Anda di halaman 1dari 8

PEMBUATAN

RADIONUKLIDA
PRASEODYMIUM-142
UNTUK APLIKASI
TERAPI

SONYA AGUSTIN (1601090)


PENDAHULUAN

Aplikasi teknik nuklir dalam bidang kedokteran telah dipelajari sejak


1930-an dengan diciptakannya fosfor radioaktif dengan alat siklotron, Berbeda
dengan penggunaan sinar X atau CT-scan yang radiasinya harus menembus
tubuh manusia untuk mendeteksi dan merekamnya ke dalam film atau komputer,
kedokteran nuklir justru menggunakan cara yang berlawanan. Materi
radioaktif dimasukkan ke tubuh pasien, kemudian dideteksi dengan kamera
gamma. Bahan radioaktif yang digunakan memancarkan sinar gamma yang
panjang gelombangnya lebih pendek dari pada sinar X. Bahan yang diberi
nama radionuklida, radiofarmaka, atau radiotracer ini dimasukkan ke tubuh
melalui mulut atau pembuluh darah.
Aplikasi teknik nuklir dalam bidang kedokteran tidaklah hanya untuk
diagnosis tetapi juga untuk terapi, misalnya Penggunaan radiofarmaka untuk
penyakit kanker tulang.
Penggunaan radionuklida untuk aplikasi terapi ditentukan oleh
beberapa faktor seperti karakteristik radiasi (jenis dan energi radiasi),
waktu paruh, aktivitas spesifik, kemudahan dalam produksi,
kelimpahan dari jumlah target nuklida di alam, kemurnian
radionuklida, dan kelayakan produksi radionuklida dalam
pengaplikasiannya. Radionuklida murni dengan pancaran beta sering
dipilih untuk terapi radionuklida klinis (clinical radionuclide therapy).
Batas nilai energi beta yang dipakai dalam terapi radionuklida adalah
pada rentang 0,4 – 2 MeV.
Selama ini radionuklida yang banyak digunakan dalam terapi di
antaranya adalah 169Er (Eβ 0,34 MeV), 153Sm (Eβ 0,81 MeV), 186Re (Eβ
1,07 MeV), 32P (Eβ 1,71 MeV) dan 90Y (Eβ 2,28 MeV).
Praseodymium-142 (142Pr) menjadi radionuklida yang menarik
dalam terapi karena memiliki sifat nuklir yang sangat sesuai untuk
terapi. Radionuklida 142Pr memiliki waktu paruh (t1/2) 19,2 jam dan
energi pancaran beta (Eβ) 2,16 MeV.
Radionuklida 142Pr menjadi radionuklida yang berpotensi untuk
aplikasi terapi ketika ada tuntutan untuk dosis terapi yang lebih tinggi
tetapi dibutuhkan laju paparan yang lebih pendek (1–2 hari).
Radionuklida 142Pr memiliki energi pancaran beta yang tinggi apabila
dibandingkan dengan radionuklida 32P (t1/2 14 hari) yang biasa
digunakan untuk terapi radang sendi atau kanker tulang. Radionuklida
142Pr tersebut memiliki kelayakan untuk diproduksi pada reaktor nuklir

dengan fluks neutron>1013 n.cm-2.s-1 sehingga memungkinkan untuk


diproduksi di Indonesia.
Persyaratan radioisotop 142Pr agar dapat dijadikan senyawa bertanda
bergantung pada cara pembuatan radioisotop tersebut serta pengadaan bahan
yang diperlukan, yaitu harus diperoleh spesifikasi produk akhir dengan
kemurnian radiokimia dan kemurnian radionuklida yang tinggi. Untuk
memenuhi persyaratan tersebut diperlukan sasaran 141Pr dengan kelimpahan
isotop yang tinggi, penampang lintang besar, tetapi harganya ekonomis dan
pengadaannya tidak sulit.
Penelitian ini bertujuan untuk menguasai metode pembuatan radioisotop
142Pr menggunakan sasaran isotop 141Pr O alam yang nantinya layak digunakan
2 3
sebagai sediaan radioisotop untuk terapi
Tata Kerja

1. Alat dan Bahan


141Pr O , HCl, NaOH, CH COOH, kertas lakmus, akuades buatan IPHA, dan kertas
2 3 3
Whatman 3 MM.
Detektor HPGe-MCA, SCA buatan ORTEC model 402 A, dose calibrator (deluxe isotope
calibrator II), pemanas (thermolyne) merek Nuova II, neraca mettler No seri 662749 tahun
1988 buatan Perancis, jarum suntik 1 mL (terumo syringe), vial, gelas kimia bahan pyrex 1000
mL, pipet tetes, batang pengaduk, pipet gondok (5 mL, 1 mL), pipet ukur (1 mL, 5 mL, 25 mL),
gelas ukur (10 mL, 100 mL), pinset, gunting.
2. Persiapan iradiasi sasaran Pr2O3
Sebanyak 100 mg Pr2O3 alam dibungkus dalam aluminium foil kemudian dimasukkan ke
dalam gelas kuarsa lalu ditutup dengan cara pengelasan. Gelas kuarsa ditempatkan dalam inner
capsule yang terbuat dari bahan aluminium nuclear grade, lalu ditutup dengan cara
pengelasan. Selanjutnya dilakukan uji kebocoran dengan metode gelembung dalam media air
sampai tekanan minus 30 inci Hg. Setelah lolos uji kebocoran, selanjutnya inner capsule
dimasukkan ke dalam outer capsule untuk diirradiasi. Iradiasi dilakukan sebanyak 3 kali
3. Proses pembuatan larutan 142PrCl3
Bahan sasaran Pr2O3 hasil iradiasi dikeluarkan dari dalam kontiner
aluminium, kemudian dilarutkan dengan 10 mL HCl 0,1 M panas (70 – 80 oC),
selanjutnya dievaporasi sampai kering dan ditambahkan 10 mL HCl 0,1 M, dan
pH diatur menjadi 2,5 - 3 dengan penambahan NaOH 0,1 N.
4. Pengukuran konsentrasi radioaktivitas 142Pr (142PrCl3)
Sebanyak 5 μL larutan 142PrCl3 diteteskan pada aluminium foil dan diukur
konsentrasi radioaktivitasnya menggunakan HPGe-MCA. Spektrum gamma yang
diperoleh dianalisis, pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali ulangan, kemudian
konsentrasi radio-aktivitas 142PrCl3 total dihitung dalam 10 mL.
5. Penentuan kemurnian radionuklida 142Pr (142PrCl3)
Sebanyak 5 μL 142PrCl3 dipipet lalu diteteskan pada aluminium foil dan
diukur dengan menggunakan detektor HPGe-MCA, kemudian spektrum gamma
yang diperoleh dianalisis, pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali.
6. Penentuan kemurnian radiokimia142Pr (142PrCl3 ) (9,10)
Pemeriksaan kemurniaan radiokimia 142PrCl3 dilakukan dengan cara
kromatografi kertas menaik. Sebagai fase diam digunakan kertas Whatman 3 MM
berukuran 1 cm x 20 cm, dan untuk fase gerak digunakan asam asetat 50 %.
Hasil & Pembahasan

Pada kondisi optimum, hasil percobaan diperoleh spesifikasi produk


akhir radioisotop 142PrCl3 dalam bentuk larutan jernih, pH 2,5 - 3,
konsentrasi radioaktivitas 1,234 mCi/mL dan aktivitas jenis 0,145 mCi/mg
141Pr. Uji kualitas menggunakan metode kromatografi kertas
memperlihatkan kemurnian radiokimia 142PrCl3 sebesar 99,28 ± 0,20 % dan
stabil selama tujuh hari dengan mempertahankan kemurnian radiokimia
sebesar 99,00 ± 0,06 % pada temperatur kamar. Hasil analisis spektrum sinar
gamma menunjukkan kemurnian radionuklida 142PrCl3 sebesar 99,90 %.

Anda mungkin juga menyukai