Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

FRAKTUR BASIS CRANII

OLEH :
Meutia Putri
090610017
Preseptor: dr. Basli Muhammad, Sp.S
BAB 1
PENDAHULUAN
Cedera kepala adalah ruda paksa tumpul/ tajam pada
kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral
sementara. Trauma berpotensi menyebabkan fraktur tulang
tengkorang, perdarahan di ruang sekitar otak, memar pada
jaringan otak, atau kerusakan hubungan antar nervus pada
otak.
Fraktur basis cranii/ Basilar Skull Fracture
(BSF) merupakan fraktur akibat benturan langsung pada
daerah-daerah dasar tulang tengkorak. Penegakan diagnosis
fraktur basis cranii, diawali dengan pemeriksaan neurologis
lengkap, analisis laboratorium dasar, serta diagnostik
untuk fraktur dengan pemeriksaan radiologik. Penanganan
korban dengan cedera kepala diawali dengan memastikan
bahwa airway, breathing, circulation bebas dan aman.
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Desa Simpang Paya, Kecamatan Nibong
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Suku : Aceh
Tanggal masuk : 28 Juli 2013, 1300 wib
Tanggal pemeriksaan : 29 Juli 2013
2.2 Anamnesis
a. Keluhan utama :
Pasien mengalami penurunan kesadaran setelah
kecelakaan disertai keluar darah dari telinga kanan.
b. Riwayat penyakit sekarang :
Os dibawa ke RSUCM setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas 2 jam sebelumnya. Os tiba
dengan keadaan penurunan kesadaran > 10 menit,
mual (+), muntah (+), dan keluar darah dari telinga
kanan. Selain itu, dijumpai luka robek pada kepala
mulai dari dahi hingga bagian atas kepala kurang
lebih sepanjang 15 cm.
c. Riwayat penyakit dahulu :Diabetes melitus
(-), Hipertensi (-)
d. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada
e. Riwayat penggunaan obat : Tidak ada
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : somnolen
Tanda vital : - TD : 110/70 mmHg
HR : 76 x/menit, reguler
RR : 18 x/menit
Suhu : 35,9 °C
Status Internus
▫ Kulit
• Warna : Sawo matang
• Turgor : Cepat kembali
• Sianosis : (-)
• Ikterus : (-)
• Edema : (-)
▫ Kepala
• Rambut : Hitam, sukar dicabut
• Wajah : Simetris, deformitas (-)
• Mata : Konjungtiva pucat (-/-), pupil isokor
2mm/2mm, reflek cahaya langsung (+/+),
reflek cahaya tidak langsung (+/+)
• Telinga : Sekret (-/-), otorrhea (+/-)
• Hidung : Sekret (-/-), rhinorhea (-/-)
• Mulut : Bibir pucat (+), sianosis (-)
-Leher
• Inspeksi : Simetris
• Palpasi : Pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi intercostal (-)
Palpasi : Stem fremitus normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronkhi -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V line parasternal sinistra
Perkusi : Redup
Auskultasi : BJ I > BJ II, bising jantung (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), massa (-)
Palpasi : Soepel (+), hepar, ginjal dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik usus normal

Genitalia : Tidak diperiksa


Ekstremitas
Superior : Sianosis (-/-), edema (-/-), fraktur (-/-)
Inferior : Sianosis (-/-), edema (-/-), fraktur (-/-)
Status Neurologis
GCS : E3 V4 M5
 Pupil : isokor (2mm/ 2mm)
 Reflek cahaya langsung : (+/+)
 Reflek cahaya tidak langsung : (+/+)
 Tanda rangsang meningeal
 Kaku kuduk : −
 Lasegue : −
 Kernig : −
 Brudzinsky I : −
 Brudzinsky II : −
 Tanda peningkatan TIK : +
Nervus Kranialis
• NI : Normal/ normal
• N II : Penglihatan normal, pengenalan warna
normal, lapang pandang tidak menyempit
• N III : Ptosis (-), pupil isokor 2mm/2mm, reflek
cahaya langsung (+/+), reflek cahaya tidak
langsung (+/+), pergerakan bola mata normal
• N IV : Gerak mata lateral bawah (+/+), strabismus (-
/-), diplopia (-/-)
• NV : Membuka mulut (+) menggerakkan rahang (+)
• N VI : Gerak mata lateral (+/+), strabismus (-/-),
diplopia (-/-)
• N VII : Menutup mata (+/+), mengerutkan dahi dan alis
(+/+), menggembungkan pipi (+/+)
• N VIII : Pendengaran telinga (+/+), nistagmus (-)
• NIX-X : Uvula normal, reflek muntah (+)
• N XII : Simetris, Disartria (-)
Ekstremitas
Kekuatan otot : 4444 4444
4444 4444
Rigiditas : _ _
_ _
Tonus : Normal
Sensibilitas : Sensasi Nyeri/ Raba + +
+ +
Reflek Fisiologis
 Reflek Biceps : +/+
 Reflek Tricep : +/+
 Reflek Patella : +/+
 Reflek Achilles : +/+

Reflek Patologis
 Reflek Babinski : -/-
 Reflek Openheim :-/-
 Reflek Chaddock :-/-
 Reflek Gordon : -/-

Fungsi Otonom
• Miksi : Normal
• Defekasi : Normal

Pemeriksaan Khusus
• Hallo sign (+)
• Test TOAG : 56 (impaired)
Resume
Ny. M datang dengan keadaan penurunan
kesadaran > 10 menit, mual (+), muntah (+), keluar darah
dari telinga kanan, serta dijumpai vulnus laceratum a/r
fronto-parietalis ± 15 cm. Dari pemeriksaan khusus
didapatkan TOAG skor 56 (impaired) dan hallo sign (+).

Diagnosa
 Diagnosa klinis: penurunan kesadaran, otorrhea dextra,
vulnus laceratum a/r fronto-parietalis
 Diagnosa etiologis : trauma langsung pada dasar
tulang tengkorak
 Diagnosa topis : cedera kepala sedang, vulnus
laceratum a/r fronto-parietalis, susp. fraktur
basis cranii fossa media
 Diagnosa patologis: fraktur petrous os temporal
Rencana Pemeriksaan
 Darah rutin
 Schedel AP/ Lat
 CT-scan

Terapi
IVFD Ringer Laktat 20 gtt/menit
Inj. Cefotaxime 1g/ 12 jam
Inj. Ranitidine 50mg/ 8 jam
Inj. Ondancetron 10mg/ 12 jam
Inj. Kalnex 250mg/ 8 jam
Inj. Ketorolac 3% 30 mg/ 8 jam
Inj. Citicoline 500mg/ 12 jam
Inj. ATS 1500 IU

Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sonactionam : Dubia ad bonam
2.4 Follow Up
Hari/
Subjektif Objektif Analisis Perencanaan
Tanggal
Senin, 29 Juli Sakit kepala (+) KU : tampak sakit
2013 - Mual (-) sedang Cedera kepala - IVFD RL 20gtt/menit
- Muntah (+) Kes : apatis sedang + vulnus - Inj. Cefotaxime 1gr/ 12 jam
- Nyeri leher (+) GCS: 14 laceratum - Inj. Ondancetron 10 mg/ 12 jam
- BAK (+) TD:100/70 mmHg - Inj. Citicoline 500 mg/ 12 jam
- BAB (-) HR: 72x/i - Inj. Ranitidine 50 mg/ 8 jam
RR: 20x/i - Inj. Kalnex 250 mg/ 8 jam
Temp: 36,5 ºC - Inj. Ketorolac 3% 30 mg/ 8 jam
Battle sign dextra (+) R/ oral (+)
TOAG : 56 Vitamin C 3x1

Selasa, 30 - Sakit kepala (+) KU: tampak sakit sedang Contusio cerebri + - IVFD RL 20gtt/menit
Juli 2013 - Mual (-) Kes: CM vulnus laceratum - Inj. Cefotaxime 1gr/ 12 jam
- Muntah (-) GCS: 15 - Inj. Citicoline 500 mg/ 12 jam
- Nyeri leher (+) TD:100/70 mmHg - Inj. Ranitidine 50 mg/ 8 jam
- BAK (+) HR: 68x/i - Inj. Kalnex 250 mg/ 8 jam
- BAB (-) RR: 20x/i - Inj. Ketorolac 3% 30 mg/ 8 jam
Temp : 36,8 ºC R/ oral (+)
Battle sign dextra (+) Vitamin C 3x1
Kaku kuduk (+) Diazepam
TOAG : 67
Rabu, 31 Juli - Sakit kepala (+) KU: baik Contusio - IVFD RL 20gtt/menit
2013 - Mual (-) Kes: CM cerebri + - Inj. Cefotaxime 1gr/ 12
- Muntah (-) GCS : 15 vulnus jam
- Nyeri leher (+) TD:100/70 mmHg laceratum - Inj. Citicoline 500 mg/ 12
- BAK (+) HR: 68x/i jam
- BAB (+) RR: 20x/i - Inj. Ranitidine 50 mg/ 8
Temp: 36,8 ºC jam
Battle sign dextra (+) - Inj. Kalnex 250 mg/ 8 jam
Kaku kuduk (+) - Inj. Ketorolac 3% 30 mg/
TOAG : 78 8 jam
R/ oral (+)
Betahistine 3x1
RO Schedel AP/Lat

Kamis, 1 - Sakit kepala (+) KU: baik Contusio - IVFD RL 20gtt/menit


Agust. 2013 - Sakit pinggang (+) Kes: CM cerebri + - IVFD manitol loading 250
- Mual (-) GCS : 15 vulnus cc selanjutnya 125 cc/ 8
- Muntah (-) TD: 110/60 mmHg laceratum + jam
- Nyeri leher (+) HR: 72 x/i fraktur os - Inj. Cefotaxime 1gr/ 12
- BAK (+) RR : 18x/ i temporal jam
- BAB (+) Temp : 36,2 ° C - Inj. Citicoline 500 mg/ 12
Battle sign dextra (+) jam
Kaku kuduk (+) - Inj. Ranitidine 50 mg/ 8
jam
- Inj. Kalnex 250 mg/ 8 jam
- Inj. Ketorolac 3% 30 mg/
8 jam
R/ oral (+)
Betahistine 3x1
Jum’at, 2 - Sakit kepala (+) KU: baik Contusio cerebri - IVFD RL 20gtt/menit
Agust. 2013 - Sakit pinggang (+) Kes: CM + vulnus - IVFD manitol 125 cc/ 8 jam
- Nyeri leher (-) GCS : 15 laceratum + - Inj. Cefotaxime 1gr/ 12 jam
- BAK (+) TD: 120/80 mmHg fraktur os - Inj. Citicoline 500 mg/ 12
- BAB (-) HR : 68x/i temporal jam
RR : 16 x/i - Inj. Ranitidine 50 mg/ 8 jam
Temp : 35,7 °C - Inj. Kalnex 250 mg/ 8 jam
- Inj. Ketorolac 3% 30 mg/ 8
jam
R/ oral (+)
Betahistine 6 mg 3x1

Sabtu, 3 Kaku kuduk (-) KU: baik Contusion cerebri IVFD RL 20gtt/menit
Agust. 2013 Nyeri kepala (+) Kes: CM + vulnus Inj. Cefotaxime 1gr/ 12 jam
Nyeri pinggang berkurang GCS : 15 laceratum + Inj. Citicoline 500 mg/ 12 jam
TD: 120/70 mmHg fraktur os Inj. Ranitidine 50 mg/ 8 jam
HR : 68x/i temporal Inj. Kalnex 250 mg/ 8 jam
RR : 20x/i Inj. Ketorolac 3%/ 8 jam
Temp : 36,3 °C R/ oral (+)
Betahistine 6 mg 3x1
Kutoin 100 mg 3x1

 PAPS 20.00 WIB


BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Basis Cranii
3.2 Pengertian Fraktur Basis Cranii/ Basilar Skull
Fracture (BSF)
Fraktur basis cranii merupakan fraktur akibat
benturan langsung pada daerah daerah dasar tulang
tengkorak (oksipital, mastoid, supraorbita); transmisi
energi yang berasal dari benturan pada wajah atau
mandibula; atau efek ‘remote’ dari benturan pada
kepala (‘gelombang tekanan’ yang dipropagasi dari
titik benturan atau perubahan bentuk tengkorak).
Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada
durameter.
Fraktur basis cranii dibagi berdasarkan letak
anatomis, yaitu fraktur fossa anterior, fraktur fossa
media, dan fraktur fossa posterior.
3.3 Mekanisme Fraktur Basis Cranii/ Basilar Skull
Fracture (BSF)
Trauma dapat menyebabkan fraktur tulang tengorak
diklasifikasikan menjadi:
 Fraktur sederhana
 Fraktur depresi.
 Fraktur campuran

Fraktur tulang tengkorak dapat dikelompokkan menjadi 3


jenis(6):
• Complete fracture (fraktur lengkap), patah pada seluruh garis
tengah tulang, luas, dan melintang. Biasanya disertai dengan
perpindahan posisi tulang.
• Closed fracture (fraktur simple), tidak menyebabkan
robeknya kulit, integritas kulit masih utuh.
• Open fracture, merupakan fraktur dengan luka pada kulit
(integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai
menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke patahan
tulang.
3.4 Jenis Fraktur Basis Cranii
 Fraktur Temporal
 Fraktur Condylar Occipital
 Fraktur Clivus

3.5 Manifestasi Klinis


 otorrhea dan memar pada mastoids (battle sign)
 rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes)
 Luka yang signifikan pada kulit kepala atau tulang tengkorak.
 Kehilangan kesadaran dan Glasgow Coma Scale dapat
bervariasi
 terganggunya tulang pendengaran dan ketulian konduktif
yang lebih besar dari 30 dB yang berlangsung lebih dari
6-7 minggu.
 Facial palsy, nystagmus, dan facial numbness adalah
akibat sekunder dari keterlibatan nervus cranialis V, VI,
VII
3.6 Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Laboratorium
• Radiografi rontgen
• CT scan
• MRI

3.7 Penegakan Diagnosa


Diagnosa cedera kepala dibuat melalui suatu
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan diagnostik.
▫ Keluar cairan jernih (CSF) dari hidung
▫ Keluar darah atau cairan jernih dari telinga
▫ Adanya luka memar di sekeliling mata tanpa adanya
trauma pada mata (racoon eyes)
▫ Adanya luka memar di belakang telinga (Battle’s sign)
▫ Adanya ketulian unilateral yang baru terjadi
▫ Luka yang signifikan pada kulit kepala atau tulang
tengkorak.
3.8 Diagnosa Banding

Echimosis periorbita (racoon eyes) dapat disebabkan


oleh trauma langsung seperti kontusio fasial atau
blow-out fracture dimana terjadi fraktur pada tulang-
tulang yang membentuk dasar orbita (arcus os
zygomaticus, fraktur Le Fort tipe II atau III, dan
fraktur dinding medial atau sekeliling orbital).
Rhinorrhea dan otorrhea selain akibat fraktur basis
cranii juga bisa diakibatkan oleh kelainan congenital,
ablasi tumor atau hidrosefalus, penyakit-penyakit
kronis atau infeksi, dan tindakan bedah.
3.9 Penatalaksanaan
Penanganan korban dengan cedera kepala diawali dengan memastikan:
• Airway
• Breathing
• Circulation
• Dysfunction of CNS
• Exposure

Penatalaksanaan konservatif meliputi:


a. Bedrest total
b. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
c. Pemberian obat-obatan
• Dexamethason/ kalmethason sebagai pengobatan anti-edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma
• Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) mengurangi
vasodilatasi.
• Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol
20%, atau glukosa 40%, atau gliserol 10%.
• Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
d. Makanan atau cairan.
3.10 Komplikasi Fraktur Basis Cranii
 paralisis otot-otot fasialis dan rantai tulang –
tulang pendengaran apabila farktur basis crania
disertai dengan rhinorrhea.

3.11 Prognosis
Walaupun fraktur pada cranium memiliki potensi
resiko tinggi untuk cedera nervus cranialis, pembuluh
darah dan cedera langsung pada otak, sebagian besar
jenis fraktur adalah jenis fraktur linear pada anak –
anak dan tidak disertai dengan hematom epidural.
BAB 4
KESIMPULAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan
interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Salah satu contohnya adalah fraktur basis
cranii.
Fraktur basis cranii dibagi berdasarkan letak anatomis,
yaitu fraktur fossa anterior, fraktur fossa media, dan fraktur
fossa posterior.
Bila terjadi fraktur daerah basis ditandai dengan Bloody
otorrhea, Bloody rhinorrhea, Liquorrhea, Brill Hematom,
Batle’s sign, Lesi nervus cranialis yang paling sering N I, NVII
dan NVIII. Diagnose fraktur basis cranii secara klinis lebih
bermakna dibandingkan dengan diagnose secara radiologis.
Penanganan cedera kepala tetap memperhatikan ABC.

Anda mungkin juga menyukai