Anda di halaman 1dari 37

PATOFISIOLOGI IKTERUS

PENDAHULUAN PEMBENTUKAN
BILIRUBIN
FASE
PREHEPATIK TRANSPORT
PLASMA

FASE LIVER UPTAKE


PATOFISIOLOGI
INTRAHEPATIK
KONJUGASI
FASE
PASCAHEPATIK EKSKRESI
BILIRUBIN

HEMOLISIS

SINDROM
PATOFISIOLOGI GILBERT
IKTERUS HIPERBILIRUBINEMIA
TAK TERKONJUGASI SINDROM
PENYAKIT
GANGGUAN CRIGLER-
METABOLISME NAJJAR
BILIRUBIN
HIPERBILIRUBINEMIA
SHUNT PRIMER

PENCITRAAN
NON-
HIPERBILIRUBINEMIA KOLESTASIS
PENDEKATAN TERKONJUGASI INTRAHEPATIK
KLINIS
KOLESTASIS
EKSTRAHEPATIK
PENGOBATAN
PENDAHULUAN
 Ikterus → perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan
lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena
pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam
sirkulasi darah.

 Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem,


biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.

 Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang


berarti kuning.
 Ikterus yg ringan dpt dilihat paling awal pada sklera mata, dan
kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin berkisar 2-2,5 mg/dl. Jika
ikterus sdh jelas dapat dilihat dgn nyata maka bilirubin mungkin
sdh mencapai angka 7 mg%.

 Bilirubin, suatu pigmen kuning dengan sebuah struktur tetrapirol


yang tidak larut dalam air berasal dari sel-sel darah yang telah
hancur (75%), katabolisme protein-protein hem lain (22%) dan
inaktivasi eritropoiesis sumsum tulang (3%).
 Bilirubin tidak terkonjugasi akan ditransport ke dalam
sirkulasi sebagai sebuah kompleks dengan albumin, walaupun
sejumlah kecil dialirkan ke dalam sirkulasi secara terpisah.

 Bilirubin larut lemak akan diubah menjadi larut air oleh hati
melalui beberapa langkah yang terdiri atas fase pengambilan
spesifik, konjugasi dan ekskresi.
PATOFISIOLOGI
 Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin
yang berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatik, dan
pascahepatik.

 Pembagian yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga tahapan


metabolisme bilirubin menjadi 5 fase. Yaitu fase 1). Pembentukan
bilirubin, 2). Transpor plasma, 3). Liver uptake, 4). Konjugasi, dan
5). Ekskresi bilier.
 FASE PREHEPATIK
PEMBENTUKAN BILIRUBIN
 Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg/kg
berat badan terbentuk setiap harinya. 70-80% berasal dari
pemecahan sel darah merah yang matang.

 20-30% (early labeled bilirubin) datang dari protein hem


lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan
hati.
 Sebagian dari protein hem dipecah menjadi besi dan produk
antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase.

 Enzim lain, biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi


bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama dalam sel sistem
retikuloendotelial (mononuklir fagositosis).

 Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab


utama peningkatan pembentukan bilirubin.
TRANSPORT PLASMA
 Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak
terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan
albumin dan tidak dapat melalui membran glomerulus,
karenanya tidak muncul dalam air seni.

 Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan


beberapa bahan seperti antibiotika tertentu, salisilat berlomba
pada tempat ikatan dengan albumin.
 FASE INTRAHEPATIK
LIVER UPTAKE
 Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara
rinci dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau
protein Y, belum jelas.

 Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan


berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.
KONJUGASI
 Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi
dengan asam glukuronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin
konjugasi atau bilirubin direk.

 Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukuroniltransferase


menghasilkan bilirubin yang larut air.

 Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin


monoglukuronida, dengan bagian asam glukuronik kedua ditambahkan
dalam saluran empedu melalui sistem enzim yang berbeda.
 FASE PASCAHEPATIK
EKSKRESI
 Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama
bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat
memengaruhi proses yang kompleks ini.

 Di dalam usus flora bakteri men “dekonjugasi” dan mereduksi


bilirubin menjadi sterkobilinogen. dan mengeluarkannya
sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat.
 Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan
dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen.

 Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bilirubin


unkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap
yang khas pada gangguan hepatoselular atau kolestasis
intrahepatik.
 Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun
larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkonjugasi dapat
melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta.

 Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses


konjugasi dengan gula melalui enzim glukuroniltransferase dan
larut dalam empedu cair.
PENYAKIT GANGGUAN
METABOLISME BILIRUBIN
 Hiperbilirubinemia Tak terkonjugasi

 Hiperbilirubinemia Konjugasi
 HIPERBILIRUBINEMIA TAK TERKONJUGASI
HEMOLISIS
 Walaupun hati yang normal dapat memetabolisme kelebihan
bilirubin, namun peningkatan konsentrasi bilirubin pada keadaan
hemolisis dapat melampaui kemampuannya.

 Pada keadaan hemolisis yang berat konsentrasi bilirubin jarang


lebih dari 3-5 mg/dL (>51-86 umol/L) kecuali kalau terdapat
kerusakan hati.
 Kombinasi hemolisis yang sedang dan penyakit hati yang
ringan dapat mengakibatkan keadaan ikterus yang lebih berat;
dalam keadaan ini hiperbilirubinemia bercampur, Karena
eksresi empedu kanalikular terganggu.
SINDROM GILBERT
 Gangguan yang bermakna adalah hiperbilirubinemia indirek (tak
terkonjugasi), yang menjadi penting secara klinis.

 Patogenesisnya belum dapat dipastikan adanya gangguan


(defek) yang kompleks dalam proses pengambilan bilirubin dari
plasma yang berfluktuasi antara 2-5 mg/dL (34-86 umol/L) yang
cenderung naik dengan berpuasa dan keadaan stres lainnya.
 Keaktifan enzim glukuroniltransferase rendah; karenanya
mungkin ada hubungan dengan sindrom Crigler-Najjar tipe II.

 Sindrom gilbert dapat dengan mudah dibedakan dengan


hepatitis dengan tes faal hati yang normal, tidak terdapatnya
empedu dalam urin, dan fraksi bilirubin indirek yang dominan.
SINDROM CRIGLER-NAJJAR
 Penyakit yang diturunkan dan jarang ini disebabkan oleh karena adanya
keadaan kekurangan glukuroniltransferase, dan terdapat dalam 2 bentuk.

 Pasien dengan penyakit autosom resesif tipe I (lengkap=komplit)


mempunyai hiperbilirubinemia yang berat dan biasanya meninggal pada
umur 1 tahun.

 Pasien dengan penyakit autosom resesif tipe II (sebagian=parsial)


mempunyai hiperbilirubinemia yang kurang berat (< 20 mg/dL, <342
umol/L) dan biasanya bisa hidup sampai masa dewasa tanpa kerusakan
neurologic.
HIPERBILIRUBINEMIA SHUNT PRIMER
 Keadaan yang jarang, yang bersifat jinak dan familial
dengan produksi early labeled bilirubin yang berlebihan.
HIPERBILIRUBINEMIA TERKONJUGASI
NON KOLESTASIS
 Sindrom Dubin-Johnson
 Penyakit autosom resesif ditandai dengan ikterus yang ringan dan
tanpa keluhan.
 Kerusakan dasar terjadinya gangguan ekskresi berbagai anion organik
seperti juga bilirubin, namun ekskresi garam empedu tidak terganggu.

 Sindrom Rotor
 Penyakit yang jarang ini menyerupai sindrom Dubin-Johnson, tetapi
hati tidak mengalami pigmentasi dan perbedaan metabolik lain yang
nyata ditemukan.
HIPERBILIRUBINEMIA KONJUGASI
KOLESTASIS INTRAHEPATIK
 Istilah kolestasis lebih disukai untuk pengertian ikterus obstruktif
sebab obstruksi yang bersifat mekanis tidak perlu selalu ada.

 Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis,


keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis
autoimun.

 Virus hepatitis, alkohol, keracunan obat (drug induced hepatitis), dan


kelainan autoimun merupakan penyebab yang tersering.
 Peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin
konjugasi dan menyebabkan ikterus.

 Hepatitis A merupakan penyakit self limited dan


dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara
akut.

 Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus pada


tahap awal (akut).
 Alkohol bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu
dan sekresinya, dan mengakibatkan kolestasis.

 Pemakaian alkohol secara terus menerus bisa menimbulkan


perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai
tingkat ikterus.
 Penyebab yg lebih jarang adalah hepatitis autoimun
yg biasanya mengenai kelompok muda terutama
perempuan.

 Dua penyakit autoimun yg berpengaruh pdada sistem


bilier terlalu menyebabkan reaksi hepatitis adalah
sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosing.
KOLESTASIS EKSTRAHEPATIK
 Sumbatan pada duktus bilier, di mana terjadi hambatan masuknya
bilirubin ke dalam usus.

 Penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu


duktus koledokus dan kanker pankreas.

 Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi
terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus,
pancreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis sklerosing.
Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi empedu.
PENCITRAAN
 Pemeriksaan saluran bilier sangat penting. Pemeriksaan
sonografi, CT, dan MRI memperlihatkan adanya pelebaran
saluran bilier, yang menunjukkan adanya sumbatan mekanik,
walaupun jika tidak ada tidak selalu berarti sumbatan
intrahepatik, terutama dalam keadaan masih akut.

 Penyebab adanya sumbatan mungkin bisa diperlihatkan,


umumnya batu kandung empedu dapat dipastikan dengan
ultrasonografi, lesi pankreas dengan CT.
 Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreatography (ERCP)
memberikan kemungkinan untuk melihat secara langsung
saluran bilier dan sangat bermanfaat untuk menetapkan sebab
sumbatan ekstrahepatik.

 Pemeriksaan MRCP dapat pula untuk melihat langsung saluran


empedu dan mendeteksi batu dan kelainan duktus lainnya dan
merupakan cara non-invasif alternative terhadap ERCP.
PENDEKATAN KLINIS
 Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase
metabolisme bilirubin.

 Ikterus dapat disebabkan oleh karena berbagai sebab mulai dari yang
bersifat jinak sampai kepada keadaan yang bisa membahayakan jiwa.

 Tes paling sederhana adalah melihat apakah terdapat bilirubin di


dalam urin atau tidak, dan kemudian dipastikan oleh pemeriksaan
bilirubin dalam darah.
 Pembagian diagnosis banding ke dalam penyebab prehepatik,
intrahepatik, dan posthepatik walaupun mempunyai kekurangan
namun masih dapat membuat penatalaksanaan menjadi lebih
mudah.

 Misalnya penyebab ikterus yang tergolong prehepatik termasuk


hemolisis dan penyerapan hematom, akan menyebabkan
peningkatan bilirubin tak terkonjugasi (indirek).
 Kelainan intrahepatik dapat berakibat hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi maupun konjugasi.

 Peningkatan bilirubin konjugasi (direk) bisa diakibatkan


hepatitis infeksiosa, alkohol, reaksi obat dan kelainan autoimun.

 Kelainan posthepatik dapat pula meningkatkan bilirubin


konjugasi. Pembentukan batu merupakan keadaan yang paling
sering yang bersifat jinak dalam kelompok kelainan posthepatik
yang menyebabkan kuning.
PENGOBATAN
 Pengobatan ikterus sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya.

 Sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan


pembedahan, ekstraksi batu empedu diduktus, atau insersi stent, dan
drainase via kateter untuk striktur (sering keganasan) atau daerah
penyempitan sebagian.

 Pemecahan batu di saluran empedu mungkin diperlukan untuk


membantu pengeluaran batu di saluran empedu.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai