Anda di halaman 1dari 22

PRODUKSI DAN STANDARDISASI

BAHAN ALAM
Oleh: Diah Lia Aulifa, M.Si., Apt
Sani Nurlaela F, M.Si., Apt
Siti Uswatun H, M.Si., Apt
Kontrak belajar

• Jumlah pertemuan maksimal 17x


pertemuan
• KUIS = 15%
• TUGAS = 15%
• UTS = 35%
• UAS = 35%
ACUAN
• Materia Medika Indonesia
• Farmakope Herbal Indonesia, 2008
• Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan,
2000 (Keputusan Menteri Kesehatan R.I
No: 55/MENKES/SK/I/2000
• Teknologi Bahan Alam, Goeswin Agoes,
2009, edisi revisi
PENDAHULUAN
• Berdasarkan catatan Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Sumedang, permintaan pasar untuk
kebutuhan ekspor jahe ke berbagai negara
Asia dan Eropa sebanyak 41 juta ton,
sementara yang bisa terpenuhi baru 4.586 ton.
Jumlah ini masih sangat kecil dibandingkan permintaan pasar.
Belum lagi kebutuhan Agromedicine Indonesia
(AI) 100 ton/th atau industri obat tradisional dan industri
kecil obat tradisional (IOT/IKOT) yang membutuhkan
89,8 ton/th. Sementara untuk bahan baku
simplisia (bahan yang sudah dikeringkan) dan
kebutuhan lokal (Jateng/Jatim) 450 ton.
SUMBER: Drs.Husin R Mallaleng Apoteker
Kasi. Obat Tradisional DINKES PROP.JATIM
Batu, 7 agustus 2007
PENDAHULUAN
Begitu pula yang terjadi di Garut. Kasubdin
Produksi Dinas Perkebunan Garut, Ir. Dedi
Setiawan didampingi Seksi Perbenihan dan
Pengembangan Komunitas, Agus Hermawan,
S.P., mengatakan, karena kualitas kunir Garut
cukup bagus, dulu pernah ada yang datang dari
PT Aldin di Cikarang yang
meminta secara rutin pengiriman kunir
untuk bahan obat-obatan.
"Akan tetapi, karena
kelihatan para petaninya
kurang siap dengan
permintaan yang cukup
banyak dan rutin, permintaan
tersebut sampai kini belum
SUMBER: Drs.Husin R Mallaleng Apoteker
Kasi. Obat Tradisional DINKES PROP.JATIM
dapat diwujudkan," kata Agus
Batu, 7 agustus 2007 Hermawan
LATAR BELAKANG
• Dilihat dari sumber daya alam,
Indonesia merupakan negara
dengan keanekaragaman hayati
kedua terbesar setelah Brazil.

• Sayangnya, tak satu pun


tanaman obat yang dimiliki bisa
menjadi kebanggaan Indonesia.
Sekadar perbandingan, coba
kita tengok negara-negara
Eropa, Korea Selatan, Cina,
atau Jepang.
• Eropa terkenal dengan Ginkgo biloba-nya,
walaupun tanaman ini mereka “colong” dari
Cina.
• Korea Selatan kini terkenal dengan Korean
Ginseng (Panax ginseng)-nya.
• Cina dengan jamur Ling Zhi (Ganoderma
lucidum).
• Jepang dengan jamur Maetake (Grifola
frondosa)-nya.
BISNIS

• Dari sisi bisnis, herbal product juga


menjanjikan. Di AS saja perputarannya
mencapai AS $ 11 miliar/tahun. Sementara di
Jerman mencapai DM 5 miliar/tahun.

• Menurut perkiraan WHO, lebih kurang 4 milliar


manusia, yang mendekati 80 % populasi dunia,
menggunakan obat herbal sebagai bagian dari
perawatan primer kesehatan.
• Pada jamu tradisional berbentuk
serbuk atau rajangan, formulanya
terdiri atas 10 – 15 jenis tanaman.

• Bahkan,pada obat Cina bisa


sampai 20 jenis tanaman.
Di Indonesia
• Baru sampai tahap melakukan standardisasi obat
herbal.
• Pemakaian obat herbal melalui tenaga dokter masih
sedikit  pendidikan dokter di Indonesia lebih
banyak didasarkan pada pengobatan menggunakan
obat kimia hasil sintesis
• Produk hasil isolasi  potensial tetapi jika blm bisa
disentesis  produksi masih terkendala  hasil
isolat sedikit
• Alternatif: di budidaya atau teknologi kultur
jaringan
Pengembangan obat herbal
• Produksi  Perlu ada
jaminan mutu
(keseragaman
kandungan kimia
aktif) standardisasi.

• Mutu bahan baku:


simplisia & ekstrak
SIMPLISIA
Simp
lisia
Bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali
dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan
(MMI)

• Jenis simplisia:
• Simplisia nabati: simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian
tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi
sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum
berupa senyawa kimia murni
• Simplisia hewani
• Simplisia pelikan (mineral)
• Simplisia menurut MMI hanya untuk penggunaan
pengobatan.
• Secara umum adalah simplisia nabati yang telah
melalui proses pasca panen dan proses preparasi
secara sederhana menjadi bentuk produk kefarmasian
yang siap pakai atau siap diproses lebih lanjut yaitu:
• Jamu: siap pakai dalam bentuk serbuk halus untuk
diseduh sebelum diminum.
• Infus: siap dipakai untuk dicacah dan digodok sebagai
jamu godokan.
• Diproses lebih lanjut untuk dijadikan produk sediaan
farmasi lain yang umumnya melalui proses ekstraksi,
separasi dan pemurnian yaitu menjadi ekstrak, fraksi
atau bahan isolat senyawa murni
Mutu suatu simplisia/ekstrak
dikontrol dengan melakukan

STANDARDISASI
Standardisasi
• Serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya
merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu
dalam artian memenuhi standar (kimia, biologi dan farmasi), termasuk
jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya.
• Proses menjamin bahwa produk akhir (obat, ekstrak atau produk
ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan
ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu.

TUJUAN STANDARDISASI:
Untuk menyeragamkan komposisi kandungan Senyawa Aktif
(jenis dan kadar) yg konsisten terhadap standar sehingga
mempunyai keamanan, kualitas dan efek farmakologi yang
dapat dipertanggung jawabkan
Pentingnya kontrol mutu
• Simplisia sebagai produk pertanian atau tumbuhan liar memiliki
kualitas mutu yang dipengaruhi oleh:
• Variasi bibit: Identitas (spesies)
• Tempat tumbuh dan iklim: lingkungan (tanah dan atmosfer), energi
(cuaca, temperatur, cahaya) dan materi (air, senyawa organik dan anorganik)
• Proses tumbuh (fertilizer, pestisida,...)
• Kondisi panen (umur dan cara): Periode pemanenan hasil tumbuhan:
dimensi waktu terkait metabolisme pembentukan senyawa terkandung
(biosintesis senyawa aktif)
• Proses pasca panen dan preparasi akhir :
• Untuk simplisia dari tumbuhan hasil budidaya, dipengaruhi juga oleh
proses GAP (Good Agricultural Practice)
• Untuk simplisia dari tubuhan liar (wild crop), dipengaruhi juga oleh proses
pengeringan yang umumnya dilakukan di lapangan.
• Penyimpanan bahan tumbuhan: berpengaruh pada stabilitas bahan
(kontaminasi biotik dan abiotik)
BAHAN BAKU
SIMPLISIA BASAH

PROSES PASCA
PANEN

SIMPLISIA KERING
KONTROL CPOTB
MUTU

EKSTRAKSI

EKSTRAK
Standardisasi / Kontrol mutu simplisia

Acuan: Materia Medika Indonesia


• Kebenaran jenis (identifikasi spesies tumbuhan)
• Parameter makroskopik: deskripsi morfologis simplisia
• Parameter mikroskopik: mencakup pengamatan terhadap penampang melintang
simplisia atau bagian simplisia dan terhadap fragmen pengenal serbuk simplisia
• Reaksi identifikasi: Reaksi warna untuk memastikan identifikasi dan kemurnian
simplisia (terhadap irisan/serbuk simplisia)
• Kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia, biologis): tidak selalu
mungkin memperoleh simplisia sepenuhnya murni. Bahan asing yang
tidak berbahaya dalam jumlah sangat kecil pada umumnya tidak
merugikan
• Harus bebas dari serangga, fragmen hewan/kotoran hewan
• Tidak boleh menyimpang bau dan warnanya
• Tidak boleh mengandung lendir dan cendawan atau menunjukkan tanda-tanda
pengotoran lain
• Tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun/berbahaya
• Aturan penstabilan: wadah, penyimpanan, trasportasi
• Pengawetan: Simplisia nabati boleh diawetkan dengan
penambahan kloroform, karbon tetraklorida, etilenoksida atau
bahan pengawet lain yang cocok, yang mudah menguap dan
tidak meninggalkan sisa
• Wadah dan bungkus: tidak boleh mempengaruhi bahan yang
disimpan baik secara kimia/fisika, tertutup baik dan rapat.
• Penyimpanan: agar dihindari dari cahaya dan penyerapan air .

• Simplisiasebagai bahan/produk yang dikonsumsi manusia


sebagai obat:

Mutu, aman, manfaat


• Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang
bertanggungjawab terhadap respon biologis: harus memiliki
spesifikasi kimia yaitu informasi komposisi (jenis dan kadarnya)
senyawa kandungan.
Syarat baku simplisia

• Kadar air: tidak lebih dari 10%


• Angka lempeng total: tidak lebih dari 10
• Angka kapang dan khamir: tidak lebih dari 10
• Mikroba patogen: Negatif
• Aflatoksin: tidak lebih dari 30 bagian per juta (bpj)

Sari Jamu:
• Diperbolehkan mengandung etanol tidak lebih dari 1%
v/v (20oC)
• Kadar metanol: tidak lebih dari 0,1% dari kadar etanol
to be continue…….

Anda mungkin juga menyukai