Pembimbing :
dr. Gamalyono
dr. Wa Ode
Identitas Pasien
(Anamnesis secara Alloanamnesis) Pasien masuk rawat inap dari Poli Kulit dr. Gina, Sp.KK
Kepala Leher
• Normocephal, Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
• Tampak krusta kehitaman pada Labium Superior
• KGB tidak teraba membesar, JVP tidak ada pembesaran
Cor Pulmo
• S1=S2, Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
• Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
• Tampak makula eritem di bagian thorax
Abdomen
• Distensi, BU (+), Nyeri tekan epigastrik (-
• Tampak makula eritem di abdomen
Ekstremitas
• Pitting edem (--/++), Akral teraba hangat, nadi teraba kuat, crt<3 detik
• Tampak makula eritem pada keempat extremitas
Status Dermatologis (UKK) ??????????
Distribusi : Generalisata
Regio : Wajah, Thorax Abdomen, Punggung, Extremitas Superior dan
Inferior
Bulla berukuran 3-4 cm, Lesi Multiple, batas tegas, irreguler,
Efloresensi : Macule eritematosa, bulla, uklkus
Pemeriksaan Penunjang
TSS, CM, GCS 15, E4V5M6 Susp. Spondylitis TB Advice dr.Indra, Sp.A
Nafas terasa sesak TD : 110/80mmHg Decompensata Cordis ec RHD Posisi ½ duduk
Kaki bengkak HR : 110x/menit dd PJB O2 nasal canul 2-3 lpm
RR : 38x/menit Inf. D5% 500cc/24 jam
S : 36,8 C Captopril 2x12,5 mg
CA (-/-), SI (-/-) Paracetamol 3x250mg
PCH (+) Ceftriaxone 1x1 gr/drip dalam
S1S2 Reguler, murmur (+), gallop (+) Nacl 0,9% 100cc
Vesikuler (+/+). Ronkhi (+/+), Furosemid 2x1 ampul
Wheezing (-/-) EKG
Supel, BU (+), NTE (-) Ro Thorax
Pitting Edem (--/++), akral hangat, Konsul dan Raber Sp.JP
nadi kuat, CRT<3detik
Follow up Jumat, 14/6/19
S O A P
TSS, CM, GCS 15, E4V5M6 Spondylitis TB Advice dr.Indra, Sp.A
Nafas masih terasa sesak HR : 110x/menit Decompensata Cordis ec RHD Posisi ½ duduk
Kaki bengkak RR : 34x/menit dd PJB O2 nasal canul 2-3 lpm
S : 36,9 C TB Paru Inf. D5% 500cc/24 jam
CA (-/-), SI (-/-) Effusi Pleura Dextra Captopril 2x12,5 mg
PCH (+) Paracetamol 3x250mg
S1S2 Reguler, murmur (+), gallop (+) Ceftriaxone 1x1 gr/drip dalam
Vesikuler (+/+). Ronkhi (+/+), Nacl 0,9% 100cc
Wheezing (-/-) Furosemid 2x1 ampul
Supel, BU (+), NTE (-)
Pitting Edem (--/++), akral hangat, Tambahan :
nadi kuat, CRT<3detik Test Mantoux
Pasang DC
Hasil Ro Thorax : Asam Folat 1x1 tab
Cardiomegali dengan TB Paru dan Diet bubur saring
Effusi pleura kanan disertai
Spondylitis (TB)
Follow up Sabtu, 15/6/19
S O A P
Hasil
SGOT : 41
SGPT : 121
Follow up Kamis, 20/6/19
S O A P
TSS, CM, GCS 15, E4V5M6 Spondylitis TB Advice dr.Indra, Sp.A
Sesak berkurang HR : 100x/menit Decompensata Cordis ec RHD Terapi lanjut
Bengkak kaki berkurang RR : 30x/menit dd PJB
S : 37 C TB Paru Advice dr. Kornadi, Sp. JP
CA (-/-), SI (-/-) Effusi Pleura Dextra Terapi lanjut
PCH (-)
S1S2 Reguler, murmur (+), gallop (+) Advice tambahan dr.Indra. Sp.A
Vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+), Cek Albumin
Wheezing (-/-)
Supel, BU (+), NTE (-)
Pitting Edem (--/++), akral hangat,
nadi kuat, CRT<3detik
Follow up Jumat, 21/6/19
S O A P
• Ad vitam : Malam
• Ad sanationam : Malam
• Ad functionam : Malam
TINJAUAN PUSTAKA
Spondylitis TB
Destruksi makrofag
Resolusi
Kelenjar Limfe
Pembentukan tuberkel
Kalsifikasi
Penyebaran hematogen
Perkejuan
Pecah
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis:
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah ligamentum
longitudinal anterior / area subkondral).Banyak ditemukan pada orang dewasa.
Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus.Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalah artikan sebagai
tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini
dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat
terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma.Terbanyak di temukan di regio torakal
3. Anterior
Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses
prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari
suplai darah vertebral.
Klasifikasi berdasarkan Lokasi
Central Infeksi menyebar sepanjang plexus Melibatkan bagian tengah dari salah
Batson satu vertebra, proksimal dan diskus
intervertebralis intak.
Anterior marginal Perluasan abses melalui ligament Dimulai dengan lesi destruktif pada
longitudinal anterior dan salah satu margin anterior dari
periosteum corpus vertebrae, hanya sedikit
melibatkan diskus intervertebralis.
•Perjalanan penyakit spondylitis TB dibagi dalam 5 stadium:
1. Stadium implantasi
2. Stadium destruksi awal
3. Stadium destruksi lanjut
4. Stadium gangguan neurologis
5. Stadium deformitas residual
Perjalanan penyakit spondilitis TB ada lima stadium menurut kumar, yaitu :
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun,
bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6 – 8 minggu.
Kedaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak – anak umumnya
pada daerah sentral vertebrata.
2. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta
penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 – 6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masih, kolaps vertebra yang terbentuk masa
kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang terjadi 2-3 bulan
setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat berebentuk sekuestrum serta
kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama disebelah
depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra yang menyebabkan
terjadinya kifosis atau gibus
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi
terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan
10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai
kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada
daerah ini.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Kifosis atau gibbus
bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang masif.
1.Stadium implantasi
Stadium destruksi awal
Stadium destruksi lanjut
Stadium gangguan neurologis
Stadium gangguan neurologis
Stadium gangguan neurologis & deformitas
Manifestasi Klinis
• Look • Move
Inspeksi pada pasien spondilitis kelihatan Motorik:
lemah, pucat, terdapat benjolan di C-5: Fleksi dari sendi siku
punggung (gibbus) ,dan tulang belakang C-6: Ekstensi dari pergelangan tangan
terlihat bentuk kifosis (membungkuk) C-7: Ekstensi dari sendi siku
C-8: Fleksi dari distal phalang middle
• Feel finger
Ditemukan adanya gibbus pada area (jari tengah)
tulang yang mengalami infeksi T-1: Abduksi dari jari kelingking tangan
L-2: Fleksi dari sendi pinggul
L-3: Ekstensi dari sendi lutut
L-4: Dorsofleksi dari sendi ankle
L-5: Ekstensi dari ibu jari kaki
S-1: Fleksi dari telapak kaki
Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
• Darah Lengkap ( Leukositosis dan LED meningkat >100 mm/jam)
• Tuberculin skin test / Mantoux test
• Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein)
• Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel
• Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium
2) Pemeriksaan radiologis
• Foto toraks atau X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru
• Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, destruksi korpus vertebra, dan
mungkin ditemukan adanya massa abses paravertebral
• Pemeriksaan mielografi
• CT scan : memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler,
skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan sirkumferensi tulang.
• MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang
belakang serta menunjukkan adanya penekanan saraf
Tatalaksana
1. Terapi Konservatif
Berupa istirahat di tempat tidur untuk mencegah paraplegia dan pemberian
tuberkulostatik.
Dengan memberikan corset yang mencegah gerak vertebrae/membatasi gerak
vertebra
2. Terapi Operatif
Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian
korpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa / kortikospongiosa.
Operasi kifosis dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis bertendensi untuk
bertambah berat, terutama pada anak. Tindakan operatif berupa fusi posterior atau
operasi radikal.
Komplikasi
• Ad vitam : malam
• Ad sanationam : malam
• Ad functionam : malam
Pembahasan
Mengapa Pasien Didiagnosa Spondylitis TB ?
Manifestasi Klinis
• Deformitas tulang punggung (Gibbus)
• Defisit neurologis (paraparesis inferior)
• Nyeri tekan
• Spasme otot
• Gejala umum (demam, keringat malam, penurunan berat badan, lemah, cepat lelah)
Pemeriksaan Radiologis
Tampak destruksi corpus thoracalis daerah setinggi Vth 2-12 dengan bentuk spider ribs
Bagaimana Penatalaksanaan Pada Pasien ini ?
Dubia ad malam
• Pasien masuk dirawat tanggal 13 Juni 2019
• Pasien dirawat di Ruang Melati
• Pasien APS tanggal 22 Juni 2019
REFERENSI
1. Harsono, 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed. II. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. p. 195-197
2. Ditjen Pencegahan & Pengendalian Penyakit. 2016. Tuberculosis. Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI.
3. Helmi, Z. N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
4. Polley, P. J., & Dunn, R. N. 2009. Clinic Article Surgical Management Of Cervical Tuberculosis : Review of 18
patients. Journal SA Orthopaedic, 64(67). Africa: University Of Cape Town.
5. Purniti, P. S., Subanada, I. B., & Astawa, P. 2008. Spondilitis Tuberkulosis. Jurnal Sari Pediatri, vol. 10 no. 3.
Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
6. Saputra, R. E., & Munandar, I. 2015. Spondilitis Tuberkulosa Cervical. Jurnal Kesehatan Andalas, vol. 4 no.
2. Padang: Universitas Andalas.
7. Sjamsuhidajat., & De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
8. Rasjad C., 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed.II. Makassar: Bintang
Lamumpatue. p. 144-149
Thank You
Definisi
Steven Johnson Sindrom / SJS adalah reaksi
buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini
mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Terdapat versi efek
samping ini yang lebih buruk, yang disebut sebagai Nekrolisis Epidermis
Toksik (Toxik Epidermal Necrolysis / TEN). Ada juga versi yang lebih ringan,
disebut sebagai Eritema Multiforme.
Steven Johnson Syndrome (SJS)
• Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan yang dapat berupa didahului panas
tinggi, dan nyeri kontinyu. Erupsi timbul mendadak, gejala bermuladi mukosa mulut berupa lesi bulosa atau
erosi, eritema, disusul mukosa mata, genitaliasehingga terbentuk trias (stomatitis, konjunctivitis,
dan uretritis). Gejala prodormal tidak spesifik, dapat berlangsung hingga 2 minggu. Keadaan ini dapat
menyembuh dalam 3-4minggu tanpa sisa, beberapa penderita mengalami kerusakan mata permanen. Kelainan
padaselaput lendir, mulut dan bibir selalu ditemukan. Dapat meluas ke faring sehingga pada
kasusyang berat penderita tak dapat makan dan minum. Pada bibir sering dijumpai krustahemoragik (Ilyas,
2004
Manifestasi Klinis
• Lepuh pada selaput mukosa yang melapisi mulut, tenggorokan, dubur, kelamin, dan mata.
• Bengkak di kelopak mata, atau mata merah.
• Terdapat vesikel, bula, erosi, ekskoriasi,dan kusta berwarna merah. Bula terjadi mendadak
dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul padamembran mukosa, membran hidung, mulut,
anorektal, daerah vulvovaginal, dan
meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta merupakan gambaran utama.
• Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, sakit menelan, nyeri
dada, muntah, pegal otot dan atralgia
• mengalami ruam datar berwarna merah pada muka dan batang tubuh, sering kalikemudian meluas ke
seluruh tubuh dengan pola yang tidak rata. Daerah ruam membesar danmeluas, sering membentuk lepuh
pada tengahnya. Kulit lepuh sangat longgar, dan mudahdilepas bila digosok.
• 1.Pemeriksaan laboratorium
:a)Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dokter dalam
diagnose selain pemeriksaan
biopsy. b)Pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan kadar sel darah put
ih yangnormal atau leukositosis non spesifik, penurunan tajam kadar sel
darah putihdapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bacterial
berat.c)Imunofluoresensi banyak membantu membedakan
sindrom Steven Johnsondengan panyakit kulit dengan lepuh subepidermal
lainnya.d)Menentukan fungsi ginjal dan mengevaluasi adanya darah
dalam urin.e)Pemeriksaan elektrolit.
• Kultur darah, urine, dan luka, diindikasikan ketika dicurigai terjadi
infeksi.g)Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD),
Dan kolonoskopi dapat dilakuka
• .Prognosis SJS
• SJS dan TEN adalah reaksi yang gawat. Bila tidak diobati dengan baik, reaksi
inidapat menyebabkan kematian, umumnya sampai 35 persen orang yang
mengalami TEN dan5-15 persen orang dengan SJS, walaupun angka ini dapat
dikurangi dengan pengobatan yang baik sebelum gejala menjadi terlalu
gawat. Reaksi ini juga dapat menyebabkan kebutaantotal, kerusakan pada
paru, dan beberapa masalah lain yang tidak dapat disembuhkan.Pada kasus
yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi
dalamwaktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-
15% pada kasus berat dengan berbagaikomplikasi atau pengobatan
terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang
lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan
cairandan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis
Penatalaksanaan SJS
• Pertama, dan paling penting, kita harus segera berhenti memakai obat yang
dicurigai penyebab reaksi.
• Terapi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.
• Antibiotik spektrum luas, berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman
dari sediaan lesi kulit dan darah.
• Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus,
kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam
• Antihistamin
• Lesi mulut diberi : kenalog in orabase.
• Untuk Bula diberikan kompres basah larutan NaCl
• Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, be
rspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, seperti
klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.
• Tidak menggunakan steroit topikal pada lesi kulit
Komplikasi SJS
Sindrom Steven Johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain
sebagai berikut:
• Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis,
kebutaan
• Gastroenterologi - Esophageal strictures
• Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring ,
stenosis vagina
• Pulmonari – pneumonia
• Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen,
infeksi kulit sekunder
• Infeksi sitemik, sepsis
• Kehilangan cairan tubuh, shock
Pathophysiology
Pathogenesis
Prognosis