Anda di halaman 1dari 42

Perilaku Konsumen:

Mashlahah dan Utilitas dalam Islam

Team teaching
Outline
• Konsumsi dan Tujuan Konsumsi
• Perilaku Konsumsi Konvensional
• Perilaku Konsumsi Muslim
• Prinsip Homo Islamicus dalam Konsumsi
• Pedoman Konsumsi Islam
• Prinsip Konsumsi Mannan
• Konsep Mashlahah dalam konsumsi
• Tingkatan Kebutuhan dalam Islam
• Halal dan Haram dalam Pilihan Konsumsi
• Nilai guna Utilitas dan Mashlahah
Tujuan Konsumsi
• Konsumsi semua pengeluaran untuk sandang,
pangan, tempat tinggal, transportasi, kesehatan,
pendidikan dan lainnya
• Tujuan konsumsi adalah untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan bukan semata untuk
memenuhi keinginan atau wants
• Konsumsi merupakan aktivitas terbesar manusia
sehingga menjadi salah satu aspek yang
mendapat perhatian dari Alquran maupun
Sunnah
Perilaku Konsumsi Konvensional
• Perilaku ekonomi konvensional lebih kepada homo
economicus, dimana perilaku ekonomi manusia yang
mengedepankan rasio akal sesuai keinginan manusia
sendiri.
• Secara sederhana perilaku manusia sebagai individu
ekonomi menurut ekonomi konvensional memiliki sifat-
sifat Perfect self-interest dan Perfect rationality
• Kondisi tersebut bertentangan dengan kesepakatan
terhadap ilmu sosial pada umumnya seperti sosiologi
dan antropologi, dimana diyakini bahwa perilaku
manusia seringkali adalah rumit, self-contradictory, dan
unpredictable. Dan ini terbukti secara empirik dimana
pada kenyataannya memang manusia demikian adanya.
Perilaku Konsumsi Konvensional
• Mengapa digunakan? Alasan utama adalah
karena Homo economicus ingin membuat
analisis ekonomi menjadi jauh lebih sederhana
dengan mengesampingkan faktor-faktor sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang menimbulkan
konsekuensi kewajiban menjalankan aturanNya.
• Homo economicus mengabaikan dan
menganggap nilai –nilai norma dan etika sebagai
ceteris paribus.
Perilaku Konsumsi Muslim
• Ketika homo economicus tidak mampu
menjelaskan prilaku manusia secara lengkap,
dan kesadaran para pembaharu ekonomi
konvensional terhambat dengan tidak adanya
standar moral yang dapat dijadikan acuan, maka
Islam menjadi solusi satu-satunya.
• Pandangan Islam terhadap manusia dan
bagaimana prilaku ekonominya adalah konsep
yang syumuliyah ( komprehensif ) . Konsep ini
dapat di singkat dengan istilah homo islamicus
PRINSIP HOMO ISLAMICUS
DALAM KONSUMSI
• Homo Islamicus mengarahkan manusia pada tujuan hakiki yaitu
FALAH
• Beberapa Karakter Homoislamicus
• Islam mendorong manusia mempergunakan akal dan fikiran-
nya,sehingga ia harus rasional, namun kemampuannya tidak tak
terbatas.
Artinya Manusia adalah tidak sempurna/memiliki keterbatasan
dalam arti sebagai makhluk ciptaan Allah SWT .
• Manusia dikendalikan juga oleh emosi, tidak semata logika.
Emosi seringkali adalah tidak rasional sehingga rasionalitas logika tak
bisa selalu diikuti, karena itu Islam memberikan pedoman bagi
manusia dalam melakukan aktivitas ekonomi. Menurut Islam,
manusia tidak mengetahui apa yang terbaik bagi diri-nya karena
keterbatasan pengetahuan. Hanya Allah SWT yang memiliki
pengetahuan sempurna.
• Manusia secara inherent akan memaksimalkan kesejahteraan
material. Islam mengakui dorongan memiliki materi ini, namun
dibatasi oleh nilai-nilai seperti tidak boleh berlebihan, boros,
bermewahan, dll.
• Allah berfirman dalam Surat An-Najm ayat 29 : ” berpalinglah
(muhammad ) dari orang-orang yang berpaling dari
peringatan kami, dan yang hanya menginginkan kehidupan
duniawi saja. ”
• Islam memandang bahwa utility individu adalah tergantung pada
utility individu lainnya (interdependent utility).
PEDOMAN KONSUMSI ISLAM
Empat pedoman syariah dalam berkonsumsi :
• azas maslahat dan manfaat : membawa maslahat dan
manfaat bagi jasmani dan rohani dan sejalan dengan
nilai maqasid syariah
• azas kemandirian : ada perencanaan, ada tabungan,
mengutang adalah kehinaan. Nabi SAW menyimpan
sebagian pangan untuk kebutuhan keluarganya selama
setahun ( H.R Muslim ). “ Ya Allah jauhkanlah hamba dari
kegundahan dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan,
kebodohan dan kebakhilan, beratnya utang, serta
tekanan orang lain ( H.R Bukhari – Muslim ).
• azas kesederhanaan : bersifat qanaah, tidak mubazir. Al-
Maidah : 87 “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu haramkan apa-apa yang baik yang Telah Allah
halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui
batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas.”
• azas Sosial : anjuran berinfaq . “ dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, ‘
apa yang lebih dari keperluan (al-afwu). Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu agar kamu
berpikir ( Al-Baqarah : 219 )
PRINSIP KONSUMSI
MANNAN
Menurut Manan, ada 5 prinsip konsumsi dalam islam :
1. Prinsip Keadilan
Prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rizki
yang halal dan tidak dilarang hukum
• Pelarangan dilakukan karena berkaitan dengan hewan yang
dimaksud berbahaya bagi tubuh dan tentunya berbahaya bagi
jiwa
• Pelarangan dilakukan karena berkaitan dengan moral dan
spritual (Mempersekutukan tuhan)
2. Prinsip Kebersihan
3. Prinsip Kesederhanaan
Prinsip Ini Mengatur Perilaku Manusia Mengenai Makan
Dan Minuman Yang Tidak Berlebihan
4. Prinsip Kemurahan hati
Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun
dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal
yang disediakan tuhannya
5. Prinsip Moralitas/Akhlak
• Seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah
sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepadanya
setelah makan
Konsep Maslahah dalam Perilaku
Konsumsi
Syariah Islam menginginkan manusia mencapai dan
memelihara kesejahteraannya. Imam Ghazali dan Shatibi
menggunakan istilah ‘maslahah’, yang maknanya lebih luas
dari sekadar utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi
konvensional. Maslahah merupakan tujuan hukum syara’ yang
paling utama
• Kemashlahatan adalah perlindungan terhadap maslahah
adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang
mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan
manusia di muka bumi ini (Khan dan Ghifari, 1992).
• Ada lima elemen dasar menurut beliau, yakni: kehidupan atau
jiwa (al-nafs), properti atau harta benda (al mal), keyakinan
(al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-
nasl). Semua barang dan jasa yang mendukung tercapainya
dan terpeliharanya kelima elemen tersebut di atas pada setiap
individu, itulah yang disebut maslahah.
• Kegiatan-kegiatan ekonomi meliputi produksi,
konsumsi dan pertukaran yang menyangkut
maslahah tersebut harus dikerjakan sebagai
suatu ‘religious duty‘ atau ibadah. Tujuannya
bukan hanya kepuasan di dunia tapi juga
kesejahteraan di akhirat.
• Semua aktivitas tersebut, yang memiliki
maslahah bagi umat manusia, disebut ‘needs’
atau kebutuhan. Dan semua kebutuhan ini harus
dipenuhi.
• Mencukupi kebutuhan – dan bukan memenuhi
kepuasan/keinginan – adalah tujuan dari aktivitas ekonomi
Islami, dan usaha pencapaian tujuan itu adalah salah satu
kewajiban dalam beragama.
sifat-sifat maslahah
• Maslahah bersifat subyektif dalam arti bahwa setiap
individu menjadi hakim bagi masing-masing dalam
menentukan apakah suatu perbuatan merupakan suatu
maslahah atau bukan bagi dirinya.
• Berbeda dengan konsep utility, kriteria maslahah telah
ditetapkan oleh syariah dan sifatnya mengikat bagi
semua individu.
• Misalnya, bila seseorang mempertimbangkan bunga
bank memberi maslahah bagi diri dan usahanya, namun
syariah telah menetapkan keharaman bunga bank, maka
penilaian individu tersebut menjadi gugur
• Maslahah orang per seorang akan konsisten
dengan maslahah orang banyak.
• Konsep ini sangat berbeda dengan konsep
Pareto Optimum, yaitu keadaan optimal di mana
seseorang tidak dapat meningkatkan tingkat
kepuasan atau kesejahteraannya tanpa
menyebabkan penurunan kepuasan atau
kesejahteraan orang lain.
• Konsep maslahah mendasari semua aktivitas ekonomi dalam
masyarakat, baik itu produksi, konsumsi, maupun dalam
pertukaran dan distribusi
• Dalam utility tidak memungkinkan untuk membandingkan
kepuasan yang diperoleh individu A dengan B dalam
mengkonsumsi barang yang sama dengan jumlah yang sama.
Namun kemashlahatan sudah jelas. Yang membawa haram
dan membawa kemudharatan jelas bukan bagian dari
mashlahah.
maslahah dapat dibagi dua
jenis
• pertama, maslahah terhadap elemen-elemen yang
menyangkut kehidupan dunia dan akhirat,
• kedua: maslahah terhadap elemen-elemen yang menyangkut
hanya kehidupan akhirat.
Implikasi dari 2 prototype tersebut, seorang
individu Islam akan memiliki dua jenis pilihan:
• Berapa bagian pendapatannya yang akan
dialokasikan untuk maslahah jenis pertama dan
berapa untuk maslahah jenis kedua.
• Bagaimana memilih di dalam maslahah jenis
pertama: berapa bagian pendapatannya yang
akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan
kehidupan dunia (dalam rangka mencapai
‘kepuasan’ di akhirat) dan berapa bagian untuk
kebutuhan akhirat.
Konsumsi dalam Islam dibedakan atas:
1. Konsumsi duniawi: konsumsi untuk pemenuhan jasmani
dan rohani.
2. Konsumsi akhirat: konsumsi untuk kepentingan ibadah
termasuk ibadah yang berdimensi sosial seperti
pengeluaran sedekah, infak, zakat dan wakaf.
Pada tingkat pendapatan tertentu, konsumen
Islam, karena memiliki alokasi untuk hal-hal yang
menyangkut akhirat, akan mengkonsumsi barang
lebih sedikit daripada non-muslim. Hal yang
membatasinya adalah konsep maslahah tersebut
di atas. Tidak semua barang/jasa yang
memberikan kepuasan/utility mengandung
maslahah di dalamnya, sehingga tidak semua
barang/jasa dapat dan layak dikonsumsi oleh
umat Islam.
Tingkatan Kebutuhan dalam
Islam
1. Dharruriyah
kebutuhan yang sifatnya mendasar dan harus ada, dalam
suatu kehidupan guna menjalankan aktivitas kehidupan
termasuk menjaga maqashid syariah
2. Hajjiyah
Bukan sesuatu yang mendasar tapi memudahkan
aktivitas kehidupan
3. Tahsiniyah
Suatu kebutuhan yang sifatnya nyaman, indah, luxuriuss
namun tidak berlebih-lebihan
Daruriyyah :
Tujuan daruriyyah merupakan tujuan yang harus
ada dan mendasar bagi penciptaan
kesejahteraan di dunia dan akhirat, yaitu
mencakup terpeliharanya lima elemen dasar
kehidupan yakni jiwa, keyakinan atau agama,
akal/intelektual, keturunan dan keluarga serta
harta benda.
Jika tujuan daruriyyah diabaikan, maka tidak
akan ada kedamaian, yang timbul adalah
kerusakan (fasad) di dunia dan kerugian yang
nyata di akhirat.
• Syari’ah bertujuan memudahkan kehidupan dan
menghilangkan kesempitan. Hukum syara’ dalam kategori ini
tidak dimaksudkan untuk memelihara lima hal pokok tadi
melainkan menghilangkan kesempitan dan berhati-hati
terhadap lima hal pokok tersebut.
• Bukan sesuatu yang mendasar tapi memudahkan aktivitas
kehidupan
• Syariah menghendaki kehidupan yang indah dan
nyaman di dalamnya. Terdapat beberapa provisi
dalam syariah yang dimaksudkan untuk
mencapai pemanfaatan yang lebih baik,
keindahan dan simplifikasi dari daruriyyah dan
hajiyyah. Misalnya dibolehkannya memakai baju
yang nyaman dan indah.
• Suatu kebutuhan yang sifatnya nyaman, indah,
luxuriuss
Halal Vs Haram dalam Perilaku
Konsumsi
• Halal dan Haram dalam Islam bukan suatu pilihan, karena
barang haram adalah barang yang tidak mashlahah dan jelas
tidak dipilih.
• Pilihan hanya dilakukan atas barang halal dengan nilai
kegunaan yang lebih tinggi atau lebih rendah
Nilai guna atau utilitas Vs.
Maslahah (1)
• Utilitas adalah kemanfaatan atau nilai guna dari suatu benda.
Nilai utilitas ini akan semakin menurun jika ketersediaan
semakin banyak.
• Pilihan kepada utilitas adalah pilihan yang dilandasi oleh
rasionalitas seorang muslim
• Apakah utilitas bertentangan dengan maslahah?
Nilai guna atau utilitas Vs.
Maslahah (2)
• Utilitas tidak bertentangan dengan maslahah bahkan
dalam Islam seorang muslim juga harus rasional
• Rasionalitas merupakan implikasi dari prinsip kebebasan
dan tanggung jawab dalam ekonomi Islam dan juga
prinsip khalifah sebagai pemakmur bumi.
• Namun utilitas dalam Islam tidak hanya didasarkan
kepada rasionalitas belaka namun juga dibatasi pada hal-
hal yang membawa kemashlahatan.
• Sehingga dalam hal ini kemashlahatan merupakan
koridor yang memagari pilihan seorang konsumen
muslim atas barang x atau barang y.
• Salah satu ayat yang mendukung bahwa utilitas
tidak bertentangan dengan maslahah dapat
dilihat pada AlQuran surat Ali Imran ayat 14.
“ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak,
kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi
Allah lah tempat kembali yang baik (syurga). “

Anda mungkin juga menyukai