Anda di halaman 1dari 26

R E F E R AT

Anemia aplastik
pada DM tipe 2
Evita Peninta Dwi Savitri
Marsya Nursyifani
St Jalila Revika Putri
Zulfikar Andimapali
Anemia aplastik merupakan suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang
Latar dikarakterisasi dengan adanya pansitopenia perifer, hipoplasia sumsum tulang dan
makrositosis oleh karena terganggunya eritropoesis dan peningkatan jumlah fetal
belakang hemoglobin. Anemia Aplastik dapat terjadi pada semua golongan usia, serta dapat
diturunkan secara genetik ataupun didapat.

DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia


yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. WHO
memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun
2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.

Pasien dengan anemia aplastik dan DM tipe II dibutuhkan diagnosis dan tatalaksana
yang tepat dikarenakan respon terhadap terapi yang dapat mempengaruhi kondisi
pasien sehingga dibutuhkan penyesuaian untuk menentukan prognosis selanjutnya.
Anemia
aplastik
Definisi anemia aplastik

“Kegagalan sumsum tulang baik secara fisiologis


maupun anatomis yang ditandai oleh penurunan atau
tidak ada faktor pembentuk sel darah dalam sumsum
tulang, pansitopenia darah perifer, tanpa diseratai
hepatosplenomegali atau limfadenopati”
54%
D I I N D O N E S I A PA D A
KELOMPOK ORANG
D E WA S A

15-25 tahun
PA L I N G S E R I N G
I D I O PAT I K
Sekitar 50-70% Etiologi
PRIMER anemia
• Kelainan kongenital
- Fanconi aplastik
- Non-fanconi
• Dyskeratosis kongenital

SEKUNDER
• Radiasi, bahan kimia
• Obat idiosinkratik
• Infeksi virus
• Kehamilan
Patogenesis
anemia
aplastik
T I DA K B E R AT
Klasifikasi Sumsum tulang hiposelular namun tidak
memenuhi kriteria berat
anemia
aplastik B E R AT
 Selularitas sumsum tulang <25%
 Sitopenia sedikitnya dua dari tiga sel
darah

S A N G AT B E R AT
 Hitung neutrophil <500/uL
 Hitung trombosit <20.000/uL
 Hitung retikulosit absolut <60.000/uL
Sindrom anemia
Lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak napas,
Manifestasi sakit kepala, pusing, mual, muntah, pucat,
kulit tidak elastis
klinis
Gejala perdarahan
Ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan
subkonjungtiva, perdarahan gusi,
hematemesis/melena atau menorhagia
pada wanita, perdarahan organ dalam,
perdarahan otak

Ta n da -t a n da i n f e ksi
Ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis
leher, febris, sepsis atau syok septik
• Retikusitopenia

Pemeriksaan • Anemia sering berat dengan kadar Hb<7 g/dl


• Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel
penunjang muda dalam darah tepi
• Trombositopenia
• Pemeriksaan Sumsum Tulang : Hipoplasia sampai aplasia
• Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluorescence In
Situ Hybridization)  Sel darah akan diambil dari sumsum
tulang, tujuannya untuk mengetahui jumlah dan jenis sel-sel
yang terdapat di sumsum tulang
• MRI  gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran elemen
seluler dan digantikan oleh jaringan lemak
Suportif

• Mengatasi anemia  transfusi PRC


• Mengatasi perdarahan  tranfusi
konsentrat trombosit

Tatalaksana
Memperbaiki sumsum tulang

• Anabolik Steroid  oksimetolon atau atanozol


• Kortikosteroid  prednison 40-100 mg/hari
• GM-CSF atau G-CSF  meningkatkan jumlah netrofil
1. Terapi Imunosupresif
• Pemberian anti lymphocyte globulin (ALG)
atau anti thymocyte globuline (ATG)
• Pemberian methylprednisolon dosis tinggi

2. Transplantasi sumsum tulang


Terapi
definitif
Diabetes melitus
tipe 2
Definisi
DM tipe 2

”Penyakit hiperglikemi akibat insensitivitas sel


terhadap insulin. Kadar insulin mungkin
sedikit menurun atau berada dalam rentang
normal karena inslin tetap dihasilkan oleh sel
beta pankreas. Oleh karena itu, diabetes
mellitus tipe 2 disebut sebagai non-insulin
dependent diabetes mellitus.”
6,9%
R I S K E S DA S 2 0 1 3

10,9%
KO N S E S N S U S P E R K E N I
Etiologi DM tipe 2

Resistensi Disfungsi Faktor


insulin sel beta lingkungan
pancreas
Gejala klasik 3P yaitu polyphagia, polydipsia,
Manifestasi
dan polyuria. Nafsu makan bertambah namun
berat badan menurun, dan pasien mudah lelah. klinis
Pada kondisi kronik sering terjadi keluhan DM tipe 2
kesemutan, kulit terasa panas atau seperti
ditusuk jarum, rasa kebas pada kulit, kram,
kelelahan dan mudah mengantuk. Kadang
disertai pandangan kabur, kemampuan seksual
yang menurun bahkan dapat menyebabkan
kondisi impoten .
Diagnosis
DM tipe 2

• Gejala klasik + GDP ≥ 126 mg/dl


• Gejala klasik + GDS ≥ 200 mg/dl
• Gejala klasik + GD 2 jam setelah TTGO ≥ 200 mg/dl
• Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GDP ≥ 126 mg/dl
• Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GDS ≥ 200 mg/dl
• Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GD 2 jam setelah TTGO ≥ 200 mg/dl
• HbA1c ≥ 6.5%
N o n - f a r m a ko l o g i s
• Latihan jasmani secara teratur
• Diet diabetes

Tatalaksana
Fa r m a ko l o g i s
• Obat anti hiperglikemia oral
- Pemacu sekresi insulin : ulfonil urea, Glinid
- Peningkat sensitivitas terhadap Insulin : Metformin, Tiazolidindion
- Alfa glucosidase blocker : Acarbose
- Penghambat DPP-IV : Sitagliptin dan Linagliptin.
- Penghambat SGLT-2 : Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin

• Obat anti hiperglikemia suntik


- Insulin : Rapid, Short, Intermediate, Long, Ultra long-acting
- Agonis GLP-1 : Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide
DM sering menyebabkan komplikasi
makrovaskular yang terutama didasari oleh
karena adanya resistensi insulin dan komplikasi
mikrovaskular yang disebabkan oleh
hiperglikemia kronik.
Komplikasi
Kerusakan vaskular ini diawali dengan DM tipe 2
terjadinya disfungsi endotel akibat proses
glikosilasi dan stres oksidatif pada sel endotel

• Ulkus kaki diabetik


• Penyakit ginjal diabetes (PGD)
• Komplikasi pada jantung
Anemia Aplastik
pada pasien
DM Tipe 2
Banyak pasien dengan anemia aplastik berat memerlukan transfusi ulang sel darah merah
sebagai terapi konservatif  risiko peningkatan kelebihan zat besi dan komplikasinya yang
terkait

DM akibat hemochromatosis dapat berkembang terutama karena gangguan sekresi insulin


yang disebabkan oleh disfungsi sel-β, dan dipercepat oleh faktor-faktor variabel yang
mempengaruhi resistensi insulin, misalnya, sirosis atau obesitas

Hemochromatosis berkembang dari penyerapan zat besi yang berlebihan atau gangguan
daur ulang zat besi. Pasien dengan hemochromatosis menyerap 4 mg zat besi per hari, yang
meningkatkan kadar zat besi dalam darah, menghasilkan peningkatan kadar feritin dalam
darah dan penumpukan zat besi di banyak organ

Zat besi yang berlebihan disimpan dalam sel retikuloendotelial ketika kemampuan
menangkap makrofag mencapai batasnya, dan ia diimpregnasi ke beberapa organ seperti
jantung, hati, limpa, sumsum tulang, dan sistem endokrin, yang mengakibatkan kegagalan
organ
• Metilprednisolon dosis rendah 1-2 mg/kgBB/hari dapat digunakan untuk mengurangi
perdarahan dan gejala serum sickness
• Metilprednisolon dosis tinggi memberikan respons pengobatan yang baik sampai 40%

• Pada DM, penggunaan metilprednisolon dapat memicu peningkatan gula darah


• Pasien yang menggunakan steroid harus teratur memantau gula darahnya
Tatalaksana • Penyesuaian atau peningkatan dosis insulin atau pun obat anti hiperglikemia diperlukan
selama pasien mengonsumsi metilprednisolon
• Pemantauan terhadap hipoglikemi juga harus terus dipantau
1. Yong NS. Aplastic Anemia. N Engl J Med. 2018. 379(17): 1643–1656. doi:10.1056/NEJMra1413485.

Daftar 2. Isyanto, Abdulsalam M. Masalah pada Tatalaksana Anemia Aplastik Dddapat. Sari Pediatri no.7.2005.
26-33
3. Timan IS, Aulia D, Atmakusuma D, et al. Some Hematological Problems in Indonesia. Int J Hematol.

pustaka 2002. 286-90


4. Aplastic Anemia: A Common Hematological Abnormality Among Peripheral Pancytopenia. Biswajit H,
Pratim PP, Kumar ST, Shilpi S, Krishna GB, Aditi A. North American Journal of Medical Sciences.
2012. 384-8
5. Bakta, IM. Hematologi Klinik ringkas. Penerbit Buku Kedokteran. EGC: Jakarta. 2003. P: 98-109.
6. Young NS, Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. In: Eipsten FH, editor.
New English Medical Journal, vol.336. Massachusetts Medical Society, 1997.
7. Nurdjanah S. Sirosis hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S editor
(penyunting). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006.
hlm.445-8.
8. Fatimah RN. Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority. 2015; 4(5):93-101.
9. Soelistijo SA, Novida H, Rudjianto A, Soewondo P, Suastika K, Manaf A et.al. Konsensus pengelolaan
dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. Perkeni. 2015;6-61.
10. Decroli E. Diabetes melitus tipe 2. Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. 2019.
11. Khardori R. Type 2 diabetes mellitus. Indian J Endocrinol Metab. 2013;17(Suppl 1):S68–S71.
doi:10.4103/2230-8210.119509
12. Kim HJ, Kim YM, Kang E, Lee BH, Choi JH, Yoo HW. Diabetes mellitus caused by secondary
hemochromatosis after multiple blood transfusions in 2 patients with severe aplastic anemia. Ann Pediatr
Endocrinol Metab. 2017 Mar;22(1):60-64. doi: 10.6065/apem.2017.22.1.60.
Thank you!
ANY QUESTIONS?

Anda mungkin juga menyukai