Anda di halaman 1dari 68

Case Report Session (CRS)

SINDROME NEFROTIK + CKD


STAGE IV + EFUSI PLEURA ec Susp
TB  Paru
Oleh : Anna Hanifa Defrita
G1A218105

Dosen Pembimbing :
D r. N . P. F i t r i a n i S i r e g a r , S p . P D
BAB I PENDAHULUAN
Sindrome Nefrotik (SN) merupakan tanda patognomonik penyakit
glomerular yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif
lebih dari 3,5 g/hari, hipoalbuminemia kurang dari 3,5 g/hari,
hiperkolesteromia, dan lipiduria.
Sindrom nefrotik memiliki efek metabolik yang berdampak pada
kesehatan individu. SN adalah self-limited, dan sebagian diantaranya
respon terhadap terapi spesifik, namun untuk sebagian besar pasien
merupakan kondisi yang kronis.

Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu


kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder

Angka kejadian di negara berkembang seperti Indonesia diperkirakan


berkisar 6 kasus per tahun tiap 100.000 anak berusia kurang dari 14
tahun dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Aftika Yuliani
Umur : 22 Tahun
Jenis kelamin : PEREMPUAN
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : SK 06 harapan makmur
Ruangan / Kamar : Kelas III / A2
Tanggal Masuk : 05 Maret 2019
Tanggal pemeriksaan : 08 Maret 2019

Identifikasi Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang


KELUHAN
UTAMA

Pasien datang mengeluhkan Badan bengkak ± 1 bulan


SMRS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

• Pasien mengeluhkan bengkak yang menetap pada seluruh tubuh ± 1 bulan SMRS,
pembengkakan di awali pada bagian kaki kemudian menjalar ke perut, ke wajah ,
tangan, hingga seluruh tubuh. Pembengkakan terlihat lebih membesar pada bagian
perut. Pembengkakan mengakibatkan pasien sulit untuk berdiri, berjalan dan
beraktivitas. Keluhan disertai sesak hilang timbul ± 1 bulan SMRS dan memberat
sejak ± 2 minggu SMRS, sesak semakin berat pada saat berbaring dan lebih enakan
pada saat duduk. Pasien juga mengeluhkan batuk, tidak berdahak, lemas, lesu, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, BAB sedikit, BAK lancar berwarna kuning
pekat, tidak ada demam (-), mual muntah (-), sakit tenggorokan (-). Pasien juga
mengeluhkan mata kuning.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

• ± 4 bulan yang lalu pasien dirawat di rumah sakit mengeluhkan


bengkak pada tubuh, terutama pada kelopak mata ketika bangun
tidur. keluhan disertai sesak, pucat dan lemas, nyeri perut, BAK
dan BAB tidak lancar, keluhan mual dan muntah (-) . Kemudian
dokter memberikan obat (bapak lupa nama obat), bengkak
sempat hilang, namun saat obat habis bengkak timbul kembali.
Pasien sudah 4 kali keluar masuk rumah sakit dengan jarak
waktu 4 bulan dengan keluhan yang sama. Pasien tidak kontrol
rutin dan tidak rutin minum obat.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

• ± 2 tahun yang lalu, pasien pertama kali mengeluhkan bengkak pada tubuh.
Bengkak di rasakan di bagian mata, tungkai dan perut. Pertama kali muncul di
bagian kelopak mata, kemudian di tungkai, setelah itu muncul di perut. Keluhan
disertai sesak hilang timbul, nafsu makan menurun, berat badan menurun, demam
(+), mual, muntah (-) dan lemas. BAK lancar berwarna kuning, BAB sedikit dan
jarang. Pasien di rawat di MMC ± 1 minggu dan dokter memberikan obat.
RIWAYAT PENYAKIT R I WAYAT P EN YA K I T RIWAYAT KEBIASAAN DAN SOSIAL
DAHULU K EL U A R G A

 Riwayat bengkak pada • Riwayat keluhan serupa (-) • Pasien tidak bekerja dan
tubuh sejak ±2 tahun yang • Riwayat penyakit paru (-) tinggal bersama kedua
lalu berulang hingga 3 kali orangtuanya
• Riwayat penyakit ginjal (-)
dalam setahun • Pasien jarang makan,
• Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Asma (-) memiliki kebiasaan sering
• Riwayat Diabetes (-) ngemil
 Riwayat penyakit jantung
(+) • Sosial ekonomi rendah,
 Riwayat penyakit ginjal (-) pasien berobat menggunakan
BPJS
 Riwayat penyakit paru (-)
 Riwayat alergi obat-obatan
(-)
PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS  Tanda Vital

TD HR RR T
Keadaan Umum
Tampak sakit sedang 110/80 80 20 36,1
Kesadaran mmHg x/menit x/menit C
Compos mentis

 GCS 15 (E4 V5 M6)  Keadaan Gizi

SpO2 : 99% BB TB IMT


Gizi Lebih
 Lingkar perut 99 cm
156 Kg 58 cm 23,86 (dengan
edema)
PEMERIKSAAN FISIK
MATA
KEPALA
CA (+/+), SI (+/+), Refleks
Normochepal Cahaya (+/+), Pupil bulat
isokor, edema palpebra (+/+)

HIDUNG
TELINGA
Deviasi septum (-),
epistaksis (-) Serumen minimal AD/ AS,
Nyeri tekan tragus
(-/-)

MULUT LEHER
Bibir kering(+), Pembesaran KGB (-)
pucat (-) Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Trakea di tengah
JVP 5 + 2 cmH2O
PARU PARU
I :Gerakan dinding dada simetris JANTUNG
kanan dan kiri. I : Iktus kordis tidak terlihat
jaringan parut (-), P : Iktus kordis teraba di ICS V
linea midclavicularis sinistra
P : Nyeri tekan (-), krepitasi (-),
fremitus taktil menurun P : atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
P : redup pada apeks paru (+/+) Kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
p. Jantung : ICS IV linea midclavicularis
A : bronko vesikuler kanan dan kiri, sinistra
rhonki basah halus (+/+), wheezing
(-/-) A: BJ1 &2 reguler, Gallop (-),
Murmur (-)

ABDOMEN
PUNGGUNG
I : Cembung(+),asites (+), spider navi
I : Tortikolis (-), skoliosis (-), kifosis(-),
(-),venetrasi (-)
pergerakan simetris

P : Fremitus taktil kanan sama dengan kiri


P : Soepel, nyeri tekan (-), massa (-),
menurun
hepar dan lien tidak teraba, shifting
dullnes (+), undulasi (+)
P : Redup pada apeks paru
P : Redup di seluruh regio abdomen
A : bronkovesikuler (+/+), rhonki basah
A : Bising usus (+), normal
halus (+/+), wheezing (-/-)
EKSTREMITAS EKSTREMITAS

Superior Superior
akral hangat, CRT < 2 detik, akral hangat, CRT < 2 detik,
Edema pada tangan dan jari- Edema pada tangan dan jari-
jari (+/+) eritem (-), sianosis jari (+/+) eritem (-), sianosis
(-) (-)

Inferior :
akral hangat, CRT <2 Detik, Inferior :
pitting edema pretibial (+/+) akral hangat, CRT <2 Detik,
pitting edema pretibial (+/+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DARAH RUTIN
Jenis 5/3/ 2019 9/3/2019 Normal
Pemeriksaan
WBC 16,26 26,09 (4-10,0 103/mm3)
RBC 5,07 4,83 (3,5-5,5 106/mm3) KESAN : leukositosis, anemia
hipokromik mikrositer
HGB 8,7 8,4 (11,0-16 g/dl)
HCT 30,9 30 (35,0-50,0 %)
PLT 178 160 (100-300 103/mm3)
MCV 60,9 62,2 (80-100 fl)
MCH 17,2 17,4 (27-34 pg)
MCHC 282 280 (320-360g/dl)
Elektrolit
Parameter 5/3/2019 6/3/2019 Harga Normal

Natrium (Na) 134,92 137,59 (135-148)

Kalium (K) 5,59 5,70 (3.5-5.3)

Chlorida (Cl) 103,20 106,09 (98-110)


Urin rutin
Calcium (Ca )+
1,39 1,21 (1.19-1.23)

Kesan:hiperkalemia, Warna : Berat Reaksi/pH : Protein : Albumin:(-)


hiperkalsemia, hiponatremia Kuning jenis : 5 (+3)  
keruh 1020  
   

Glukosa Keton : Sel Sel eritrosit Sel epitel : 2


: (-) tidak leukosit :5- :25- - 3/ LPB
Kesan:Proteinuria   ada 6/LPB 30/LPB  
     
Pemeriksaan Kimia Darah

Parameter 5/3/2019 6/3/2019 9/3/2019 Harga Normal Kesan :


FAAL HATI hipoproteinemia,
hipoalbuminemia,
Protein Total 4,2     6,4 – 8,4 g/dl
Hipoglobulinemia,
Albumin 1,7   2,6 3,5 – 5,0 g/dl hiperkolesterolemia
Globulin 2,5     3,0 – 3,6 g/dl
SGOT   22   < 40 U/L
SGPT   25   < 41 U/L LFG : 19,23
(stage IV)
FAAL GINJAL
Ureum 139   (15-39 mg/dl)
Kreatinin 2,6   (L 0,9-1.3; P 0,6-1,1
mg/dl)
FAAL LEMAK
cholesterol 339     < 220 mg/dl
trigliserida 193     <150mg/dl
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Rontgen Thorax

Trakea ditengah
Inspirasi cukup
Clavikula kanan dan kiri simetris
Cor : CTR Sulit dinilai
Pulmo :
 Tampak infiltrat pada paru dextra
 Corakan bronkovaskular meningkat
 Sudut costovrenikus tampak tumpul

Kesan : Efusi Pleura Bilateral ec susp TB


paru
Daftar masalah

• Edema anasarka
• Penurunan berat badan
• Leukositosis
• Anemia hipokromik mikrositer
• Hiperkolesterolemia
• Hiperkalemia
• Hiperkalsemia
• Proteinuria
• Hipoalbuminemia
• Hipoproteinemia
• Hipoglobulinemia
• Primer : Sindrom nefrotik
• Sekunder :
• CKD Stage IV
DIAGNOSIS • Efusi Pleura ec susp TB paru
• Anemia penyakit kronis

• Sindroma nefrotik : Glomerulonefritis akut, SLE, gagal ginjal


DIAGNOSIS kongestif, sindroma nefritik
• Gagal ginjal Kronis : gagal ginjal akut, nefropati diabetik,
BANDING glomerulonefritis, nefrosklerisis
• Efusi pleura : TB paru, pneumonia, Edema paru

• Darah rutin, urinalisis, protein urin kuantitatif, pemeriksaan


ANJURAN elektrolit, pemeriksaan albumin, globulin, sputum BTA, foto
thorax, EKG, USG ginjal, Pencitraan, Biopsi ginjal,
TATALAKSANA
Non farmakologis : Farmakologis :
• Tirah baring • Memberikan O2 kanul 3-5L

• IVFD RL 500 cc/ 24 jam
Mengatur posisi senyaman mungkin (posisi semifowler)
• Inj furosemid 3x1 ampl
• Edukasi kepada pasien dan keluarga menganjurkan untuk
• Inj Ceftriaxon 1x2g
membatasi masukkan cairan
• Inj metilrednisolon 2x62,5 mg
• Edukasi tentang penyakit, faktor resiko, dan prognosis • Inj Albumin 1 gr/kgBB
• Membatasi asupan Na dengan menggunakan garam • Captopril 3x 12,5g
secukupnya • Transfusi prc 1 Kolf
• Diet kalori 130-140 kal/kgbb/hari dan diet protein 3-4 • Kateter Urin
gr/kgbb • Melakukan pemasangan WSD
Prognosis
• Quo Vitam : Dubia ad malam
• Quo Functionam : Dubia ad malam
• Quo Sanactionam : Dubia ad malam
Follow Up Pasien
Tanggal Follow Up
08-03-2019 S : Kelopak mata, perut, tungkai, tangan dan jari-jari tangan bengkak, sesak, lemas
O : Ku Sedang
Kesadaran Composmentis
Tanda Vital TD 100/80 HR 100x/m RR 32x/m T 36,6 SP02 95%
Kepala Normochepal
Mata SI(+/+), CA(+/+), edema palpebra (+/+) (Bertambah bengkak)
THT POC-PCH -
Thorax Retraksi -
Cor BJ I/II regular, murmur (-) gallop (+)
Pulmo Vesikuler (-/-), rhonki (+/-), wheezing (-/-)
Abdomen BU+, Cembung, Perkusi: redup Shifting dullness (+), Lingkar perut: 98cm
Extremitas Akral hangat, CRT <2, edema pretibial +/+
A: Sindrom nefrotik + CKD st IV + Efusi Pleura ec TB Paru
P: Farmakologis :
• IVFD RL 500 cc/ 24 jam Inj furosemid 3x1 ampl
• Inj Ceftriaxon 1x2g Inj metilrednisolon 16mg 1x1
• Captopril 3x 12,5g inj Albumin 1 gr/kg BB
• As folat 3x1
• Bicnat 3x1
• Melakukan pemasangan WSD
09/03/2019 Kelopak mata, perut, tungkai, tangan dan jari-jari tangan bengkak, sesak memberat
Ku Sedang
Kesadaran Samnolen
Tanda Vital TD 100/60 HR 90x/m RR 32x/m T 36,5
SP02 85%
Kepala Normochepal
Mata SI(+/+), CA(+/+), edema palpebra (+/+) (Bertambah bengkak)
THT POC-PCH -
Thorax Retraksi -
Cor BJ I/II regular, murmur (-) gallop (+)
Pulmo Vesikuler (-/-), rhonki (+/-), wheezing (-/-)
Abdomen BU+, Cembung, Perkusi: redup Shifting dullness (+), Lingkar perut:99 cm
  Extremitas Akral hangat, CRT <2, edema pretibial +/+
  A: Sindrom nefrotik + CKD st IV + Efusi Pleura ec TB Paru
  P:  Terapi lanjutan
 Ceftriaxone 1x2 gr
 Inj Salbutamol 2,5 mg 4x1
 Tindakan torakosintesis
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
SINDROM NEFROTIK
proteinuri masif (>40mg/m2/jam);

hipoalbuminemia (albumin serum <3,0g/dL


• sindrom klinik yang mempunyai
banyak penyebab → ditandai
permeabilitas membran
glomerulus Edema anasarca

hiperkolesterolemia (>250 mg/dL),


hiperlipidemia
EPIDEMIOLOGI

• Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal


anak yang paling sering ditemukan → hampir 50% mulai sakit
saat usia 1-4 tahun & 75% mempunyai onset sebelum usia 10
tahun.

• Laki-laki : perempuan = 2 : 1

• kebanyakan umur 2 - 6 tahun (60%)

• Indonesia : 6 kasus/100.000 anak usia <14 th / tahun

• Amerika, Inggris : 2-7 kasus / 100.000 anak usia <18 th / tahun.


ETIOLOGI

Glomerulonefritis kongenital Glomerulonefritis Primer Glomerulonefritis Sekunder


• Penyakit yang diturunkan secara
autosomal resesif • GN lesi minimal • 1 Infeksi
• Penyebab utama finnish type • Glomerulosklerosis fokal segmental • HIV, hepatitis virus B dan C
• Adanya mutasi gen NPHS1 • GN membranosa • Sifilis, malaria,
• GN membranoproliferatif skistosoma’Tuberkulosis, lepra
• GN proliferatif lain • 2. Keganasan
• Adenokarsinoma paru, payudara,
kolon, limfoma Hodgkin, mieloma
multipel, dan karsinoma ginjal
• 3. Penyakit jaringan penghubung
• SLE, Reumatoid artritis, MCTD
• 4. Efek obat dan toksin
• Obat antiinflamasi non steroid,
preparat emas, penilisamin,
presenesid, air raksa, kaptopril, heroin
KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologi
Berdasarkan respon terhadap terapi
• Sindrom nefrotik primer steroid
• Sindrom nefrotik kongenital
• Sindrom nefrotik sensitif
• Sindrom nefrotik sekunder
steroid (SNSS)
• Sindrom nefrotik resisten
Berdasarkan
kelainanhistopatologi steroid (SNRS)
• Sindrom nefrotik lesi minimal
• Sindrom nefrotik lesi non
minimal
PATOFISIOLOGI
Sindrome Nefrotik Sindrome Nefrotik Sindrome Nefrotik
Bawaan Sekunder Idiopatik

Oedema saat Regulasi imun Nefropati Glomerulonefritis Glomerulosklerosi


Kelainan minimal
neonatus terganggu membranosa proliferatif s focal segmental

Pencangkokan Proliferasi Pembengkakan


Tampak foot Arteri tubulus
Ginjal gagal abdomen leukosit sitoplasma
Penebalan
procesus sel
dinding kapiler
epitel berpadu
di semua
glomerulus Sklerosis
glomerulus
Tidak ada IgG
pada dinding
glomerulus

Mekanisme
Kerusakan
penghalang protein
glomerurus

Selektif Kegagalan dlm


Non Selektif
filtrasi
Kebocoran moleul
besar
Kebocoran molekul Protein & albumin
kecil (ex: Albumin) lolos dlm proses
Imunoglobulin
IgG filtrasi
igA Masuk ke urine Hepar sintesis
transferin&zink   Tekanan onkotik
lipid&protein
masuk ke urin koloid

 Protein dlm urine Protein dlm darah Aliran darah


  permeabilitas
kapiler
 Sel T & sirkulasi
Proteinuria Hiperlipidemia
Ektravasasi cairan
Gangguan
imunitas

EDEMA
Met anaerob dlm
darah
SINDROM NEFROTIK

  Prod as laktat Hiperlipidemia

Intravaskuler Edema

fatique >> lemak


Exttravaksasi
CO cairan
Ketidakseimbang
Suplai O2 & Kegagalan filtrasi
an antara sulai
dan kebutuhan  
nutrisi kejarinagan
Extravaskuler

O2
Lipiduria
Penumpukan Gangguan
Jaringan mekanisme regulasi
Kebocoran glomerulus dan sekresi
tubulus

  Pepermeabelitas glomerulus

Pada protein plasma dan


protein utama (albumin)

Mekanisme
penghalang protein

Selektif
Non Selektif

Kebocoran molekul
Kebocoran molekul
besar
kecil (ex: Albumin)

Imunoglobulin
IgG
hipoalbuminemia

Albu < 2,5 g/dl


Manifestasi Klinis
• Edema : umumnya terlihat pada kedua kelopak mata → lambat laun
edema menjadi menyeluruh → pinggang, perut dan tungkai bawah
sehingga penyakit yang sebenarnya menjadi tambah nyata.

• Timbulnya edema pada anak dengan SN bersifat


perlahan-lahan, tanpa menyebut jenis kelainan
glomerulusnya.

• Kadang-kadang pada edema yang masif terjadi robekan


pada kulit secara spontan dengan keluarnya cairan →
edema pada semua jaringan → menimbulkan asites,
pembengkakan skrotum atau labia, bahkan efusi pleura.

• Gangguan gastrointestinal sering ditemukan dalam


perjalanan penyakit SN
Con’t
• Diare sering dialami pada keadaan edema yang masif
→ tidak berkaitan dengan infeksi → diduga
penyebabnya : edema submukosa di mukosa usus.

• Hepatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik →


mungkin disebabkan sintesis albumin yang meningkat /
edema atau keduanya

• Kemungkinan adanya abdomen akut atau peritonitis harus disingkirkan


dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksan lainnya → bila komplikasi ini
tidak ada → kemungkinan penyebab nyeri tidak diketahui.

• Akut abdomen / peritonitis → disebabkan karena edema


dinding perut atau pembengkakan hati → kadang nyeri
dirasakan terbatas pada daerah kuadran atas kanan abdomen.
Con’t

• Nafsu makan kurang berhubungan erat dengan beratnya edema yang diduga
sebagai akibatnya.

• Anoreksia & hilangnya protein di dalam urin → malnutrisi berat yang


kadang ditemukan pada pasien SN non-responsif steroid dan persisten.

• Malaise

• hipertensi (25%)

• hipotensi dapat terjadi pada keadaan hipoalbunemia dan hipovolemia

• diare (akibat edema intestinal)

• distres pernapasan (akibat edema pulmonal atau efusi pleura)


Pendekatan Diagnosis KRITERIA DIAGNOSIS

Anamnesis
Gambaran Klinis
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium :
Penunjang Darah rutin,
urinalisis

USG Ginjal Protein urin


kuantitatif

Biopsi Serologi
Ginjal
Tatalaksana
Non Farmakologi

 Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali : sebaiknya dirawat di rumah sakit →
dengan tujuan : -untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit
-penanggulangan edema
-memulai pengobatan steroid
-edukasi orangtua.
 Umum :
* Tirah baring
* Cairan dan diet : - cairan dibatasi sesuai kebutuhan
- makanan mengandung protein tinggi (1,5- 2g/kgbb/hari)
- makanan rendah garam (1-2 g/hari)
*cegah infeksi
Farmakologi
* Teliti kemungkinan menderita TB
- uji Mantoux : ~Bila + : profilaksis INH selama 6 bulan
bersama steroid
~Bila ditemukan tuberkulosis : diberikan obat
antituberkulosis (OAT).
*Timbang berat badan harian
* Ukur tekanan darah harian
* Periksa kadar elektrolit harian : pada pemakaian diuretik lebih dari 1-
2minggu.
# Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat → diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan
kemungkinan hipovolemia.
• Skema pemberian diuretik untuk mengatasi edema :
Furosemid 1 – 3 mg/kgbb/hari + spironolakton 2-4 mg/kgbb/hari
Respon -
Berat badan tidak menurun atau tidak ada diuresis dalam 48 jam
Respon -
Dosis furosemid dinaikkan 2 kali lipat (maksimum 4-6 mg/kgbb/hari)
Respon -
Tambahkan hidroklorothiazid 1-2 mg/kgbb/hari
Respon -
Bolus furosemid IV 1-3 mg/kgbb/dosis atau per infus dengan kecepatan 0,1-1 mg/kgbb/jam

Respon -
Albumin 20% 1g/kgbb intravena diikuti dengan furosemid intravena
 KORTIKOSTEROID
o Pengobatan pada SN idiopatik :

o TERAPI INSIAL

* Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama → dilanjutkan


dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis
awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x
sehari setelah makan pagi.
*Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak
terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.
 PENGOBATAN SN RELAPS

* Prednison 60 m jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari)


dosis terbagi dalam 4mgg → dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2
LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari)

* Jika proteinuria ≥ 2+ tanpa edema dan terbukti infeksi : beri antibiotiK 5- 7 hari
* proteinuria ≥ 2+ dengan edema : beri pengobatan steroid
 PENGOBATAN SN RELAPS SERING ATAU DEPENDEN
STEROID
Farmakologi
KOMPLIKASI
Infeksi

Hiperlipidemia

Hipokalsemia

Hipovolemia
PROGNOSIS
• Kebanyakan anak dengan SN mengalami remisi.
• Hampir 80% anak dengan SNKM mengalami relaps → didefinisikan sebagai proteinuria masif yang
menetap selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
• Proteinuria transien (kurang dari 3 hari) dapat terjadi bila terdapat infeksi dan tidak termasuk relaps.
• Terapi steroid efektif untuk mengatasi relaps.
• Pasien yang sensitif steroid berisiko rendah mengalami gagal ginjal kronik.
• Pasien dengan GSFS (glomerulonefritis fokal segmental) mulanya memberikan respons terhadap terapi
steroid, namun kemudian menjadi resisten.
• Pasien dengan GSFS dapat berkembang menjadi gagal ginjal terminal.
• Pada anak yang menjalani transplantasi ginjal, rekurensi GSFS berkisar 30%.
• Buruk untuk nefrotik sindrom kongenital, pada dalam 2-18 bulan akan terjadi kematian karena gagal ginjal
• Baik untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus karena kebanyakan anak respon tehadap terapi
steroid
• Kematian pada pasien kelainan minimal biasanya disebabkan oleh infeksi dan komplikasi ekstra renal .
GAGAL GINJAL KRONIK
Definisi

Glomerulus Filtration Rate (GFR) < 60 L / min / 1.73 m2


yang hadir selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa bukti
kerusakan

atau

Bukti kerusakan ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR yang


hadir ≥ 3 bulan, dibuktikan dengan : albuminuria, hematuria,
kelainan struktur, kelainan patologis
Klasifikasi
Epidemiologi

WHO  pada tahun 2011 sebanyak 2.786.000 orang, tahun 2012


sebanyak 3.018.860 orang dan tahun 2013 sebanyak 3.200.000 orang
 meningkat setiap tahun

Indonesian Renal Registry (IRR)  82,4% pasien GGK di Indonesia


menjalani hemodialisis tahun 2014 dan jumlah pasien hemodialisis
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya
Etiologi

Nefropati
Hipertensi
diabetik
35%
26%

Glomerulo
pati Lain-lain
12%
Patofisiologi

Hipertrofi nefron yang


Penyakit yang mendasari Pengurangan masa ginjal
sehat

Maladaptasi : nefron ↑ tekanan kapiler dan Hiperfiltrasi


sklerosis aliran darah glomerulus

↓ fungsi nefron yang Chronic Kidney Disease


progresif
Gambaran Klinis

Sesuai penyakit dasar Diabetes melitus, batu traktus urinarius, hipertensi

Lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia,


Sindrom uremia kelebihan volume cairan, uremic frost, kejang, koma

Hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,


Gejala komplikasi asidosis metabolik, imbalance elektrolit
Pathway (Manifestasi Klinis & Komplikasi)
Pendekatan Diagnosis

Anamnesis
Gambaran Klinis
Pemeriksaan Fisik
↑ Kadar Ur & Kr serum

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium ↓ Hb, hiper/hipokalemia,


hiponatremia, hiper/hipocloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia,
asidosis metabolik

Pielografi
antegrad
Radiologis
Proteinuria, hematuria,
Renografi
leukosituria
Foto polos USG abdomen
abdomen
Penatalaksanaan

Derajat LFG (mlmnt/1,73m2) Rencana tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi


pemburukan fungsi ginjal, memperkecil risiko
kardiovaskular

2 60 – 89 Menghambat pemburukan fungsi ginjal

3 30 – 59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15 – 29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 < 15 Terapi pengganti ginjal


Prognosis

Tergantung seberapa cepat upaya deteksi dan penanganan


dini serta penyakit penyebab. Semakin dini upaya deteksi
maka hasilnya akan lebih baik
EFUSI PLEURA

Definisi
 Penumpukan cairan yang
abnormal dalam rongga pleura
akibat peningkatan produksi cairan
dan/atau berkurangnya absorbsi oleh
kelenjar limfe
ETIOLOGI
MEKANISME PENYAKIT
Permiabilitas membran pleura Inflamasi, keganasan, emboli paru
tek. onkotik Hipoalbumin ec SN atau SH
Permiabilitas kapiler Trauma, keganasan, inflamasi, infeksi, infark
paru, hipersensitivitas obat, uremia,
pankreatitis
tek. hidrostatik CHF, SVCS
Tek. intra pleura Trapped lung
aliran limfe Keganasan, infeksi
Cairan intraperitoneal Hidrotorak hepatik, SH, dialisis
peritoneal
Perpindahan cairan Edema paru
Tek. Onkotik cairan pleura Efusi pleura
menetap
ETIOLOGI
EKSUDAT TRANSUDAT
Parapneumonia effusi CHF
EFUSI PLEURA GANAS Sirosis hepatis
Tuberkulosis Atelektasis
Emboli paru Hipoalbumin
Penyakit kolagen (RA, SLE) Sindroma nefrotik
Pankreatitis Dialisis peritoneal
Trauma Myxedema
Sindroma trauma postcardiac Perikarditis konstriktiva
Meigs syndrome Urinotoraks
Uremia Kebocoran cairan Serebrospinal
Cylothorax Fistula duropleural
Infeksi jamur Migrasi ekstravaskuler dr kateter vena
sentral
GEJALA KLINIS

GEJALA UTAMA
Sesak napas makin lama makin meningkat
Meningkat dengan aktivitas
Suka tidur pada sisi yang sakit
PEMERIKSAAN FISIK

 Inspeksi : cembung,
pergerakan tertinggal
 Palpasi : fremitus <
 Perkusi : redup/pekak
 Auskultasi : Suara napas melemah/menghilang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pungsi percobaan : cairan +/-


 Analisa cairan pleura : eksudat/transudat
 Sitologi cairan pleura
 Kultur dan sensitiviti kuman banal
 BTA langsung cairan pleura
 ADA cairan pleura
 Chylomicron, TG ,Chylothorax
BAB IV Analisa Kasus
Kasus Teori

Anamnesis Anamnesis

Pasien mengeluhkan bengkak edema anasarka,


seluruh tubuh terutama pada proteinuria masif lebih
kelopak mata di pagi hari, kemudian dari 3,5 g/hari,
menjalar ke tungkai dan perut. hipoalbuminemia
Pembengkakan terlihat lebih
kurang dari 3,5 g/hari,
membesar pada bagian perut.
Pembengkakan mengakibatkan hiperkolesteromia,
pasien sulit untuk berdiri, berjalan dan lipiduria.
dan beraktivitas.
ANALISA KASUS
Sembab seluruh tubuh 1
lemas, terlihat pucat,
bulan SMRS
• Berkurangnya kadar • menandakan pasien dalam
protein dalam darah akan keadaan anemia, yang
memperlambat aliran air ditandai dengan
dari jaringan tubuh untuk Kelelahan, pucat, lemas,
masuk ke pembuluh pusing,
darah. Air akan
menumpuk di jar tubuh
yang menyebabkan
pembengkakan
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Laboratorium

• Konjungtiva anemis, bibir kering, sedikit • Pada pemeriksaan Lab di dapatkan :


pucat menandakan pasien dalam keadaan • - hipoalbuminemia
anemia • - hiperkolesterolemia
• Edema palpebra, pitting edema pretibial, • - proteinuria yang merupakan tanda
edema tungkai, edema tangan dan jari Sindroma Nefrotik
menandakan adanya edema anasarca
• Pada paru terdengar suara nafas • Penurunan HGB, MCV,MCH menurun
tambahan ronkhi (+), fremitus taktil ditandai adanya anemia hipokrom
menurun, perkusi redup penanda adanya mikrositik
cairan di pleura
• Pembesaran pada perut, LP 99cm,
sifthing dullness(+) penanda adanya
asites
PENATALAKSANAAN
Teori

Ringer laktat untuk mengembalikan keseimbangan cairan


tubuh.
RL sebagai cairan hidrasi dan elektrolit serta sebagai gen
Farmakologis : alkalisator
• IVFD RL 500 cc/ 24 jam
Inj Furesemid sebagai Reduksi edema dengan diuretik dosis
20tpm tingi dan pengaturan asupan cairan. Pengeluaran cauran
• Inj furosemid 3x1 ampl disarankan kurang dari 2 kg/hari untuk mengurangi risiko
• Inj Ceftriaxon 1x2g hipovolemia.
Mengurangi cairan tubuh yang berlebihan
• Inj metilrednisolon 2x62,5 mg Diperlukan pemantauan penurunan berat badan untuk menilai
• Inj Albumin 1 gr/kgBB efektivitas tatalaksana
• Captopril 3x 12,5g
• Transfusi Prc 1 Kolf Ceftriaxon untuk Mengobati organisme yang cenderung resisten
terhadap banyak antibiotik lainnya.
• Melakukan pemasangan WSD
Farmakologis : Untuk menghilangkan edema berat dapat diberikan albumin
(salt poor human albumin, suatu larutan kadar natrium 130-160
• IVFD RL 500 cc/ 24 jam mEq/L). Namun demikian mengingat risiko albumin ini sangan
20tpm besar, bisa menimbulkan hipertensi dan overload, maka
• Inj furosemid 3x1 ampl pemberian albumin harus lebih selektif, yaitu hanya diberikan
pada:
• Inj Ceftriaxon 1x2g Ada penurunan volume darah hebat (hipovolemi hebat) dengan
• Inj metilrednisolon 2x62,5 mg gejala postural hipotensi, sakit perut, muntah dan diare
• Inj Albumin 1 gr/kgBB Sesak dan edema berat disertai edema pada skrotum/labia
• Captopril 3x 12,5g
• Transfusi Prc 1 Kolf
WSD adalah suatu tindakan pemasangan kateter pada rongga
• Melakukan pemasangan WSD thoraks, rongga pleura, mediastinum dengan tujuan untuk
mengeluarkan cairan atau udara dari rongga tersebut
KESIMPULAN
Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang
terbanyak pada anak. Penyakit tersebut ditandai dengan
sindrom klinik yang terdiri dari beberapa gejala yaitu Penegakkan diagnosa yaitu berdasarkan anamnesis,
proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau rasio pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau pasien dalam kasus ini, disimpulkan bahwa
dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, edema, dan diagnosanya Sindroma Nefrotik + CKD stage IV +
hiperkolesterolemia. Efusi Pleura ec TB Paru. Dari hasil anamnesis pasien
mengeluh edema pada tubuh terutama pada kelopak
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang mata, perut, kedua tungkai, tangan. Pasien pernah
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang menjalani pengobatan hingga gejala menghilang. Dan
ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi kambuh kembali selang waktu 4 bulan.
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau
Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis,
transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu syndrome
sklera ikterik, terdengar ronkhi pada kedua lapang paru
klinik yang terjadi pada semua organ akibat penurunan
dengan perkusi redup. Pada abdomen ditemukan asites
fungsi ginjal akibat penyakit ginjal kronik.
dan shifting dullness, perut cembung, undulasi (+).
Serta pada pemeriksaan fisik ditemukan hipoalbumin,
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat proteinuria yang menunjukkan sindrom nefrotik,
penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara ureum kreatinin meningkat ditandai dengan penurunan
pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan laju glomerulus yang menunjukkan gagal ginjal stage
transudat atau cairan eksudat.Cairan pada efusi pleura IV.
dapat bebas yg generalized atau setempat
(circumscribed) dan encapsulated (terbungkus kapsul).
Daftar Pustaka

1. Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata Marcellus K, Setiati Siti. Buku ajar ilmu penyakit
dalam, vol I. Edisi VI. Jakarta : Internal publishing FKUI; 2014.
2. Leliana v, Muryawan MH, Radityo AN. Hubungan antara terapi kortikosteroid dengan kejadian katarak pada
anak dengan sindroma nefrotik. Jurnal media Medika Muda. 2012:1
3. Noer MS, Soemyarso N. 2009. Sindrom Nefrotik. [on line] [(1) : screens]. Available from:
URL:http//www.pediatrik.com. Akses: on September 8, 2009.
4. Sudjadi WP. Sindrom nefrotik. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Kolopaking MS, Setiati S, editor.
Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2006.
5. Cohen EP. Nephrotic syndrome. Emedicine, medscape Agust25, 2009 available at http://www.medscape.cpm
diunduh 10 maret 2019
6. Keddish MT, Karnath BM. The nephritic syndrome. Hospital Physician. October 2007 p 25-30, 38. Available at
www.turner-white.com diunduh 10 maret 2019
7. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18 th ed. Saunders. Philadelphia.
8. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar
Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
9. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] [(20) : screens]. Available from:
URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm. Akses: on September 8, 2009.
10. Pardede, Sudung O. 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia Kedokteran No. 134. Jakarta, h.32-37
TERIMA KASIH
Slide after thank you

Pertanyaan :
1. Pemberian obat pada sindoma nefrotik primer/idiopatik .

Untuk SN penyebab primer, tatalaksana tergantung etiologinya.


a. Glomerulosklerosis fokal segmental
• Prednison 1 mg/kgBB/hari (max 80mg) atau 2 mg/kg/BB (max 120mg) regimen minimal
diberikan 4 minggu, sampai maksimal 16 minggu, atau remisi komplit tercapai.
• Setelah remisi komplit tercapai, lakukan tapering off kortikosteroid selama 6 bulan

b. Glomerulonefritis membranosa
• Terapi inisial selama 6 bulan dengan memberikan kortikosteroid (i.v dan oral) dan agen
alkil oral (siklofosfamid) bergantian selang 1 bulan

c. Glomerulonefritis lesi minimal


• Prednison atau prednisolon 1 mg/kgBB/hari (maksimal 80mg) atau 2mg/kgBB (max 120
mg). Regimen diberikan selama minimal 4 minggu apabila remisi komplit tercapai.
Apabila tidak tercapai diberika 16 minggu.

b. Glomerulonefritis membranoproliferatif
• Kortikosteroid dosis rendah (harian atau selang sehari) ditambah dengan siklofosfamid
oral atau MMF oral. Terapi ini dierikan selama 6 bulan

Anda mungkin juga menyukai