Divisi Gastroentero-Hepatologi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran USU – RS H A Malik
MEDAN
Pendahuluan
SH penyakit hati menahun ditandai dng proses
peradangan, nekrosis hati, usaha regenerasi dan
penambahan jaringan ikat difus terbentuk nodul
yang mengganggu fungsi dan susunan lobulus hati.
Indonesia :
– Pria > wanita : 2-4,5 : 1
– Tarigan (Medan) : 72,7% dari penyakit hati( 5% )
– Hadi ( Bandung) : 5,2%
– Julius (Padang) : 9,9%.
2
Skor Child-Turcotte-Pugh (CTP).
Metode konvensional menilai prognosis pasien sirosis
hati
Awalnya menentukan resiko perioperatif pasien
yang sedang menjalani operasi pemintasan (shunt)
hipertensi portal
Mencakup lima elemen, diberi nilai 1-3 untuk tiap
elemen rentang skor : 5-15 (tabel 1)
Pasien ditempatkan pada salah satu klas A, B, dan C
Tiga kelemahan skor CTP :
kebanyakan kelas C mengurangi kesempatan melakukan
pembedaan lebih lanjut di antara pasien
asites dan ensefalopati, bersifat subjektif dan dapat
dimodifikasi dengan terapi
tidak dapat menghitung suatu periode survival yang
diharapkan
3
Tabel 1
Klasifikasi skor CTP Pasien SH
Faktor A B C
Bilirubin serum mol < 34 (<2,0) 34-51 (2,0-3,0) > 51 (> 3,0)
/ L (mg/dl)
Albumin serum g/L > 35 ( >3,5) 30-35 (3,0-3,5) < 30 (< 3,0)
(g/dL )
Asites Tidak ada Mudah dikontrol Sulit dikontrol
Gangguan Tidak ada Minimal Koma lanjut
neurologis
Waktu protrombin 0-4 4-6 >6
(second prolong, )
< 1,7 1.7-2.3 > 2.3
(INR)
Catatan: Skor CTP dihitung dengan menambahkan skor dari ke 5 faktor dan berkisar dari 5-
15. CTP klas A (skor 5-6), B (7-9) atau C ( 10 ke atas). Secara umum ‘ dekompensasi’
memperlihatkan sirosis dengan skor > 7 (CTP klas B) dan level ini diterima sebagai kriteria
untuk didaftar sebagai kandidat transplantasi hati.
4
Dikutip dari kepustakaan 25
Model for End-stage Liver Disease
(MELD)
Awal tahun 80-an, transplantasi hati prosedur yang
menjanjikan di Amerika Serikat butuh sistem
alokasi organ yang lebih formal.
8
Jeong EM dkk (2003):
– Skor MELD indeks keparahan penyakit hati
stadium akhir,
– Penambahan komplikasi (hipertensi portal) tidak
mempengaruhi perbaikan akurasi skor MELD
• Kremer WK dkk (2004):
– Skor MELD berguna menentukan prioritas pasien
akan transplantasi hati akibat gagal hati fulminan
• Adnan Said dkk (2004):
– Skor MELD : skor prognostik mortalitas yang valid
populasi penderita penyakit liver kronis untuk jangka
menengah meskipun ekivalen dng skor CTP
9
• Jolanta Sumskiene dkk (2005):
– Peningkatan skor CTP dan MELD berkorelasi positif
langsung dengan peningkatan kematian.
– Skor MELD dapat menjadi alat prediksi resiko
kematian dan menilai keparahan SH
10
• Swee H Teh dkk (2005):
– Skor MELD : prediktor kuat mortalitas perioperatip dan
survival jangka panjang pasien SH yang sedang menjalani
reseksi hati.
– Nilai skor MELD yang direkomendasikan untuk reseksi hati
akibat KHS : < 8 ; skor MELD > 9 dapat dipertimbangkan
metode terapi lain
11
Penelitian Yang Tidak Mendukung MELD
• Lee DH dkk (2003) :
– Skor MELD tidak menggambarkan keparahan pasien
KHS atau gangguan metabolisme.
– Hanya sedikit alasan untuk menggantikan skor CTP
dengan skor MELD.
• Daniel B Brown dkk (2004):
– Skor CTP berkorelasi lebih baik dibanding skor MELD
dalam hal survival secara keseluruhan pasien yang
menjalani kemoembolisasi atas indikasi KHS
• George V Papatheodoridis dkk (2005) :
– Skor MELD dapat meng-underestimasi keparahan
penyakit SH dekompensata dan adanya komplikasi
predominan hipertensi portal
12
2. Perumusan Masalah:
Apakah skor MELD lebih baik dibanding skor CTP
sebagai pertanda prognostik dan keparahan penyakit hati
pada pasien SH
3. Hipotesa
Skor MELD lebih baik dibanding skor CTP sebagai
pertanda prognostik dan keparahan penyakit hati pada
pasien SH.
4. Tujuan Penelitian
Membuktikan bahwa Skor MELD lebih baik dibanding
skor CTP sebagai pertanda prognostik dan keparahan
penyakit hati pada pasien SH
13
5. Manfaat Penelitian
14
TINJAUAN PUSTAKA
15
Skor MELD
Tabel 2
Tabel Perbandingan Original MELD dan
OPTN/UNOS
16
Tabel 3
Status Pendaftaran Pasien Transplantasi Hati Sesuai Dengan
Nilai Skor MELD dan CTP menurut UNOS
Tabel 4
Laju Kematian Setelah 3 Bulan Berdasarkan skor MELD dan CTP
Skor MELD 9 10 sd 19 20 sd 29 30 sd 39 40
Laju kematian 4 (6/148) 27 (28/103) 76 (16/21) 83 (5/6) 100 (4/4)
setelah 3 bulan
Skor CTP A B C
Laju kematian 4 (3/77) 14 (13/93) 51 (35/69)
setelah 3 bulan
18
Tabel 5
Nilai Rata-rata (Mean) dan Pertengahan (Median) skor MELD
Berdasarkan nilai laboratorium dan RRB
20
Waktu Protrombin
• Sel hati berfungsi antara lain sintesis kebanyakan
protein serum yang esensial (albumin, protein
pembawa, faktor pembekuan, hormon dan faktor
pertumbuhan)
• Bilirubin serum → ukuran konjugasi dan ekskresi hati,
dan waktu protrombin → ukuran sintesis hati
• PT → menghitung waktu pembekuan plasma setelah
dilakukan penambahan faktor jaringan (tissue factor)
dan fosfolipid; dan dipengaruhi oleh aktifitas faktor X,
VII, V, II (protrombin) dan I (fibrinogen).
→ Semua faktor ini diproduksi oleh liver
• Pada hepatitis kronis, tipikal PT adalah dalam batas
normal, tetapi akan meningkat seiring progresifitas ke
arah sirosis.
21
Kreatinin
• Penyakit hati tahap akhir, perdarahan, infeksi,
dan diuretik dosis tinggi dapat menyebabkan
gangguan fungsi ginjal.
• Gangguan fungsi ginjal pasien SH klasifikasi
CTP yang tinggi → mempengaruhi survival
• Angermayr dkk : kadar kreatinin → petanda
prognostik bahkan pada pasien dengan fungsi
sintesa hati yang masih bagus dan fungsi ginjal
yang normal.
• Implantasi TIPS akan membawa perbaikan pada
fungsi ginjal dan mengurangi atau meresolusi
asites. Disamping memiliki manfaat dalam
implantasi TIPS kadar kreatinin juga menjadi
faktor prediksi kematian setelah dilakukannya
implantasi TIPS.
22
Sindroma Hepatorenal
23
Tabel 6
Kriteria Diagnostik Sindroma Hepatorenal
Kriteria Mayor :
1. Penurunan laju filtrasi glomerulus ( kreatinin serum > 1,5 mg/dl atau
klirens kreatinin < 40 ml/min
2. Tidak dijumpai adanya syok, sepsis, kehilangan cairan, obat yang
bersifat nefrotoksis
3. Tidak dijumpai perubahan yang menetap (kreatinin serum ≤ 1,5 mg/dl
atau klirens kreatinin ≥ 40 ml/min) setelah terapi diuretik dihentikan
dan penambahan volume plasma dengan plasma expander sebanyak
1,5 liter.
4. Proteinuria < 500 mg/hari, tidak dijumpainya obstruksi saluran ginjal
atau penyakit ginjal.
Kriteria tambahan: (tidak bermanfaat dalam diagnosis)
1. Volume urin < 500 ml/hari
2. Natrium urin < 10 mmol/hari
3. Osmolalitas urine > osmolalitas plasma
4. Eritrosit urin < 50/ lpb
5. Natrium serum < 130 mmol/L
24
BAHAN DAN CARA
Desain Penelitian
Studi potong lintang
Waktu dan Tempat Penelitian
Januari 2006 s/d Maret 2006
Populasi Terjangkau
Penderita SH yang rawat jalan ataupun rawat inap; dilakukan
pemeriksaan klinis, laboratorium rutin, kadar bilirubin, kadar kreatinin,
masa protrombin yang dinyatakan dengan INR, SPE, dan USG
25
Kriteria Yang Dikeluarkan
Pasien dengan sindroma hepatorenal, penyakit ginjal
organik / kronis, skor CTP klas A
Besar Sampel
Sampel tunggal, estimasi proporsi populasi dengan
ketepatan absolut.
Z2 PQ
Rumus yang digunakan
d2
(0,05)2
Analisa Data
– Untuk melihat perbandingan skor MELD
terhadap skor CTP digunakan uji diagnostik
dengan tabel 2x2 untuk melihat spesifisitas
dan sensitifitasnya.
– Analisa data dilakukan dengan menggunakan
program SPSS 11.5
27
Prosedur Penelitian
30
Jadwal Penelitian
N URAIAN Peb Mrt Apr Mei Juni Juli Agt Sept
o 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006
1 Persiapan X X
2 Seminar X
proposal
3 Pengumpulan X X X
Data
4 Analisa Data X
5 Penulisan X
laporan
6 Seminar hasil X
31
PERSONALIA
1. Peneliti : Dr. Bernard A S Dakhi
Nip : 140 337 579
Pangkat/Gol : Penata Muda Tk I / III b
SUMBER DANA
– Peneliti sendiri
– Askes
32
33
Pasien
kriteria inklusi
CTP C CTP B
Parah Tidak Parah
A C B D
34
CTP
Parah Tidak
parah
Parah A B
MELD Tidak C D
Parah
• Sensitivitas : A/(A+C)
• Spesifisitas : D/(B+D)
• Nilai prediksi positif : A/(A+B)
• Nilai prediksi negatif : D/(B+D)
• Positive likelihood ratio : sensitivity / (1-specificity)
• Negative likelihood ratio : (1-sensitivity) / specificity
35
Baku Emas
• Baku emas: standar pembuktian ada atau tidaknya
penyakit pada pasien, dan merupakan sarana
diagnostik terbaik yang ada (meskipun bukan yang
termurah dan termudah)
• Dalam praktek hanya sedikit baku emas yang ideal,
dan tidak jarang kita memakai uji diagnostik yang
terbaik yang ada.
• Baku emas dapat berupa uji diagnostik lain, biopsi,
operasi, pemanatauan jangka panjang thd pasien,
atau baku lain yang dianggap benar.
37
Kepustakaan 7
38
Changes Ahead for Liver-Transplant Priority List - But Not
Everyone Is On Board With Proposed New System