Anda di halaman 1dari 12

JURNALISME

BENCANA
Agnes Teresia
Alda Dwi Putri
Cok Putri Nadilla
DEFINISI JURNALISME BENCANA
Jurnalisme bencana adalah bagaimana media memberitakan bencana
(Amirudin, 2006; Hermawan, 2007 dalam Wijaya, 2014). Dalam 3 kata
‘bagaimana memberitakan’ terkandung dimensi proses dan hasil.
Dimensi proses mengacu pada proses produksi berita – berita bencana,
dimensi hasil mengacu pada berita-berita bencana yang dimuat atau
disiarkan media (Nazaruddin, 2008 dalam Wijaya, 2014). Sedangkan di
Indonesia jurnalisme bencana bisa menjadi bencana baru. Kekeliruan
peliputan, baik disengaja atau tidak disengaja karena bekal peliputan
yang tidak memadai, harus di kontrol (Arif, 2011:150).
RELEVANSI JURNALISME BENCANA DI
INDONESIA
• Di Indonesia, pemberitaan media di televisi menjadi seragam. Jurnalis
menggali sisi penyebab bencana mulai dari tren peliputannya dengan
mengejar sisi sensasi dan berspekulasi dari bencana. Bahkan, jurnalis
melibatkan sosok kiai sebagai salah satu narasumber pemberitaan
dalam melihat penyebab terjadinya gempa dan tsunami dari
perspektif Islam. Jurnalis mengajak khalayak untuk mengingat adanya
hari kiamat dan mencoba menelisik lebih dalam dengan membangun
kesadaran psikologis khalayak atas banyaknya perbuatan dosa yang
dilakukan.
BENCANA DAN KESALAHAN MEDIA
• Salah satu masalah utama pemberitaan bencana di Indonesia
terletak dalam bagaimana media berupaya memberitakan hal-hal
dramatis untuk menimbulkan simpati publik dan bantuan.
• Pendekatan dominan: bad news is good news. Semakin pedih
tangisan korban, sebuah tayangan akan dianggap semakin
"hebat”.
• Kesalahan lain yang kerap dilakukan media adalah pertanyaan
mengenai perasaan, firasat dari keluarga korban.
Masih banyak mengejar sensasi, dibandingkan substansi. Salah satu kasus yang
pernah terjadi di Indonesia adalah kasus Silet pada 2010 silam pada masa
pemberitaan letusan Gunung Merapi.

Dalam tayangan Silet pada 7 November 2010 disebutkan bahwa Yogyakarta


adalah kota malapetaka, dan pada tanggal 8 November 2010 akan terjadi
bencana besar dengan mewawancarai paranormal. Korban bencana letusan
Merapi bertambah resah
PRINSIP ETIS DALAM PELAPORAN BENCANA
1. Mewawancarai korban.
Jurnalis tidak boleh memaksa meminta wawancara korban
tanpa kesediaan mereka Pendekatan lewat keluarga,
kerawabt, teman, dan penasihat pribadi korban akan lebih
efektif. Misalnya, awali pertanyaan dengan kalimat, “Kami
turut prihatin atas musibah yang menimpa keluarga
Bapak/Ibu. Agar peristiwa ini menjadi pelajaran bagi orang
lain (pembaca kami), apakah Bapak/Ibu berkenan untuk
berbagi cerita?”
2. Korban meninggal atau hilang.
Jurnalis perlu memberi tahu dulu keluarga korban meninggal
atau hilang, sebelum menayangkan berita tentang bencana
dan kecelakaan. Sepanjang memungkinkan, keluarga terdekat
korban sebaiknya tidak mengetahui kejadian yang menimpa
anggota keluarganya untuk pertama kali dari tayangan berita.
Jurnalis/media juga menghindari penayangan gambar/foto
korban yang menggambarkan kengerian atau kesadisan.
Standar kepantasan menurut khalayak serta perasaan dan
trauma keluarga korban juga perlu ditimbangkan.
3. Pemakaman.
Normalnya, liputan pemakaman korban harus seizin keluarga
yang berduka. Perlu ada alasan kuat (menyangkut kepentingan
public) bila media tetap menayangkan pemakaman tanpa
seizin keluarga. Itu pun, jurnalis harus menghindari perilaku
yang mengangu, misalnya menyorot secara close-up wajah
anggota keluarga yang sedang menangis, meratap, atau
berduka.

4. Menayangkan foto atau gambar secara berulang.


Hindari menanyangkan ulang foto/gambar peristiwa
traumatik, terutama bila di dalamnya ada foto/gambar orang
yang bisa dikenali. Foto/gambar bencana atau peristiwa
traumatik yang spesifik tidak boleh dipakai untuk ilustrasi
bencana pada umumnya.
PRAKTIS JURNALISME BENCANA TERBAIK (BELAJAR DARI
“EKSPEDISI CINCIN API DAN TSUNAMI JEPANG”
1. Di Jepang hampir tidak ada jeda pemberitaan, tayangan-tayangan di NHK—stasiun televisi di
Jepang—sebelum tsunami terjadi sudah siap segala alat-alat terkait deteksi gempa dan tsunami.
Sementara itu, potensi terjadinya tsunami di Aceh terlambat diketahui.
2. NHK memiliki helikopter dan ratusan alat deteksi gempa. Penyiaran bencana tidak pernah terlihat
tayangan korban mayat di televisi juga tidak pernah ada tayangan orang menangis tersedu-sedan di
televisi.
3. Sebaliknya, tren bencana di Indonesia, penayangan bencana diulang-ulang. Wartawan di Jepang
sudah siap meliput bencana. Bahkan sebelum gempa dan tsunami Aceh, masyarakat hampir tidak
mendapat pemberitahuan tentang gempa. Sementara itu, potensi tsunami usai gempa di Sendai
datang pemberitahuan sekaligus dokumentasi tsunami begitu baik
4. Permasalahan peliputan bencana di Indonesia masih minim pengetahuan dan belum memiliki SOP
yang jelas.
5. Pemerintah di Jepang pun berperan aktif dalam menghadapi bencana yaitu pemerintah mengubah
area reklamasi dataran sampai 15 meter. Sedangkan di Indonesia, pemerintahnya juga belum cukup
berperan aktif perihal kesiapan menghadapi bencana.
PERAN MEDIA DALAM DISASTER MANAGEMENT
CYCLE
1. Memberikan informasi yang tepat waktu dan faktual; tingkat bencana, situasi saat ini,
risiko sekunder, orang hilang, penyelamatan, barang bantuan.
2. Nasihat tentang tindakan yang harus diambil; evakuasi, tips untuk mendapatkan air
3. Menangani kebutuhan para penyintas; bantuan medis, barang bantuan
4. Dorong korban yang selamat; hiburan.

Pada masa rehabilitasi, peran media adalah :


1. Bandingkan untuk bantuan keuangan, teknis dan material dengan menilai kebutuhan
para penyintas; perumahan sementara, kredit mikro dan perawatan medis
2. Menangani rencana rekonstruksi yang dikembangkan oleh pemerintah, PBB, LSM
Pada saat mitigasi, peran media adalah :
1. Memberikan informasi tentang tindakan pencegahan dan teknik;
kode bangunan pada konstruksi rumah yang lebih aman, tips
keselamatan
2. Meningkatkan kesadaran publik

Pada masa preparedness, peran media adalah:


1. Memberikan informasi tentang tindakan pencegahan; evakuasi, alat
untuk dipersiapkan, rencana kesiapsiagaan.
2. Advokasi untuk pendidikan risiko
3. Berikan informasi yang tepat dan tepat waktu mengenai bencana.

Anda mungkin juga menyukai