Anda di halaman 1dari 25

Scholtz AW, Hahn A, Stefflova B, Medzhidieva D, ryazantsev SV,

Paschinin A, et al. Clinical Drug Investigation. 2019:39;1045-1056


 Vertigo  keadaan ilusi dari pergerakan-sendiri atau
persepsi pergerakan dari lingkungan di sekitar 
prevalensi 7,4% di populasi umum, predominansi pada
perempuan, dan lebih tinggi pada lansia.

 Sindrom vertigo perifer yang diketahui  BPPV (Benign


Paroxysimal Positioning Vertigo), vestibular neuritis,
bilateral vestibulopati, dan penyakit Meniere.

 Vertigo  dapat menyebabkan perburukan pada


fungsional pasien  keterbatasan dalam aktivitas sehari-
hari dan penurunan pada kualitas hidup  dibutuhkan
terapi simpomatik yang tepat
 Obat anti-vertigo yang paling sering digunakan saat ini 
betahistin dihidroklorida 16 mg 3 kali/hari  bekerja sebagai
agonis lemah reseptor H1 dan antagonis poten reseptor H3.

• Betahistin digunakan untuk penyakit Meniere dan


vertigo vestibular perifer yang terkait dengan penyakit
Meniere  dan dapat menekan gejala vertigo (mual
dan muntah), tinnitus, dan kehilangan pendengaran.

 Kombinasi 20 mg cinnarizine dan 40 mg dimenhidrinat  juga


digunakan untuk terapi vertigo selama lebih dari 3 dekade
 Efikasi anti-vertigo nya berasal dari mekansime cinnarizine 
memblokade kanal kalsium di sistem vestibuler perifer dan regulasi
transmisi aferen vestibuler di sel rambut.

• Efek antihistamin dimenhidrinat  efek anti-vertigo dan


anti-emetic  melalaui inhibisi histamin dan reseptor
kolinergik di nucleus vestibular dan pusat muntah.

 Efikasi obat ini juga sudah diteliti pada banyak penelitian RCT dan
meta-analisis lainnya  kombinasi cinnarizine/dimenhidrinat lebih
superior dibanding betahistin untuk menurunkan gejala vertigo akibat
penyakit vestibular perifer
 Studi merupakan tipe RCT (randomized controlled trial), double-
blind, terkontrol aktif, multi-senter, pararel-grup, dan studi non-
inferioritas.

 Studi dilaksanakan dari bulan Juli 2013 sampai April 2015  di 8


klinik THT di Austria, Republik Czech, Bulgaria, dan Rusia  telah
mendapat komite etik dan memberikan infrom consent kepada
semua subjeknya.

 Studi ini bertujuan  mengivestigasi efikasi dan keamanan dari


kombinasi cinnarizine /dimenhidirnat pada gangguan vestibular
perifer  dan menguji apakah lebih inferior dibanding betahistine.
 Subjek dibagi dengan perbandingan 1:1 untuk mendapat kombinasi
obat cinnarizine 20 mg/dimenhidrinat 40 mg atau betahistin dihidroklorida
16 mg selama 4 minggu  Kedua obat identic dalam segi bentuk, berat,
ukuran, warna, dan rasa

 Untuk menghindari bias  maka dibentuk dua obat dummy  subjek


mengkomsumsi obat 2 tablet, 3 kali sehari  yaitu : 1 tablet
cinnarizin/dimenhidrinat dan 1 tablet betahistin dummy, atau 1 tablet
cinnarizine/dimenhidrinat dummy dan 1 tablet betahistin.

 Randomisasi dilakukan dengan computer dalam sistem bloking  alokasi


subjek dilakukan dalam amplop yang tertutup, dan hanya dibuka pada saat
emergensi  dilakukan blinding kepada subjek dan juga kepada peneliti.
Kriteria inklusi :

 pasien usia > 18 tahun yang memiliki gangguan vertigo vestibular


perifer dengan berbagai penyebab.
 Pasien terdiagnosa penyakit Meniere, BPPV, vestibulopati bilateral,
dan vestibular perifer akut  Diagnosis ditentukan oleh dokter
neurotologis yang sudah ahli di bidangnya  dengan bantuan
pemeriksaan posturografi dan ENG (elektronistagmografi).
 memiliki 1 dari 6 gejala vertigo yang ada (disatasia, ketidakstabilan
berjalan, sensasi berputar, kecenderungan untuk jatuh, sensasi
bergoyang, pandangan gelap, sempoyongan)  skor 2 dari 5 poin
Kriteria eksklusi

 kontraindikasi pada obat yang diberikan kejang, dicurigai


adanya proses kompresif intracranial, glaucoma sudut terbuka,
adenoma prostat dengan urin residu, insufisiensi ginjal berat,
penyakit Parkinson, feokromositoma, ulkus peptikum, penyakit hati
kronis, kehamilan, menyusui
 komsumsi antibiotic aminoglikosida, inhibitor monoamine,
antidepresan trisiklik, parasimpatolitik, glukokortikoid, dan
heparin
 obat antivertigo yang dikomsumsi dalam jangka waktu 1 minggu
sebelum rekrutmen
 Endpoint primer  perubahan pada skor MVS (mean vertigo score) dari
baseline dan sesudah intervensi.

 MVS  terdiri dari 12 komponen yang mengukur beratnya gejala vertigo


 tdd 6 gejala vertigo (disatasia, ketidakstabilan berjalan, sensasi
berputar, kecenderungan untuk jatuh, sensasi bergoyang, pandangan
gelap, sempoyongan) tanpa provokasi, dan 6 gejala vertigo dengan faktor
pemicu/provokasi (perubahan posisi, membungkukuk, berdiri, menyetir,
pergerakan kepala, dan pergerakan mata).

 Setiap komponen memiliki rentang skor 0-4  MVS telah dilakukan uji
validitas dan reabilitas sebelumnya
Endpoint sekunder adalah :

 Perubahan MVS pada kunjungan ke 2 ( 1 minggu +/- 2 hari)


 Perubahan rerata dari 6 skor gejala vertigo
 Kemampuan pasien dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, dengan skor 1-3,
yang dikonfirmasi dengan peneltiian dari penelitit (rentang skor 1-5)
 Perubahan skoring gejala vegetative yang mengikuti (mual, muntah,
berkeringat, dan takikardia), dan gejala lain seperti tinnitus, gangguan
pendengaran, gangguan penglihatan, rasa penuh pada telinga, dan sakit kepala.
Masing masing gejala memiliki rentang skor 0-4
 Efek samping yang muncul (dalam 1 minggu dan 4 minggu), tolerabilitas
ditetukan oleh peneliti dalam rentang skor 1-4
 Analisis statistik  dilakukan dengan sistem per-protocol 
kemudian diulang dengan sistem ITT (intention-to-treat) untuk
menentukan sensitivitas dari hasil intervensi.

 Analisis dilakukan dengan ANCOVA (Analysis of covariance) 


ditampilkan dalam bentuk konfidens interval 95%.

 Untuk end-pioint primer  dilakukan tes non-inferioritas untuk


kombinasi cinnarizine/dimenhidrinat  Ambang CI 95% yang
ditetapkan adalah 0,3 pada MVS setelah 4 minggu untuk hasil non-
inferioritas.
 Estimasi besar sampel berdasarkan penelitian sebelumnya adalah 224 pasien 
untuk kekuatan 90% dan untuk deteksi hasil dri tes non-inferioritas, dan asumsi
drop-out 10%.

 perbedaan hasil terapi antar grup  dievaluasi dengan Kruskal-Walis test ;


perubahan dalam grup itu sendiri  dilakukan dengan Wilcoxon signed-ranks
test.

 Analisa variable kategorik  dilakukan dengan Fisher exact test.

 Analisis statistic dilakukan dengan SAS versi 9.2.


 Total ada 306 pasien yang dilakukan randomisasi 
dibagi menjadi 152 kelompok
cinnarizin/dimenhidrinat (CD) dan 152 kelompok
betahistin dihidroklorida (BD)

 Tiga pasien dari kelompok CD (2%), dan 6 pasien


dari kelompok BD (3,9%)  tidak mengikuti
intervensi sampai minggu 4  angka drop-out
keseluruhan adalah 2,9%

 1 pasien dari CD dan 2 pasien dari BD  dieksklusi
untuk analisis efikasi

 analisis ITT dilakukan pada 303 subjek  Analisis


per-protokol dilakukan kepada 294 subjek.
 Usia rerata subjek adalah 53,5 tahun (SD +/- 14,2)  mayoritas adalah perempuan (60,1%).

 Diagnosis yang paling sering adalah penyakit “Meniere-like symptom complex”  diagnosis
lainnya masuk ke dalam “other peripheral vertigo” dan disfungsi labirintin.

 Pada kelompok CD  6 pasien diterapi dengan obat anti-vertigo (2 dengan betahistin, 1


dengan cinnariizin/dimenhidrinat, pirasetam, betahistin)  sedangkan pada kelompok BD
ada 2 pasien yang mendapat obat anti-vertigo (betahistin, vinposentin).

 Tidak ada perbedaan signifikan antara data demografis dan karakteristik klinis antar grup
saat baseline (tidak lebih dari 20%)

 Compliance penelitian  97,2% di kelompok CD dan 98,6% pada kelompok BD.


 Gejala vertigo turun secara signifikan pada
kedua kelompok (p<0,0001) dengan data
baseline yang tidak berbeda (p=0,0736).

 Nilai MVS setelah 4 minggu  0,395 pada


kelompok CD dan 0,488 pada kelompok BD 
dengan perbedaan -0,093 (95% CI -0,18, -
0,007)

 nilai tes non-inferioritas <0  sehingga CD


lebih superior dibanding BD (p=0,035)

 Hasil analisis ITT  menunjukkan hasil


sensitivtas yang lebih baik pada kelompok
CD, dengan perbedaan -0,117 (95% CI -0,21;-
0,025, p=0,013)
 Hasil dari analisis ANCOA
antar kedua grup dan
antar sesama grup ada
pada diagram ini
 Terdapat bukti superiortas dari CD dibanding BD dalam menurunkan MVS di 1
minggu pertama setelah terapi, dengan perbedaan hasil -0,013 (95% CI -0,188,
-0,037, p=0,003)

 Skor 6 gejala vertigo tanpa provokasi di kelompok CD lebih rendah dalam 1


minggu (-0,146, p=0,001) dan 4 minggu (-0,111, p=0,0013). Tetapi tidak ada
perbedaan signifikan pada 6 gejala vertigo dengan prvokasi dalam 1 minggu
(-0,081, p=0,057) dan 4 minggu (-0,076, p=0,146)

 Skor gejala vegetatif tidak berbeda antar 2 kelompok (betahistin lebih baik
:81,1% vs 79,1%), namun terdapat perbaikan dalam tiap kelompok setelah 4
minggu (p<0,001). Perbaikan pada gejala tinnitus atau sakit kepala tidak
terlalu bermakna
 terdapat penurunan persepsi
“strong impairment” dalam 1
minggu (p=0,0013)

 peningkatkan persepsi “no


impairment” dalam 4 minggu
(p=0,0035)  Dimana betahistin
lebih superior dengan tes Fisher
exact
 49,3% kelompok CD memiliki
efikasi “very much improved”
atau “much improved”, 
dibanding 21,6% di kelompok
betahistin pada 1 minggu
pertama,

 setelah 4 minggu meningkat


menjadi  71,2% dan 62,8%
namun tidak berbeda secara
statistik (p=0,138)
 Tidak ada efek samping bermakna selama studi.

 Efek samping utama  serangan vertigo (4 pasien di kelompok


BD), mulut kering dan reaksi alergi (1 pasien pada setiap grup).

 Efek samping lainny  lemas, sakit perut, peningkatan tekanan


darah, disuria, dan perburukan dermatitis seboroik.

 Sebanyak 61,1% pasien CD memiliki toleransi sangat baik, dan


49,2% pada kelompok BD.
 P. Peneltiian ini menunjukkan bahwa  kombinasi
cinnarizine/dimenhidrinat dapat menjadi alternative selain
betahistin  dengan hasil intervensi yang lebih superior untuk
CD

 Efikasi CD yang lebih baik  berkaitan dengan aktivitas yang


lebih luas karena cara kerja di 2 tempat berbeda (vestibular
perifer dan sentral) dan adanya efek sinergis.

 Sedangkan betahistin dihidroklorida (maksimal 48 mg) dan


betahistin dimensilat (dosis maksimal 36 mg)  hanya bekerja
di sistem vestibuler perifer. .
 Beberapa penelitian percobaan lain  menunjukkan bahwa CD
lebih efektif dibanding BD  untuk vertigo otogenik, vertigo karena
insufisiensi vertebrobasilar, penyakit vestibular akut, atau neuritis
vestibular, dan tidak non-inferior untuk penyakit Meniere

 Sampel penelitian dalam studi merepresentasikan pasien vertigo


vestibular perifer secara umum (pasien muda dan wanita)

 Kedua obat memberikan perbaikan yang sama untuk skor MVS, dan
juga perbaikan pada gejala vegetative vertigo.
 diagnosis vertigo ditentukan secara individual oleh dokter THT
yang berpengalaman  tanpa ada kriteria yang pasti  sehingga
sampel penelitian lebih heterogen  Namun generabilitas
penelitian lebih baik.

 waktu pemberian obat yang terlalu singkat (4 minggu) 


sehingga mungkin tidak cukup kuat untuk memnentukan
perbaikan pada gejala Meniere  meskipun hasil penelitian
memiliki kemaknaan yang baik.
Kombinasi cinnarizine 20 mg dan
dimenhidrinat 40 mg tidak non-
inferior dibanding betahistin 16 mg 
bahkan hasil menunjukkan
superioritas dari kombinasi obat
tersebut untuk terapi vertigo
vestibular perifer yang terkait dengan
beragam patologi sehingga dapat
dijadikan sebagai alternative terapi.

Anda mungkin juga menyukai