Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan
Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan
SEKSUAL TERHADAP
PEREMPUAN
Indah Putri Hasian
B2A021013
LATAR BELAKANG
◦Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar : Kekerasan seksual pada 2020 lalu meningkat 6
persen dibanding tahun lalu. Kasus-kasus itu meliputi pencabulan 531 kasus, perkosaan
715 kasus, pelecehan seksual 522 kasus, dan persetubuhan 176 kasus.
◦Pelaporan tindak pidana pelecehan seksual terhadap perempuan didalam media teknologi
dan informasi saat ini terkendala dengan berbagai faktor; korban akan menerima cibiran
lebih keras ketimbang pelakunya, kemudian dipertanyakan cara berpakaian dan
perilakunya, dianggap hanya mencari perhatian, dianggap melontarkan kebohongan,
dianggap tidak perlu speak-up.
◦KUHP tidak dijelaskan secara khusus mengenai pengertian pelecehan seksual, melainkan
terdapat istilah pencabulan. KUHP hanya mengatur kekerasan seksual dalam konteks
perkosaan dan percabulan yang rumusannya tidak mampu memberikan perlindungan
kepada perempuan korban pelecehan.
RUMUSAN MASALAH
◦ 1. Apa saja bentuk bentuk pelecehan seksual yang dilakukan pada perempuan?
Pelecehan seksual adalah perilaku atau tindakan yang mengganggu, menjengkelkan dan tidak
diundang yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap pihak lain, yang berkaitan
langsung dengan jenis kelamin pihak yang diganggunya dan dirasakan menurunkan harkat
martabat orang yang diganggunya. (Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Prenada Media,
Jakarta, 2013, hlm. 92)
B. UNSUR-UNSUR PELECEHAN SEKSUAL
a. Ringan, seperti godaan nakal, ajakan iseng, humor porno, menatap tubuh wanita dengan gairah,
b. Sedang, seperti membicarakan hal yang berhubungan dengan organ seks wanita atau bagian tubuh wanita
dan laki-laki, memegang, menyentuh, meraba bagian tubuh tertentu, hingga ajakan serius untuk berkencan,
membicarakan atau memberitahu wanita mengenai kelemahan seksual suami atau pacar wanita tersebut, dan
c. Berat, seperti perbuatan terang terangan dan memaksa, penjamahan, hingga percobaan pemerkosaan.
D. FAKTOR PENYEBAB PELECEHAN SOSIAL
1. Faktor ekonomi yaitu kemiskinan
a. Dampak psikologis, antara lain menurunnya harga diri, menurunnya kepercayaan diri, depresi, kecemasan,
ketakutan terhadap perkosaan, meningkatnya ketakutan terhadap tindakan-tindakan kriminal lainnya, rasa tidak
percaya, merasa terasing, mudah marah, penyalahgunaan zat adiktif, merasa marah pada si peleceh, namun
merasa ragu-ragu untuk melaporkan si peleceh, adanya bayangan masa lalu, hilangnya rasa emosi yang
mempengaruhi hubungan wanita dengan pria lain, perasaan terhina, terancam dan tidak berdaya, menurunnya
b. Dampak perilaku, antara lain gangguan tidur, gangguan makan, dan kecenderungan bunuh diri
c. Dampak fisik, antara lain: sakit kepala, gangguan pencernaan (perut), rasa mual, menurun atau bertambahnya
berat badan, memanggil tanpa sebab yang jelas dan nyeri tulang belakang.
F. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PELECEHAN SEKSUAL DI
INDONESIA
Perlindungan terhadap korban pelecehan seksual dapat dilihat pada konsideran dalam Undang-Undang 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menyatakan:
1. Salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana adalah keterangan Saksi dan/atau Korban yang mendengar, melihat, atau
mengalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana dalam upaya mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh
2. Penegak hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana sering mengalami
kesulitan karena tidak dapat menghadirkan Saksi dan/atau Korban disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu;
3. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan perlindungan bagi Saksi dan/atau Korban yang sangat penting keberadaannya dalam proses
peradilan pidana. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 13 Tahun 2006 menganut pengertian
korban arti luas, yaitu seseorang yang mengalami penderitaan, tidak hanya secara fisik atau mental atau ekonomi saja, tetapi bisa juga kombinasi
diantara ketiganya. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13
Tahun 2006 yang menyebutkan korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental dan kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh
2. Konseling
3. Bantuan Hukum
TERIMAKASIH