Anda di halaman 1dari 11

Oleh :

IS TE M
K SI S
T ER A N A L Akhmad Afifudin A
IN A T E R
U N M R I O
IM N EM B
A
DENG A SAPI
PAD
Introduction
 Sistem imun maternal memainkan peran penting dalam implantasi embrio mamalia. Kebuntingan
yang berhasil akan mengaktivasi respon imun maternal untuk merespon dan mentoleransi antigen
paternal pada embrio semi-alogenik.

 Pada sapi dan domba sebagian besar menjelaskan respon endometrium terhadap faktor pengenalan
induk ke embrio, sitokin antivirus tipe I, dan Interferon tau (IFNT) yang digunakan dalam deteksi
induk terjadi kebuntingan atau pada waktu menjaga korpus luteum (CL).

 Respon imun maternal yang tepat memiliki peran penting dalam pembentukan kebuntingan pada sapi
seperti halnya pada manusia dan hewan pengerat.

 Analisis transkriptomik endometrium sapi selama tahap awal kebuntingan ini menunjukkan sedikit
atau tidak ada perubahan ekspresi gen dalam merespon zonaenclosed embrio tahap blastocyst (Forde
et al., 2011; Forde dan Lonergan, 2012).
 Pada sapi, tiga sampai empat siklus pembelahan sel pertama terjadi di oviduk setelah fertilisasi,
sehingga embrio memasuki uterus kira-kira pada hari ke-4 pasca fertilisasi. Embrio di dalam uterus
mengalami pembelahan sel untuk membentuk morula, setelah itu berdiferensiasi membentuk
blastocyst yang terdiri dari inner cells mass (yang akhirnya akan membentuk embrio atau fetus) dan
outer cells mass terdiri dari sel trophectoderm yang pada akhirnya membentuk plasenta. Hal ini terjadi
pada hari ke-8 hingga 9 pasca fertilisasi.

 Berbeda dengan spesies tikus dan manusia, implantasi pada sapi non-invasif. Hal ini ditandai dengan
penempelan yang superfisial dan adhesi dari trophectoderm ke caruncular serta daerah
intercaruncular. Peristiwa ini dimulai sekitar pada hari ke-19 (Brooks et al., 2014). Selama implantasi,
sel trophectoderm sapi membentuk Binucleate Cells (BNCs) dan trinucleate cells (TNCs).

 Sel-sel multinuklear ini dapat memainkan peran dalam implantasi, berkontribusi dalam adhesi antara
konseptus dan endometrium uterus di plasentome. Pada sapi, beberapa integrin family members
(ITGs) dijadikan karakteristik uteroplacental interface selama trophectoderm menempel (MacIntyre et
al., 2002; Pfarrer et al., 2003) dan periode plasentasi.
Respon imun maternal terhadap IB

Selama transmisi seminal plasma (SP) pada waktu perkawinan, sel-sel sistem imun
maternal mengenali berbagai komponen sinyal semen, termasuk
● interleukin (IL)-8,
● transforming growth factor beta (TGFB),
● IFNG.
Selain itu, antigen sperma dikenali sebagai zat asing (Robertson, 2005). Pengenalan
itu menginisiasi aktivasi respon imun maternal, sehingga aktivasi respon imum
maternal dapat memberikan toleransi imunologi terhadap antigen paternal yang akan
diekspresikan oleh embrio selama perkembangan setelah fertilisasi (Moldenhauer et
al., 2009) .
Respon molekuler dari endometrium induk terhadap
embrio
 Interferon tipe 1 dan interferon tau (IFNT) merupakan faktor sinyal utama dalam
pendeteksian dan pengenalan kebuntingan induk pada sapi dan domba. IFNT disekresi oleh
konseptus yang memanjang (elongasi), khususnya trophectoderm. Hal ini diakui bahwa
epithelium luminal dari endometrium uterus merupakan target utama IFNT.
 IFNT terikat oleh reseptor kompleks yang bersamaan dengan dua subunit polipeptida
(IFNAR1 dan IFNAR2).
 Ada bukti yang menunjukkan bahwa IFNT dapat mencapai stroma, myometrium uterus dan
sel imun kemungkinan besar bersirkulasi di ovarium. IFNT pada endometrium berfungsi
untuk merangsang ekspresi gen yang meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
konseptus serta merangsang reseptor uterine.
 Analisis kandidat dan ekspresi gen global menunjukkan bahwa respon klasik IFN tipe I
selama periode peri-implantasi diinduksi oleh konseptus atau IFNT. Induksi endometrial
klasik IFN tipe I dirangsang oleh gen (ISGs) yang meliputi, 2',5'- oligoadenylate synthetase 1,
OAS1 atau ISG15, dan MCP1 Chemokine (C-X-C motif) ligand 5 (CXCL5).
 Ekspresi beberapa kemokine seperti chemokine ligan 10 (CXCL10) dan 9 (CXCL9)
diinduksi di dalam jaringan endometrium Endometrial CXCL10 menarik sel-sel imun ke
daerah karunkula di endometrium dan bertindak melalui reseptor CXCL10 serta CXCR3.
Kemokin ini mengatur migrasi sel TE dan ekspresi integrin.
 Progesteron (P4) dan IFNT mengatur ekspresi gen endometrik yang diperlukan untuk
pembentukan lingkungan uterus selama periode implantasi. Sebagian besar menunjukkan
bahwa molekul utama yang mempengaruhi endometrium adalah IFNT, konseptus
disekresikan oleh beberapa molekul, termasuk prostaglandin (PG) dan kortisol yang juga
memiliki fungsi di endometrium.
 Ada lagi peran penting dari IFNT adalah menurunkan sekresi PGF2a endometrik, untuk
menjaga produk luteal dari P4. IFNT mengikat IFNAR pada epitel luminal endometrium dan
kelenjar epitel superfisial untuk menghambat transkripsi gen ESR1 melalui jalur sinyal yang
melibatkan faktor regulasi IFN (IRF).
 Peran antiluteolitik IFNT pada gen ESR1 adalah mencegah ekspresi ESR1. Sehingga
kemampuan estrogen dalam menginduksi ekspresi OXTR diperlukan untuk pelepasan
pulsatile PGF luteolitik.
Respon Sel Imun Maternal Terhadap Kebuntingan

 Beberapa sel seperti monosit (Mo), makrofag (MØ), dan sel dendritik (DCs) tampaknya
menjadi pemeran utama selama periode implantasi (adil, 2015).
 Beberapa peranan yang berkaitan dengan makrofag saat ini yaitu membersihkan debris
seluler dan mengatur apoptosis, serta regulasi konsentrasi plasenta laktogen antara fetus
dengan induk. Namun, peran ini mungkin lebih penting bagi tikus dan manusia, karena
implantasinya cukup invasif.
 Sebuah peran tambahan, peran makrofag yang mungkin lebih relevan bagi spesies ruminan
adalah mengatur aktivasi respon imun anti-konseptus sebagai respon terhadap rangsangan
IFNT dan antigensitas dari konseptus antigen paternal serta ekspresi protein MHC klasik
(Doyle et al., 2009).
 Pada sapi, menggunakan label imunofluoresens sebagai marker sel imun, kami mengamati
adanya ekspansi awal populasi Mo, MØs (CD14+-cells), dan DC (CD172a-CD11c+) di
stroma endometrium pada hari ke-13 kebuntingan (Mansouri-Attia dan al., 2012).
 Label imunofluoresens dari CD172a dan CD11c di bagian endometrium sapi, menunjukkan
adanya populasi sel DC yang belum matang di dalam 13 endometrium selama awal
kebuntingan (Mansouri-Attia al., 2012).
 DC yang belum matang telah dikaitkan dengan inisiasi dan toleransi pemeliharaan perifer
(Dietl et al., 2006) dan kehadiran mereka secara positif berhubungan dengan pembentukan
kebuntingan yang normal pada induk (Tirado-Gonzalez et al., 2010). Penyebaran populasi
sel-sel tersebut di dalam endometrium induk kemungkinan disebabkan oleh IFNT.
 Dengan menggunakan label imunofluoressens sebagai marker limfosit di bagian endometrial,
kami mengidentifikasi populasi limfosit CD4+, CD8+, gamma delta T, dan FoxP3+ pada saat
bunting dan diidentifikasi pada hari ke-5 sampai 16 dari siklus kebuntingan atau estrus sapi.
 Label imunofluoresens dari CD172a dan CD11c di bagian endometrium sapi, menunjukkan
adanya populasi sel DC yang belum matang di dalam 13 endometrium selama awal
kebuntingan (Mansouri-Attia al., 2012).
 DC yang belum matang telah dikaitkan dengan inisiasi dan toleransi pemeliharaan perifer
(Dietl et al., 2006) dan kehadiran mereka secara positif berhubungan dengan pembentukan
kebuntingan yang normal pada induk (Tirado-Gonzalez et al., 2010). Penyebaran populasi
sel-sel tersebut di dalam endometrium induk kemungkinan disebabkan oleh IFNT.
Terimakasih !
Ada pertanyaan ?

Anda mungkin juga menyukai