak pedagang yang memasuki wilayah kekuasaan
Islam
Mata uang bobot mata uang dinar seragam yaitu satu mistqal
= 20 qirat atau 100 grain barley; dirham perak seberat 14 qirat
atau 70 grain barley.
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA
KHULAFA AL RASYIDIN

Masa pemerintahan Usman ibn Affan


Kebijakan ekonomi pengembangan sumber daya alam:
Pembuatan saluran air
Pembangunan jalan
Pembentukan organisasi kepolisian yang permanen untuk
mengamankan jalur perdagangan
Membangun armada laut supremasi kelautan di wilayah
Mediterania
Kebijakan lainnya:
Mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta
memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat secara
berbeda (prinsip keutamaan)
Pengelolaan zakat terdapat pendelegasian kewenangan menaksir
harta yang dizakati kepada pemiliknya masing-masing
mengurangi penyelewengan oknum pengumpul zakat
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA
KHULAFA AL RASYIDIN

Masa pemerintahan Ali Ibn Thalib


Kebijakan ekonomi:
Memberhentikan para pejabat korup

Membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada


orang-orang kesayangan Usman
Mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai dengan
ketentuan yang dibuat oleh Umar ibn al-Khatab
Pendistribusian harta baitul mal:
Prinsip pemerataan memberikan santunan yang sama kepada
setiap orang tanpa memandang status sosial atau kedudukannya
dalam Islam
Kebijakan pencetakan mata uang koin atas nama negara
Islam
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA
UMAYYAH
Beberapa khalifah termasyhur pada masa Umayah,
adalah:
Muawiyah ibn Abi Sofyan kebijakannya:
Mendirikan dinas pos dengan berbagai fasilitasnya
Menertibkan angkatan perang
Mencetak mata uang
Mengembangkan jabatan sebagai jabatan profesional
Pemberian gaji tetap kepada para tentara
Pembentukan tentara profesional
Pengembangan birokasi pengumpulan pajak dan administrasi politik
Abdul Malik ibn Marwan kebijakannya:
Penerbitan dan pengaturan uang dalam masyarakat Islam, sebagai
repon atas permintaan pihak Romawi untuk menghapus kalimat
Bismillahirrahmanirrahim pada mata uang yang berlaku
Menjatuhkan hukuman tazir kepada mereka yang melakukan
pencetakan mata uang di luar percetakan negara
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA
UMAYYAH
Beberapa khalifah termasyhur pada masa Umayah,
adalah:
Umar ibn Abdul Aziz kebijakannya:
Menyerahkan hartanya dan keluarganya yang tidak wajar kepada Baitul
Mal
Memprioritaskan pembangunan dalam negeri dari para perluasan ke
luar negeri
Mengurangi beban pajak yang dipungut kepada kaum Nasrani
Penghapusan pajak bagi kaum Muslimin,
Membuat aturan takaran dan timbangan
Membasmi cukai dan kerja paksa
Memperbaiki tanah pertanian
Penggalian sumur-sumur
Pembuatan jalan
Kebijakan otonomi daerah
Semua kebijakannya ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA
ABBASIYAH

Ahmad Syalabi membagi masa pemerintahan Bani


Abbasiyah menjadi tiga periode, yaitu:
Periode Pertama (132 H 232H) kekuasaan berada di
tangan khalifah penuh
Periode Kedua (232 H 590 H) kekuasaan politik
berpindah ke tangan golongan Turki, Bani Buwaih, Bani
Saljuq
Periode Ketiga (590 H 656 H) kekuasaan kembali ke
tangan khalifah, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya
Keemasan masa ini dicapai pada periode pertama
landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA
ABBASIYAH

Abu Jafar Al-Manshor


Meletakkan dasar-dasar pemerintahan yang baik
Pengendalian harga dilakukan oleh kepala jawatan pos
untuk melaporkan harga pasaran di setiap bahan makanan
dan barang lainnya
Al-Mahdi
Kebijakan yang menguntungkan rakyat banyak, seperti:
membangun tempat persinggahan para musyafir haji;
pembuatan kolam-kolam air bagi kafilah dagang
Mengembalikan harta rampasan kepada pemiliknya
Peningkatan ekonomi terjadi sejak terjadi peningkatan
sektor pertanian dan pertambangan serta perdagangan
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA
ABBASIYAH

Harun al-Rasyid
Pembentukan wazir yang mengepalai Diwan, yaitu:
Diwan al-Khazanah bertugas mengurus seluruh perbendaharaan
negara
Diwan al-Azra bertugas mengurus kekayaan negara yang berupa
hasil bumi
Diwan Khazain as-Syiasah bertugas mengurus perlengkapan
angkatan perang
Sumber pendapatan negara meliputi: Kharaj, jizyah, zakat,
fai, ghanimah, usyr dan harta lain, seperti: wakaf,
sedekah, dan harta warisan
Pada masa Harun al-Rasyid pendapatan Baitul Mal
dialokasikan untuk riset ilmiah dan penterjemahan buku-
buku Yunani disamping untuk biaya pertahanan dan
angaran rutin pegawai
TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI PADA MASA
ABBASIYAH

Harun al-Rasyid
Pemerintahan Harun al-Rasyid sangat memperhatikan masalah
pajak Qadi Abu Yusuf menyusun kitab al-Kharaj
Dalam pemungutan al-Kharaj, para Khalifah Abbasiyah
melakukannya dengan tiga cara:
Al-Muhasabah atau penaksiran luas areal tanah dan jumlah pajak yang
harus dibayar dalam bentuk uang
Al-Muqasamah atau penetapan jumlah tertentu (persentase) dari hasil
yang diperoleh
Al-Muqathaah atau penatapan pajak hasil bumi terhadap para jutawan
berdasarkan persetujuan antara pemerintah dengan yang bersangkutan
Dinasti Abbasiyah lebih menekankan pada
perkembangan peradaban dan kebudayaan islam,
termasuk kehidupan ekonomi daripada perluasan
wilayah
Berikut ini adalah sedikit pemikiran Zaid bin
Husen bin Ali dalam menerapkan Ekonomi Islam:
# Zaid bin Ali adalah cucu Imam Husain adalah
fukaha yang paling terkenal di Madinah, dan guru
dari seorang ulama terkemuka, Abu Hanifah.
# Menurut Zaid bin Ali, penjualan barang secara
kredit dengan harga lebih tinggi daripada harga
tunai adalah bentuk transaksi yang sah.
# Menurut Zaid bin Ali, transaksi kredit dapat
dibenarkan selama dilandasi oleh prinsip saling
ridha antar kedua belah pihak.
# Pada dasarnya, keuntungan dari penjualan secara
kredit merupakan murni bagian dari sebuah
perniagaan dan tidak termasuk riba.
# Penjualan yang dilakukan secara kredit merupakan
salah satu bentuk promosi sekaligus respon terhadap
permintaan pasar.
# Keuntungan dari penjualan kredit adalah
kompensasi atas kemudahan yang diperoleh seseorang
tanpa harus membayar secara tunai.
# Keuntungan dari jual beli secara kredit tentu
berbeda dengan pengambilan keuntungan dari suatu
penangguhan pembayaran pinjaman.
# Menurut Zaid, uang tidak dengan sendirinya
menghasilkan sesuatu. Ia baru akan dapat
menghasilkan jika dan hanya jika melalui perniagaan.
# Keuntungan dari penjualan secara kredit tidak serta
merta mengindikasikan bahwa harga yang lebih tinggi
selalu berkaitan dengan waktu.
# Seseorang yang menjual secara kredit dapat pula
menetapkan harga yang lebih rendah daripada harga
pembeliannya.
# Seseorang dapat juga menjual barangnya, baik
secara tunai ataupun kredit, dengan harga yang lebih
rendah daripada harga pembeliannya.
# Dalam syariah, setiap baik buruknya suatu akad
ditentukan oleh akad itu sendiri, tidak dihubungkan
dengan akad yang lain.
Pemikir Ekonomi Islam Abu
Hanifah (80-150 H/699-767 M)
Abu Hanifah adalah fukaha terkenal dan seorang
pedagang dari Kufah yang saat itu merupakan pusat
aktivitas perdagangan dan perekonomian.
Salah satu transaksi yang sangat populer pada masa
Abu Hanifah adalah Salam.
Salam adalah menjual barang yang akan dikirimkan
kemudian sedangkan pembayaran dilakukan secara
tunai pada waktu akad disepakati.
Abu Hanifah mengusulkan agar rincian jenis
komoditi, mutu, kuantitas, waktu dan tempat
pengiriman barang dinyatakan jelas dalam akad
Abu Hanifah memberikan persyaratan bahwa komoditi
barang Salam harus tersedia di pasar selama waktu kontrak
dan tanggal pengiriman.
Salah satu kebijakan Abu Hanifah adalah menghilangkan
ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi.
Pengalamannya di bidang perdagangan memungkinkan
Abu Hanifah dapat menentukan aturan-aturan yang adil
dalam transaksi bisnis.
Abu Hanifah membebaskan zakat terhadap pemilik harta
yang dililit utang dan tidak sanggup menebusnya.
Abu Hanifah melarang pembagian hasil panen (muzaraah)
untuk tanah yang tidak menghasilkan apapun yang
umumnya digarap kaum lemah.
Pemikir Ekonomi Islam Asy
Syaibani (132-189 H/750-804 M)
Salah satu rekan sejawat Abu Yusuf dalam mazhab
Hanafiyah adalah Muhammad bin Hasan asy-Syaibani.
Asy Syaibani menyusun risalah kecil yang berjudul al-
Iktisab fi ar-Rizq al-Mustathab membahas pendapatan
dan belanja rumah tangga.
Asy Syaibani menguraikan perilaku konsumsi seorang
muslim yang baik serta keutamaan orang yang suka
berderma dan tidak suka meminta-minta.
Asy Syaibani membagi pekerjaan jadi 4
jenis: ijarah (sewamenyewa), tijarah (perdagangan),
ziraah(pertanian), dan shinaah (industri).
Asy Syaibani menilai pertanian sebagai lapangan pekerjaan
terbaik, padahal masyarakat Arab saat itu lebih tertarik
berdagang/berniaga.
Dalam suatu risalah yang lain, yakni Kitab al-Asl, asy-
Saibani telah membahas masalah kerjasama usaha dan
bagi hasil.
Secara umum, pandangan asy-Syaibani cenderung
berkaitan dengan perilaku ekonomi seorang muslim
sebagai individu.
Asy Syaibani berbeda dengan Abu Yusuf yang cenderung
berkaitan dengan perilaku penguasa dan kebijakan publik.
Pemikir Ekonomi Islam Abu
Ubaid (150-224 H)
Nama lengkap Abu Ubaid: al-Qasim bin Sallam bin Miskin
bin Zaid al-Harawi al-Azadi al-Baghdadi. Ia lahir pada 150
H di Harrah, Khurasan.
Abu Ubaid adalah ahli hadis (muhaddits), ahli fiqh
(fuqaha), menjabat qadi di Tarsus, sering menangani kasus
pertanahan dan perpajakan.
Karya Abu Ubaid yang fenomenal adalah Kitab Al
Amwal, yang dianggap lebih kaya dibanding Kitab Al
Kharaj karya Abu Yusuf.
Fokus Abu Ubaid lebih tertuju pada permasalahan terkait
standar etika politik suatu pemerintahan daripada teknik
efisiensi pengelolaannya.
Kitab al-Amwal fokus pada masalah Keuangan Publik
(Public Finance) meskipun mayoritas membahas
permasalahan administrasi pemerintahan.
Kitab al-Amwal menekankan beberapa isu mengenai
perpajakan dan hukum pertanahan serta hukum
administrasi dan hukum internasional.
Pada masa Abu Ubaid, pertanian adalah sektor terbaik dan
utama karena menyediakan kebutuhan dasar dan sumber
utama pendapatan negara.
Abu Ubaid memiliki pendekatan yang berimbang terhadap
hak-hak individu, publik, dan Negara.
Menurut Abu Ubaid, jika kepentingan individu
berbenturan dengan kepentingan publik, ia akan berpihak
pada kepentingan publik.
Abu Ubaid menekankan bahwa perbendaharaan negara tidak
boleh disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh penguasa untuk
kepentingan pribadi.
Abu Ubaid menyinggung pentingnya keseimbangan kekuatan
finansial penduduk nonmuslim (capacity to pay) dengan
kepentingan muslim.
Kaum muslimin dilarang menarik pajak terhadap tanah
penduduk nonmuslim melebihi dari apa yang diperbolehkan
dalam perjanjian perdamaian.
Abu Ubaid menyatakan bahwa tarif pajak kontraktual tidak
dapat dinaikkan, bahkan dapat diturunkan apabila terjadi
ketidakmampuan membayar.
Abu Ubaid berupaya menghentikan diskriminasi atau
favoritisme, penindasan dalam perpajakan serta upaya
penghindaran pajak (tax evasion).
Abu Ubaid mengakui adanya kepemilikan pribadi dan
kepemilikan publik.
Pemikiran Abu Ubaid yang khas adalah mengenai
hubungan antara kepemilikan dengan kebijakan
perbaikan pertanian.
Dalam pandangan Abu Ubaid, sumber daya publik,
seperti air, padang rumput, dan api tidak boleh
dimonopoli seperti hima (taman pribadi).
Menurut Abu Ubaid, seluruh sumber daya publik
adalah milik negara yang akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan publik.
Bagi Abu Ubaid, zakat adalah untuk memenuhi
kebutuhan dasar, serta bagaimana menyelamatkan
orang-orang dari bahaya kelaparan.
Kalangan kaya wajib berzakat, kalangan menengah
tidak wajib berzakat tapi bukan mustahik zakat,
kalangan bawah adalah penerima zakat.
Abu Ubaid mengadopsi prinsip bagi setiap orang adalah
menurut kebutuhannya masing-masing (li kulli wahidin
hasba hajatihi).
Fungsi uang menurut Abu Ubaid: (1) standar nilai
pertukaran (standard of exchange value), (2) media
pertukaran (medium of exchange).
Abu Ubaid mengakui fungsi uang sebagai penyimpan nilai
(store of value) saat membahas jumlah tabungan minimum
tahunan wajib kena zakat.
Salah satu ciri khas Kitab al-Amwal di antara kita-kitab lain
yang membahas tentang keuangan publik (public finance).
Al Amwal membahas timbangan dan ukuran, yang biasa
digunakan menghitung beberapa kewajiban agama yang
berkaitan dengan harta atau denda.
Abu Ubaid pantas disebut sebagai pemimpin
pemikiran ekonomi mazhab klasik di antara penulis
tentang keuangan publik (public finance).
Abu Ubaid membela pelaksanaan distribusi kekayaan
secara adil dan merata berdasarkan prinsip keadilan
fiskal yang sebaik dan sempurna.
Menurut Abu Ubaid, segala kebijakan yang hanya
menguntungkan sekelompok masyarakat dan
membebani yang lainnya harus dihindari negara.
Abu Ubaid secara tegas menyatakan bahwa
pemerintah wajib memberi jaminan standar
kehidupan layak bagi setiap individu dalam
masyarakat
Pemikir Ekonomi Islam Yahya bin
Umar (213-289 H)
Nama lengkap Yahya bin Umar: Abu Bakar Yahya bin Umar
bin Yusuf al-Kannani al-Andalusi, lahir pada 213 H,
dibesarkan di Kordova, Spanyol.
Karya Yahya bin Umar yang terkenal adalah kitab al-
Muntakhabah fi Ikhtishr al-Mustakhrijah fi al-Fiqh al-
Mliki dan kitab Ahkm al-Sq.
Menurut Yahya bin Umar, ketakwaan kepada Allah swt
adalah asas dalam perekonomian Islam, dan menjadi
pembeda dengan ekonomi konvensional.
Fokus perhatian Yahya ibn Umar tertuju pada hukum-
hukum pasar yang terefleksikan dalam pembahasan
tentang tasir (penetapan harga).
Menurut Yahya bin Umar, pemerintah tidak berhak
melakukan intervensi harga, kecuali jika penyebab
kenaikan harga adalah human error.
Menurut Yahya ibn Umar, hukum asal intervensi
pemerintah adalah haram. Boleh dilakukan jika dan hanya
jika kesejahteraan publik terancam.
Yahya bin Umar melarang praktek banting harga
(dumping) untuk mencegah dampak negatif pada
mekanisme pasar & seluruh kehidupan masyarakat.
Tentang ihtikar, Yahya bin Umar menyatakan bahwa
timbulnya kemudaratan terhadap masyarakat merupakan
syarat pelarangan penimbunan barang.
Menurut Yahya bin Umar, kebijakan pemerintah saat harga
naik akibat ulah manusia adalah mengembalikan tingkat
harga ke equilibrium price.
Pemikir Ekonomi Islam Al
Mawardi (364-450 H / 9741058
M)
Al Mawardi Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib
al-Mawardi al-Basri asy-Syafii lahir di kota Basrah pada
tahun 364 H (974 M).
Pemikiran ekonomi al-Mawardi ada pada tiga buah karya
tulisnya, yaitu Kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din, al-
Hawi dan al-Ahkam as-Sulthaniyyah.
Al Mawardi memaparkan perilaku ekonomi muslim serta
jenis mata pencaharian utama, yaitu pertanian,
peternakan, perdagangan, dan industri.
Dalam Kitab al-Hawi, di salah satu bagiannya, al-Mawardi
secara khusus membahas tentang mudharabah dalam
pandangan berbagai mazhab.
Dalam Kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah, Al Mawardi
banyak menguraikan tentang sistem pemerintahan dan
administrasi negara Islam.
Dalam Kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah, Al Mawardi
menguraikan lembaga negara, penerimaan dan
pengeluaran negara, serta institusi hisbah.
Menurut Al-Mawardi, pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat adalah kewajiban penguasa dari sudut pandang
ekonomi, moral dan agama.
Menurut Al-Mawardi, negara harus menyediakan
infrastruktur yang diperlukan bagi perkembangan
ekonomi dan kesejahteraan umum.
Menurut Al-Mawardi, penilaian atas kharaj harus
bervariasi sesuai faktor kemampuan tanah: kesuburan,
jenis tanaman dan sistem irigasi.
Menurut Al-Mawardi, alternatif metode
penetapan kharaj adalah berdasarkan: misahah, atau
ukuran tanah yang ditanami saja, atau musaqah.
Metode Misahah: penetapan kharaj berdasarkan
ukuran tanah. Metode ini merupakan fixed-tax,
selama tanah tersebut memang bisa ditanami.
Pada penetapan kharaj berdasarkan ukuran tanah
yang ditanami saja, tanah subur yang tidak dikelola
tidak termasuk penilaian obyek kharaj.
# Metode Musaqah: metode
penetapan kharaj berdasarkan persentase dari hasil
produksi (proportional tax) yang dipungut setelah
panen.
# Menurut Al-Mawardi, untuk membiayai
kepentingan publik, Negara membutuhkan lembaga
keuangan negara (Baitul Mal) yang didirikan
permanen.
# Menurut Al-Mawardi, melalui Baitul Mal,
pendapatan negara akan disimpan dalam pos terpisah
dan dibelanjakan sesuai alokasi masing-masing.
# Menurut Al-Mawardi, harta benda yang disimpan di
Baitul Mal sebagai amanah untuk didistribusikan
kepada mereka yang berhak.
Pemikir Ekonomi Islam Ibnu
Miskawaih (w. 421 H/1030 M)
Salah satu pandangan Ibn Miskawaih yang terkait dengan
aktivitas ekonomi adalah tentang pertukaran dan peranan
uang.
Ibnu Miskawaih menyatakan bahwa manusia merupakan
makhluk sosial dan tidak bisa hidup sendiri.
Menurut Ibnu Miskawaih, untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, manusia harus bekerja sama dan saling
membantu dengan sesamanya.
Menurut Ibnu Miskawaih, manusia akan saling mengambil
dan memberi. Konsekuensinya, mereka akan menuntut
suatu kompensasi yang pantas
Menurut Ibnu Miskawaih, barter jasa dua profesi
berbeda, akan menjadi reward jika kedua karya
tersebut seimbang.
Menurut Ibnu Miskawaih, jika barter dua jasa tidak
seimbang, maka Dinar bisa jadi alternatif
penyeimbang.
Ibnu Miskawaih menegaskan bahwa logam yang dapat
dijadikan sebagai mata uang adalah logam yang dapat
diterima secara universal.
Menurut Ibnu Miskawaih, konvensi uang logam:
tahan lama, mudah dibawa, tidak mudah rusak,
dikehendaki orang dan orang senang melihatnya
Pemikir Ekonomi Islam Al Ghazali
(451-505 H/1055/1111 M)
Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-
Tusi al-Ghazali lahir di Tus, sebuah kota kecil di Khurasan,
Iran.
Sejak kecil, al-Ghazali tumbuh dan berkembang dalam
asuhan seorang sufi, setelah ayahnya yang juga seorang sufi
meninggal dunia.
Pemikiran ekonomi al-Ghazali dituangkan dalam: Ihya
Ulum al-Din, al-Mustashfa, Mizan al-Amal, dan al-Tibr al-
Masbuk fi Nasihat al-Muluk.
Fokus utama perhatian al-Ghazali tertuju pada perilaku
individual yang dibahas secara rinci dengan rujukan yang
komprehensif.
Rujukan al-Ghazali: Quran, Sunnah, Ijma Sahabat/Tabiin
serta sufi: Junaid al-Baghdadi, Dzun Nun al-Mishr dan
Harits bin Asad al-Muhasibi.
Menurut al-Ghazali: seseorang harus memenuhi
seluruh kebutuhan hidupnya dalam kerangka
melaksanakan kewajiban beribadah kepada Allah.
Menurut al-Ghazali: seluruh aktivitas kehidupan
termasuk ekonomi, harus sesuai syariah Islam. Tidak
boleh kikir, tidak boleh boros.
Pemikiran sosioekonomi al-Ghazali berakar dari
sebuah konsep yang dia sebut sebagai fungsi
kesejahteraan sosial islami.
Tema yang jadi pangkal tolak seluruh karya al-Ghazali
adalah konsep maslahat atau kesejahteraan sosial atau
utilitas (kebaikan bersama).
Konsep maslahat al-Ghazali: konsep yang mencakup
semua aktivitas manusia dan membuat kaitan yang
erat antara individu dengan masyarakat.
Menurut al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu
masyarakat tergantung kepada pencarian dan
pemeliharaan lima tujuan dasar.
Tujuan dasar maslahat: agama (al-dien), hidup/jiwa (nafs),
keluarga/keturunan (nasl), harta/kekayaan (mal), dan
intelek/akal (aql).
Al-Ghazali menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan
wahyu, tujuan utama kehidupan umat manusia adalah
mencapai kebaikan di dunia dan akhirat.
Al-Ghazali mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi
kesejahteraan sosial dalam kerangka hierarki utilitas
individu & sosial tripartite.
Hierarki utilitas individu & sosial
yang tripartite: kebutuhan (daruriat),
kesenangan/kenyamanan (hajat), dan kemewahan
(tahsinat).
Hierarki utilitas individu & sosial
yang tripartite merupakan klasifikasi peninggalan tradisi
Aristotelian yang disebut kebutuhan ordinal.
Kebutuhan ordinal terdiri dari kebutuhan dasar,
kebutuhan terhadap barang-barang eksternal dan
kebutuhan terhadap barang-barang psikis.
Al-Ghazali juga memberikan nasihat kepada penguasa agar
selalu memperhatikan kebutuhan rakyat dan tidak
berperilaku zhalim.
Ketika rakyat berkekurangan dan tidak berpenghasilan
hidup, penguasa wajib menolong dengan menyediakan
makanan dan uang dari kas negara.
Al-Ghazali menolerir pengenaan pajak jika pengeluaran
untuk pertahanan dan pos penting lain tidak tercukupi
dari perbendaharaan negara.
Mengenai evolusi pasar dan peranan uang, Al-Ghazali
mengemukakan alasan pelarangan riba fadhlyang
melanggar sifat dan fungsi uang.
Al-Ghazali mengutuk mereka yang melakukan
penimbunan uang dengan dasar uang itu sendiri dibuat
untuk memudahkan pertukaran.
Al-Ghazali berbicara mengenai harga yang dikenal
sebagai al-tsaman al-adil (harga yang adil) atau
equilibrium price (harga keseimbangan).
Al-Ghazali mengklasifikasi aktivitas produksi menurut
kepentingan sosialnya serta menitikberatkan perlunya
kerja sama dan koordinasi.
Al-Ghazali mengklasifikasi aktivitas produksi ala
kontemporer,yakni primer (agrikultur), sekunder
(manufaktur), dan tersier (jasa).
Pemikir Ekonomi Islam Ibnu
Taimiyah (w. 728 H/1328 M)
Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim atau Ibnu Taimiyah lahir di
kota Harran pada tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal
661 H).
Ibnu Taimiyah berasal dari keluarga berpendidikan tinggi. Ayah,
paman dan kakeknya merupakan ulama besar Mazhab Hanbali
dan penulis buku.
Ekonomi Ibnu Taimiyah: Majmu Fatawa Syaikh al-Islam, as-
Siyasah asy-Syariyyah fi Ishlah ar-Rai wa ar-Raiyah, al-Hisbah
fi al-Islam.
Fokus perhatian Ibnu Taimiyah terletak pada masyarakat,
fondasi moral dan bagaimana mereka harus membawakan
dirinya sesuai dengan syariah.
Ibnu Taimiyah mendiskusikan tentang berbagai hal yang
berkaitan dengan perilaku ekonomi individu dalam konteks
hidup bermasyarakat.
Ibnu Taimiyah mendiskusikan tentang akad dan upaya
mentaatinya, harga yang wajar dan adil, pengawasan
pasar, dan keuangan negara.
Ibnu Taimiyah mendefinisikan batasan ekonomi dan
hak kepemilikan pribadi, agar pelaku ekonomi taat
aturan dan moral publik bisa bertahan.
Menurut Ibnu Taimiyah, ekonomi berkeadilan dapat
terwujud jika akad didasarkan pada kesepakatan dan
informasi yang memadai antarpihak.
Menurut Ibnu Taimiyah, moralitas memerlukan
keharusan tidak adanya paksaan, tidak adanya
kecurangan.
Ibnu Taimiyah melarang pengambilan keuntungan
dari keadaan yang menakutkan, atau ketidaktahuan
dari salah satu pihak yang berakad.
Ibnu Taimiyah, harga pasar yang terjadi harus wajar
dan adil dengan syarat tidak adanya pasokan yang
ditahan untuk menaikkan harga.
Ibnu Taimiyah juga membahas pengaturan uang,
timbangan dan ukuran, pengawasan harga, serta
pengenaan pajak tinggi dalam keadaan darurat.
Secara umum, pandangan-pandangan ekonomi Ibnu
Taimiyah cenderung bersifat normatif. Namun juga
memiliki pandangan ekonomi positif.
Ibnu Taimiyah menyadari sepenuhnya peranan
permintaan dan penawaran dalam menentukan harga-
harga.
Ibnu Taimiyah menggeser beban pajak dari penjual
kepada pembeli yang harus membayar lebih mahal
untuk barang kena pajak.
Pemikir Ekonomi Islam Ibnu Khaldun
(732808 H / 13321406 M)
Nama lengkap Ibn Khaldun: Abdurrahman Abu Zaid
Waliuddin ibn Khaldun. Ia lahir di Tunisia pada awal
Ramadhan 732 H atau 27 Mei 1332 M.
Ibn Khaldun berasal dari Hadramaut, Yaman, terkenal
sebagai keluarga yang berpengetahuan luas dan
berpangkat, dan pejabat tinggi negara.
Pada masa Ibn Khaldun, dunia timur diperintah oleh
seorang teknokrasi aristokratik internasional yang
menumbuh suburkan seni dan sains.
Ibn Khaldun menjalani pensiunnya di Galat Ibn Salamah
dan mulai menulis sejarah dunia
denganMuqaddimah sebagai volume pertamanya.
Karya terbesar Ibn Khaldun: al-Ibar (Sejarah
Dunia). Dalam tulisannya, ia mencampur
pertimbangan filosofis, sosiologis, etis dan
ekonomis.
Ibn Khaldun berusaha mencari pengaruh
lingkungan fisik, nonfisik, sosial, institusional,
dan ekonomis terhadap sejarah.
Ibn Khaldun menguraikan teori produksi, teori
nilai, teori distribusi, dan teori siklus-siklus
menjadi teori ekonomi umum yang koheren.
Bagi Ibn Khaldun, manusia: binatang ekonomi
yang berproduksi yaitu aktivitas manusia yang
diorganisasikan secara sosial dan internasional.
Menurut Ibn Khaldun, manusia harus melakukan produksi
guna mencukupi kebutuhan hidupnya, dan produksi
berasal dari tenaga manusia.
Ibn Khaldun menganjurkan sebuah organisasi sosial dari
produksi dalam bentuk suatu spesialisasi kerja agar
produktivitas menjadi tinggi.
Menurut Ibn Khaldun, hanya pembagian kerja yang
memungkinkan terjadinya suatu surplus dan perdagangan
antara para produsen.
Menurut Ibn Khaldun, pembagian kerja internasional
tidak didasarkan pada sumber daya alam, tetapi kepada
keterampilan penduduknya.
Menurut Ibn Khaldun, semakin tinggi kemakmuran,
semakin tinggi permintaan penduduk terhadap barang dan
jasa.
Kenaikan permintaan terhadap barang dan jasa
menyebabkan kenaikan harga, dan juga naiknya gaji
yang dibayarkan kepada pekerja terampil.
Teori produksinya, yang berdasarkan tenaga kerja
manusia, mengantarkan Ibn Khaldun kepada teori
tentang nilai, uang, dan harga.
Ibn Khaldun, menguraikan teori nilai, teori uang, dan
teori harga. Nilai produk sama dengan jumlah tenaga
kerja yang dikandungnya.
Ibn Khaldun: emas & perak adalah ukuran nilai (uang)
yang diterima secara alamiah. Nilainya tidak
dipengaruhi oleh fluktuasi subjektif.
Ibn Khaldun mendukung penggunaan emas dan perak
sebagai standar moneter dan mendukung standar
logam dan harga emas dan perak yang konstan.
Bagi Ibn Khaldun, pembuatan uang logam hanyalah
jaminan penguasa bahwa sekeping uang logam
mengandung kandungan emas/perak tertentu.
Bagi Ibn Khaldun, percetakan uang adalah sebuah kantor
religius, dan karenanya tidak tunduk kepada aturan-aturan
temporal.
Bagi ibn Khaldun, harga adalah hasil dari hukum
permintaan dan penawaran kecuali harga emas dan perak,
yang merupakan standar moneter.
Menurut Ibn Khaldun, bila suatu barang langka dan
banyak diminta, maka harganya tinggi. Jika suatu barang
berlimpah, harganya rendah.
Menurut Ibn Khaldun, harga produk terdiri 3 unsur: gaji,
laba & pajak. Tiap unsur adalah imbal jasa bagi tiap
kelompok dalam masyarakat.
Bagi Ibn Khaldun, gaji = imbal jasa bagi produser,
laba = imbal jasa bagi pedagang, pajak = imbal jasa
bagi pegawai negeri & penguasa.
Ibn Khaldun membagi perekonomian ke dalam tiga
sektor: produksi, pertukaran, dan layanan masyarakat.
Menurut Ibn Khaldun, harga imbal jasa dari setiap
unsur (gaji, laba & pajak) ditentukan oleh hukum
permintaan dan penawaran.
Karena nilai suatu produk sama dengan jumlah tenaga
kerja yang dikandungnya, maka harga tenaga kerja
adalah basis harga suatu barang:
Menurut Ibn Khaldun, laba adalah selisih antara harga
jual dengan harga beli yang diperoleh oleh pedagang.
Laba bergantung pada hukum permintaan dan
penawaran, yang menentukan harga beli melalui
gaji dan menentukan harga jual melalui pasar.
Ibn Khaldun mendefinisikan dua fungsi utama dari
perdagangan, yang merupakan terjemahan waktu
dan tempat dari suatu produk.
Ibn Khaldun: pajak pun ditentukan oleh permintaan
dan penawaran produk yang menentukan
pendapatan penduduk dan kesiapannya untuk
membayar.
Ibn Khaldun: produksi ditentukan populasi.
Populasi ditentukan produksi. Tumbuhnya ekonomi
menentukan tumbuhnya populasi dan sebaliknya.
Menurut Ibn Khaldun, proses kumulatif produksi,
populasi, dan pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh
faktor sosiologis dan psikologis.
Menurut Ibn Khaldun: dengan pengeluarannya,
negara meningkatkan produksi, dan dengan pajaknya
negara membuat produksi menjadi lesu.
Ibn Khaldun juga menyatakan bahwa tanpa ketertiban
dan kestabilan politik, produsen tidak memiliki
insentif untuk berproduksi.
Ibn Khaldun juga menyatakan bahwa uang berasal
dari perekonomian dan harus kembali ke
perekonomian.
Ibn Khaldun menemukan banyak pemikiran-
pemikiran ekonomi yang mendasar beberapa abad
sebelum kelahirannya secara resmi.
Ibn Khaldun menemukan manfaat-manfaat dan
perlunya pembagian kerja sebelum Smith dan prinsip
nilai tenaga kerja sebelum Ricardo.
Ibn Khaldun menguraikan teori populasi sebelum
Malthus dan ia menandaskan peran negara dalam
perekonomian sebelum Keynes.
Akhirnya, Ibn Khaldun menggunakan konsep-konsep
ini untuk membangun suatu sistem yang dinamis dan
koheren.
Pemikir Ekonomi Islam Asy
Syatibi (W. 790 H/1388 M)
Asy-Syatibi bernama lengkap Abu Ishaq bin Musa bin
Muhammad al-Lakhmi al-Gharnati asy-Syatibi, dari suku
Arab Lakhmi, besar di Granada.
Asy-Syatibi mengemukakan konsep maqashid al-
syariah. Tujuan syariah menurut asy-Syatibi adalah
kemaslahatan umat manusia.
Asy-Syatibi menjelaskan bahwa syariah berurusan dengan
perlindungan mashalih, baik dengan cara yang positif,
maupun dengan cara preventif.
Menurut Asy-Syatibi, syariah melenyapkan unsur apa pun
yang yang secara aktual atau potensial merusak mashalih.
Menurut asy-Syatibi, kemaslahatan manusia bisa
terealisasi jika agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta
dapat diwujudkan dan dipelihara.
Asy-Syatibi mengakui hak milik individu. Namun
menolak kepemilikan individu terhadap sumber daya
yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Dalam pandangan asy-Syatibi, pemungutan pajak
harus dilihat dari sudut
pandang maslahah(kepentingan umum).
Pendapat Asy-Syatibi yang selaras dengan al-Ghazali
dan Ibnu al-Farra: pemeliharaan kepentingan umum
adalah tanggung jawab masyarakat.
Untuk kepentingan maslahah, pemerintah dapat
mengenakan pajak baru, sekalipun pajak tersebut
belum pernah dikenal dalam sejarah Islam.
Menurut Asy-Syatibi, aktivitas ekonomi produksi,
konsumsi, dan pertukaran merupakan kewajiban
agama untuk kebaikan dunia akhirat.
Menurut Asy-Syatibi, seluruh aktivitas ekonomi yang
mengandung kemaslahatan bagi umat manusia
disebut sebagai kebutuhan (needs).
Pemikir Ekonomi Islam Al Maqrizi
(845 H/1441 M)
Nama lengkap al-Maqrizi: Taqiyuddin Abu al-Abbas
Ahmad bin Ali bin Abdul Qadir al-Husaini. Ia lahir di
Kairo, pada 766 H (1364-1365 M).
Al-Maqrizi melakukan studi khusus tentang uang dan
kenaikan harga yang terjadi secara periodik dalam
keadaan kelaparan dan kekeringan.
Menurut Al-Maqrizi, penyebab utama inflasi:
penyebab alamiah (natural inflation) dan penyebab
kesalahan manusia (human-error inflation).
Penyebab inflasi dari sisi kesalahan manusia: korupsi
dan administrasi buruk, pajak berlebihan, serta
kenaikan pasokan mata uang fulus.
Al-Maqrizi menegaskan bahwa uang emas dan perak
merupakan satu-satunya mata uang yang dapat
dijadikan standar nilai sesuai syariah.
Menurut al-Maqrizi, fulus dapat diterima sebagai mata
uang jika dibatasi penggunaannya: hanya untuk
keperluan transaksi berskala kecil.
TOKOH LUAR NEGERI
Muhammad Nejatullah Siddiqi
Muhammad Abdul Mannan
Muhammad Umar Chapra
Khursyid Ahmad
Monzer Kahf
Metwaly (Mutawali)
TOKOH DALAM NEGERI
Ahmad Muflih Saifuddin
Muhammad Syafii Antonio
Adiwarman Azwar Karim
Iwan Triyuwono
Sofyan Safri Harahap
Munrokhim Misanam
Muhammad
Meneliti sejarah sama dengan membuka lembaran peta
kehidupan
Metodologi
1. Metode berarti cara, jalan,
petunjuk pelaksanaan, atau
petunjuk teknis.
2. Metodologi berarti ilmu (logi)
yang membahas tentang jalan
(science methods)
Penelitian
Penelitian berarti penyelidikan
yang seksama dan teliti
terhadap suatu masalah,
digunakan untuk mendukung
atau menolak suatu teori.
Sejarah
Sejarah (history, trkh) berarti masa lampau umat manusia.
Bagi Ibn Khaldun, sejarah tidak sekedar informasi-
informasi dan catatan-catatan kronologis. Tetapi, sejarah
adalah kritik terhadap fakta-fakta dan kajian terhadap
sebab-sebab kemunculannya. Maka diperlukan diskusi
dan pembahasan secara ilmiah.
Sejarah
1. Pembatasan menyangkut dimensi waktu (berdasarkan
kategori waktu tertentu)
2. Pembatasan menyangkut peristiwa (perilaku manusia)
3. Pembatasan menyangkut tempat (tempat tertentu)
4. Pembatasan menyangkut seleksi (keterkaitan dalam
dinamika sejarah)
Metode Penelitian Sejarah
Penyelidikan atas suatu masalah dengan
mengaplikasikan jalan pemecahannya dari
perspektif sejarah.
Seperangkat aturan atau prinsip sistematis
untuk mengumpulkan sumber-sumber
sejarah secara efektif, menilainya secara
kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil
yang dicapai dalam bentuk tertulis.
Metode Penelitian Sejarah
1. Metode sejarah yang digunakan tergantung dari sumber
sejarah yang digunakan (sumber tertulis, sumber material,
dan tradisi).
2. Pendekatan yang paling tepat untuk mendeskripsikan dan
menganalisis masa lalu adalah menggunakan metode
historis (history approach) dan tergolong dalam desain
penelitian kepustakaan.
Tahapan Penelitian Sejarah
1. Penentuan Topik Penelitian
2. Heuristik
3. Verifikasi
4. Aufassung (Intepretasi)
5. Darstellung (Historiografi)
1. Penentuan Topik Penelitian
Topik penelitian adalah masalah atau objek yang harus
dipecahkan atau diatasi melalui penelitian ilmiah.
Topik diabstraksikan dengan judul yang terdiri dari:
Masalah atau objek penelitian
Subjek sejarah
Lokasi atau daerah
Waktu terjadinya peristiwa sejarah
Misalnya, Baitu Mal di Madinah Masa Kepemimpinan Rasulullah Saw
2. Heuristik
Heuristik berasal dari kata Yunani heurishein, artinya
memperoleh. Heuristik merupakan suatu ketrampilan dalam
menemukan, menangani, dan memperinci bibliografi atau
mengklasifikasikan dan merawat catatan-catatan.
Sejarawan harus mencari sumber primer yaitu sumber yang
disampaikan oleh saksi mata.
Dokumen asli yaitu arsip-arsip asli.
Wawancara dengan saksi mata.
3. Verifikasi
Verifikasi adalah kritik untuk memperoleh keabsahan
sumber data penelitian sejarah, meliputi:
Keaslian sumber (otentitas): kapan sumber dibuat? Di mana
sumber dibuat? Siapa yang membuat? Dari bahan apa sumber
dibuat? Apakah sumber itu dalam bentuk asli?
Kesahihan sumber (kredibilitas): Apakah nilai bukti ada di
dalam sumber? Apakah sumber memberikan kebenaran
informasi?
4. Teknik Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran sejarah disebut juga dengan
analisis sejarah.
Analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas
sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber
sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah
fakta tersebut ke dalam interpretasi yang menyeluruh.
Teknik interpretasi dapat menggunakan analisis dan
sintesis.
Interprestasi sejarah dilakukan dengan mengerti tentang
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa.
Selain itu, interprestasi dapat dilakukan dengan cara
membandingkan data.
Teknik Interpretasi Sejarah
Observer

Interpretation
Actor (s) of Situation Action Intended

Unintended
Counsequences

Observer : peneliti
Aktor : tokoh yang diteliti
Situation : keadaan sekitar actor
Action : perilaku atau kegiatan actor dan sekitarnya
Intended : hasil sesuai dengan yang diharapkan
Unintended : hasil tidak sesuai dengan yang diharapkan
Skema teknik interprestasi di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Peneliti (observer) dapat melakukan interprestasi langsung
terhadap masing-masing objek interprestasi secara terpisah.
Dengan kata lain, peneliti dapat menginterprestasikan
peristiwa (action) tanpa harus meninjau siapa pelaku peristiwa
tersebut, begitu juga sebaliknya.
1. Peneliti dapat melakukan interprestasi secara berantai dari dari
objek ke objek. Pada skema di atas ditunjukkan bahwa peneliti
disarankan mengawali interprestasi dengan objek pelaku
(subjek). Kemudian dilanjutkan dengan mendiskripsikan dan
menganalisis situasi (situation) lalu dilanjutkan pada
interprestasi peristiwa atau kejadian (action). Setelah proses
interprestasi tersebut dilakukan dengan benar, maka peneliti
akan mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan
(intended). Seandainya peneliti tidak mendapatkan hasil yang
optimal atau tidak sesuai dengan tujuan (unintended), maka
interprestasi dapat diulangi langsung dari situasi.
Teknik Interpretasi Sejarah
1. Analisis sejarah yaitu data sejarah yang sudah ada diurai
dengan rinci. Lebih dikenal sebagai proses deduktif yaitu
pembahasan dari hal yang bersifat umum menuju
pembahasan yang bersifat khusus.
2. Sintesis sejarah yaitu mengumpulkan beberapa data
sejarah dan menjadikannya dalam kategori tertentu. Lebih
akrab dengan sebutan proses induktif yaitu pembahasan
dari hal-hal yang bersifat khusus dan bertemu pada satu
titik yang bersifat umum.
5. Historiografi
Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan, atau
pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.
Syarat umum historigrafi diantaranya:
Sesuai dengan standar baku penulisan laporan penelitian.
Terpenuhinya kesatuan sejarah (kronologis).
Menjelaskan dengan argumentasi meliputi bukti-bukti sejarah
dan detail fakta yang akurat.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah.
Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: PT. Tiara
Kencana.
Renier, G.J. 1987. Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah. Terj. Muin
Umar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soedjatmoko, dkk, ed. 1995. Historiografi Indonesia Sebuah
Pengantar. Terj. Mien Djubhar. Jakarta: PT. Gramedia.
Usman, Hasan. 1986. Metode Penelitian Sejarah. Terj. Muin
Umar, dkk. Jakarta: Departemen Agama.

Anda mungkin juga menyukai