Anda di halaman 1dari 6

KONSEP FILSAFAT BAHASA

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 5

IRMA FITRI INSANI 11911123746


MAISYAROH 11911123761
MIVTHORINA ULFA 11911122879
NANI MULYANI 11911123817
1. Konsep Filsafat Bahasa Ludwig
Wittegeinstein

Zaman Wittgenstein adalah seorang filosof asal Wina Austria yang merupakan sahabat dan
sekaligus murid Russell yang sangat cemerlang. Akan tetapi dalam berbagai hal Russell
mengakuinya sebagai murid dari Wittgenstein. Dari sini kita dapat melihat bahwa hubungan
antara Russell dan Wittgenstein tidak hanya memiliki hubungan yang erat dalam bidang
intelektual saja, akan tetapi di luar itu juga. (Hidayat, 2009:47-48).

Pada awalnya filsafat wittgenstein banyak hal yang mirip dengan logika atomisme Russell.
Tulisan-tulisan keduanya sama-sama berasumsi bahwa analisis yang logis dari bahasa harus
menjelaskan unsur pokok atom dari dunia ini. Namun, wittsgenstein tidak mencurahkan
perhatiannya terhadap hakikat atom dan batas pengetahuan kita tentang atom sebagai unsur
pokok, melainkan lebih mencurahkan pada hakekat dan batas-batas bahasa itu sendiri.
2. Konsep Filsafat Bahasa Gilbert Ryle

Gilbert Ryle (1900-1976) belajar filologi klasik dan filsafat di unive trsitas di Oxford pada tahun
1945 dan menjadi professor di sana. Pada tahun 1947 dia mengganti Moore sebagai pemimpin
majalah Mind dan memegang jabatan ini pada tahun 1971. Ada satu karya Gilbert Ryle yang
terkenal, yakni : The Concept of Mind (1949) dan beberapa ceramah yang dibawakan di
Cambridge diterbitkan dengan judul Dilemmas (1954). Ryle juga menulis buku yang menyangkut
salah satu masalah sejarah filsafat Yunani, yakni Plato’s Progress (1966).

Buku The Concept of Mind dimaksudkan untuk menyelidiki konsep-konsep yang menyangkut
hidup psikis, misalnya: pencerapan (sensation), persepsi, fantasi, pengingatan, pemikiran,
pengertian, kehendak, motif dan lain-lain. Dalam garapannya, Ryle menekankan aspek penggunaan
bahasa. Dia menganalisi kata-kata secara terperinci dan mendalam. Ada satu contoh menarik dari
pengalaman Ryle tentang penggunaan kategori yang salah. “seorang turis berjalan-jalan untuk
mengelilingi universitas Oxford. Dia melihat perpustakaan dan bangunannnya. Dalam
perjalanannya, dia bertanya “dimana universitas Oxford?”. Sang turis tidak mengerti bahwa
Univeritas Oxford terdiri dari beberapa college. Universitas adalah kumpulan dari beberapa college
yang dilembagakan. (Bartens, 2002:56-57)
3. Konsep Filsafat Feter Frederick Strawson

Peter Frederick Strawson merupakan salah satu filsuf Filsafat Bahasa Biasa yang
menekankan penggunaan bahasa dalam aspek pragmatik. Strawson menganggap
bahasa biasa sebagai landasan berfilsafat. (Waljinah dkk, 2018:13) Seperti Austin,
Strawson juga menganut teori tindak tutur dalam penggunaan bahasa. (Atabbik,
2014:253).

Para ahli filsafat bahasa seperti John Langsaw Austin (1962), John Searle (1969), dan
Paul Grice (1975), telah mengembangkan ilmu pragmatik. Pengembangan ini adalah
pembahasan semantik yang sangat luas dan berguna bagi pengembangan linguistik
pragmatik. Sebelum pemikiran Filsafat Bahasa Biasa dikemukakan, pengkajian ilmu
linguistik selalu bersifat tersusun rapi dan menggunakan tata bahasa yang sangat rumit.
Filsafat Bahasa Biasa mampu mengkaji aspek bahasa secara teratur beriringan dengan
penggunaannya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Pemikiran Filsafat Bahasa Biasa
ini yang kemudian menjadi inspirasi bagi pengembangan ilmu linguistik pragmatik
4. Konsep Filsafat Bahasa John Langshaw Austin

 Jenis Ucapan (Utterances),


Austin membedakan jenis ucapan yang
Sebelum Austin, kebanyakan filsuf
acapkali kita jumpai dalam bahasa pergaulan
hanya menaruh perhatian terhadap
sehari-hari menjadi dua. Yaitu, Ucapan
ungkapan yang bermakna dan tidak
Konstatif (Constative Utterance) dan ucapan
bermakna dan hanya ditentukan atas
Performatif (Performative Utterance).
dasar fomulasi tertentu; misalnya
menurut atomisme logis atau filsafat
biasa Wittgenstein. Setelah sampai
ditangan Austin perhatian tersebut
 Ucapan Performatif (Perfortative utterance)
mengalami pengfokusan mengenai
Austin menegaskan ucapan performatif tidak dapat dikatakan
pembedaan tentang jenis-jenis ucapan
benar atau salah seperti halnya ucapan konstatif melainkan
dan tentang tindakan-tindakan bahasa.
baik atau tidak (happy oranhappy) untuk diucapkan
Adapun Penjelasan tentang kedua
seseorang. Di dalam ucapan performatif ini peranan si
pembedaan itu sebagai berikut:
penutur dengan berbagai konsekuensi yang terkandung dalam

isi ucapannya sangat diutamakan.


Sekian,

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai