Anda di halaman 1dari 74

AGRESI &

PERILAKU PRO SOSIAL


AGRESI
Tingkah laku yang diarahkan kepada
tujuan menyakiti makhluk hidup lain
yang ingin menghindari perlakuan
semacam itu
Ciri-ciri Agresi
• Ada niat atau maksud
untuk menyakiti. Tanpa
niat menyakiti, suatu
perilaku atau tindakan
tidak disebut agresif.
• Sasaran perilaku
meliputi fisik dan
psikologis.
Jenis Agresi (Brigham, 1991)
• Agresi Menyerang: perilaku agresi yang
dilakukan seseorang terhadap orang lain
dengan maksud menyakiti orang lain.
Contoh: penjajah yang menyakiti bangsa
jajahan, majikan yang menyakiti PRT.
• Agresi balas dendam: perilaku agresi yang
dilakukan dengan alasan untuk
menanggapi provokasi orang lain. Contoh:
Orang Palestina melempar batu ke tentara
Israel; tentara Israel membombardir mrk
• Note: Sebagian besar agresi adalah agresi
balas dendam
Jenis Agresi (Sears dkk, 1994)
• Agresi prososial: perilaku agresi yang
diatur dan disetujui oleh norma sosial.
Mis: polisi memukul penjahat.
• Agresi yang disetujui (Sanctioned
Aggression): perilaku agresi antisosial
namun masih ditoleransi untuk
dilakukan. Mis: pelatih menempeleng
pemain yang melakukan kesalahan.
• Agresi antisosial: perilaku agresi yang
dilarang oleh norma sosial. Mis:
menyiksa orang miskin, menyiksa anak-
anak.
Jenis Agresi (Myers, 2012)
• Hostille Aggression: Agresi yang didorong oleh
kemarahan dan dilakukan dengan tujuan
melampiaskan kemarahan itu sendiri (disebut
juga agresi afektif).
Contoh: Sebagian besar pembunuh.
• Instrumental Aggression: Agresi yang
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan
lain.
Contoh: Sebagian besar aksi terorisme, hampir
semua perang.
Mengapa Manusia melakukan kekerasan
kepada orang lain?

Perspektif teoritis mengenai agresi


1. Peran faktor genetis
menyatakan bahwa kekerasan manusia
berasal dari kecenderungan bawaan
(yang diturunkan) untuk bersikap agresif
satu sama lain.
PSIKOANALISIS: Sigmund Freud:
agresi terutama timbul dari keinginan
untuk mati (death wish, thanatos) yang
kuat yang dimiliki semua orang. Menurut
Freud, insting ini awalnya memiliki tujuan
self destruction tetapi segera arahnya
diubah keluar kepada orang lain
ETOLOGI: Konrad Lorenz (1966, 1974)
Agresi muncul terutama dari insting berkelahi
(fighting instinct) bawaan yang dimiliki oleh
manusia dan spesies lainnya.
Penelitian Agresi pada primata: Simpanse &
Orang Utan, mirip dengan Suku Indian
Yanomamo di Brazil.
Kritik: Teori bersifat Pesimistik.
Pencegahan & Pengontrolan thd
perilaku agresif hampir tidak
dapat dilakukan
2. Teori Dorongan (drive theories)
Menyatakan bahwa agresi muncul dari
berbagai kondisi eksternal yang
membangkitkan motif untuk menyakiti atau
melukai orang lain.

Kondisi eksternal Dorongan untuk menyakiti Agresi


(misalnya, frustrasi, Atau melukai yang
Kondisi lingkungan Orang lain
Yang tidak menyenangkan nyata
Hipotesis FRUSTRASI AGRESI (John
Dollard, dkk, 1939)
Frustrasi mengakibatkan terangsangnya
suatu dorongan yang tujuan utamanya
adalah menyakiti beberapa orang atau
objek terutama yang dipersepsikan
sebagai penyebab frustrasi (Berkowitz,
1989)
3. Teori Modern atas Agresi:
Memperhitungkan Proses Belajar,
Kognisi, Suasana Hati dan
Keterangsangan
Model umum afektif agresi (general
affective aggression model) :
Menyatakan bahwa agresi dipicu oleh
banyak sekali variabel input, hal-hal ini
mempengaruhi keterangsangan, tahap
afektif dan kognisi (Anderson, dkk, 1996)
General Affective Aggression model

Variabel input

Provokasi Afektivitas Negatif


Frustrasi Trait mudah marah
Pemaparan terhadap model agresi Belief mengenai agresi
Tanda yang berhubungan dengan agresi Nilai-nilai proagresi
Penyebab dari afek tidak nyaman/negatif Pola tingkah laku tipe A
dll Bias atribusional hostile
dll

Keterangsangan Keadaan afektif Kognisi agresi

Agresi
• Variabel input: aspek-aspek dari situasi saat ini
atau kecenderungan yang dibawa ketika individu
menghadapi situasi tertentu, misal: frustrasi,
bentuk serangan tertentu dari orang lain
(penghinaan), pemaparan terhadap model
agresi, munculnya tanda-tanda yang
berhubungan dengan agresi, dan hampir semua
hal yang dapat menyebabkan individu
mengalami ketidaknyamanan, misal suhu udara
yang tinggi, kuliah yang membosankan .
• Variabel perbedaan individual: meliputi
trait yang mendorong individu untuk
melakukan agresi, misal mudah sekali
marah, sikap dan belief tertentu terhadap
kekerasan, nilai mengenai kekerasan,
keterampilan fisik yang berkaitan dengan
agresi, misal mengetahui bagaimana cara
menggunakan berbagai senjata.
• Variabel situasional dan individual yang beragam
tersebut kemudian dapat menimbulkan agresi
terbuka melalui pengaruh masing-masing
terhadap tiga proses dasar:
– Arousal/keterangsangan: variabel-variabel tersebut
dapat meningkatkan keterangsangan fisiologis atau
antusiasme
– Keadaan afektif: variabel-variabel tersebut dapat
membangkitkan perasaan hostile dan tanda-tanda
yang tampak dari hal itu, misal ekspresi wajah marah
– Kognisi: variabel-variabel tersebut dapat membuat
individu memiliki pikiran hostile atau membawa
ingatan hostile ke pikiran.
• Tergantung pada penilaian individu atas
situasi saat ini dan faktor-faktor
peringatan yang ada (misal kehadiran
polisi atau keadaan mengancam dari
orang yang dimaksudkan sebagai target)
yang menentukan apakah agresi akan
terjadi atau tidak.
Determinan dari Agresi Manusia: Sosial,
Pribadi, Situasional

1. Determinan Sosial Agresi


Hipotesis Frustrasi-agresi (John
Dollard, 1939), yang menyatakan
bahwa:
– Frustrasi adalah penyebab yang
sangat kuat dari agresi
• Dua hipotesis terkenal dari teori frustrasi-agresi:
– Frustrasi selalu memunculkan bentuk tertentu dari
agresi dan
– Agresi selalu muncul dari frustrasi

• Teori ini memandang bahwa orang yang


frustrasi selalu terlibat dalam suatu tipe agresi
dan semua tindakan agresi berasal dari frustrasi
• Teori ini sebenarnya menimbulkan keragu-
raguan.
• Buss: Agresi tidak selalu timbul karena frustrasi,
agresi hanyalah alat untuk mencapai tujuan.
• Temuan banyak penelitian mengindikasikan bahwa
ketika merasa frustrasi, individu tidak selalu merespons
dengan melakukan agresi. Sebaliknya, mereka
memperlihatkan banyak reaksi yang berbeda, mulai dari
kesedihan, keputusasaan dan depresi, sampai dengan
usaha langsung untuk mengatasi sumber frustrasi
mereka, jadi agresi bukanlah respons otomatis dari
frustrasi

• Individu melakukan agresi untuk banyak alasan yang


berbeda dan juga sebagai respons dari banyak faktor
yang berbeda
• Frustrasi dapat berfungsi sebagai
determinan kuat dari agresi dalam kondisi
tertentu, terutama ketika faktor
penyebabnya dipandang tidak legal atau
tidak adil (Folger & Baron, 1996)
• Provokasi: Tindakan oleh orang lain yang
cenderung memicu agresi pada diri si
penerima, seringkali tindakan tersebut
dipersepsikan berasal dari maksud jahat.

• Agresi yang dipindahkan: Agresi


terhadap seseorang yang bukan sumber
provokasi yang kuat; agresi dipindahkan
terjadi karena orang yang melakukannya
tidak ingin atau tidak dapat melakukan
agresi terhadap sumber provokasi awal
• Pemaparan terhadap kekerasan di Media
Hasil penelitian: Pemaparan kekerasan di media merupakan
salah satu faktor yang berkontribusi pada tingginya tingkat
kekerasan.

Copycat crimes: Individu belajar cara baru untuk melakukan


agresi dari menonton program televisi dan film, cara-cara
yang tidak mereka bayangkan sebelumnya.

Terjadinya efek desensitisasi: setelah menonton banyak


adegan kekerasan, individu menjadi bebal pada kesakitan dan
penderitaan orang lain: mereka menunjukkan reaksi
emosional yang lebih sedikit daripada seharusnya terhadap
tanda-tanda kekerasan itu (Baron, 1974)
• Keterangsangan yang meningkat:
Emosi, Kognisi dan Agresi

Teori transfer Eksitasi: keterangsangan


yang terjadi dalam suatu situasi dapat
tersisa dan memperkuat reaksi emosional
yang muncul dalam keadaan berikutnya,
yang tidak berhubungan.
Keterangsangan
Dan kemarahan
Agresi meningkat
Diatribusikan saat
Di gerbang

Sisa dari
Keterangsangan Frustrasi
Hampir tertabrak Keterangsangan (masih tetap ada (penundaan saat di
di jalan raya Yang meningkat Saat di gerbang Gerbang)
Bandaraa

Keterangsangan
Dan kemarahan
Agresi tidak Diatribusikan pada
meningkat Kecelakaan yang
Hampir terjadi
Di jalan raya
2. Penyebab Pribadi dari Agresi
• Pola Perilaku
Pola perilaku tipe A: sebuah pola yang
terutama meliputi tingkat kompetitif, selalu
terburu-buru dan mudah tersinggung/hostiliti
yang tinggi

Pola perilaku tipe B: Suatu pola yang tidak


meliputi karakteristik-karakteristik yang
berhubungan dengan pola perilaku tipe A
Temuan hasil penelitian mengindikasikan bahwa
Tipe A melakukan hostile aggression: agresi
yang tujuannya adalah untuk melakukan suatu
kekerasan pada korban

Tipe B cenderung terlibat pada instrumental


aggression: agresi yang tujuan utamanya bukan
untuk menyakiti korban, tetapi untuk mencapai
tujuan tertentu, misalnya akses pada sumber
daya yang berharga
• Bias Atribusional hostile: kecenderungan untuk
mempersepsikan maksud atau motif hostile
dalam tindakan orang lain, ketika tindakan
tersebut dirasa ambigu. Individu yang memiliki
bias atribusional hostile yang tinggi
mengatribusikan tindakan orang lain pada
maksud hostile, hasilnya mereka menjadi lebih
agresif daripada yang memiliki kadar rendah
dalam karakteristik ini
• Orang-orang dengan narsisme yang tinggi
memegang pandangan berlebihan akan nilai
dirinya sendiri. Mereka bereaksi dengan tingkat
agresi yang sangat tinggi terhadap umpan balik
dari orang lain yang mengancam ego mereka
yang besar.
• Pria umumnya lebih agresif daripada wanita,
tetapi perbedaan ini berkurang dalam konteks
adanya provokasi yang kuat. Pria lebih
cenderung untuk menggunakan bentuk
langsung dari agresi, tetapi wanita lebih
cenderung untuk menggunakan bentuk tidak
langsung dari agresi. Pria lebih cenderung
daripada wanita untuk terlibat dalam pemaksaan
seksual
3. Determinan Situasional dari Agresi
Suhu udara yang tinggi cenderung akan
meningkatkan agresi, tetapi hanya sampai titik
tertentu. Di atas tingkat tertentu, agresi
menurun selagi suhu udara meningkat
Konsumsi alkohol dapat meningkatkan agresi,
terutama pada individu yang dalam keadaan
normal menunjukkan tingkat agresi yang
rendah
Believe, budaya, nilai-nilai
Agresi dalam hubungan jangka panjang:
intimidasi dan kekerasan di tempat kerja

• Intimidasi (bullying): suatu pola perilaku dimana satu


individu dipilih sebagai target dari agresi berulang oleh
satu atau lebih orang; orang yang menjadi target
(korban) umumnya memiliki kekuatan yang lebih lemah
dibandingkan mereka yang terlibat dalam agresi (pelaku)
• Hasil penelitian menunjukkan bahwa sedikit anak-anak
yang menjadi pelaku saja atau korban saja; lebih banyak
anak yang memainkan kedua peran baik pelaku maupun
korban secara sekaligus.
• Pelaku dan korban tampaknya memiliki self-esteem yang
rendah daripada anak-anak yang tidak terlibat dalam
intimidasi.
• Agresi di tempat kerja memiliki berbagai
bentuk, tetapi biasanya bersifat tertutup.
Agresi ini muncul dari banyak faktor,
termasuk persepsi bahwa dirinya telah
diperlakukan secara tidak adil dan adanya
banyak perubahan mengganggu yang
terjadi di tempat kerja.
• Kategori agresi yang terjadi di tempat kerja:
– Ekspresi hostility: tingkah laku yang terutama bersifat
verbal atau simbolik, misal meremehkan pendapat
orang lain, bergosip di belakang mereka
– Sabotase: Tingkah laku yang dirancang untuk
menghambat atau menyabotase kinerja target, misal
tidak menelepon kembali, tidak menjawab memo,
tidak memberi informasi yang dibutuhkan,
mengganggu aktivitas yang penting bagi target.
– Agresi terbuka: Kekerasan fisik, pencurian atau
penghancuran hak miliki, ancaman akan kekerasan
fisik.
Pencegahan dan pengendalian agresi:
• Hukuman: dapat menjadi efektif dalam
mengurangi agresi, tetapi hanya jika diberikan
pada kondisi-kondisi tertentu (cocok u/ agresi
fisik, utk orang rasional)
• Kondisi-kondisi yang harus dipenuhi sehingga
hukuman dapat efektif:
– Harus segera, harus mengikuti tindakan agresif
secepat mungkin
– Harus pasti, probabilitas bahwa hukuman akan
menyertai agresi haruslah sangat tinggi
– Harus kuat, cukup kuat untuk dirasa sangat tidak
menyenangkan bagi penerimanya
– Harus dipersepsikan oleh penerimanya sebagai
justifikasi atau layak diterima
• Hipotesis katarsis: pandangan bahwa
menyediakan suatu kesempatan pada orang
yang sedang marah untuk mengekspresikan
impuls-impuls agresif mereka dalam cara yang
relatif aman akan mengurangi tendensi mereka
untuk terlibat dalam agresi yang lebih berbahaya
cara: berbicara sendiri atau pd orang lain yg dipercaya. Mis:
relaksasi berteriak dengan menyebut nama pengganggu
• Agresi juga dapat dikurangi dengan permintaan
maaf: pengakuan-pengakuan kesalahan yang
meliputi permintaan maaf

• Mengalihkan perhatian dengan cara tertentu:


aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan sebagai
sarana untuk meredakan amarah untuk
melakukan kontrol kognitif untuk menahan
agresi.
• Interaksi dgn model nonagresif:
menempatkan model non agresif yang
berusaha/bisa menahan diri dalam berbagai
situasi tegang yang berpotensi untuk menjadi
berbahaya, yang berfungsi sebagai
penyeimbang kekerasan terbuka yang mungkin
terjadi.
• Pelatihan dalam keterampilan sosial.
mis: melalui training mengelola emosi
• Teknik respon yang tidak tepat: suatu teknik
untuk mengurangi agresi, dimana individu
dipaparkan pada kejadian atau stimulus yang
menyebabkan mereka mengalami keadaan
afeksi yang tidak tepat dengan kemarahan atau
agresi
PERILAKU PROSOSIAL
• Perilaku Prososial:
- Suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain
tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada
orang yang melakukan tindakan tersebut.

Altruisme:
- Perilaku menolong orang lain tanpa mengharapkan
keuntungan.

- Kepedulian untuk bertindak tidak mementingkan diri sendiri.


Pulitzer Prize,
1994, Kevin Carter
Tanggapan terhadap keadaan
darurat

Mengapa orang kadang menolong kadang


tidak?
Kitty Genovese Case
https://www.youtube.com/watch?v=BdpdUbW8vbw
1. Penyebaran tanggungjawab /
Diffusion of responsibility:
Jumlah tanggungjawab yang diasumsikan oleh bystander pada
suatu keadaan darurat dibagi diantara mereka. Makin banyak
bystander makin merasa kurang bertanggungjawab untuk
bertindak.
Jika hanya ada satu orang bystander, dia menanggung
keseluruhan tanggungjawab, jika ada dua masing-masing
menanggung 50% tanggungjawab, dan jika ada 100 bystender
masing-masing menanggung 1% tanggungjawab.
• Efek Bystander:
Kecenderungan untuk melakukan tindakan prososial
pada keadaan darurat dipengaruhi oleh jumlah
bystander yang ada. Sejalan dengan meningkatnya
jumlah bystander, probabilitas bahwa seorang
bystander akan menolong menurun dan lamanya
waktu sebelum pertolongan diberikan meningkat
2. Pluralistic Ignorance
bystander menganggap bahwa suatu kejadian emergency
situasinya bukan merupakan hal yang gawat karena orang lain
bersikap tenang-tenang saja.

3. Audience Inhibition Effect


Bystander takut dievaluasi negatif oleh bystander lain.
• Latané and Darley (1970) menyatakan
bahwa respon individu pada keadaan
darurat meliputi lima langkah penting,
yaitu:
1. Menyadari adanya keadaan darurat
2. Menginterpretasikan keadaan sebagai
keadaan darurat
3. Mengasumsikan bahwa adalah
tanggungjawabnya untuk menolong
4. Mengetahui apa yang harus dilakukan
5. Mengambil keputusan untuk menolong
Bystender dihadapkan
Pada situasi darurat
Yang tidak diharapkan?

Ya
Langkah 1
Tidak
Pertolongan tidak diberikan Apakah Bystender memperhatikan situasi
tersebut
Karena kegagalan memberikan
perhatian
Ya

Langkah 2
Tidak Apakah Bystender Menginterpretasikan
Pertolongan tidak diberikan Situasi tersebut sebagai Keadaan darurat
Karena misinterpretasi sebagai
Keadaan bukan darurat Ya

Langkah 3
Tidak Apakah Bystender Mengasumsikan adanya
Pertolongan tidak diberikan Tanggung jawab untuk Mengambil
Karena adanya asumsi bahwa tindakan?
Orang lain seharusnya melakukan
sesuatu Ya

Langkah 4
Tidak Apakah Bystender memiliki Pengetahuan,
Pertolongan tidak diberikan ketrampilan & pelatihan untuk
Karena tidak dimilikinya Menyediakan pertolongan
Pengetahuan, ketrampilan
& pelatihan Ya
Langkah 5
Tidak Apakah Bystender Memutuskan untuk
terlibat Dalam perilaku menolong
Pertolongan tidak diberikan
Karena ketakutan akan konsekuensi Ya
Negatif/tidak cukup kuatnya
Motivasi positif yang ada Bystender memberikan
Tingkah laku menolong
Faktor situasional yang mendukung atau
menghambat tingkah laku menolong:
– Daya tarik
– Atribusi : siapa yang bertanggungjawab
terhadap situasi darurat yang dialami korban
– Model-model prososial: kekuatan dari contoh
positif.
Motivasi dan Moralitas:
tiga motif utama yang relevan ketika seseorang
dihadapkan pada dilema moral
• Self interest: motivasi untuk terlibat dalam
tingkah laku apapun yang menyediakan kepuasan
pribadi yang terbesar
• Integritas Moral: motivasi untuk bermoral dan
benar-benar terlibat dalam tingkah laku moral
• Hipokrisi Moral: motivasi untuk terlihat bermoral
selagi melakukan apa yang terbaik untuk
menghindari kerugian yang dilibatkan dalam
tindakan bermoral yang sebenarnya.
Motivasi Hasil tingkah laku

Self interest Tingkah laku yang memuaskan


kebutuhan dan keinginan pribadi individu

Integritas Moral Tingkah laku yang bermoral dan adil

Jika kepentingan pribadi lebih kuat,


Tingkah laku yang memuaskan kebutuhan
Konflik diantara
Dan kepentingan pribadi individu
Kepentingan pribadi
Dan integritas
Jika integritas moral lebih kuat,
Tingkah laku bermoral dan adil

Tingkah laku yang dirancang untuk terlihat bermoral


Hipokrisi Moral Tetapi yang memuaskan kebutuhan dan keinginan
Individu itu sendiri
• Menolong sebagai fungsi dari keadaan
Emosional Bystander
• Emosi Positif dan Tingkah laku prososial
Jika pertolongan sangat jelas dibutuhkan dan
menolong tidak melibatkan konsekuensi negatif
untuk penolong, emosi positif meningkatkan
kemungkinan terjadinya respon prososial
Jika tingkah laku prososial dapat merusak suasana
hati baik seseorang, suasana hati yang baik tersebut
menyebabkan berkurangnya perilaku menolong.
• Emosi negatif dan tingkah laku prososial
Jika suatu tindakan menolong merupakan suatu
interaksi yang akan membuat seseorang merasa
lebih baik, maka emosi negatif akan memungkinkan
terjadinya tingkah laku prososial

Pengaruh positif dari emosi negatif dapat dilihat


jika: perasaan negatif tidak terlalu parah, keadaan
darurat tidak ambigu, dan jika perilaku menolong
menarik dan memuaskan
Fokus empati pada orang yang
Membutuhkan pertolongan

Kepedulian sosial Merasa bertanggung jawab


Secara pribadi untuk suasana
Lebih banyak Hati negatif
Pertolongan
Konsekuensi Dalam Pertolongan
menyenangkan Situasi Sangat jelas
biasa dibutuhkan
Keadaan Pertolongan Keadaan
Emosi Sangat jelas Emosi
Positif dari dibutuhkan Kualitas menarik dan menyenang- Negatif dari
Bystander Kan dari tugas menolong Bystender
Ambigius
Mengenai kebutuhan Kurang
Untuk pertolongan menolong
Fokus akan kebutuhan
Dan masalah sendiri
Sense of power

Perasaan tidak secara pribadi


Konsekuensi tidak menyenangkan Bertanggungjawab untuk
Seperti kemungkinan terjadinya hal Suasana hati negatif
Yang memalukan/membahayakan
ALTRUISME

• Kepribadian Altruistik (Kramp 1991):


Suatu kombinasi variabel disposisional
yang berhubungan dengan tingkah laku
prososial.

Faktor disposisional yang menyusun


kepribadian altruistik adalah:
• Empati: respon afektif dan kognitif yang kompleks pada
penderitaan orang lain. Kemampuan untuk merasakan keadaan
emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba
menyelesaikan masalah dan mengambil perspektif orang lain.
Mereka yang menolong ditemukan memiliki empati yang lebih
tinggi daripada mereka yang tidak menolong.
Partisipan yang paling altrusitik menggambarkan diri mereka
sebagai bertanggungjawab, bersosialisasi, menyenangkan,
toleran, memiliki self-control, dan termotivasi untuk membuat
impresi yang baik
• Komponen afektif empati tidak hanya membuat
orang ikut merasakan penderitaan orang lain, akan
tetapi juga mengekspresikan kepedulian dan
mencoba melakukan sesuatu untuk meringankan
penderitaan orang lain.
• Komponen kognitif empati merupakan kemampuan
seseorang untuk mempertimbangkan sudut
pandang orang lain (mengambil perspektif orang
lain) yaitu mampu untuk menempatkan diri dalam
posisi orang lain.
yang meliputi:
a. Dapat membayangkan bagaimana orang lain
mempersepsikan suatu kejadian dan bagaimana dia
akan merasakan akibatnya.
b. Dapat membayangkan bagaimana apabila kita
berada dalam posisi tersebut
c. Merasa empati pada karakter fiktif, sebagai
akibatnya adalah terdapat reaksi emosional
terhadap kegembiraan, kesedihan dan ketakutan
yang dialami seseorang/binatang dalam sebuah
buku, film/ acara televisi
• Mempercayai dunia yang adil:
Orang yang menolong mempersepsikan dunia sebagai tempat
yang adil dan percaya bahwa tingkah laku yang baik diberi
imbalan dan tingkah laku yang buruk diberi hukuman.
Kepercayaan ini mengarah pada kesimpulan bahwa menolong
orang yang membutuhkan adalah adalah hal yang tepat untuk
dilakukan dan adanya pengharapan bahwa orang yang
menolong akan mendapat keuntungan dari melakukan sesuatu
yang baik.
• Tanggung jawab sosial:
Mereka yang paling menolong mengekspresikan
kepercayaan bahwa setiap orang bertanggung
jawab untuk melakukan yang terbaik untuk
menolong orang yang membutuhkan
• Locus of control internal:
Merupakan kepercayaan individu bahwa dia dapat
memilih untuk bertingkah laku dalam cara yang
memaksimalkan hasil akhir yang baik dan
meminimalkan yang buruk. Mereka yang menolong
mempunyai locus of control internal yang tinggi.
Mereka yang tidak menolong, sebaliknya memiliki
locus of control eksternal dan percaya bahwa apa
yang mereka lakukan tidak relevan, karena apa
yang terjadi diatur oleh keuntungan, orang-orang
yang berkuasa, dan faktor-faktor tidak terkontrol
lainnya
• Egosentrisme rendah:
Mereka yang menolong tidak bermaksud
untuk menjadi egosentris, dan kompetitif
mementingkan diri sendiri.
Kesukarelaan: Motivasi untuk
memberikan pertolongan jangka
panjang
Clary dan Snyder (1999) mengidentifikasi enam fungsi dasar yang
berlaku pada pekerja sukarela:
1. Nilai personal: untuk bertindak pada nilai yang penting, seperti
kemanusiaan
2. Pemahaman: untuk belajar lebih mengenai dunia atau melatih
ketrampilan yang sering tidak digunakan
3. Pengembangan: Untuk tumbuh dan berkembang secara psikologis
melalui aktivitas sukarela
4. Karier: Untuk memperoleh pengalaman yang berhubungan dengan
karier
5. Sosial: Untuk memperkuat hubungan sosial
6. Perlindungan: Untuk mengurangi perasaan negatif, seperti rasa
bersalah, atau untuk menyelesaikan masalah pribadi
• Siapa yang menerima pertolongan:
Laki-laki lebih cenderung memberi pertolongan
daripada wanita yang mengalami kesulitan ( latane &
Dabbs, 1975, Piliavin & Unger, 1985)
meskipun wanita pada semua umur mempunyai
empati yang lebih tinggi daripada pria (Shigetomi,
Hartmann & Gelfand, 1981)
• Jadi mengapa pria menolong wanita???
– Banyak situasi darurat memerlukan
keterampilan dan pengetahuan tertentu yang
lebih banyak terdapat pada pria daripada
wanita (ex: mengganti ban kempes) situasi
lain memerlukan kekuatan atau pelatihan
khusus yang berhubungan dengan pria (ex:
karate/silat)
– motivasi romantis & seksual: daya tarik
wanita
Menjelaskan Tingkah Laku Prososial:
Mengapa Orang Menolong??

1. Model Empati-altruisme: Menolong orang


lain yang membutuhkan membuat
perasaan menjadi enak
Hipotesis empati altruisme: tingkah laku
prososial hanya dimotivasi oleh
keinginan untuk menolong seseorang
yang membutuhkan pertolongan
2. Mengurangi Keadaan negatif:
Perilaku prososial dapat berperan
sebagai perilaku self-help untuk
mengurangi perasaan negatif diri sendiri
dan membuat penolong merasa lebih
baik.
3. Kesenangan Empatik: menolong dapat
membuat perasaan menjadi enak
Perilaku prososial dimotivasi oleh emosi
positif yang diantisipasi penolong untuk
dimiliki sebagai hasil dari memiliki
pengaruh menguntungkan pada hidup
seseorang yang membutuhkan
4. Determinisme Genetis: Menolong orang
lain memaksimalkan kelangsungan hidup
gen
Tingkah laku prososial didorong oleh
atribut genetis yang berevolusi karena
atribut tersebut meningkatkan
kemungkinan untuk mewariskan gen
seseorang pada generasi berikutnya.
Alasan mengapa pertolongan terjadi

Hipotesis empati altruisme Motivasi untuk menolong


Orang memberi pertolongan hanya
Karena korban membutuhkan
Pertolongan & krn rasanya
Orang mengobservasi menyenangkan memberi pertolongan
Empati dibangkitkan
situasi darurat

Model mengurangi keadaan negatif

Afek negatif dibangkitkan Orang memberi pertolongan untuk


Orang mengobservasi Oleh adanya situasi darurat/orang mengurangi perasaan negatifnya
Mengalami efek negatif sendiri/membuat penolong lebih baik
situasi darurat Oleh karena hal lain

Hipotesis kesenangan empatik


Situasi menimbulkan keinginan
Orang memberi pertolongan untuk
Orang mengobservasi Untuk bertindak dan untuk
Terlibat dlm suatu aktivitas
Memiliki pengaruh positif pada
situasi darurat korban
yg memiliki hasil akhir yang baik

Model Determinisme genetis


Orang memberi pertolongan untuk
Keinginan tidak sadar untuk
Orang mengobservasi Menolong terjadi jika orang Memaksimalkan peluang hidup
Gen yg mirip dengan yg dimiliki
situasi darurat mempersepsikan korban Secara genetis
observer
mirip dengan dirinya sendiri
Meningkatkan Tingkah Laku
Menolong
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai