TINAJUAN PUSTAKA
bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI) yaitu penyakit infeksi akut yang menyerang
salah satu atau lebih dari saluran pernapasan, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah) beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang dapat
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)
sampai alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga
bawah dan pleura (WHO, 2011). ISPA adalah infeksi saluran pernafasan akut yang ditandai
dengan batuk pilek, anak sering sekali terkena 2 sampai 3 kali, namun bila lebih dari satu
minggu terjadi infeksi lanjutan (Dewi, 2011). Infeksi saluran pernafasan akut adalah proses
inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikoplasma), atau aspirasi substansi
asing, yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernafasan (Wong, 2008).
Bordetella, dan Koneabakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan
6
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan (ISPA) disebabkan oleh virus, bakteri, riketsa
atau protozoa. Virus yang termasuk penggolongan infeksi saluran pernafasan akut adalah
pernafasan.virus yang mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan
oleh penderita adalah virus influenza, virus sinsisial pernafasan dan rinovirus (Junaidi, 2010).
Etiologi infeksi saluran pernafasan akut tersiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri dan
riketsia jamur. Virus penyebab Infeksi saluran pernafasan akut antara lain golongan
miksovirus (termasuk didalamnya virus influensa, virus parainfluensa dan virus campak),
a) Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
c) Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan
ISPA terdiri dari sekelompok kondisi klinik dengan etilogi dan perjalanan klinik yang
7
Infeksi akut yang menyerang hidung sampai epiglotis dengan organ adneksa misalnya:
Dinamakan sesuai dengan organ saluran pernafasan mulai dari bagian bawah epiglotis
sampai alveoli paru, misalnya: trakeitis, bronchitis akut, bronkiolitis, pneumonia dan
lain-lain.
Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus , bakteri dan riketsia.
1) Virus
Virus penyebab ISPA antara lain: golongan mikrovirus, (termasuk didalamnya virus
pikornovirus.
2) Bakteri
Dalam DTD (Daftar Tabulasi Dasar) yang disusun berdasarkan ICD (International
Classification of Disease) dan dipakai pada penyusunan laporan data kesakitan dari
puskesmas maupun rumah sakit, ISPA belum disusun dalam satu kelompok penyakit.
Diagnosis ISPA dalam daftar tersebut merupakan gabungan dari klasifikasi anatomi dan
a. Difteria
c. Batuk rejan
8
d. Bronkitis
e. Radang tenggorok
f. Pneumonia
g. Campak
h. Influenza
i. Tonsillitis akut
Klasifikasi ISPA berdasarkan derajat keparahan penyakit dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
ISPA ringan: Satu atau lebih dari tanda berikut: batuk, pilek, serak.
dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi
lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan
penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat di
tolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan (Rasmaliah, 2004).
Tanda-tanda bahaya ISPA dapat di lihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-
9
a) Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang,
cardiac arrest.
c) Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung,
a) Hypoxemia
b) Hypercapnia dan
Tanda dan gejala berdasarkan derajat keparahan penyakit dapat dibagi tiga tingkat
a. ISPA Ringan
1) Batuk
4) Demam (panas)
b. ISPA Sedang
10
Umur 12 bulan - <5 tahun : 40 kali atau lebih per menit
c. ISPA Berat
Tanda dan gejala ISPA berat ditandai dengan gejalagejala ISPA ringan atau ISPA sedang
3) Kesadaran menurun
peranfasan dan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku
bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi
oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan
daluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan. Akibatnya,
penderita akan mengalami kesulitan untuk bernafas sehingga benda asing tertarik dan
bakteri juga tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan tersebut, hal ini akan
11
Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang
biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak menyerang
melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar kayu, gas maupun
minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga
banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan
bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur,
Menurut WHO (2007), pengeluaran lendir atau gejala pilek terjadi pada penyakit flu
ringan disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan/atau coronavirus.
Penyakit ini dapat disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari.
Sedangkan pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran napas
bagian atas.
Jumlah penderita infeksi pernapasan akut kebanyakan pada anak. Etiologi dan
infeksinya mempengaruhi umur anak, daya tahan, musim, kondisi tempat tinggal, dan
masalah kesehatan yang ada. Banyaknya patogen pada sistem pernapasan yang muncul
dalam wabah selama musim semi dan dingin, tetapi mycoplasma sering muncul pada musim
berhubungan dengan host, agent penyakit dan environment (Gunawan, 2010). Faktor-faktor
12
a. Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :
1) Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-lakilah yang banyak
terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan sering
2) Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA. Hal ini
disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil menggendong
anaknya.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesehatan,
karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang
kurang di masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya, sehingga banyak kasus
ISPA yang datang kesarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena
kurang mengerti bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit
ISPA.
b. Faktor biologis
1) Status gizi
Status gizi merupakan faktor resiko penting timbulnya pneumonia. Gizi buruk
merupakan faktor predisposisi terjadinya ISPA. Hal ini di karenakan adanya gangguan
respon imun. Vitamin A sangat berhubungan dengan beratnya infeksi. Grant melaporkan
bahwa anak dengan defisiensi vitamin A yang ringan mengalami ISPA dua kali lebih banyak
daripada anak yang tidak mengalami defisiensi vitamin A. Oleh karena itu, selain
13
perbaikan gizi dan perbaikan ASI, harus di lakukan pula perbaikan terhadap defisiensi
2) Ventilasi Rumah
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor secara
alamiah atau mekanis. Ventilasi disamping berfungsi sebagai lubang pertukaran udara
juga dapat berfungsi sebagai lubang masuknya cahaya alami atau matahari ke dalam
ruangan. Kurangnya udara segar yang masuk ke dalam ruangan dan kelembaban yang
ventilasi rumah merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA.
3) Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu
banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya
matahari di amping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik
untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya
didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata.
Untuk memperoleh cahaya yang cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela
minimum 20% luas lantai. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri
patogen di dalam rumah misanya, basil TB. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang
diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux. Semua jenis cahaya dapat mematikan
kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya.
Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh
kuman dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan kaca berwarna (Suryo, 2010).
14
4) Kepadatan Hunian
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya. Artinya,
luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar
tidak menyebabkan overload . Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan
kurangnya oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan
mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk
seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat
relatif bergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah
sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai
minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan jarak antara tepi
tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak
dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun (Yusuf,
2008).
bahwa BBLR mempunyai RR kematian 6,4 pada bayi yang berusia di bawah 6 bulan, dan
6) Imunisasi
Campak, pertusis dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan resiko terkena ISPA
dan memperberat ISPA itu sendiri, tetapi sebetulnya hal ini dapat di cegah. Di india, anak
yang baru sembuh dari campak, selama 6 bulan berikutnya dapat mengalami ISPA enam
kali lebih sering dari pada anak yang tidak terkena campak. Campak, pertusis, dan difteri
bersama-sama dapat menyebabkan 15-25% dari seluruh kematian yang berkaitan dengan
15
ISPA. Vaksin campak cukup efektif dan dapat mencegah kematian hingga 25% usaha
global dalam meningkatkan cakupan imunisasi campak dan pertusis telah mengurangi
angka kematian ISPA akibat kedua penyakit ini. Vaksin pneomokokus dan H. Influenzae
type B saat ini sudah di berikan pada anak anak dengan efektivitas yang cukup baik.
c. Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu
1) Cerobong asap
Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik industri yang
dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap bisa keluar
ke atas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat horizontal tidak lagi vertikal,
sebab gas (asap) yang dibuang melalui cerobong horizontal dan dialirkan ke bak air akan
mudah larut. Setelah larut debu halus dan asap mudah dipisahkan, sementara air yang
asam bisa dinetralkan oleh media Treated Natural Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa
menyerap racun dan logam berat. Langkah tersebut dilakukan supaya tidak akan ada lagi
pencemaran udara, apalagi hujan asam. Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi
rumah tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan oleh bahan bakar untuk memasak,
bahan bakar untuk memasak yang paling banyak menyebabkan asap adalah bahan bakar
2) Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti
nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida, ammonia, acrolein,
ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut akan beresiko terserang
ISPA.
16
2.1.7 Penyebaran/Epidemologi ISPA
Epidemiologi adalah suatu rangkaian proses yang terus menerus dan sistematik
dalam pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi serta disiminasi informasi
untuk aksi atau perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program kesehatan masyarakat
berdasarkan eridens base (Anonim, 2011).
Program pencegahan dan pemberantasan penyakit akan sangat efektif bila dapat
dukungan oleh sistem yang handal karena fungsi utamanya adalah menyediakan informasi
epidemiologi yang peka terhadap perubahan yang terdapat dalam pelaksanaan program
pemberantasan penyakit yang menjadi prioritas pembangunan (Anonim, 2011).
Salah satu penyakit yang di derita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi
Saluran Pernafasan Atas), yaitu meliputi infeksi akut saluran pernafasan bagian atas dan
akut saluran pernafasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak di derita
oleh anak; baik di negara berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu banyak
diantara mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-
penyakit saluran pernafasan pada masa bayi dan anak dapat pula memberi kecacatan
sampai pada masa dewasa (Anonim, 2011).
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dan 4 kematian yang terjadi.
Setiap anak diperkirakan mengalami 3–6 episode ISPA setiap tahunnya. Data yang diperoleh
dari kunjungan ke puskesmas mencapai 40–60 % adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh
kematian yang disebabkan ISPA adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang 2
bulan (Anonim, 2011).
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi, kematian
seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan
sering disertai penyulit-penyulit kurang gizi. Data morbiditas penyakit pneumonia di
Indonesia per tahun berkisar antara 10 – 20 % dan populasi balita. Hal ini didukung oleh
data penelitian di lapangan (kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8%). Bila kita mengambil
angka morbiditas 10% pertahun, berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di
Indonesia berkisar 2,3 juta (Anonim, 2011).
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan
tujuan berupaya untuk menurunkan kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak
balita yang disebabkan oleh ISPA, namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian
17
tersebut masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah
disebutkan di atas (Anonim, 2011).
epidemiologi yang menggambarkan tentang hubungan tiga faktor utama yang berperan
dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Tiga faktor tersebut adalah host
Host adalah manusia atau makhluk hidup lainnya, termasuk burung dan antropoda
yang menjadi tempat terjadinya proses alamiah perkembangan pernyakit. Yang termasuk
dalam faktor penjamu, yaitu usia, jenis kelamin, ras/etnik, anatomi tubuh, status gizi, sosial
ekonomi, status perkawinan, penyakit terdahulu, life style, hereditas, nutrisi, dan imunitas.
Faktor-faktor ini mempengaruhi risiko untuk terpapar sumber infeksi serta kerentanan dan
alamiah maupun perolehan (non-alamiah), sehingga tubuh kebal terhadap suatu penyakit
mempunyai kekebalan seumur hidup, mendapat immunitas yang tinggi setelah terserang
campak, sehingga seusai kena campak sekali maka akan kebal seumur hidup.
18
2. Resistensi
Kemampuan dari pejamu untuk bertahan terhadap suatu infeksi. Terhadap suatu
menghadapinya.
3. Infektifnes (infectiousness)
Potensi pejamu yang terinfeksi untuk menularkan penyakit kepada orang lain. Pada
keadaan sakit maupun sehat, kuman yang berada dalam tubuh manusia dapat berpindah
Agent adalah suatu unsur, organisme hidup atau infektif yang dapat menyebabkan
terjadinya suatu penyakit. (M.N Bustan: 2008). Agen tersebut meliputi agen biologis, kimia,
nutrisi, mekanik, dan fisika. Agen biologis bersifat parasit pada manusia, seperti metazoan,
protozoa, jamur, bakteri, ricketsia, dan virus. Agen kimia meliputi pestisida, asbes, CO, zat
allergen, obat-obatan, limbah industri, dll. Agen nutrisi meliputi karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral, dan air yang jika kekurangan atau kelebihan zat-zat tersebut, maka dapat
menimbulkan penyakit. Agen mekanik meliputi friksi yang kronik, misalnya kecelakaan,
trauma organ yang menyebabkan timbulnya sakit, dislokasi (payah tulang), dll.
mempergunakan terminologi faktor resiko (risk factor). Jadi, tidak hanya unsur-unsur di atas
yang tergolong faktor resiko, tetapi mencakup semua hal yang memberikan kemungkinan
terjadinya penyakit. Contoh faktor resiko yang bersifat tingkah laku yang tidak sehat, yaitu
minum alkohol, drug abuse, merokok, tidak menggunakan tali pengaman (seat bealt),
19
Seperti halnya dengan host, agen juga memiliki karakteristik, yaitu (M.N Bustan:
2006):
1. Infekstivitas
Kesanggupan dari organisme untuk beradaptasi sendiri terhadap lingkungan dari
penjamu untuk mampu tinggal dan berkembang biak (multiply) dalam jaringan pejamu.
infectious dose) adalah jumlah minimal organisma yang dibutuhkan untuk menyebabkan
infeksi. Jumlah ini berbeda antara berbagai species mikroba dan antara individu.
2. Patogenesitas
Kesanggupan organisme untuk menimbulkan suatu reaksi klinik khusus yang
patologis setelah terjadinya infeksi pada penjamu yang diserang. Dengan perkataan lain,
jumlah penderita dibagi dengan jumlah orang yang terinfeksi. Hampir semua orang yang
sedangkan orang yang terinfeksi poliovirus tidak semua jatuh sakit (low pathogenicity).
3. Virulensi
Kesanggupan organisme tertentu untuk menghasilkan reaksi patologis yang berat
4. Toksisitas
Kesanggupan organisme untuk memproduksi reaksi kimia yang toksis dari substansi
kimia yang dibuatnya. Dalam upaya merusak jaringan untuk menyebabkan penyakit
5. Invasitas
Kemampuan organisme untuk melakukan penetrasi dan menyebar setelah memasuki
jaringan.
20
6. Antigenisitas
Kesanggupan organisme untuk merangsang reaksi immunologis dalam penjamu.
Beberapa organisma mempunyai antigenisitas lebih kuat dibanding yang lain. Jika
menyerang pada aliran darah (misalnya virus measles) akan lebih merangsang
gonococcus).
Faktor environment (lingkungan) adalah bagian dari trias epidemiologi. Faktor ini
memiliki peranan yang sama pentingnya dengan dua faktor yang lain. Faktor lingkungan
meliputi lingkungan fisik, biologi, sosial-ekonomi, topografi dan georafis. Lingkungan fisik
seperti kondisi udara, musim, cuaca, kandungan air dan mineral, bencana alam, dll.
norma dan budaya, kemiskinan, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan, dll.
agent, dan environment ini merupakan suatu kesatuan yang dinamis yang berada dalam
keseimbangan (equilibrium) pada seseorang individu yang sehat. Maka dapat dikatakan
bahwa individu yang sehat adalah keadaan dimana ketiga faktor ini dalam keadaan
seimbang. Jika timbul penyakit pada diri individu, maka berkaitan dengan gangguan
21
- Interaksi Host-Lingkungan
Keadaan dimana host dipengaruhi langsung oleh environment (karakteristik agen
tidak berpengaruh). Misal: kebiasaan penyiapan makanan, ketersediaan fasilitas kesehatan,
dll.
- Interaksi Host-Agen
Keadaan dimana agent telah berada dalam diri host. Interaksi ini dapat berakhir
dengan kesembuhan, gangguan sementara, kematian atau carier.
- Interaksi Agent-Host-Lingkungan
Keadaan dimana host, agent & environment saling mempengaruhi satu sama lain
sehingga timbul penyakit. Misal: kontaminasi feses penderita tifus pada sumber air minum.
Bentuk interaksi trias epidemiologi juga dikemukakan oleh John Gordon berupa
Timbangan Keseimbangan. Dalam hukum Biologic Laws dikatakan bahwa suatu penyakit
timbul karena terjadi ketidakseimbangan antara agent dan host. Keseimbangan tersebut
tergantung pada sifat alami dan karakteristik dari agent dan host (individu/ kelompok).
Karakteristik dari agent dan host berikut interaksinya secara langsung tergantung pada
keadaan alami dari lingkungan biologi, fisik, dan sosial-ekonomi.
Timbangan kesimbangan, meliputi:
1. Periode Prepatogenesa
Pada periode ini, manusia dalam kondisi sehat, tidak ada pengaruh dari lingkungan
yang buruk atau bibit penyakit. Maka ini merupakan keadaan seimbang.
2. Periode Patogenesa
Pada periode ini, keadaan seimbang terganggu sehingga timbul suatu penyakit.
a. Perubahan Lingkungan
- Posisi ketidakseimbangan pada lingkungan menyebabkan mudahnya penyebaran
agent. Misal: Kasus DBD meningkat pada musim hujan.
- Posisi ketidakseimbangan pada lingkungan menyebabkan perubahan pada faktor
host. Misal: Kasus ISPA meningkat karena meningkatnya polusi udara.
b. Perubahan Agent
Contohnya peningkatan virulensi agent, terdapat agent baru, jumlah agent
bertambah, dan mutasi agent.
22
c. Perubahan Host
Contoh bertambah banyaknya jumlah orang-orang rentan terhadap suatu agent
mikroorganisme tertentu, misalnya terhadap kuman difteri.
mengurangi faktor risiko maupun melalui beberapa pendekatan, yaitu dengan melakukan
pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal
benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus ISPA terutama
pneumonia berat.
Untuk mencegah anak-anak terserang penyakit ISPA, beberapa tips berikut dapat
• Menjaga kesehatan anak agar memiliki daya tahan tubuh yang kuat dengan
penyakit ISPA, tujuannya hanya agar anak tidak tertular penyakit ini.
penyakit ISPA, masih ada beberapa hal yang mungkin sudah menjadi gaya hidup yang
kurang sehat, mungkin mereka menyasari bahwa kebiasaan tersebut akan mengganggu
mereka. Bagi laki-laki dewasa, kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor utama
mereka dapat terjangkit penyakit ISPA. Walaupun bukan satu-satunya tetapi tetap saja
menjadi kawan terbesar untuk menimbulkan penyakit ISPA pada orang dewasa.
23
Yang paling penting dalam melakukan penyembuhan terhadap orang dewasa tidak
hanya dengan pengobatan semata, tetapi juga dengan mengubah gaya hidup yang kurang
sehat. beberapa hal sederhana yang mampu membant penyembuhan penyakit ISPA pada
• Mengurangi rokok
kondisi udara yang kurang baik, berasap atau mungkin melintasi jalan yang memiliki
• Berkonsultasi ke dokter
Penyakit ISPA pada orang dewasa tidak seperti penyakit ISPA yang mungkin dialami
oleh anak-anak, karena mungkin lebih banyak faktor yang disebabkan karena kebiasaan dari
orang dewasa yang kurang sehat yang menyebabkan mereka lebih sering terserang penyakit
ISPA. Ketika seseorang gagal dalam bernafas, akibatnya akan menjadi fatal bagi nyawa
seseorang.
diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan
menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan
biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut
24
mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada
dan Kota.
Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Upaya pelayanan
b. Pelayanan medik dasar yaitu upaya kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan
a. Promosi kesehatan
b. Kesehatan Lingkungan
c. KIA & KB
d. Perbaikan gizi
f. Pengobatan yang terdiri dari rawat jalan, rawat inap, penunjang medik (laboratorium
dan farmasi)
masyarakat dalam wilayah kerjanya. wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi
25
apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah
kuratif, preventif, promotif dan rehabilitatif yang ditujukan kepada semua jenis dan
balai pengobatan, balai kesejahteraan ibu dan anak, usaha hygiene lingkungan,
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dengan adanya sistem pelayanan melalui
puskesmas, maka berbagai kegiatan pokok puskesmas dilaksanakan bersama di bawah satu
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal
26
2.2.6 Fungsi puskesmas
Adapun fungsi puskesmas yaitu:
27