Anda di halaman 1dari 53

Direktorat Pembinaan SMP

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah


DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TAHUN 2015
PENDAHULUAN

Standar Kompetensi Lulusan

Standar Penilaian Pendidikan

STANDAR PENGELOLAAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN, PEMDA,


DAN PEMERINTAH
• DIKDASMEN :
menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan

Prasarana
Pendidik

Sarana &
Proses
dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
ISI
akuntabilitas
• DIKTI :
menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang
diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku
memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian

Standar Pendanaan dan Pengelolaan

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN


TUJUAN KEGIATAN
Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS);
2. Menjelaskan Asumsi dan Tujuan MBS;
3. Menjelaskan perubahan yang perlu dilakukan untuk
menuju MBS;
4. Menjelaskan permasalahan implementasi MBS;
5. Mengidentifikasi indikator-indikator pelaksanaan MBS
yang baik di sekolah masing-masing; dan
6. Merancang tahapan pelaksanaan MBS di sekolah
masing-masing.
CAKUPAN MATERI

Materi sesi ini mencakup:


1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS);
2. Asumsi dan Tujuan MBS;
3. Perubahan yang perlu dilakukan untuk
menuju MBS;
4. Permasalahan dalam implementasi MBS;
5. Indikator pelaksanaan MBS yang baik; dan
6. Tahapan pelaksanaan MBS.
AKTIVITAS PENDAMPINGAN
Untuk mencapai tujuan-tujuan sesi ini, peserta akan:
1. Mendengarkan ceramah dan mencatat butir-butir penting
tentang manajemen berbasis sekolah;
2. Mengajukan pertanyaan untuk memperoleh kejelasan/
informasi lebih lanjut, mengklarifikasi pemahaman, dan
mengajukan pendapat terkait manajemen berbasis
sekolah;
3. Melakukan identifikasi perubahan yang diperlukan di
sekolah masing-masing untuk menuju MBS yang baik; dan
4. Menyusun rancangan tahapan pelaksanaan MBS di
sekolah masing-masing.
Prinsip-prinsip MBS
1. MBS adalah model pengelolaan sekolah berdasarkan
kekhasan, kebolehan, kemampuan dan kebutuhan sekolah.
Dengan batasan seperti ini, maka MBS menjamin adanya
keberagaman dalam pengelolaan sekolah, tetapi harus tetap
dalam koridor kebijakan pendidikan nasional.
2. Tidak ada lagi penekanan pada keseragaman dan dijamin
adanya keberagaman.
3. Dalam MBS, sekolah memiliki kewenangan dan tanggung-
jawab yg lebih besar dalam menyelenggarakan urusan-urusan
sekolah (pengambilan keputusan, kebijakan, perencanaan,
program, pengelolaan sumberdaya, dsb.) akan tetapi harus
tetap dalam koridor kebijakan pendidikan nasional (pusat).
4. MBS harus memfasilitasi/mendukung proses
belajar mengajar yang memberdayakan siswa,
dengan model-model sebagai berikut: SAINTIFIK,
PAKEM, CTL, pembelajaran tuntas, pembelajaran
dengan melakukan, pembelajaran secara
kooperatif, dan pembelajaran berbasis
pengalaman.

5. MBS harus mampu menggerakkan warga sekolah


dan masyarakat sekitar agar mendukung dan
memberi kontribusi, baik dalam bentuk dana,
pemikiran, moral, material, tenaga, dsb.
Asumsi Perlunya MBS
 Pembaruan yang direncanakan dan di-
implementasikan secara terpusat sering tidak mampu
memperbaiki inti kegiatan sekolah yaitu proses belajar
mengajar;

 Sekolah membutuhkan dukungan sumberdaya


pendidikan yang ajeg dan konsisten, tetapi pemerintah
pusat, propinsi dan kabupaten tidak mampu
memenuhinya;

 Setiap sekolah memiliki kekhasan, keunikan,


kebolehan, kemampuan dan kebutuhan yang berbeda
antara satu sekolah dengan sekolah lainnya;
 Sekolah bukan sekedar subordinasi/
pelaksana program-program dari atas
(pusat), akan tetapi mereka merupakan
garda terdepan yang harus diberdayakan
dalam pengambilan keputusan, dan
pengelolaan secara mandiri;

 Sekolah paling tahu permasalahan dan


kebutuhannya sendiri;

 Pengambilan keputusan oleh sekolah akan


lebih sesuai dengan kepentingan sekolah.
Tujuan MBS
 Penerapan MBS ditujukan untuk
meningkatkan kinerja sekolah yang
dilaksanakan dengan prinsip-prinsip
MBS yang baik
 Kinerja sekolah yang dimaksud meliputi
kualitas, efektifitas, produktivitas,
efisiensi, inovasi dan kecukupan
pendanaan sekolah
MBS MENUNTUT
PERUBAHAN DALAM:

 Sistem / Struktur
 Kultur / Kebiasaan
 Figur
 Hubungan
 Peran
Perubahan menuju MBS memakan
PERUBAHAN MENUJU MPMBS

waktu, karena setidaknya 2 alasan :


1. Sekolah - sekolah di Indonesia sangat
beragam kondisinya (misalnya: sekolah di
Jawa dan di luar Jawa, sekolah di pedesaan
dan di perkotaan, sekolah negeri dan
swasta, dsb).

2. Perubahan menuju MBS (konsep baru)


melibatkan banyak pihak (Kepsek, guru,
pengawas, Dinas, siswa, orang tua, dsb),
dan paradigma yang baru.
PERMASALAHAN “MBS”
 Resistensi terhadap perubahan (Dinas pendidikan dan
sekolah);
 Ketidakjelasan pembagian urusan yang menjadi
kewenangan dan tanggungjawab sekolah dan dinas
pendidikan;
 Miskin wawasan tentang konsep sekolah sebagai
sistem;
 Kesulitan dalam menyusun RKS (RKJM) / RKAS
(RKT);
 Kesultan dalam menerapkan MBS;
 Kesulitan menerapkan prinsip-prinsip MBS yang baik
(partisipasi, transparansi, akuntabilitas, kemandirian,
kerjasama, sustainibilitas, dsb.)
 Sekolah kurang berdaya dalam mengoptimalkan
partisipasi pemangku kepentingan sekolah
(stakeholders);
 Ketidakpastian dalam pembiayaan pendidikan di
sekolah; dan
 Belum optimalnya teamwork yang kompak, cerdas,
dinamis dan lincah dalam menerapkan MBS;
 MBS belum mendukung pembelajaran secara optimal;
 Peran tim MBS belum optimal dalam memfasilitasi
pelaksanaan MBS disekolah; dan
 Regulasi di daerah sering tidak sejalan dengan jiwa
MBS.
MBSPRA & PASCA MPMBS ?

SEBELUM SESUDAH

? Output ?
(NUN, olah raga, kesenian, dsb.)
Proses
(pembelajaran, bimbingan, dsb.)
Input
(guru, materi ajar, sarpras, dsb.)
Prinsip-prinsip MBS
Rencana Pengembangan Sekolah
(desain, pelaksanaan, hasil)
TAHAPAN PELAKSANAAN “MBS”

1. Setiap sekolah harus menyusun rencana kerja sekolah


(RKS) atau rencana kerja/program jangka menengah
(RKJ/PM), yaitu rencana jangka menengah (4 tahun)
dan rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS)
atau rencana jangka pendek (1 tahun) sebagai bentuk
jaminan mutu pendidikan yang disusun berdasarkan
kebutuhan dan kemampuan sekolah;
2. Menata kembali organisasi sekolah agar lincah dalam
mendukung pelaksanaan pembelajaran, pelibatan
warga sekolah dan masyarakat, dan terhindar dari
jalan berliku untuk mengambil keputusan di tingkat
sekolah;
3. Sekolah melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan program untuk memastikan
kepatuhannya terhadap RKS/RKAS yang telah
disusun;
4. Sekolah melakukan koordinasi unit-unit yang ada
di sekolah dalam rangka membangun tim kerja
yang kompak, cerdas, dinamis, dan lincah;
5 Melakukan evaluasi pendidikan di sekolah secara
komprehensif (input, proses, dan output) setelah
melaksanakan MBS;
6. Lakukan pengembangan kapasitas sekolah,
baik kelembagaan maupun sumberdayanya
(sumber-daya manusia dan sumberdaya
selebihnya) melalui berbagai cara: pelatihan,
diskusi kelompok terfokus, lokakarya, dsb.
7. Pertegas pembagian urusan manajemen yang
menjadi kewenangan dan tanggung jawab di
Sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten/
Kota (Redistribusikan otoritas, responsi-
bilitas, akuntabilitas, dan abilitas);
8. Terapkan tata kelola pendidikan yang baik
(partisipasi, transparansi, akuntabilitas,
penegakan hukum, keadilan, efektifitas dan
efisiensi, profesionalisme, demokrasi, dsb.).
INDIKATOR UTAMA
MBS
Kemandirian (otonomi),
kemitraan, partisipasi,
keterbukaan, dan akuntabilitas
INDIKATOR MBS LAINNYA
1. Wawasan ke Depan
2. Penegakan Hukum
3. Keadilan
4. Demokrasi
5. Kepekaan
6. Profesional
7. Efektif dan Efisien
8. Kepastian Jaminan Mutu
KEMANDIRIAN-OTONOMI SEKOLAH

1. Otonomi = kemandirian = swa


(swakelola,swadana,swasembada,
swakarya, swalayan, dsb).

2. Kemandirian adalah sifat tak


tergantung pada pihak lain.
Kemandirian memiliki 5 komponen
utama yaitu:
1) bebas, yakni tumbuhnya tindakan atas kehendak
sendiri dan bukan karena pihak lain;
2) progresif dan ulet, nampak pada usaha mengejar
prestasi, penuh ketekunan, merencanakan dan
mewujudkan harapan-harapan-nya;
3) berinisiatif, yakni mampu berpikir dan bertindak
secara asli/ orisinal/baru, kreatif dan penuh
inisiatif;
4) pengendalian dari dalam, yakni kemampuan
mengendalikan diri dari dalam, kemampuan mempengaruhi
lingkungan atas pra-karsanya sendiri; dan
5) kemantapan diri, yang ditunjukkan oleh harga diri dan
percaya diri.
Jadi, sekolah mandiri artinya sekolah yang
memiliki otonomi (kewenangan dan tanggung-
jawab) yang signifikan untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri dalam
menyelenggarakan sekolah.

 Perlu dicatat, bahwa dalam konteks Indonesia,


kemandirian sekolah yang dimaksud haruslah
tetap dalam bingkai/ koridor visi, misi, tujuan,
standar, legislasi dan regulasi, dan kebijakan-
kebijakan pendidikan nasional.
 Prinsip Otonomi dalam manajemen sekolah
dapat diartikan sebagai kemandirian
pengelolaan urusan-urusan sekolah
berdasarkan kemampuan, kebutuhan dan
karakteristik yang dimiliki oleh sekolah tetapi
tetap dalam sistem pendidikan nasional.

 Dalam MBS, sekolah memiliki kewenangan dan


tanggungjawab yang signifikan untuk
mengatur dan mengurus dirinya sendiri.
 Kemandirian sekolah akan terwujud jika
memiliki 2 tingkat kesiapan, yaitu:

 Kemampuan, meliputi kemampuan sumberdaya


manusia dan sumberdaya selebihnya (uang,
peralatan, perlengkapan, bahan, perbekalan, dsb.),
manajemen, organisasi, kepemimpinan dan
administrasi.
 Kesanggupan, sangat dipengaruhi oleh
kepentingan yang bersumber dari kebutuhan. Oleh
karena itu, agar tercapai tingkat kesiapan
kesanggupan yang memadai, perlu diupayakan
pemenuhan kepentingan yang bersumber dari
kebutuhan.
2. MBS MEMERLUKAN KEMITRAAN DENGAN
MASYARAKAT

1. Syarat : adanya tujuan bersama


2. Perlu keterbukaan
3. Respek satu sama lain
4. Resiko & tanggung jawab
bersama
RAGAM MASYARAKAT
1. Kelompok Orang Tua
2. Kelompok Asosiasi
3. Kelompok Praktisi
4. Kelompok Akademisi
5. Kelompok Pengusaha
6. Tokoh Masyarakat
7. dsb.
DUKUNGAN MASYARAKAT

Dana / Finansial -
Moral / Mental -
Jasa (pemikiran, keterampilan) -
Material (barang) -
dsb. -
 Perbanyak mitra sekolah dan libatkan mereka dalam
penyelenggaraan sekolah
 Rumuskan kembali ketentuan/limitasi : peran unsur-
unsur sekolah, kebiasaan, hubungan antar unsur
sekolah, dsb.
 Terapkan prinsip-prinsip MBS yang baik
 Klarifikasikan fungsi-fungsi manajemen (rencana,
program, organisasi, regulasi, implementasi, koordinasi
dan evaluasi)
3. PARTISIPASI
A. Latarbelakang

Partisipasi masyarakat penting untuk


meningkatkan rasa memiliki, peningkatan
rasa memiliki akan meningkatkan rasa
tanggungjawab, dan peningkatan
tanggungjawab akan meningkatkan
dedikasi/kontribusi.
B. Pengertian Partisipasi

 Partisipasi, adalah proses dimana


stakeholders terlibat aktif baik
dalam pengambilan keputusan,
pembuatan kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan/pengevaluasian
program pendidikan di sekolah.
C. Tujuan Partisipasi
 Tujuan utama peningkatan partisipasi adalah
untuk :
 meningkatkan kontribusi,
 memberdayakan kemampuan stakeholders,
 meningkatkan peran stakeholders,
 menjamin agar setiap keputusan
mencerminkan aspirasi stakeholders dan
 menjadikan aspirasi tersebut sebagai
panglima.
D. Upaya-Upaya Peningkatan
Partisipasi
 Membuat peraturan dan pedoman tatacara
berpartisipasi,
 menyediakan sarana partisipasi dan
saluran komunikasi,
 melakukan (advokasi, publikasi,
transparansi, relasisasi) terhadap
stakeholders,
 melibatkan stakeholders sesuai dengan
relevansi, yurisdiksi, kompetensi dan
kompatibilitas tujuan yang akan dicapai.
E. Indikator Keberhasilan Partisipasi
 Keberhasilan partisipasi dapat ditunjukkan oleh
indikator-indikator berikut:

 meningkatnya kontribusi/dedikasi stakeholders,


 meningkatnya kepercayaan stakeholders
kepada sekolah,
 meningkatnya tanggungjawab dan kepedulian,
 meningkatnya kualitas dan kuantitas masukan
(kritik & saran), dan
 keputusan benar-benar mengekspresikan
aspirasi dan pendapat stakeholders.
F. PERMASALAHAN LAPANGAN
 KONDISI SEKOLAH
 FAKTOR POLITIS
 FAKTOR SOSIAL
 FAKTOR EKONOMI
 TUNTUTAN MASYARAKAT
 KEPEMIMPINAN-ENTREPRENEURSHIP
 UPAYA: IGA, PENCITRAAN PUBLIK,
LAYANAN (QA), DLL.
4. TRANPARANSI
A. Latarbelakang
 Sekolah adalah organisasi pelayanan
publik dalam bidang pendidikan yang
diberi mandat oleh masyarakat sehingga
transparansi merupakan hak publik.

 Pengembangan transparansi sangat


diperlukan untuk membangun keyakinan
dan kepercayaan publik terhadap
sekolah.
B. Pengertian Transparansi
 Transparansi adalah keadaan dimana
setiap orang yang terkait dengan
pendidikan dapat mengetahui proses dan
hasil pengambilan keputusan dan
kebijakan sekolah.

 Transparansi sama dengan polos, apa


adanya, tidak bohong, tidak curang, jujur,
dan terbuka terhadap publik tentang apa
yang dikerjakan oleh sekolah.
D. Upaya-Upaya Peningkatan
Transparansi
 Mendayagunakan berbagai jalur komunikasi,
baik langsung maupun tidak langsung;
 Menyiapkan kebijakan yang jelas tentang
cara mendapatkan informasi, bentuk
informasi dan prosedur pengaduan apabila
informasi tidak sampai kepada publik;
 Mengupayakan peraturan yang menjamin hak
publik untuk memperoleh informasi.
C. Tujuan Transparansi

 Pengembangan transparansi
ditujukan untuk membangun
kepercayaan dan keyakinan
publik terhadap sekolah bahwa
sekolah adalah organisasi
pelayanan pendidikan yang bersih
dan berwibawa.
E. Indikator Keberhasilan Transparansi
Keberhasilan transparansi ditunjukkan oleh
beberapa indikator berikut:
 meningkatnya keyakinan dan kepercayaan
publik kepada sekolah,
 meningkatnya partisipasi publik terhadap
penyelenggaraan sekolah,
 bertambahnya wawasan dan pengetahuan
publik terhadap penyelenggaraan sekolah,
dan
 berkurangnya pelanggaran terhadap
peraturan tata tertib yang berlaku di sekolah.
5. AKUNTABILITAS
A. Latarbelakang
Sekolah diberi mandat oleh
publik untuk menyelenggarakan
pendidikan sebaik-baiknya
sehingga penyelenggara sekolah
berkewajiban mempertanggung-
jawabkan proses dan hasil
kerjanya kepada publik.
B. Pengertian Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah kewajiban untuk


memberikan pertanggungjawaban
penyelenggara organisasi kepada pihak
yang memiliki hak atau kewenangan
untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban
C. Tujuan Akuntabilitas
Tujuan utama akuntabilitas adalah
untuk mendorong terciptanya
akuntabilitas kinerja sekolah sebagai
salah satu prasyarat untuk
terciptanya sekolah yang baik dan
terpercaya.
D. Upaya-Upaya Peningkatan
Akuntabilitas
 menyusun aturan main tentang sistem akuntabilitas,
 menyusun pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja
penyelenggara sekolah,
 menyusun rencana pengembangan sekolah dan menyampaikan
kepada publik diawal setiap tahun anggaran,
 menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran kinerja
sekolah dan disampaikan ke publik,
 melakukan pengukuran pencapaian kinerja sekolah dan hasilnya
disampaikan kepada publik,
 memberikan tanggapan terhadap pertanyaan atau pengaduan
publik,
 menyediakan informasi dan memperbarui rencana kinerja yang
baru sebagai kesepakatan komitmen baru
E. Indikator Keberhasilan
Akuntabilitas
 meningkatnya kepercayaan dan kepuasan
publik terhadap sekolah,

 tumbuhnya kesadaran publik tentang hak


untuk menilai terhadap penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, dan

 meningkatnya kesesuaian kegiatan-


kegiatan sekolah dengan nilai dan norma
yang berkembang di masyarakat.
6. INCOME GENERATING
ACTIVITY (IGA)
A. Latarbelakang
 Biaya pendidikan sekolah negeri rendah
(pemerintah pusat dan daerah)
 Partisipasi pembiayaan pendidikan
(terutama sekolah swasta) oleh
masyarakat bervariasi (relatif rendah)
 Aspek legal mengamanatkan adanya
sekolah mandiri
 Bagi sekolah yg memiliki sumber daya yg
memungkinkan perlu dibentuk IGA.
B. Pengertian IGA
 Kegiatan komersial sekolah yang dilakukan
untuk meningkatkan pendapatan, baik
melalui usaha di dalam sekolah
(intrapreneurship) maupun usaha komersial
terpisah di luar sekolah yang dikelola secara
profesional (interpreneurship) dan sekolah
hanya sebagai pemilik atau pemegang saham.
Bisa juga sekolah melakukan usaha komersial
terpisah di luar sekolah yang dikelola oleh
warga sekolah (enterpreneurship).
C. Tujuan I G A
 Untuk meningkatkan pendapatan sekolah
berupa cadangan tetap untuk menjaga
kelangsungan hidup dan perkembangan-
nya.
 Untuk membantu biaya kapital dan
operasional sekolah.
 Mewirausahakan warga sekolah (terutama
siswa).
D. Upaya-Upaya
Pengembangan IGA
 Mengembangkan kapasitas SDM dalam
penguasaan manajemen perusahaan,
 Mengembangkan kapasitas sekolah agar mampu
menyelenggarakan intra, inter, dan
enterpreneurship,
 Membangun jaringan komersial

 Menghimpun/menggalang pemasukan dana


sekolah melalui business plan dan menjualnya
kpd masyarakat untuk memperoleh dukungan
dana
E. Indikator Keberhasilan IGA

 Meningkatnya pendapatan sekolah


 Meningkatnya jiwa kewirausahaan
warga sekolah
 Meningkatnya kemampuan
mengelola usaha
PEMBENTUKAN TIM “MBS”
 Tim MBS terdiri dari unsur-unsur sebagai
berikut: Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
yang mengurusi manajemen
pendidikan/sekolah sebagai ketua dan
anggota, Pengawas Sekolah (SMP), dan
Kepala SMP serta ahli/peneliti/Pemerhati MBS
(jika ada).
TUPOKSI TIM “MBS”
 Memfasilitasi dalam seleksi sekolah yang akan didukung
dana pengembangan sekolah;
 Memfasilitasi pelatihan MBS & RKS/RKAS;
 Memfasilitasi penyusunan MBS & RKS/RKAS;
 Memantau & membimbing pelaksanaan MBS &
RKS/RKAS;
 Melaksanakan evaluasi pelaksanaan MBS & RKS/RKAS;
 Membuat laporan hasil evaluasi MBS & RKS/RKAS serta
usulan perbaikannya;
 Memfasilitasi dalam revisi MBS & RKS/RKAS; dan
 Memfasilitasi pelaksanaan legislasi & regulasi pendidikan
(UUSPN, SNP, Akreditasi dan SPM).
53

Anda mungkin juga menyukai