Anda di halaman 1dari 47

PENYUNTINGAN

NASKAH
BAB I
PENDAHULUAN
• Sampai tahun 1979 belum ada ‘sekolah’ atau kursus di bidang penyuntingan naskah.

• Sejak tahun 1980, orang sadar bahwa penyuntingan naskah tidak dapat ditangani

oleh orang-orang amatiran atau otodidak. Sejalan dengan tuntutan profesionalisme

di berbagai bidang, orang-orang yang akan bekerja sebagai penyunting naskah perlu

mengikuti pelatihan atau pendidikan sebelum terjun ke dunia penyuntingan naskah.

Lama kelamaan pelatihan yang hanya beberapa hari ternyata belum memadai

dikarenakan dunia penyuntingan naskah yang begitu kompleks. Banyak aspek yang

harus dibahas, maka dibutuhkan waktu lebih lama untuk memahaminya. Menyadari

hal itu, kalangan perguruan tinggi pun mengukuhkan dunia penyuntingan naskah

“masuk kampus” sejak 1988.


• Sejak tahun 1988 kalangan perguruan tinggi
mengukuhkan dunia penyuntingan naskah “masuk
kampus”.
• Fakultas Sastra Unpad membuka program D-3 untuk
editing.
• UI melalui politekniknya membuka jurusan
penerbitan dan grafika mulai tahun ajaran 1990/1991
BAB II
NASKAH
PENYUNTINGAN NASKAH
PENYUNTING NASKAH
DAN EDITOR
1. PENDAHULUAN

• Di dunia penerbitan buku di Indonesia dikenal istilah


editor dan kopieditor.
• Kopieditor lazim dipadankan dengan istilah
penyunting naskah
2. Naskah dan sumber naskah

• Salah satu tugas pokok penerbit adalah menerbitkan


naskah pengarang/penulis menjadi buku.
• Naskah menurut KBBI (2001: 776)adl
(1) karangan yg masih ditulis dengan tangan
(2) karangan seseorang yg belum diterbitkan
(3)bahan-bahan berita yg siap untuk diset
(4) rancangan
MACAM-MACAM
SUMBER NASKAH BAGI PENERBIT
1. Naskah spontan
naskah yang dikirimkan pengarang/penulis ke penerbit
dan kemudian penerbit mempertimbangkannya dari
berbagai segi apakah akan diterbitkan atau tidak.
2. Naskah pesanan
naskah yang sengaja dipesan penerbit dari penulisnya.
3. Naskah yang dicari editor
naskah yang sengaja dicari editor dari penulis.
4. Naskah terjemahan
naskah dari bahasa asing dan diterjemahkan ke bahasa
Indonesia. Biasa diperoleh dengan menghubungi
penerbit luar negeri. Buku itu dapat diperoleh dengan
tiga cara, yaitu melalui surat/email, melalui pameran
yg diikuti oleh penerbit, mendatangi langsung
penerbitan yg bersangkutan.
5. Naskah sayembara
naskah yg diperoleh dari sebuah sayembara penulisan
naskah, baik yg diadakan oleh satu lembaga di luar
penerbit maupun sayembara yg diadakan oleh
penerbit sendiri. misal sayembara penulisan novel
dewan kesenian Jakarta
6. Naskah kerja sama (co-publishing)
naskah yg berasal dari satu lembaga/badan/instansi
tertentu dan diterbitkan atas kerja sama lembaga tersebut
dengan penerbit.
jadi lembaga itu yg memiliki naskah, lalu penerbit yg
menerbitkannya. Biaya ditanggung oleh lembaga bisa pula
ditanggung bersama-sama. Persentase pembiayaan
dirundingkan oleh kedua belah pihak.
3.PENYUNTINGAN NASKAH
• Menurut KBBI (2001: 1106) Kata dasar sunting melahirkan
bentuk turunan menyunting (kk/v), penyuntingan (kb/n),
dan penyuntingan (kb/)
• Salah satu makna menyunting adl menyiapkan naskah siap
cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi
sitematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan,
diksi, dan struktur kalimat) (KBBI, 2001: 1106).
• Orang yg melakukan pekerjaan menyunting disebut
penyunting, yaitu orang yg bertugas menyiapkan naskah
(KBBI, 2001: 1106)
• Selanjutnya, kata penyuntingan bermakna proses, cara,
pembuatan sunting-menyunting; segala sesuatu yang
berhubungan dengan pekerjaan menyunting; pengeditan
(KBBI, 2001: 1106)
• Dari beberapa makna di atas, maka penyuntingan naskah
dapat diartikan proses, cara, atau perbuatan menyunting
naskah. Orang yg melakukan pekerjaan menyunting naskah
disebut penyunting naskah. Istilah penyunting naskah lazim
dipadankan dengan kopieditor yg berasal dari bahasa
Inggris copyeditor
4. PENYUNTING NASKAH & TUGASNYA
a. Menyunting naskah dari segi kebahasaan (ejaan, diksi,
struktur kalimat).
b. Memperbaiki naskah dengan persetujuan
penulis/pengarang
c. Membuat naskah dengan persetujuan penulis/pengarang
d. Membaca dan mengoreksi cetak coba (pruf)
ada penerbit yg mencantumkan nama penyunting naskah
pada halaman hak cipta (copyright), namun ada pula
penerbit yg tidak mencantumkannya
5. EDITOR DAN TUGASNYA
• Kata editor bermakna orang yg mengedit naskah tulisan
atau karangan yg akan diterbitkan di majalah, surat kabar,
dan sebagainya; penyunting.
• Tugas pokok editor al
a. merencanakan naskah yg akan diterbitkan oleh penerbit
b. mencari naskah yg akan diterbitkan
c. mempertimbangkan naskah yg masuk ke penerbit
d. menyunting naskah dari segi isi/materi
e. memberi petunjuk/arahan pada kopieditor (penyunting
bahasa/editor bahasa) yg membantunya mengenai cara
penyuntingan naskah
Tugas tambahan seorang editor:
a. Menyetujui naskah untuk dicetak
b. Memberi saran terhadap rancangan kulit depan buku
c. Menyetujui rancangan kulit depan (cover depan)
karena salah satu tugasnya mencari naskah, seorang
editor mau tidak mau sering ke luar kantor. Jika perlu
editorpun bisa melakukan perjalanan ke luar kota maupun
ke luar negeri. Nama editor biasanya dicantumkan pada
halaman hak cipta buku yg diterbitkan.
6. ISTILAH-ISTILAH LAIN
• Istilah penyunting bahasa lazim dipadankan dengan editor
bahasa. Jadi, sama dengan penyunting naskah atau
kopieditor.
• Penyunting penyelia berarti orang (pemimpin) yg bertugas
mengawasi pelaksanaan kegiatan penyuntingan (KBBI,
2001: 1106). Istilah lainnya adalah editor penyelia. Misal:
Anton M. Moeliono adl penyunting penyelia KBBI (1988).
• Ada penyunting penyelia/editor penyelia yg merupakan
karyawan/pegawai penerbit, ada pula yg bukan karyawan
penerbit sehingga ada yg dibayar penerbit dan ada yg bayar
berdasarkan buku yg diterbitkan.
• Istilah editor buku/penyunting buku mengacu pada orang
yg mengumpulkan tulisan/karangan orang lain untuk
ditawarkan ke penerbit atau untuk diterbitkan disebut
editor buku. Nama editor buku biasanya dicantumkan pada
kulit depan buku (cover depan).
• contoh: Acep Zamzam Noor adalah editor buku Muktamar:
Antologi Penyair Jabar (2003)
• editor buku/penyunting buku seperti contoh di atas dapat
juga disebut editor antologi atau antology editor.
biasanya, editor buku/penyunting buku berada di luar
penerbit, namun dalam kasus tertentu, bisa saja editor
sebuah penerbit merangkap sebagai editor buku
BAB III
SYARAT MENJADI
PENYUNTING NASKAH
1. Menguasai ejaan
seseorang yg ingin menjadi penyunting pada satu
penerbitan perlu menguasai kaidah ejaan bahasa
Indonesia yang baku saat ini.

ia harus paham benar penggunaan huruf kecil dan huruf


kapital,pemenggalan kata, dan penggunaan tanda-tanda
baca.
2. Menguasai tatabahasa
seorang penyunting naskah harus mengerti susunan
kalimat bahasa indonesia yg baik, kata-kata yg baku,
bentuk-bentuk yg salah kaprah, pilihan kata yg pas dan
sebagainya.
3. Bersahabat dengan kamus
seorang penyunting naskah tidak mungkin menguasai
semua kata yg ada dalam satu bahasa tertentu.
4. Memiliki kepekaan berbahasa
karena selalu berhubungan dengan ejaan, tatabahasa,
dan kamus, seorang penyunting dituntut memiliki
kepekaan bahasa. Dia harus tahu mana kalimat yg kasar
dan halus, kata yg harus dihindari dan dipakai, dll.
5. Memiliki pengetahuan luas
seorang penyunting harus banyak membaca buku, majalah
dan koran serta menyerap informasi melalui media audio-
visual. Dengan demikian, si penyunting tidak ketinggalan
informasi.
6. Memiliki kesetiaan dan kesabaran
meskipun sudah mengantuk/capek, penyunting naskah
dituntut untuk tetap teliti dan sabar dalam menyunting
naskah. Kalau tidak, penyunting naskah bisa terjebak pada
hal-hal yg merugikan penerbit dikemudian hari. Misalnya
ada kalimat yg lolos dan lupa tidak disunting
7. Memiliki kepekaan terhadap SARA dan pornografi
kalau tidak peka, penerbit akan rugi di kemudian hari karena
buku yg diterbitkan bisa dilarang beredar oleh yang
berwenang atau penerbitnya bisa dituntut ke pengadilan.
8. Memiliki keluwesan (supel)
hal ini karena penyunting naskah sering berhubungan dengan
orang lain/penulis yg sering bertanya, memberi saran dan
keluhan.
9. Memiliki kemampuan menulis
karena dalam pekerjaannya sehari-hari, seorang penyunting
naskah pada suatu saat harus menulis email/surat kepada
penulis atau calon penulis naskah, menulis ringkasan isi buku
(sinopsis) atau menulis biografi singkat (biodata) penulis.
10. Menguasai bidang tertentu
hal ini karena akan membantu penyunting naskah dalam
tugasnya sehari-hari.
11. Menguasai bahasa asing
seorang penyunting naskah akan berhadapan dengan
istilah-istilah bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya.
12. Memahami kode etik penyuntingan naskah
penyunting naskah harus tahu harus tahu mana yg boleh
dan mana yg tidak boleh dilakukan dalam penyuntingan
naskah. Jika tidak memahami, ada kemungkinan akan salah
langkah atau salah sunting yang dapat berakibat buruk di
kemudian hari
BAB IV
KODE ETIK PENYUNTINGAN NASKAH
1. Penyunting naskah wajib mencari informasi mengenai
penulis naskah sebelum mulai menyunting naskah
tiga cara yang ditempuh yaitu
a. menghubungi penulis secara langsung melalui temu
muka, telepon atau surat.
b. melaui editor penerbit bersangkutan yg pernah
brhubungan dengan penulis itu.
c. melalui penerbit lain yang pernah menerbitkan karya itu
dengan demikian, sedikit-banyak penyunting naskah
memproleh kesan/gambaran tertentu mengenai penulis,
khususnya mengenai temperamennya (wataknya).
2. Penyunting naskah bukanlah penulis naskah.
memang penyunting naskah membantu penulis/pengarang.
Namun, tanggung jawab isi/materi naskah tetap ada pada penulis,
bukan penyunting. Oleh karena itu, penyunting naskah sebaiknya
tidak mengambil tanggung jawab penulis.
3. Penyunting naskah wajib menghormati gaya penulis naskah.
hal yang perlu ditonjolkan dalam naskah adl gaya penulis, bukan
gaya penyunting. Meskipun penyuntingboleh mengubah naskah di
sana-sini (ejaan, misalnya), yang penting ditampilkan tetaplah gaya
penulis.
4. Penyunting naskah wajib merahasiakan informasi yang terdapat
dalam naskah yang disuntingnya.
sebelum naskah terbit, yang tahu informasi tentang isi naskah tsb
adl penulis dan penyunting. Jika kerahasiaan naskah bocor dan
diketahui orang lain, bisa saja orang tersebut akan membuat dan
menerbitkan buku dengan tema yg sama.
5. penyunting naskah wajib mengkonsultasikan hal-hal yg
mungkin akan diubahnya dalam naskah.
penyunting nsakh tidak boleh merasa sok tahu apa pun
alasannya, hal ini akan merugikan penerbit. Mengapa ? Ada
kemungkinan penulis menarik kembali naskahnya atau
tidak mau lagi menawarkan/menyerahkan naskah ke
penerbit bersangkutan.
6. Penyuntiing naskah tidak boleh menghilangkan naskah yg
akan, sedang, atau telah disuntingnya.
jika hilang, penulis bisa melaporkan penyunting ke
pengadilan. Maka penyunting harus menjaga baik-baik
naskah yg menjadi tanggung jawabnya.
MACAM-MACAM PENULIS
Ditilik dari naskah yg masuk ke penerbit, pada dasarnya ada
tiga macam penulis yaitu
a. penulis profesional (PP)
biasanya sudah berpengalaman menulis naskah sehingga
naskahnya boleh dikatakan matang. Dalam hal ini,
penyunting naskah sudah jarang menemui kejanggalan atau
kesalahan dalam naskah.
b. penulis semi profesional (PSP)
pengalamannya lebih sedikit dibandingkan dengan PP.
mungkin masih ditemukan kesalahan atau kekurangan
dalam naskah sehingga diperlukan upaya penyuntingan
guna membenahi naskah. Tingkat kesulitannya boleh
dikatakan sedang
c. Penulis amatir (PA)
PA memiliki tingkat kemampuan paling rendah. Ada
kemungkinan PA bru pertama kali menulis naskah,
jadi ia merupakan penulis pemula. Akibantnya,
terlihat banyak kelemahan dan kekurangan naskah.
Tingkat kesulitannya boleh dikatakan berat. Campur
tangan penyunting begitu banyak sehingga naskah
itu boleh dikatakan naskah kerja sama penulis dan
penyunting. Dalam hal ini, nama penyunting layak
dicantumkan pada buku sebagai penulis juga (co-
author)
BAB V
PRA-PENYUNTINGAN NASKAH
1. Kelengkapan naskah, misalnya
halaman judul naskah, halaman prancis, halaman
utama, halaman hak cipta (copyright), halaman
persembahan, daftar isi, daftar tabel, daftar
singkatan, daftar lambang, daftar ilustrasi/gambar,
prakata, kata pengantar, kata pendahuluan, bab-
bab, daftar kata asing, daftar istilah, daftar pustaka,
lampiran, indeks, biodata.
2. ragam naskah
a. fiksi X nonfiksi
b. populer X ilmiah
c. anak-anak X dewasa
d. sekolah X nonsekolah
e. jenjang pendidikan
misal: TK, SD, SMP, SMA, PT
f. bidang keilmuan
misal: IPA, IPS, bahasa, sastra, matematika, pertanian,
kedokteran, kehutanan dll.
3. Daftar isi
dalam memeriksa daftar isi, ada sejumlah pertanyaan yg harus
dijawab
a. apakah daftar isi sesuai dengan naskah?
b. bagaimana sistematika atau susunan naskah?
c. apakah penulis menggunakan kata bab atau tidak?
d. apakah sistematika pada daftar isi sesuai dengan sistematika
pada naskah ?
4. Subbab dan sub-subbab
penyunting harus memeriksa apakah subbab dan sub-subbab dari
bab yg satu sama dengan yg ada pada bab-bab lain, sudah
seragam atau belum. Misal
a. angka romawi (I, II, III, dst)
b. angka Arab (1, 2, 3 dst)
c. huruf Latin (A, B, C dst)
6. ilustrasi/tabel/gambar
seorang penyunting naskah perlu memeriksa apakah naskah yg
akan ditangani memuat tabel, ilustrasi atau gambar.
adakalanya, tabel/ilustrasi/gambar naskah akan disusulkan
kemudian.
7. Catatan kaki
naskah buku TK-SMA biasanya tidak mempunyai catatan kaki.
Bahan acuan biasanya ditempatkan pada DP.
dewasa ini muncul kecenderungan di Indonesia, biasanya yg ada
catatan kakinya adl buku-buku non-fiksi. Akan tetapi beberapa
tahun ini muncul buku-buku fiksi yg memiliki catatan kaki, baik
yg ditempatkan sbgai catatan kaki maupun catatan kaki yg
ditempatkan di akhir buku. Contoh: novel burung-burung
manyar, CK ditempatkan sbgai CK. Pada novel Olenka, CK
ditempatkan pada akhir buku.
8. informasi mengenai penulis
sebelum menyunting, alangkah baiknya penyunting sudah
memperoleh informasi mengenai penulis buku, misalnya
pendidikan, latar belakang, watak dsbnya.
dalam berhubungan dengan penerbit, paling sedikit dikenal
tiga tipe penulis, yaitu
a. penulis yg gampang
penulis ini tidak rewel. Ia menyerahkan sepenuhnya cara
penyuntingan pada penerbit. Ia percaya pada kebijakan
penerbit. Bagi penulis ini, yg penting adalah bagaimana
baiknya saja.
b. penulis yg sulit
penulis ini mau menangnya sendiri dan penerbit harus
mengikuti kemauannya. Jika menemui penulis seperti ini,
penyunting akan berpikir dua kali jika penulis kembali
memasukkan naskah kepadanya.
c. penulis yg sulit-sulit gampang
dalam menangani naskah penulis ini, tetap diperlukan
kehati-hatian. Jangan sampai penyunting naskah mengubah
kata atau kalimat tertentu tanpa berkonsultasi pada
penulis.
termasuk pada tipe mana pun seorang penulis naskah,
sebaiknya seorang penyunting naskah memelihara
hubungan baik dengan penulis. Dalam menangani naskah,
penyunting perlu berkonsultasi terus-menerus pada penulis
9. Membaca naskah secara keseluruhan
manfaat pembacaan naskah
a. untuk mengetahui apakah naskah sudah sistematis atau
belum.
b. untuk mengetahui sistematika naskah (menggunakan
angka romawi, angka Arab atau huruf yg lain)
c. untuk mengetahui apakah ada kata-kata atau istilah-istilah
yg asing bagi penyunting naskah. Jika ada, tugas penyunting
mencarinya dalam kamus, jika dalam kamus tidak ada
ditanyakan kepada penulis.
d. untuk mengetahui apakah istilah-istilah yg digunakan
penulis dalam naskah konsisten atau tidak.
e. untuk mengatahui apakah dalam naskah ada hal-hal yg
berhubungan dengan SARA atau berhubungan dengan
pornografi. Jika ada dikonsultasikan dengan penulis.
BAB VI
PENYUNTINGAN NASKAH
Penyunting naskah ibaratnya adalah seorang
koki/tukang masak.
Supaya dapat melaksanakan penyuntingan naskah
dengan baik, seorang penyunting naskah perlu
memeriksa ejaan, tatabahasa, kebenaran fakta,
legalitas, konsistensi, gaya penulis, konvensi
penyuntingan naskah, dan gaya penerbit/gaya
selingkung.
1. Ejaan
lihat buku pedoman ejaan yg disempurnakan.
hal-hal yg diatur misalnya pemakaian huruf, pemenggalan
kata-kata, pemakaian huruf kapital, pemakaian huruf
miring, pemakaian tanda-tanda baca, penulisan kata,
penulisan singkatan dan akronim, penulisan angka dan
bilangan, dan penulisan unsur serapan.
2. Tatabahasa
lihat buku pedoman ejaan yg disempurnakan
a. bentuk sama, makna beda
menguap= air atau tanda mengantuk
mengukur = tanah/jalan, kelapa
mengurus = urus, kurus (menjadi kurus)
b. bentuk mirip, makna beda
bawa atau bahwa, gaji atau gajih,
menjaring atau menyaring, kedelai atau keledai
kepala atau kelapa, lajur atau jalur
c. bentuk yg benar & bentuk yg salah
benar salah kaprah
andalhandal
anutan panutan
mengkritik mengeritik
waswas was-was
memproduksi memroduksi
d. Pilihan kata
segala= film itu untuk segala umur
segenap = segenap lapisan masyarakat ikut…..
seluruh = seluruh ruangan bergema…
semua = semua bertepuk tangan ketika…

adalah = semarang adalah ibu kota provinsi…


ialah = kata kerja ialah
yaitu/yakni= anaknya dua, yaitu tono dan tini

dan lain-lain (dll) (macam-macam)= ibu membeli telur, sayur,


mentega, sabun, dan lain-lain.
dan sebagainya (dsb) (satu macam/jenis)= perabot rumah tangga
ialah lemari, meja, kursi, dan sebagainya
dan seterusnya (dst) (urutan)= murid-murid mulai
mengerjakan soal nomor 1, nomor 2, nomor 3, dan
seterusnya.
jam= penerbangan Jakarta-Denpasar ditempuh lima jam
pukul= saya bangun pukul 5.00 –pagi
Pemenggalan Judul
1. KHUSUS 2. KHUSUS
UNTUK UNTUK
DOSEN DAN KARYAWAN DOSEN
DAN KARYAWAN
Dari sudut kesejajaran, contoh 1 sudah betul.
Namun, dari segi pemenggalan judul masih salah.
MOHON
DITUTUP KEMBALI
4. Hak Cipta
beberapa hal yg harus diketahui penerbit sebelum sebuah
naskah diterbitkan
a. sebuah naskah yg berbau plagiat sebaiknya tidak
diterbitkan.
b. pengalihan penerbitan buku dari penerbit yg satu ke
penerbit yg lain hendaknya dibuktikan dengan bukti
pengembalian.
c. dalam penerbitan bunga rampai (antologi), editor bunga
rampai harus dapat menunjukkan ijin.
d. tiap kutipan teks/gambar dalam naskah yg akan
diterbitkan harus ada sumbernya.
e. pemuatan foto seseorang dalam buku harus seijin
pemilik foto atau pemegang hak cipta.
f. naskah orang yang sudah meninggal hanya boleh
diterbitkan jika
-sudah ada ijin dari ahli waris (kurang dari 50 tahun
meninggal)
-pemilik naskah sudah meninggal lebih dari 50 tahun,
dalam hal ini tidak diperlukan lagi ijin dari ahli waris.
• UUD RI Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta.
a. pengertian hak cipta, pencipta, ciptaan, pemegang hak
cipta= pasal 1 ayat 1-17
b. ciptaan yg dilindungi hak ciptanya= pasal 12 ayat 1.
c. pengutipan ciptaan oleh pihak lain yg tidak
dianggap melanggar hak cipta= pasal 14, 15, 18.
d. hak cipta atas potret= pasal 29, 30, 31, 32, 33, 34.
e. pelanggaran terhadap hak cipta= pasal 27
NOMOR BAKU BAKU INTERNATIONAL
(ISBN)
ISSN= International standard serial number (majalah, jurnal
ilmiah walaupun terbitnya berkala)
ISBN= International standard book number
- Satu judul buku satu ISBN,
- Judul sama, edisi dan sampul berbeda maka ISBN juga
berbeda (satu judul buku bisa mempunyai dua ISBN)
misal
And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the
Prophet in Islamic Piety
karya Annemarie Schimmel mempunyai dua nomor ISBN,
yaitu
-untuk buku bersampul tegar hardback/hardcover
0-8078-1639-6 sedangkan untuk buku yg bersampul
lembek ISBN-nya 0-8078-4128-5

Mula-mula buku itu terbit dengan sampul tegar dengan


urutan terbit 1.639, sedangkan yg bersampul lembek terbit
pada urutan ke 4.128. pada selang masa diantaranya terbit
sekitar 2.489 buku lain oleh penerbit yg sama
buku yg berjudul sama tetapi edisinya berbeda juga akan
mempunyai ISBN yg berbeda pula. Misal
Probability and Statistic for Engineers and Scientist
pada edisi kedua tahun 1978, ISBN-nya adalah
0-02-424110-5, sedangkan pada edisi ketiga, tahun 1989 ISBN-
nya adalah 0-02-424210-01
dengan demikian buku itu pada edisi kedua merupakan urutan
terbit ke 424.110, sedangkan pada edisi ketiga pada urutan ke
424.210. antara tahun 1978 dan 1989, penerbit telah
menerbitkan seratus judul buku lain
pelopor adanya ISBN adl penerbit dan toko besar WH Smith yg
memulai rasionalisasi pemberian nomor buku, yakni dengan
memperkenalkan Standard Book Number (SBN) yg merupakan
cikal bakal ISBN.
pada umumnya, negara-negara barat seperti Inggris, Amerika,
Jerman, Prancis, Belanda telah masuk dalam sistem ISBN. Begitu
pula beberapa nama di amerika latin dan afrika.
tetapi di Indonesia, sistem penomoran diawali dengan temu
ilmiah ISBN dan CIP (Cataloguing in Publication) atau katalog
dalam terbitan (KDT) yg diprakarsai oleh perpustakaan nasional
pada 12-13 Desember 1984.
untuk memperoleh petunjuk dan alokasi nomor untuk
Indonesia, perpustakaan nasional menghubungi lembaga
pusat ISBN di Berlin. Hasilnya, lembaga tersebut menyetujui
perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebagai badan
nasional ISBN di Indonesia dan memperoleh nomor
pengenal kelompok (group identifier number) 979

Anda mungkin juga menyukai