Gangguan
Penglihatan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.
Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada
bilik mata depan, lensa, retina.
• Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)
Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat “scanning” dari organ tersebut.
• Pengukuran tekanan IOL dengan tonography
Mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
• Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop
Mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
• Pemeriksaan Laboratorium
Seperti : SDP, leukosit , kemungkinan adanya infeksi sekunder.
• Pemeriksaan kultur
Untuk mengetahui jenis kumannya
PENATALAKSANAAN TRAUMA MATA
• Palpebra
i. Hematoma palpebra, pengobatan dilakukan dengan pemberian kompres dingin untuk
menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan
absorbsi darah dapat dilakukan kompres hangat kelopak mata.(FKUI Edisi V, 2014)
ii. Abrasi dan laserasi palpebra, pengobatan dilakukan apabila terjadi abrasi karena partikel benda
asing harus segera dikeluarkan dengan irigasi. Luka kemudian diirigasi dengan saline serta
ditutup dengan salep antibiotik dan kasa steril. Bila terjadi laserasi palpebra maka dilakukan
tindakan bedah. (Ausburger, 2014)
• Konjungtiva
i. Edema konjungtiva, pengobatan dilakukan dengan pemberian dekongestan untuk mencegah
pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva. Bila terjadi kemotik konjungtiva dapat
dilakukan insisi untuk mengeluarkan cairan konjungtiva. (FKUI Edisi V, 2014)
ii. Hematoma subkonjungtiva, pengobatan dini ialah dengan kompres hangat. Perdarahan
subkonjungtva akan hilang atau diabsorbsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati. (FKUI Edisi V, 2014)
• Kornea
i. Edema kornea, pengobatan dilakukan dengan pemberian larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau garam
hipertonik 2-8 %, glukosa 40% dan larutan albumin. Bila terjadi peninggian tekanan bola mata maka diberikan
asetazolamida. Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa
kontak. (FKUI Edisi V, 2014)
ii. Erosi kornea, pengobatan dilakukan dengan pemberian anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam
penglihatan dan menghilangkan rasa sakit. Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotik sprektrum luas
seperti kloramfenikol dan sulfasetamid tetes mata. Bila mengabitkan spasme siliar, maka diberikan siklopegik aksi-
pendek seperti tropikmida. (FKUI Edisi V, 2014)
• Uvea
i. Hifema, pengobatan dilakukan dengan parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan
pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan
berwarna hitam atau bila 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang. (FKUI Edisi V, 2014)
ii. Iridodialisis, pengobatan dilakukan dengan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.
(FKUI Edisi V, 2014)
iii. Iridoplegia, pengobatan dilakukan dengan tirah baring untuk mencegah terjadinya kelelahan sfingter. (FKUI
Edisi V, 2014)
iv. Iridosiklitis, bila terjadi uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid topikal. Bila terjadi infeksi
berat, maka dapat diberikan steroid sistemik. (FKUI Edisi V, 2014 )
• Lensa
i. Luksasi lensa anterior, penatalaksanaan awal berupa azetasolamida untuk menurunkan tekanan bola
mata dan ekstraksi lensa. (FKUI Edisi V, 2014)
ii. Luksasi lensa posterior, pengobatan dilakukan dengan ekstraksi lensa. (FKUI Edisi V, 2014)
iii. Katarak trauma, pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi pada anak
sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada
anak dapat dipasang lenda intraokuler primer atau sekunder. Ekstraksilensa dilakukan bila terjadi penyulit
seperti glaukoma dan uveitis. (FKUI Edisi V, 2014)
• Benda asing intraokular
Benda asing pada bagian superfisial cukup dengan irigasi, diambil dengan pemberian anstesi topikal
sebelumnya. Sementara benda asing intraokular ialah dengan mengeluarkannya dan dilakukan dengan
perencanaan pembedahan agar tidak memberikan kerusakan yang lebih berat terhadap bola mata. (FKUI
Edisi V, 2014)
• Trauma kimia
i. Trauma asam, pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan
selama mungkin untuk menghilangkan larutan bahan yang mengakibatkan trauma (FKUI Edisi
V, 2014)
ii. Trauma basa, pengobatan dilakukan dengan secepatnya melakukan
irigasi dengan garam fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin, Penderita diberi
siklopegiam antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. (FKUI Edisi V, 2014)
• Trauma radiasi
i. Trauma sinar infra merah, pengobatan dilakukan dengan steroid sistemik dan lokal diberikan
untuk mencegah terbentuknya jaringan parut pada maukla atau untuk mengurangi gejala
radang yang timbul (FKUI Edisi V, 2014)
ii. Trauma sinar ultra violet, pengobatan dilakukan dengan siklopgia, antibiotik lokal,
analgetik, dana mata ditutup selama 2-3 hari. (FKUI Edisi V, 2014)
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada jenis trauma, dibedakan atas
penatalaksanaan secara medikamentosa dan operatif (Augsburger & Asbury, 2014).
ASUHAN KEPERAWATAN
• PENGKAJIAN
1. Identitas pasien meliputi nama, usia (dapat terjadi pada semua usia), 6. Pemeriksaan fisika.
pekerjaan ,jenis kelamin
a. Tanda-tanda Vital (nadi, suhu, tekanan darah, dan pernapasan)
2. Keluhan Utama
b. Pemeriksaan persistem.
Klien biasanya mengeluh adanya penurunan penglihatan, nyeri pada
mata, danketerbatasan gerak mata. B1(Breath) :disertai gangguan pernapasan jika trauma menyebar ke
mukosa hidung.
3. Riwayat penyakit sebelumnya
B2 (Blood) :perdarahan jika trauma melibatkan organ tubuh lain selain
Riwayat penyakit yang mungkin diderita klien seperti DM yang dapat struktur mata.
menyebabkan infeksi yang pada mata sulitsembuh.
B3 (Brain) :pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan
4. Riwayat penyakit sekarang TIO (tekanan intraokular.
Yang perlu dikaji adalah jenis trauma, bahan yang menyebabkan B4 (Bladder) :kebutuhan eliminasi dalam batas normal.
trauma, lama terkena trauma, dan tindakan apa yangsudah dilakukan
pada saat trauma terjadi dan sebelum dibawa ke RS. B5 (Bowel) : Tidak ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal
5. Riwayat psikososial B6 (Bone) :ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan adanya
kelainan
Pada umumnya klien mengalami berbagai derajat ansietas, gangguan
konsep diri dan ketakutan akan terjadinyakecacatan mata, gangguan
penglihatan yang menetap atau mungkin kebutaan. Klien juga dapat
mengalami gangguaninteraksi sosial.
Analisa data dan Diagnosa Keperawatan
• SLKI : setelah dilakukan perawatan 1 x 24
jam diharapkan klien memenuhi kh :
Dx 1. : Nyeri Akut bd Agen pencedera fisik
(Trauma pada mata) 1. Keluhan nyeri berkurang
• DS : pasien mengeluh nyeri pada 2. Sikap protektif berkurang
matanya
3. Gelisah berkurang
• DO :
4. Frekuensi nadi membaik
• Tampak kesakitan
5. Pola napas membaik
• Bersikap protektif (waspada )
6. Tekanan darah membaik
• Gelisah
• Frekuensi nadi meningkat
• Pola naas berubah
INTERVENSI
• SIKI : • Terapeutik
• Manajemen nyeri 1.Berikan teknik non farmakologis untuk menguramgi
rasa nyeri
• Tindakan
2.Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
• Observasi
3.Fasilitasi istirahat dan tidur
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi,kualitas,intensitas nyeri • Edukasi
2. Identifikasi skala nyeri 1.Jelaskan penyebab, oeriode dan pemicu nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal 2.Jelaskan strategi meredakan nyeri
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan 3.Anjurkan memonitir nyeri secara mandiri
memperimgan nyeri
4.Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang telah
diberikan • Kolaborasi
6. Monitor efek samping pemggunaan analgetik 1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
GLAUCOMA
DEFINISI
• Glaukoma adalah suatu penyakit di mana tekanan dalam mata
seseorang sangat tinggi akibat hambatan pada penyaluran
cairan dalam mata keluar dari bola mata, sehingga menekan
saraf-saraf mata yang halus dan berpotensi menyebabkan
kerusakan saraf mata. Pada manusia, cairan bola mata selalu
dialirkan secara tetap melalui celah halus (yang disebut
trabeculum) disudut bilik mata yang terletak antara selaput
bening dan selaput pelangi.
ETIOLOGI
• Pada mata normal, ada keseimbangan antara inflow
dan outflow dari cairan bola mata. Ketika arus keluar
diblokir, tekanan intraokular meningkat,
menyebabkan kerusakan saraf optik. Kondisi ini
dikenal sebagai glaukoma.
KLASIFIKASI
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Perimetri
• Alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan 3. Oftalmoskop
yang disebabkan oleh kerusakan saraf optik. Beberapa perimetri
yang digunakan antara lain:
• Oftalmoskopi yaitu pemeriksaan untuk menentukan
a.Perimetri manual: Perimeter Lister, Tangent screen, adanya kerusakan saraf optik berdasarkan penilaian bentuk
PerimeterGoldmann saraf optik2. Rasio cekungan diskus (C/D) digunakan untuk
mencatat ukuran diskus otipus pada penderita glaukoma.
Apabila terdapat peninggian TIO yang signifikan, rasio C/D
b.Perimetri otomatis yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetris yang
bermakna antara kedua mata, mengidentifikasikan adanya
c.Perimeter Oktopus atropi glaukomatosa.
2. Tonometer 4. Biomikroskopi
• Alat ini digunakan untuk pengukuran TIO. Beberapa tonometri yang • Untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan
digunakan antara lain tonometer Schiotz, tonometer aplanasi pemeriksaan ini dapat d itentukan apakah glaukomanya
Goldman, tonometer Pulsair, Tono-Pen, tonometer Perkins, non merupakan glaukoma primer atau sekunder.
kontak pneumotonometer.
5. Gonioskopi
• Tujuan dari gonioskopi adalah mengidentifikasi kelainan
struktur sudut, memperkirakan kedalaman sudut bilik serta
untuk visualisasi sudut pada prosedur operasi.
6. OCT (Optical Coherent Tomography). Alat ini berguna
untuk mengukur ketebalan serabut saraf sekitar papil saraf
PENATALAKSANAAN
• Pengobatan glaukoma sangat tergantung pada jenis glaukoma yang 2. Terapi operatif dan laser
diderita. Penting untuk diingat bahwa glaukoma primer memerlukan
pengawasan dokter seumur hidup. Secara umum pengobatan
glaukoma dapat dibedakan menjadi terapi obat, laser dan operasi a. Iridektomi dan iridotomi perifer
filtrasi. Pada tahap awal biasanya diberikan obat-obatan berupa obat
tetes dan obat minum. Obat tetes yang diberikan harus terus dipakai • Prosedur pilihan untuk mencegah glaukoma sudut tertutup
untuk mengontrol tekanan mata. Apabila dengan obat, glaukoma
belum teratasi maka dapat dilakukan tindakan laser atau operasi. atau setelah serangan akut telah rusak dengan pengobatan
medis. Sebuah lubangYAG laser di iris memungkinkan aliran
1. Medikamentosa air dari posterior ke ruang anterior.
a. Penekanan pembentukan humor aqueus, antara lain:
b.Bedah drainase glaukoma dengan trabekulektomi, goniotomi.
• β adrenegik bloker topikal seperti timolol maleate 0,25 - 0,50 % 2 kali
sehari, betaxolol 0.25% dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%, • Standar operasi glaukoma untuk menyaring air dari bilik mata
metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% depan ke ruang subconjunctival, digunakan paling sering
• Apraklonidin untuk glaukoma sudut terbuka. Antimetabolik seperti 5-
fluorouracil dan C mitomycin digunakan untuk memodulasi
Inhibitor karbonik anhidrase seperti asetazolamid (diamox) oral 250 mg penyembuhan conjuctival dan meningkatkan tingkat
2 kali sehari, diklorofenamid, metazolamid
keberhasilan. Risiko termasuk katarak, hypotony, infeksi dan
b. Meningkatkan aliran keluar humor aqueus seperti: prostaglandin bleb leakage.
analog, golongan parasimpatomimetik, contoh: pilokarpin tetes mata 1
- 4 %, 4-6 kali sehari, karbakol, golongan epinefrin c. Argon Laser Trabeculoplasty (ALT) : Laser untuk meshwork
c. Penurunan volume korpus vitreus. trabecular untuk meningkatkan aliran aqueous.
Kombinasi Ablatio
Terlepasnya retina Retina Regmatogen
dari lapisan epitel dan Traksi
pigmen koroid
Ablatio Retina
Regmatogenesa
• Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan mungkin hampir 90% dapat berhenti
dengan sendirinya (spontan) atau dengan tindakan sederhana yang dilakukan oleh
pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya
Hipertensi
Bakteri masuk kedalam tubuh
Patofisiologi
Tingginya aliran darah
Mengakibatkan inflamasi
Mengakibatkan SDM bergesekan dgn dinding pembuluh darah
Maka tubuh mengaktifkan respon imun
(untuk memanggil APC dan MHC)
Kegagalan kontraksi pembuluh darah
Ketika terjadi benturan dari luar (Pada orangtua) membuat perubahan pogresif pada otot tuknika media
Epistaksis posterior
• Pendarahannya hebat dan jarang dapat berhenti sendiri
• Sering ditemukan pada penyakit kardiovaskular karena pecahnya arteri sfenopalatina
• Sebagian besar terjadi kedalam faring
• Suatu tampon gagal mengontrol pendarahan
• Nyata dari pemeriksaan hidung bahwa pendarahan terletak di posterior dan superior
Klasifikasi
• Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, • Pola nutrisi dan metabolisme :
• Riwayat Penyakit sekarang : penyakit yang diderita sekarang • Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
• Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan. • Pola istirahat dan tidur
• Riwayat penyakit dahulu : • Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.
• Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau • Pola Persepsi dan konsep diri
trauma
• Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
• Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
• Pola sensorik
• Pernah menderita sakit gigi geraham
• Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilekterus
• Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
• menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
• yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang. • Pemeriksaan fisik
• Riwayat spikososial • Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
• Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih) • Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
• Interpersonal : hubungan dengan orang lain. • Data subyektif :
Resiko perdarahan b.d trauma Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pencegahan pendarahan
2 x 24 jam diharakan tingkat perdarahan Observasi
berhenti dengan dengan kriteia hasil : Monitor tanda gejala pendarahan
Kelembaban membrane mukosa Segera melapor jika terjadi penderahan
Kelembaban kulit baik Kolaborasi pemberi obat pengontrol
pendarahan
Discharge planning
Jika epitaksis terjadi lagi
• Untuk dapat menghentika pendarahannnyaperlu dicari dulu sumbernya.
• Biarkan darah mengalir keluar dan jangan sampai mengalir kesaluran napas bawah
• Tampon dengan kasa dibasahi dengan adrenaline dan pntocain . lidoain untuk mengurangi rasa nyeri
• Tampon dibiarkan selama 10-15 menit
•
•Jikapada perdarahan tidak berhenti, gunakan tampon bellocq . kasa yang di buat bulat/k kotak diameter 3 cm
dengan terikat 3 utas benang.
•Jangan mengorek hidung dengan kuat dan jangan mengeluarkan ingus terlalukuat
•Makan bergizi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh
•Memastikan penyebab epitaksi dan penanganan awal
FRAKTUR TULANG
HIDUNG
Definisi
• Fraktur nasal pada orang dewasa dijumpai pada kasus berkelahi, trauma
akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan lalu lintas, sedangkan pada anak-anak
sering disebabkan karena bermain dan olahraga.
Beban berlebih
Mengenai Kontaminasi Merangsang
infeksi
Trauma melebihi batas jar lunak lingkungan luar respon inflamasi
elastisitas tulang Merangsang pelepasan
sitokinin
Komponen tulang
tidak bisa menahan
Permeabilitas Merangsang
Diskontuinitas tulang vasodilatasi asam arakidonat
Mengirimkan sinyal
dislokasi fraktur edema
nyeri
Retraksi
Teregang dan pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil
Menambal robekan. Dokter juga dapat menambal robekan pada gendang telinga.
Robekan pada gendang telinga akan ditambal dengan kertas khusus. Kertas tersebut akan
membantu robekan pulih dan menyatu kembali.
Operasi. Operasi gendang telinga atau timpanoplasti masih tergolong jarang dilakukan.
Operasi ini dilakukan dengan mencangkok jaringan lain ke gendang telinga yang pecah.
ASUHAN KEPERAWATAN
• Pengkajian
• Perawat perlu melakukan anamnesa dari keluhan klien seperti :
- Nyeri saat pinna dan tragus bergerak
- Nyeri pada liang telinga
- Telinga terasa tersumbat
- Perubahan pendengaran
- Keluar cairan dari telinga yang berwarna kehijauan
• Riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan kepada klien diantaranya adalah:
- Kapan keluhan nyeri terasa oleh klien?
- Apakah klien dalam waktu dekat lalu berenang di laut, kolam renang ataukah
didanau?
•- Apakah klien sering mengorek-ngorek telinga sehingga mengakibatkan nyeri
setelah dibersihkan?
•-Apakah klien pernah mengalami trauma terbuka pada liang telinga akibat terkena
benturan ?
•- Apakah klien seorang petinju atau pegulat yang sering mengalami trauma pada
telinganya
PEMERIKSAAN FISIK
• INSFEKSI
• Inspeksi keadaan umum telinga, pembengkakan pada MAE (Meatusauditorius
eksterna) perhatikan adanya cairan atau bau, warna kulit telinga, penumpukan
serumen, tonjolan, yang nyeri, dan berbentuk halus. Serta adanya perdangan.
• Palpasi
• Lakukan penekanan ringan pada daun telinga. Jika terjadi respo nyeri dari klien,
maka dapat dipastikan klien, menderita otitis eksternasirkumskripta (furunkel)
ANALISA DATA
• DX 1 : GANGGUAN PERSEPSI SENSORI B.D GANGGUAN PENDENGARAN
• Data subjektif :
- mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
- merasakan sesuatu melalui indera pendengaran
• Data objektif :
- Distorsi sensori
- respon tidak sesuai
- bersikap seolah mendengar
INTERVENSI
NIC
1.) manajemen halusinasi
2) menimalisasi ransangan
• Setelah dilakukan tindakan A). observasi periksa satus mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan (mis. Nyeri, kelelahan)
keperawatan selama 3 x 24 jam B). diskusikan terhadap toleransi beban sensori (mis. Bising)
diharapkan persepsi sensori pasien C). batasi stimulus lingkungan (mis. Suara)
• Fungsi sensori klien normal A). identifikasi pengerahuan tentang perawatan diri
B). identifikasi metode pembelajaran yang sesuai ( penggunaan alat bantu visual/audio
• Proses informasi klien normal C). jadwalkan waktu dan intensitas pemeblajaran sesuai penyakit
E). ciptakan edukasi interaktif untuk memicu partisipasi aktif selama edukasi.