Anda di halaman 1dari 15

Penelitian R and D Model 4D

Kelompok 4:

1. Dini Lestari (1608076052)


2. Ihsan Hanafi (1608076059)
3. Erlia Novriyanti (1608076061)
Penemu Model 4D
Model Pengembangan 4D merupakan model pengembangan perangkat
pembelajaran. Model ini dikembangkan oleh S. Thiagarajan, Dorothy S.
Semmel, dan Melvyn I. Semmel pada tahun 1974. 4D merupakan
singkatan dari Define, Design, Development and Dissemination.
Model 4D Thiagarajan
Define (Pendefinisian)
Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat
pengembangan. Secara umum, dalam pendefinisian ini dilakukan kegiatan analisis
kebutuhan pengembangan, syarat-syarat pengembangan produk yang sesuai dengan
kebutuhan pengguna serta model penelitian dan pengembangan (model R & D) yang
cocok digunakan untuk mengembangkan produk.
Thiagrajan (1974) menganalisis lima kegiatan yang dilakukan pada tahap define, yaitu:

Front and analysis Peneliti melakukan diagnosis awal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran.
Peneliti mempelajari karakteristik peserta didik, misalnya: kemampuan, motivasi
Learner analysis belajar, latar belakang pengalaman, dan sebagainya.

Peneliti menganalisis tugas-tugas pokok yang harus dikuasai peserta didik agar
Task analysis
peserta didik dapat mencapai kompetensi minimal.

Peneliti menganalisis konsep yang akan diajarkan, dan menyusun langkah-


Concept analysis
langkah yang akan dilakukan secara rasional.

Specifying intructional peneliti menulis tujuan pembelajaran dan perubahan perilaku yang diharapkan
objectives setelah belajar dengan kata kerja operasional.
Design (Perancangan)
Thiagarajan membagi tahap design dalam empat kegiatan, yaitu:
1. Menyusun tes kriteria, sebagai tindakan pertama untuk mengetahui kemampuan awal
peserta didik, dan sebagai alat evaluasi setelah implementasi kegiatan.
2. Memilih media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan karakteristik peserta didik.
3. Pemilihan bentuk penyajian pembelajaran disesuaikan dengan media pembelajaran yang
digunakan.
4. Mensimulasikan penyajian materi dengan media dan langkah-langkah pembelajaran yang
telah dirancang.
Dalam tahap perancangan, peneliti sudah membuat produk awal atau rancangan produk.
Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap ini dilakukan untuk membuat model atau buku
ajar sesuai dengan kerangka isi hasil analisis kurikulum dan materi. Dalam konteks
pengembangan model pembelajaran, tahap ini diisi dengan kegiatan menyiapkan kerangka
konseptual model dan perangkat pembelajaran (materi, media, alat evaluasi). Sebelum
rancangan (design) produk dilanjutkan ke tahap berikutnya, maka rancangan produk (model
buku ajar, dan sebagainya) tersebut perlu divalidasi.
Develop (Pengembangan)

Thiagarajan membagi tahap pengembangan dalam dua


kegiatan yaitu: expert appraisal dan development testing.
Expert appraisal merupakan teknik untuk memvalidasi
atau menilai kelayakan rancangan produk.
Development testing merupakan kegiatan uji coba
rancangan produk pada sasaran subjek yang sesungguhnya.
Hasil uji coba digunakan untuk memperbaiki produk. Setelah
produk diperbaiki kemudian diujikan kembali sampai
memperoleh hasil yang efektif.
Develop (Pengembangan)
Dalam konteks pengembangan bahan ajar, tahap pengembangan dilakukan dengan cara menguji isi
dan keterbacaan bahan ajar tersebut kepada pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan dan
pada peserta didik yang akan menggunakan bahan ajar tersebut. Hasil pengujian kemudian
digunakan untuk revisi sehingga bahan ajar tersebut benar-benar telah memenuhi kebutuhan
pengguna. Untuk mengetahui efektifitas bahan ajar tersebut dalam meningkatkan hasil belajar,
kegiatan dilanjutkan dengan memberikan soal-soal latihan yang materinya diambil dari bahan ajar
yang telah dikembangkan.

Dalam konteks pengembangan model pembelajaran, kegiatan pengembangan (develop) dilakukan


dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Validasi model oleh ahli/pakar.
2. Revisi model berdasarkan masukan dari pakar pada saat validasi.
3. Uji coba terbatas dalam pembelajaran di kelas, sesuai situasi nyata yang akan dihadapi.
4. Revisi model berdasarkan hasil uji coba.
5. Implementasi model pada wilayah yang lebih luas.
Disseminate (Penyebarluasan)
Thiagarajan membagi tahap dissemination dalam tiga kegiatan yaitu: validation
testing, packaging, diffusion and adoption.
Pada tahap validation testing, produk yang sudah direvisi pada tahap
pengembangan kemudian diimplementasikan pada sasaran yang sesungguhnya. Pada
saat implementasi dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan. Pengukuran ini
dilakukan untuk mengetahui efektifitas produk yang dikembangkan. Tujuan yang
belum dapat tercapai perlu dijelaskan solusinya sehingga tidak terulang kesalahan
yang sama setelah produk disebarluaskan. Kegiatan terakhir dari tahap
pengembangan adalah melakukan packaging (pengemasan), diffusion and adoption.
Pengemasan model pembelajaran dapat dilakukan dengan mencetak buku panduan
penerapan model pembelajaran. Setelah buku dicetak, buku tersebut disebarluaskan
supaya dapat diserap (diffusi) atau dipahami orang lain dan digunakan (diadopsi) pada
kelas mereka.
Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap dissemination dilakukan dengan
cara sosialisai bahan ajar melalui pendistribusian dalam jumlah terbatas kepada guru
dan peserta didik. Pendistribusian ini dimaksudkan untuk memperoleh respons,
umpan balik terhadap bahan ajar yang telah dikembangkan. Apabila respon sasaran
pengguna bahan ajar sudah baik maka baru dilakukan pencetakan dalam jumlah
banyak dan pemasaran supaya bahan ajar itu digunakan oleh sasaran yang lebih luas.
Kekurangan dan
Kelebihan Model 4D
Kelebihan Model 4D
Model Thiagarajan merupakan pengembangan perangkat
pembelajaran yang secara detail menjelaskan langkah-langkah
operasional pengembangan perangkat. Sehingga jelaslah bahwa
untuk pengembangan perangkat, model Thiagarajan lebih terperinci
dan lebih sistematis. Kelebihan dari model Thiagarajan yaitu :
• Pijakan utama pendidikan di Indonesia berdasarkan kurikulum yang telah
ditetapkan,oleh karena itu dalam penyusunan perangkat pembelajaran
terlebih dahulu harus dilakukan analisis kurikulum. Pada model ini analisis
kurikulum dapat dilakukan pada langkah analisis ujung-depan.
• Memudahkan peneliti untuk melakukan langkah selanjutnya. Suatu
contoh, langkah analisis tugas dan analisis konsep dapat membantu
peneliti untuk menentukan TPK.
• Pada tahap III peneliti dapat dengan leluasa melakukan uji coba dan revisi
berkalikali sampai diperoleh perangkat pembelajaran dengan kualitas yang
maksimal (final).
Kekurangan Model 4D
Kekurangan model ini terletak pada analisis tugas yang
sejajar dengan analisis konsep dan tidak ditentukan analisis
yang mana duluan dilaksanakan.
Aplikasi Model 4D
Penelitian yang dilakukan
oleh Novi Ratna Dewi dan
Isa Akhlis (2016) dengan
model 4D thiagarajan,
telah mengembangkan
perangkat pembelajaran
IPA berbasis pendidikan
multikultural
menggunakan permainan.
Penelitian yang dilakukan oleh Lia
Prastyawati dan Farida Hanum (2015)
dengan menggunakan model 4D
thiagarajan telah mengembangkan
model pembelajaran pendidikan
multikultural berbasis proyek.
Penelitian yang dilakukan oleh Fajar
Lailatul Mi’rojiyah (2016) dengan
menggunakan model 4D thiagarajan
telah mengembangkan modul berbasis
multirepresentasi.

Anda mungkin juga menyukai