Anda di halaman 1dari 40

Infeksi saluran pernapasan akut

(ispa)
Siti Mariam
Definisi

Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni ‘infeksi’, ‘saluran pernapasan’, dan
‘akut’, dimana pengertiannya adalah sebagai berikut :
1. Infeksi
Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernapasan
Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung
sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ di sekitarnya.
3. Infeksi Akut
Adalah Infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut.
 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
adalah penyakit saluran pernapasan atas
atau bawah, biasanya menular, yang
dapat menimbulkan berbagai spektrum
penyakit yang berkisar dari penyakit
tanpa gejala atau infeksi ringan sampai
penyakit yang parah dan mematikan,
tergantung pada patogen penyebabnya,
faktor lingkungan, dan faktor pejamu.

 ISPA menurut WHO (2007), ISPA


didefinisikan sebagai penyakit saluran
pernapasan akut yang disebabkan oleh
agen infeksius yang ditularkan dari
manusia ke manusia.
Epidemi
 ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas
penyakit menular di dunia.
 Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap
tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan bawah.
 Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak,
dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan
pendapatan per kapita rendah dan menengah
 ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi
atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama
pada bagian perawatan anak
Etiologi
 Menurut WHO (2007): Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300
jenis bakteri, virus dan riketsia.
 Bakteri Penyebabnya  antara lain dari
genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus,
Hemofilus, Bordetella danCorinebakterium.
 Virus pathogen menyebabkan ISPA rhinovirus,
respiratory syncytial virus, parainfluenzaenza virus,
severe acute respiratory syndromeassociated
coronavirus (SARS-CoV), dan Influenzavirus.
 Menurut Depkes RI (2000), virus penyebabnya antara lain
golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus,
Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus 
Fator Resiko
 Terjadinya ISPA bervariasi menurut beberapa factor :
 Kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota
keluarga), kelembaban, kebersihan, musim, temperatur)
 Ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah
pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin,
akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi)
 Faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu
menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya
atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain, kondisi
kesehatan umum
 Karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor
virulensi (misalnya, gen penyandi toksin), dan jumlah atau dosis
mikroba (ukuran inokulum).
Patofisiologis
 Ketika saluran pernafasan telah terinfeksi oleh virus dan bakteri akan
terjadi reaksi inflamasi yang ditandai dengan:
 Rubor dan dolor  yang mengakibatkan aliran darah meningkat pada
daerah inflamasi dengan tanda kemerahan pada faring mengakibatkan
hipersensitifitas meningkat dan menyebabkan timbulnya nyeri.
 Kalor, yang mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan menyebabkan
hipertermi yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan cairan yang
kemudian mengalami dehidrasi.
 Tumor, adanya pembesaran pada tonsil yang mengakibatkan kesulitan
dalam menelan yang menyebabkan intake nutrisi dan cairan inadekuat.
 Fungsiolesa, adanya kerusakan struktur lapisan dinding saluran
pernafasan sehingga meningkatkan kerja kelenjar mucus dan cairan
mucus meningkat yang menyebabkan batuk.
Gejala
 Gambaran klinis infeksi saluran pernafasan akut bergantung
pada tempat infeksi serta mikroorganisme penyebab infeksi.
 Semua manifestasi klinis terjadi akibat proses peradangan dan
adanya kerusakan langsung akibat mikroorganisme.
 Manifestasi klinis antara lain :
a)    Batuk
b)    Bersin dan kongesti nasal
c)    Pengeluaran mukus dan rabas dari hidung
d)    Sakit kepala
e)    Demam
f)     Malaise (Corwin, 2008)
Klasifikasi
 Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi (Depkes
RI, 2005), sebagai berikut :
1) Infeksi Saluran Pernapasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai
bagian faring, seperti pilek, otitis media,
faringitis.
2) Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut
(ISPbA) Infeksi yang menyerang mulai dari
bagian epiglotis atau laring sampai dengan
alveoli, dinamakan sesuai dengan organ
saluran napas, seperti epiglotitis, laringitis,
laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis,
pneumonia.
 Klasifikasi ISPA berdasarkan gejala terbagi menjadi :
(1) ISPA ringan dengan gejala batuk, pilek dan sesak,
(2) ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh
lebih dari 39˚C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti
mengorok,
(3) ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak
teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru
(sianosis) dan gelisah (Depkes RI, 2004)

 Klasifikasi menurut Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA)


Depkes, mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
a.  Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan
dinding dada kedalam (chest indrawing).
b.  Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c.   Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa
disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa
napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong
bukan pneumonia.
Otitis Media
 Otitis media merupakan inflamasi pada telinga bagian tengah
 banyak menyerang bayi dan anak-anak
 Otitis media terbagi menjadi :
 Otitis media akut  nyeri, hilang pendengaran,demam,
leukositosis
 Otitis media efusi adanya cairan di rongga telinga bagian
tengah tanpa disertai tanda peradangan
 Otitis media kronik  dijumainya cairan (othorrhea0 yang
pirulen sehingga diperlukan drainase
• Obstruksi (oedema) tuba Eustachius karena infeksi
virus atau bakteri (Streptococcus pneumonia,
Etiologi Haemophillus influenzae, Moraxella catarrhalis)
tidak (S berfungsi berkaitan dengan adanya infeksi
saluran napas atas dan alergi
• Sebab sekunder karena menurunnya imunokompetensi

• Melihat membran timpani  otoscope


• Mengukur kelenturan membran timpani  Tympanometer
Diagnosis • X-ray
• CT-scan
Tujuan Terapi

• Mengurangi nyeri
• Eradikasi infeksi
Terapi
• Mencegah komplikasi

Penunjang Pokok

Kortikosteroid
Analgetik
(pada Otitis Antibiotik
Antipiretik
media kronik)
Antibiotik
 Lama terapi :
 5 hari utk pasien resiko rendah (usia> 2 th dan tidak
memiliki riwayat otitis ulangan atau otitis kronik)
 10 hari utk pasien resiko tinggi
 Regimen antibiotik :
 Lini pertama
 Lini kedua diindikasikan bila
 Antibiotik pilihan pertama gagal
 Respon kurang thdp antibiotik lini pertama
 Hipersensitivitas
 Organisme resisten thdp antibiotk lini pertama
 Penyakit penyerta yang menghruskan pemilihan
antibiotik lini kedua
Terapi Antibiotik

 Pasien dengan sekret telinga (otorrhea), menambahkan terapi tetes telinga ciprofloxacin atau
ofloxacin.
 Pilihan terapi untuk otitis media akut yang persisten yaitu otitis yang menetap 6 hari setelah
menggunakan antibiotika, adalah memulai kembali antibiotika dengan memilih antibiotika
yang berbeda dengan terapi pertama.
 Profilaksis bagi pasien dengan riwayat otitis media ulangan  amoksisilin 20mg/kg satu kali
Antibiotik untuk Terapi Otitis Media
Sinusitis
Definis Peradangan pada mukosa sinus paranasal, biasanya
i didahului oleh infeksi saluran napas atas.
• Tanda lokal :
• Hidung tersumbat
• Sekret hidung yang kental berwarna hijau kekuningan
atau jernih dapat disertai bau
Gejala • Nyeri tekan pada wajah di area pipi, diantara kedua
mata dan dahi
• Tanda Umum :
• Batuk, demam tinggi (39oC), Malaise,
• Sakit kepala/migraen,Napsu makan menurun,

• Virus  warna sekret hidung jernih dan cair


Etiolog • Infeksi sekunder bakteri (Streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenzae, Moraxella catarrhalis,
i Stafilococcus aureus)
Sinusitis
• Pemeriksaan klinis THT
Diagno • Aspirasi sinus  kultur dijumpai > 104 /ml koloni
sis bakteri
• Pemeriksaan X-ray dan CT-scan

• Sinusitis akut infeksi pada sinus paranasal sampai


30 hari, dengan gejala menetap maupun berat10-14
hari, selama 3-4 hari.
Klasifik • Sinusitis subakut   gejala menetap 30-90 hari.
asi • Sinusitis berulang sinusitis yang terjadi minimal
sebanyak 3 episode dalam kurun waktu 6 bulan atau 4
episode dalam 12 bulan.
• Sinusitis kronik  terus berlanjut hingga lebih dari
6 minggu.
Sinusitis
Pemberian antibiotika dengan lama terapi 10-14 hari, kecuali bila menggunakan
azitromisin
Terapi pendukung :
• Analgetik
• Antihistamin pada sinus alergi  waspadai pengentalan sekret
• Dekongestan topikal utk mempermudah pengeluaran sekret  waspadai
pemakain > 5 hari menyebabkan penyumbatan berulang
Faringitis
Peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke
Definis jaringan sekitarnya. Faringitis biasanya timbul bersama-sama
dengan tonsilitis, rhinitis dan laryngitis
i
• Faringitis Non Sterptococcus :
• Demam yang tiba-tiba, nyeri tenggorokan, nyeri telan,
adenopati servikal, malaise dan mual.
• Faring, palatum, tonsil berwarna kemerahan dan tampak
adanya pembengkakan.
Gejala • Eksudat yang purulen mungkin menyertai peradangan
• Faringitis Streptococcus :
• Demam tiba-tiba yang disertai nyeri tenggorokan, tonsillitis
eksudatif, adenopati servikal anterior, sakit kepala, nyeri
abdomen, muntah, malaise, anoreksia, dan rash atau
urtikaria
Diagno • Pemeriksaan tenggorokan
sis • Kultur swab tenggorokan
• Bakteri :
Faringitis • Bakteri Streptococcus pyogenes merupakan Streptocci
Grup A hemolitik.
• Bakteri lain adalah Streptocci Grup C, Corynebacterium
Etiolog diphteriae, Neisseria Gonorrhoeaenon,
i • Virus :
• Virus saluran pernapasan : adenovirus, influenza,
parainfluenza, rhinovirus dan respiratory syncytial virus
(RSV).
• Virus lain echovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus
(HSV). Epstein barr virus (EBV) sering menjadi penyebab
faringitis akut yang menyertai penyakit infeksi lain.

• Riwayat demam rematik


• Pasien Immunosuppressed : HIV positif, Pasien kemoterapi,
Faktor • Diabetes Mellitus
Resiko • Kehamilan
• Pasien yang sudah memulai antibiotik sebelum didiagnosis
• Nyeri tenggorokan untuk selama lebih dari 5 hari
Tujuan Terapi

• Mengatasi gejala secepat mungkin,


• membatasi penyebaran infeksi serta membatasi komplikasi.

Terapi suportif (parasetamol/Ibuprofen)

Non Gargarisma larutan garam hangat


Streptococcus
Terap
i Tablet hisap yang mengandung antibiotik

Streptococcus Antibiotik Penunjang


• Faringitis oleh Streptococcus grup A biasanya sembuh dengan sendirinya, demam
dan gejala lain biasanya menghilang setelah 3-4 hari meskipun tanpa antibiotika.

• Terapi dapat ditunda sampai dengan 9 hari sejak tanda pertama kali muncul dan
tetap dapat mencegah komplikasi
Faringitis
Antibiotik untuk Faringitis yang disebabkan oleh Streptokokus
Pilihan Antibiotik pada terapi Faringitis yang Gagal

Lama terapi dengan antibiotika oral rata-rata selama 10 hari untuk


memastikan eradikasi Streptococcus, kecuali pada azitromisin hanya 5 hari.
Bronkhitis
Definis Kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial.
i
• Batuk yang menetap yang bertambah parah pada malam hari
serta biasanya disertai sputum.
• Rhinorrhea menyertai batuk
• Sesak napas bila harus melakukan gerakan eksersi (naik tangga,
Gejala mengangkat beban berat)
• Lemah, lelah, lesu
• Nyeri telan (faringitis) ;
• Laringitisbila penyebab adalah Chlamydia
• Nyeri kepala
• Demam Adanya ronchii
• Skin rash dijumpai pada sekitar 25% kasus

Klasifik • Bronkhitis Akut


asi • Bronkhitis Kronik
Bronkhitis
• Penyebab bronkhitis akut :
• Umumnya virus seperti rhinovirus, influenza A dan B,
coronavirus, parainfluenza, dan respiratory synctial virus
(RSV).
Etiolog • Bakteri Chlamydia pneumoniae , Mycoplasma
i pneumoniae yang sering dijumpai pada anak-anak, remaja
dan dewasa.
• Penyebab bronkhitis kronik berkaitan dengan penyakit paru
obstruktif, merokok, paparan terhadap debu,polusi udara,
infeksi bakteri.
• Tes C- reactive protein (CRP) dengan sensitifitas
sebesar 80-100%, menunjukkan 60-70%
spesifisitas dalam mengidentifikasi infeksi
Diagno bakteri.
• Pemeriksaan sel darah putih, dimana dijumpai
sis peningkatan pada sekitar 25% kasus.
• Pulse oksimetri,
Tujuan Terapi

• Bronkhitis akut memberikan kenyamanan pasien, terapi dehidrasi dan


gangguan paru yang ditimbulkannya  sembuh sendiri.
• Bronkhitis kronik
• Mengurangi keganasan gejala
• Menghilangkan eksaserbasi dan untuk mencapai interval bebas
infeksi yang panjang

• Terapi Bronkhitis dengan Antibiotik :


• Bronkhitis akut tidak dianjurkan kecuali bila disertai demam dan
batuk yang menetap lebih dari 6 hari, karena dicurigai adanya
keterlibatan bakteri saluran napas seperti S. pneumoniae, H.
Influenzae.
• Untuk batuk yang menetap > 10 hari diduga adanya keterlibatan
Mycobacterium pneumoniae sehingga penggunaan antibiotika
disarankan.
Terapi Bronkhitis

Stop rokok,  menurunkanpertahanan tubuh

Bronkhodilasi menggunakan salbutamol,


albuterol

Bronkhitis Analgesik atau antipiretik menggunakan


parasetamol, NSAID
Akut
Antitusiv, codein atau dextrometorfan untuk
Terap menekan batuk
i
Vaporizer

Bronkhitis
Antibiotik Terapi Penunjang
Kronik
Terapi Awal Atibiotik untuk Bronkhitis
Pneumonia
Definis Infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat disebabkan oleh
i berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit

• Demam, tachypnea, takikardia, batuk yang produktif, perubahan


Gejala sputum baik dari jumlah maupun karakteristiknya.
• Nyeri dada seperti ditusuk pisau, dada sebelah kanan naik-turun
pada saat bernafas.

• Usia tua atau anak-anak


• Merokok
• Adanya penyakit paru yang menyertai
• Infeksi Saluran Pernapasan yang disebabkan oleh virus
Faktor • Splenektomi (Pneumococcal Pneumonia)
Resiko • Obstruksi Bronkhial
• Immunocompromise atau mendapat obat Immunosupressive
seperti - kortikosteroid
• Perubahan kesadaran (predisposisi untuk pneumonia aspirasi)
Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan pathogen penyebabnya ;
1. Community acquired pneumonia (CAP)  pneumonia yang didapat di luar rumah sakit
atau panti jompo.
Patogen umum yang biasa menginfeksi adalah Streptococcus pneumonia, H. influenzae,
virus influenza, respiratory syncytial virus (RSV). Pada anak-anak patogen yang biasa
menginfeksi yaitu Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, di samping bakteri
pada pasien dewasa.
2. Nosokomial Pneumonia  pneumonia yang didapat selama pasien di rawat di rumah
sakit. Patogen yang umum terlibat adalah bakteri nosokomial yang resisten terhadap
antibiotika yang beredar di rumah sakit. Biasanya adalah bakteri enterik golongan gram
negatif batang seperti E.coli, Klebsiella sp, Proteus sp. Pada pasien pernah mendapat terapi
cefalosporin generasi ke-tiga, dapat disebabkan oleh Citrobacter sp., Serratia sp.,
Enterobacter sp. Yang sulit diobati. Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus
yang resisten terhadap methicilin seringkali ditemukan pada pasien yang dirawat di ICU.
3. Pneumonia Aspirasi  pneumonia yang diakibatkan aspirasi sekret oropharyngeal dan
cairan lambung. Pneumonia jenis ini terjadi pada pasien mental depresi dan pasien dengan
gangguan refleks menelan. Patogen yang menginfeksi pada Community Acquired
Aspiration kombinasi dari flora mulut dan flora saluran napas atas, meliputi Streptococci
anaerob dan Gram negatif batang + S. aureus .
Diagnosis

Pneumonia didiagnosis berdasarkan :


 Tanda klinik dan gejala,
 Hasil pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologis :
 Evaluasi lab :
 Leukositosis pemeriksaan  “shift to the left”
 Gas Darah Arteri (Blood Gas Arterial)  menentukan
keparahan pneumonia dan untuk perawatan dirawat di ICU
 Evaluasi mikrobiologis :
 pemeriksaan kultur sputum (diperhatikan kemungkinan
terkontaminasi dengan koloni saluran pernapasan bagian
atas).
 kultur darah  khususnya pada pasien dengan pneumonia
yang fulminan
 Evaluasi foto x-ray dada Gambaran adanya infiltrate dari foto x-
ray merupakan standar yang memastikan diagnosis.
Tujuan Terapi

• Eradikasi mikroorganisme penyebab pneumonia,


• Penyembuhan klinis yang paripurna

Antibiotik Spektrum Luas

Hasil Kultur Bakteri diketahui

Antibiotik spectrum sempit rawat Antibiotik spectrum sempit 


jalan rawat inap
Pemilihan Antibiotik
Pilihan antibiotika yang disarankan :
 Pasien dewasa  golongan makrolida atau doksisiklin atau
fluoroquinolon terbaru.
 Golongan makrolida yang dapat dipilih mulai dari eritromisin,
claritromisin serta azitromisin.
 Eritromisin : 4 kali sehari.
 Azitromisin : 1 kali sehari selama 5 hari,
 Claritromisin : 2 kali sehari selama 10-14 hari.  merupakan
alternatif lain bila pasien tidak dapat menggunakan eritromisin,
namun harus diberikan
 Dewasa muda yang berusia antara 17-40 tahun  doksisiklin lebih
dianjurkan karena mencakup mikroorganisme atypical yang
mungkin menginfeksi. Untuk bakteri Streptococcus pneumoniae
yang resisten terhadap penicillin direkomendasikan untuk terapi
beralih ke derivat fluoroquinolon terbaru.
 CAP yang disebabkan oleh aspirasi cairan lambung pilihan obat
amoksisilin-klavulanat.
Terapi Antibiotik untuk Pneumonia
Terapi Pendukung
Terapi pendukung pada pneumonia meliputi
 Pemberian oksigen yang dilembabkan pada pasien yang
menunjukkan tanda sesak, hipoksemia.
 Bronkhodilator pada pasien dengan tanda bronkhospasme
 Fisioterapi dada untuk membantu pengeluaran sputum
 Nutrisi
 Hidrasi yang cukup, bila perlu secara parenteral
 Pemberian antipiretik pada pasien dengan demam
 Nutrisi yang memadai.
terimakasih

Anda mungkin juga menyukai