Anda di halaman 1dari 19

IJTIHAD

POSISI IJTIHAD DALAM


KAJIAN USHUL FIQIH

HUKUM SYARA’

IJTIHAD

DALIL SYARA’
POKOK BAHASAN

 Pengertian Ijtihad
 Tiga hal yang harus ada dalam
ijtihad
 Mengapa harus ada ijtihad?
 Hukum Ijtihad
 Tiga Syarat Ijtihad
 Tiga Langkah Ijtihad
PENGERTIAN IJTIHAD
‫ االجتهاد في اللغة هو استفراغ الوسع في تحقيق‬
.‫أمر من األمور مستلزم للكلفة والمشقة‬
 Ijtihad dlm pengertian bahasa
adalah mengerahkan kesanggupan
dlm mewujudkan suatu perkara yg
mengharuskan adanya beban dan
kesulitan.
 Atha bin Khalil, Taisir Al Wushul Ilal
Ushul, hlm. 257
PENGERTIAN IJTIHAD
‫ وأما في اصطالح األصوليين فمخصوص باستفراغ‬
‫الوسع في طلب الظن بشيء من األحكام الشرعية على‬
.‫وجه يُحس من النفس العجز عن المزيد فيه‬
 Menurut istilah ulama ushul fiqih,
ijtihad adalah mengerahkan segala
kesanggupan dalam mencari hukum
syara’ yang zhanni (bersifat dugaan)
sampai batas dia merasa tak mampu
lagi menambah kesanggupannya.
 Atha bin Khalil, Taisir Al Wushul Ilal Ushul,
hlm. 257
WILAYAH IJTIHAD
Ijtihad hanya bisa dilakukan dalam
wilayah / masalah:
1. Hukum syara’ yang berbentuk
perbuatan fisik dan furu’ (cabang)
2. Uqubat (sistem sanksi) dan muamalah
yang nashnya bersifat zhanni (tidak
pasti). Kalau perkara uqubat dan
muamalah yg nashnya qathi (pasti)
maka tidak bisa dilakukan ijtihad.
*Ijtihad dilakukan pada perkara yg nashnya
zhanni dan bukan wilayah aqidah.
*hasil ijihad dari perkara zhanni bisa
banyak, maka diperlukan Tarjih.
BUKAN WILAYAH IJTIHAD
Ijtihad Tidak bisa dilakukan dalam
wilayah / masalah:
1. Akidah (keyakinan) (ushuluddin)
2. Hukum Syara’ yang ada nashnya,
dan nashnya itu qath’I (pasti).
3. Perkara-perkara yang tidak bisa di
qiyaskan (tidak dianalogikan) yaitu:
hukum makanan, minuman,
pakaian, ibadah, akhlak.
TIGA HAL YG HARUS ADA
DALAM IJTIHAD
Berdasarkan definisi ijtihad
sebelumnya, menurut Imam
Taqiyuddin Nabhani berarti dalam
aktivitas ijtihad harus ada 3 hal :
1. ada upaya maksimal mengerahkan
segala kesanggupan.
2. hasil ijtihad berupa hukum syara’
yang bersifat zhanni.
3. sumber ijtihad adalah nash-nash
syariah (Al-Qur`an & As Sunnah).
MENGAPA HARUS ADA
IJTIHAD?
 1. Sebab banyak masalah-masalah baru
yang tidak ada nash-nya dalam Al-
Qur`an dan As-Sunnah,
 Misalnya : kloning, bayi tabung, dll.
 2. Padahal manusia wajib terikat dengan
hukum syara’ dalam segala
perbuatannya, termasuk dalam
masalah-masalah baru.
 Dalil-dalil wajibnya terikat dengan
hukum syara’ QS 5:49; QS 4:65, dll.
MENGAPA HARUS ADA
IJTIHAD?
 3. Maka ijtihad menjadi wajib,
berdasarkan kaidah maa laa yatimmul
wajibu illa bihi fahuwa wajib,
 (kewajiban yang tak terlaksana kecuali
dgn sesuatu, maka sesuatu itu menjadi
wajib pula hukumnya).
 Maka ijtihad itu wajib, sebab tanpa
ijtihad tak mungkin seseorang terikat
dengan hukum syara’ pada masalah-
masalah baru. (Atha bin Khalil, Taisir Al Wushul Ilal
Ushul, hlm. 260)
HUKUM IJTIHAD
 Ijtihad hukumnya adalah fardhu
(wajib),
 Namun bukan fardhu ain, melainkan
fardhu kifayah.
 Artinya, jika sudah ada sebagian kaum
muslimin yang telah melaksanakannya
(yaitu berijtihad), maka gugurlah
kewajiban sebagian yang lainnya.
 (Atha bin Khalil, Taisir Al Wushul Ilal
Ushul, hlm. 260)
HUKUM IJTIHAD
 Ijtihad telah disyariatkan berdasarkan
dalil As Sunnah :
 (1) Sunnah Qauliyah :
 “Jika seorang hakim berijtihad dan
benar maka dia mendapat dua pahala,
dan jika dia berijtihad dan salah, maka
dia mendapat satu pahala.” (HR
Bukhari dan Muslim).
 (Atha bin Khalil, Taisir Al Wushul Ilal
Ushul, hlm. 262)
HUKUM IJTIHAD
 (2)Sunnah Taqriiriyyah :
 * Setelah selesai Perang Khandaq,
Nabi SAW memerintahkan kaum
muslimin mengejar Yahudi hingga ke
Bani Quraizhah. Maka Nabi SAW
bersabda,”Janganlah seorangpun
shalat Ashar hingga dia sampai di Bani
Quraizhah.”
 Sebagian memahami sabda itu apa
adanya dan shalat Ashar di kampung
Bani Quraizhah meski sudah masuk
maghrib.
HUKUM IJTIHAD
 Sebagian memahami sabda itu
maksudnya hanya untuk mempercepat
kaum muslimin sampai di kampung
Bani Quraizhah dan shalat Ashar di
jalan pada waktunya.
 Kedua versi pemahaman ini (ijtihad)
dibenarkan oleh Rasulullah SAW (HR
Bukhari dan Muslim).
 (Atha bin Khalil, Taisir Al Wushul Ilal
Ushul, hlm. 262)
HUKUM IJTIHAD
* Sunnah Taqriiriyah lainnya :
 Nabi SAW pernah bertanya kepada
Muadz bin Jabal RA yang akan
diangkat sebagai Qadhi di
Yaman,”Dengan apa kamu
menghukumi?”
 Muadz menjawab,”Dengan Kitabullah.”
 Nabi SAW bertanya,”Kalau tidak ada?”
 Muadz menjawab,”Dengan Sunnah
Rasulullah.”
HUKUM IJTIHAD
 Nabi SAW bertanya,”Kalau tidak ada?”
 Muadz menjawab,”Aku akan berijtihad
dengan pendapatku, dan aku tidak
akan lalai.”
 Nabi SAW bersabda,”Segala puji bagi
Allah yang telah memberi taufik
kepada utusan Rasulullah kepada apa
yg diridhai Allah dan Rasul-Nya.”
 HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi.
 (Atha bin Khalil, Taisir Al Wushul Ilal
Ushul, hlm. 262)
TIGA SYARAT IJTIHAD
Menurut Imam Taqiyuddin An Nabhani dalam
At Tafkiir syarat ijtihad ada 3 (tiga), yaitu :

1. Memahami fakta masalah yang akan


dihukumi

2. Memahami pengetahuan bahasa Arab (al


ma’arif al lughawiyah) spt nahwu, sharaf,
dll

3. Memahami pengetahuan syariah (al ma’arif


al syar’iyah) spt Ushul Fiqih, Ulumul
Qur`an, Mustholah Hadits, dll
TIGA LANGKAH IJTIHAD
Menurut Syekh Atha bin Khalil, ada tiga
langkah dalam berijtihad :

1. Memahami fakta masalah yang akan


dihukumi

2. Mengkaji nash-nash syara’ yang terkait


dengan masalah tsb

3. Mengistinbath hukum syara’ dari nash-


nash syara’ tsb.

(Atha bin Khalil, Taisir Al Wushul Ilal Ushul,


hlm. 264-265)
INSYA ALLAH
WASSALAM

Anda mungkin juga menyukai